Anda di halaman 1dari 15

Hemostasis adalah kemampuan alami untuk menghentikan perdarahan pada lokasi luka

oleh spasme pembuluh darah, adhesi trombosit dan keterlibatan aktif faktor koagulasi, adanya
koordinasi dari endotel pembuluh darah, agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi. Fungsi
utama mekanisme koagulasi adalah menjaga keenceran darah (blood fluidity) sehingga darah
dapat mengalir dalam sirkulasi dengan baik, serta membentuk thrombus sementara atau
hemostatic thrombus pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan (vascular injury).
Hemostasis terdiri dari enam komponen utama, yaitu: trombosit, endotel vaskuler,
procoagulant plasma protein faktors, natural anticoagulant proteins, protein fibrinolitik dan
protein antifibrinolitik. Semua komponen ini harus tersedia dalam jumlah cukup, dengan fungsi
yang baik serta tempat yang tepat untuk dapat menjalankan faal hemostasis dengan baik.
Interaksi komponen ini dapat memacu terjadinya thrombosis disebut sebagai sifat prothrombotik
dan dapat juga menghambat proses thrombosis yang berlebihan, disebut sebagai sifat
antithrombotik. Faal hemostasis dapat berjalan normal jika terdapat keseimbangan antara faktor
prothrombotik dan faktor antithrombotik. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai
patofisiologik dan prinsip pemeriksaan laboratorium dari masing2 faktor yang berperan dalam
proses koagulasi dan interpretasi hasilnya.

PATOFISIOLOGI DAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Hemostasis normal dapat dibagi menjadi dua tahap: yaitu hemostasis primer dan hemostasis
sekunder. Pada hemostasis primer yang berperan adalah komponen vaskuler dan komponen
trombosit. Disini terbentuk sumbat trombosit (trombosit plug) yang berfungsi segera menutup
kerusakan dinding pembuluh darah. Sedangkan pada hemostasis sekunder yang berperan adalah
protein pembekuan darah, juga dibantu oleh trombosit. Disini terjadi deposisi fibrin pada sumbat
trombosit sehingga sumbat ini menjadi lebih kuat yang disebut sebagai stable fibrin plug. Proses
koagulasi pada hemostasis sekunder merupakan suatu rangkaian reaksi dimana terjadi
pengaktifan suatu prekursor protein (zymogen) menjadi bentuk aktif. Bentuk aktif ini sebagian
besar merupakan serine protease yang memecah protein pada asam amino tertentu sehingga
protein pembeku tersebut menjadi aktif. Sebagai hasil akhir adalah pemecahan fibrinogen
menjadi fibrin yang akhirnya membentuk cross linked fibrin. Proses ini jika dilihat secara
skematik tampak sebagai suatu air terjun (waterfall) atau sebagai suatu tangga(cascade).
Proses koagulasi dapat dimulai melalui dua jalur, yaitu jalur ekstrinsik (extrinsic pathway)
dan jalur intrinsik (intrinsic pathway). Jalur ekstrinsik dimulai jika terjadi kerusakan vaskuler
sehingga faktor jaringan (tissue factor) mengalami pemaparan terhadap komponen darah dalam
sirkulasi. Faktor jaringan dengan bantuan kalsium menyebabkan aktivasi faktor VII menjadi
FVIIa. Kompleks FVIIa, tissue factor dan kalsium (disebut sebagai extrinsic tenase complex)
mengaktifkan faktor X menjadi FXa dan faktor IX menjadi FIXa. Jalur ekstrinsik berlangsung
pendek karena dihambat oleh tissue factor pathway inhibitor (TFPI). Jadi jalur ekstrinsik hanya
memulai proses koagulasi, begitu terbentuk sedikit thrombin, maka thrombin akan mengaktifkan
faktor IX menjadi FIXa lebih lanjut, sehingga proses koagulasi dilanjutkan oleh jalur intrinsik.
Jalur intrinsik dimulai dengan adanya contact activation yang melibatkan faktor XII, prekalikrein
dan high molecular weigth kinninogen (HMWK) yang kemudian mengaktifkan faktor IX
menjadi FIXa. Akhir-akhir ini peran faktor XII, HMWK dan prekalikrein dalam proses koagulasi
dipertanyakan. Proses selanjutnya adalah pembentukan intrinsic tenase complex yang melibatkan
FIXa, FVIIIa, posfolipid dari PF3 (trombosit factor 3) dan kalsium. Intrinsic tenase complex
akan mengaktifkan faktor X menjadi FXa. Langkah berikutnya adalah pembentukan kompleks
yang terdiri dari FXa, FVa, posfolipid dari PF3 serta kalsium yang disebut sebagai
prothrombinase complex yang mengubah prothrombin menjadi thrombin yang selanjutnya
memecah fibrinogen menjadi fibrin.

