Anda di halaman 1dari 3

Panduan Praktik Klinis

SMF : NEUROLOGI
RSUD Dr Soetomo, Surabaya
2012 – 2014

KEGAWATDARURARAN PENYAKIT SARAF PERIFER


Kegawatdaruratan GBS (Guillain Barre Syndromes)

1 Pengertian (Definisi) Kegawatdaruratan Penyakit Saraf Perifer, seperti GBS dan


Myastenia Gravis (Krisis Myastenia dan Krisis Kolinergik)
adalah akibat :
1. Kelemahan otot pernafasan berakibat gagal napas.
2. Kelemahan otot bulbar yang membahayakan jalan napas
berakibat gangguan jalan napas akibat aspirasi.
3. Disfungsi otonom yang berakibat gangguan
hemodinamik (tekanan darah, irama jantung/disritmia)
berakibat kegagalan sirkulasi/syok.
2 Anamnesis 1 Adanya gejala sesak napas.
2 Kelemahan otot fleksor leher atau tidak mampu untuk
batuk (menandai adanya kelemahan otot pernafasan).
3 Disfungsi bulbar berupa kelemahan otot fasial bilateral
atau ketidakmampuan untuk menelan (meningkatkan
resiko aspirasi).
4 Instabilitas otonom berupa disritmia (R-R interval yang
memanjang), tekanan darah yang labil.
3 Pemeriksaan Fisik 1. Tanda vital (termasuk respirasi dan disfungsi otonom)
2. Kelumpuhan tipe flaksid mengenai otot proksimal dan
distal
3. Gangguan rasa raba, rasa getar, dan rasa posisi lebih
terkena dibandingkan rasa nyeri dan suhu
4. Gangguan saraf otak terutama saraf fasial perifer,
gangguan menelan (N. IX, X) serta kadang-kadang
disertai gangguan otot ekstraokular.
4 Kriteria Diagnosis GBS
1. Kegagalan pernapasan berupa FVC < 20 mL/kg, PaO2 <
70 atau penurunan > 50% dalalm 24 jam, atau adanya
tanda hipoventilasi (PaCO2 > 45) dan tanda hipoksia
(PaO2 <70 dengan udara ruangan).
2. Disfagia atau disfungsi bulbar lainnya seperti kelemahan
otot fasial bilateral, dengan bahaya aspirasi.
5 Diagnosis GBS (Guillain Barre Syndromes)
6 Diagnosis Banding 1 Periodik paralisis hipokalemia
2 Myastenia Gravis
3 Polineuropati
4 Tetraparesis oleh karena penyebab lain (misalnya
myelitis tranversa akut)
7 Pemeriksaan Penunjang  Laboratorium: analisa gas darah
 EKG
 Elektrodiagnostik: EMG
 Pungsi lumbal: disosiasi sitoalbumin (pada minggu
kedua)
8 Terapi 1 Pasien dirawat di ruang ICU.
2 Diberikan IVIG 0.4 mg/kg/hari selama 5 hari atau
dengan plasmaferesis.
3 Hipotensi diterapi dengan pemberian cairan terlebih
dahulu sebelum diberikan vasopresor berupa
phenylephrine.
4 Hipertensi diterapi dengan nicardipine atau sodium
nitroprusid (vasodilator perifer)
5 Perhatikan keseimbangan cairan karena sering terjadi
peningkatan “insensible loss”
6 Awasi terjadinya disritmia (perpanjangan interval R-R).
7 Atasi batuk akibat lendir berlebihan dengan “chest
physiotherapy”.
8 Cegah terjadinya DVT (Deep Vein Thrombosis).
9 Edukasi 1. Sesak nafas akibat kelemahan otot pernafasan pada GBS
2. Gangguan jalan nafas akibat disfungsi bulbar
3. Kemungkinan pemasangan alat bantu nafas
4. Gangguan hemodinamik akibat disfungsi otonom
10 Prognosis Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fumgsionam : dubia ad malam
11 Tingkat Evidens II
12 Tingkat Rekomendasi B
13 Penelaah Kritis 1. Mudjiani Basuki, dr., Sp.S
2. Hendro Susilo, dr.,Sp.S (K)
3. Abdulloh Machin, dr., Sp.S
4. Achmad Firdaus Sani, dr.,Sp.S, FINS
5. Fidiana, dr., Sp.S
14 Indikator Medis 1. Perbaikan tanda vital (termasuk respirasi dan disfungsi
otonom)
2. Perbaikan disfungsi bulbar dan defisit saraf kranialis
3. Perbaikan kekuatan motorik
4. Perbaikan hasil pemeriksaan penunjang
15 Kepustakaan Bhardwaj A, Mirski MA. 2010. Handbook of Neurocritical
Care. 2nd(Ed). Springer New York Dordrecht Heidelberg
London
Edlow JA, Selim AH. 2011. Neurology Emergencies. Oxford
University Press-New York
Surabaya, April 2013

Ketua Komite Medik Ketua SMF. Neurologi,

Prof. Dr. Doddy M. Soebadi, dr., SpB, SpU(K). Wijoto, dr., Sp.S(K).
NIP. 19490906 197703 1 001 NIP. 19510623 197206 1 001

Direktur RSUD Dr Soetomo Surabaya,

Dodo Anondo, dr., MPH.


NIP. 19550613 198303 1 013

Anda mungkin juga menyukai