Pada pemeriksaan hemostasis, hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

 Antikoagulan : Natrium sitrat 0,109 M dengan pernbandingan 9 bagian darah dan 1


bagian Natrium sitrat. Untuk hitung trombosit antikoagulan yang dipakai adalah
Na2EDTA
 Penampung : Bahan plastik atau gelas yang dilapisi silikon, untuk mencegah terjadinya
aktivasi faktor pembekuan
 Semprit dan jarum : ukuran besar, paling kecil nomor 20
 Cara pengambilan darah : Hindari masuknya tromboplastin jaringan, sebaiknya
digunakan 2 semprit dimana darah pada semprit pertama dibuang karena dikhawatirkan
tercemar tromboplastin jaringan
 Kontrol : Diperiksa 1 kontrol normal (tersedia secara komersial) dan 1 kontrol abnormal
 Penyimpanan dan pengiriman bahan : Sampel darah segera dikerjakan, harus selesai
dalam 3 jam setelah pengambilan darah. Bila harus ditunda, plasma sitrat disimpan dalam
tempat plastik tertutup dalam keadaan beku.

1.PT (Masa Protrombin plasma )

PT Protrombin disintesis oleh hati dan merupakan prekursor tidak aktif dalam proses
pembekuan. Protrombin (F II) dikonversi menjadi thrombin oleh tromboplastin untuk
membentuk bekuan darah. Pemeriksaan PT digunakan untuk menilai kemampuan faktor
koagulasi jalur ekstrinsik dan jalur bersama, yaitu : faktor I (fibrinogen), faktor II (prothrombin),
faktor V (proakselerin), faktor VII (prokonvertin), dan faktor X (faktor Stuart). Perubahan faktor
V dan VII akan memperpanjang PT selama 2 detik atau 10% dari nilai normal.
PT diukur dalam detik. Dilakukan dengan cara menambahkan campuran kalsium dan
tromboplastin pada plasma. Tromboplastin dapat dibuat dengan berbagai metoda sehingga
menimbulkan variasi kepekaan terhadap penurunan faktor pembekuan yang bergantung pada
vitamin K dan menyebabkan pengukuran waktu protrombin yang sama sering mencerminkan
ambang efek antikoagulan yang berbeda. Usaha untuk mengatasi variasi kepekaan ini dilakukan
dengan menggunakan sistem INR (International Normalized Ratio). International Committee for
Standardization in Hematology (ICSH) menganjurkan tromboplastin jaringan yang digunakan
harus distandardisasi dengan tromboplastin rujukan dari WHO dimana tromboplastin yang
digunakan dikalibrasi terhadap sediaan baku atas dasar hubungan linier antara log rasio waktu
protrombin dari sediaan baku dengan dari tromboplastin lokal.
Bahan pemeriksaan PT adalah plasma sitrat yang diperoleh dari sampel darah vena dengan
antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109 M) dengan perbandingan 9:1. Darah sitrat harus
diperiksa dalam waktu selambat-lambatnya 2 jam setelah pengambilan. Sampel disentrifus
selama 10 menit dengan kecepatan 2.500 g. Penyimpanan sampel plasma pada suhu 2-8 oC
menyebabkan teraktivasinya F VII (prokonvertin) oleh sistem kalikrein.
PT dapat diukur secara manual (visual), foto-optik atau elektromekanik. Teknik manual
memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan
dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode
ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar
dengan cepat dan teliti.
Prinsip pengukuran PT adalah menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam plasma yang
telah diinkubasi ditambahkan campuran tromboplastin jaringan dan ion kalsium. Reagen yang
digunakan adalah kalsium tromboplastin, yaitu tromboplastin jaringan dalam larutan(CaCl2).
Beberapa jenis tromboplastin yang dapat dipergunakan misalnya
Tromboplastin jaringan berasal dari emulsi ekstrak organ otak, paru atau otak dan paru dari
kelinci dalam larutan CaCl2 dengan pengawet sodium azida (misalnya Neoplastine CI plus)
Tromboplastin jaringan dari plasenta manusia dalam larutan CaCl2 dan pengawet
(misalnyaThromborelS).
PT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi ekstrinsik dan bersama jika kadarnya
<30%. Pemanjangan PT dijumpai pada penyakit hati (sirosis hati, hepatitis, abses hati, kanker
hati, ikterus), afibrinogenemia, defisiensi faktor koagulasi (II, V, VII, X), disseminated
intravascular coagulation (DIC), fibrinolisis, hemorrhagic disease of the newborn (HDN),
gangguan reabsorbsi usus. Pada penyakit hati PT memanjang karena sel hati tidak dapat
mensintesis protrombin. Pemanjangan PT dapat disebabkan pengaruh obat-obatan : vitamin K
antagonis, antibiotik (penisilin, streptomisin, karbenisilin,kloramfenikol, kanamisin, neomisin,
tetrasiklin), antikoagulan oral (warfarin, dikumarol), klorpromazin, klordiazepoksid,
difenilhidantoin , heparin, metildopa), mitramisin, reserpin, fenilbutazon , quinidin, salisilat/
aspirin, sulfonamide. PT memendek pada tromboflebitis, infark miokardial, embolisme
pulmonal. Pengaruh Obat : barbiturate, digitalis, diuretik, difenhidramin, kontrasepsi oral,
rifampisin dan metaproterenol.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan PT adalah sampel darah membeku,
membiarkan sampel darah sitrat disimpan pada suhu kamar selama beberapa jam, diet tinggi
lemak (pemendekan PT) dan penggunaan alkohol (pemanjangan PT)
Cara Pemeriksaan

Pemeriksaan PT dilakukan dengan memakai reagen Organon menurut metode(one-step


method) yang dianjurkan oleh Quick.

Prinsip :
Prinsip test ini merupakan rekalsifikasi plasma dengan penambahanthromboplastin.
Pemeriksaan in vitro menunjukan kegunaan dari sistim pembekuandarah jalur eksterinsik.
Cara kerja :

1. Campur satu vial reagen tromboplastin (Simplastin®Excel S)dengan satuvial pelarut,


goyang (putar-putar) dengan kuat untuk menjamin rehidrasilengkap. Dan sebelum
digunakan harus dicampur dengan baik hinggahomogen.
2. Hangatkan sejumlah volume reagen thromboplastin pada 37 derajat celcius
3. Beri label tabung test (sampel dan kontrol), dan masukan 0.1 ml sampel ataukontrol
kedalam tabung yang sesuai.
4. Inkubasi masing-masing tabung ( sampel dan kontrol) pada 37 oC selama 3 –10 menit.
5. Tambahkan 0.2 larutan reagen thromboplastin hangat kedalam tabung yangberisi plasma
diatas dan secara bersamaan jalankan stopwatch.
6. Tabung digoyang dan perhatikan terbentuknya bekuan, saat terbentuknyabekuan
stopwatch dihentikan dan catat waktu ( dalam detik).

Tujuan Pemeriksaan

Pemeriksaan ini dipakai untuk menguji faktor extrinsic. Sebagai tissuthromboplastin


dipakai aceton dehydrated rabbit brain.Test ini digunakan untuk menguji extrinsic pathway. Jadi
diperlukan faktor VII, faktor V, faktor X, faktor II serta faktor I yang normal, sedangkan tissue
thromboplastin tidak perlu normal.

Arti klinis :
Test ini normal hasilnya : 11 – 13,5 detik. Akan tetapi harus disertai dengan laporan, misalnya :
PPT penderita 12,5 detik ; PPT control 12,0 detik.
PPT penderita 16,0 detik ; PPT control 12,5 detik.
Dikatakan abnormal apabila beda dengan kontrol lebih dari 2 detik.

Test PPT ini abnormal / memanjang pada :

1. Obstructive jaundice
2. Penyakit-penyakit hepar yang lanjut
3. Penyakit-penyakit perdarahan pada newborns
4. Penyakit-penyakit congenital seperti :
Deficiency faktor VII
Deficiency faktor V
Deficiency faktor II
5. Syndrome nephrotic.
6. Penderita-penderita yang mendapatkan pengobatan dengan obat-obatanticoagulansia (hal
ini memang kita buat memanjang, sering dibuat menjadi 2 kali dari normal, misalnya :
PPT kontrol 12,0 detik ; PPT penderita 23 detik).

Pada faktor intrinsic membutuhkan waktu yang lebih lama, agar waktunya menjadi lebih
pendek, maka faktor contact diganti dengan kaolin = china clay = bolus alba, dan juga faktor
thrombocyte diganti dengan partial thromboplastine (aktivitasnya mirip dengan phospholipid).
Jadi disini faktor XII dan faktor XI by pass.

2. INR

INR didapatkan dengan membagi nilai PT yang didapat dengan nilai PT normal kemudian
dipangkatkan dengan ISI di mana ISI adalah International Sensitivity Index. Jadi INR adalah
rasio PT yang mencerminkan hasil yang akan diperoleh bila tromboplastin baku WHO yang
digunakan, sedangkan ISI merupakan ukuran kepekaan sediaan tromboplastin terhadap
penurunan faktor koagulasi yang bergantung pada vitamin K. Sediaan baku yang pertama
mempunyai ISI = 1,0 ( tromboplastin yang kurang peka mempunyai ISI > 1,0). Dengan demikian
cara paling efektif untuk standardisasi pelaporan PT adalah kombinasi sistim INR dengan
pemakaian konsisten tromboplastin yang peka yang mempunyai nilai ISI sama.
INR digunakan untuk monitoring terapi warfarin (Coumadin) pada pasien jantung, stroke,
deep vein thrombosis (DVT), katup jantung buatan, terapi jangka pendek setelah operasi misal
knee replacements. INR hanya boleh digunakan setelah respons pasien stabil terhadap warfarin,
yaitu minimal satu minggu terapi. Standar INR tidak boleh digunakan jika pasien baru memulai
terapi warfarin untuk menghindari hasil yang salah pada uji. Pasien dalam terapi antikoagulan
diharapkan nilai INR nya 2-3 , bila terdapat resiko tinggi terbentuk bekuan, iperluakn INR
sekitar 2,5 – 3,5.

3. APTT

Masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplastin time, APTT) adalah
uji laboratorium untuk menilai aktifitas faktor koagulasi jalur intrinsik dan jalur bersama, yaitu
faktor XII (faktor Hagemen), pre-kalikrein, kininogen, faktor XI (plasma tromboplastin
antecendent, PTA), faktor IX (factor Christmas), faktor VIII (antihemophilic factor, AHF), faktor
X (faktor Stuart), faktor V (proakselerin), faktor II (protrombin) dan faktor I (fibrinogen). Tes ini
untuk monitoring terapi heparin atau adanya circulating anticoagulant. APTT memanjang karena
defisiensi faktor koagulasi instrinsik dan bersama jika kadarnya <> 7 detik dari nilai normal,
maka hasil pemeriksaan itu dianggap abnormal.

APTT memanjang dijumpai pada :


1. Defisiensi bawaan

 Jika PPT normal kemungkinan kekurangan :


 Faktor VIII
 Faktor IX
 Faktor XI
 Faktor XII
 Jika faktor-faktor koagulasi tersebut normal, kemungkinan kekurangan HMW
kininogen (Fitzgerald factor) Defisiensi vitamin K, defisiensi protrombin,
hipofibrinogenemia.

2. Defisiensi didapat dan kondisi abnormal seperti :

 Penyakit hati (sirosis hati)


 Leukemia (mielositik, monositik)
 Penyakit von Willebrand (hemophilia vaskular)
 Malaria
 Koagulopati konsumtif, seperti pada disseminated intravascular coagulation (DIC)
 Circulating anticoagulant (antiprothrombinase atau circulating anticoagulant terhadap
suatu faktor koagulasi)
 Selama terapi antikoagulan oral atau heparin

Penetapan

Pemeriksaan APTT dapat dilakukan dengan cara manual (visual) atau dengan alat otomatis
(koagulometer), yang menggunakan metode foto-optik dan elektro-mekanik. Teknik manual
memiliki bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan
dimana kadar fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode
ini masih dapat digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar
dengan cepat dan teliti.
Prinsip dari uji APTT adalah menginkubasikan plasma sitrat yang mengandung semua faktor
koagulasi intrinsik kecuali kalsium dan trombosit dengan tromboplastin parsial (fosfolipid)
dengan bahan pengaktif (mis. kaolin, ellagic acid, mikronized silica atau celite koloidal). Setelah
ditambah kalsium maka akan terjadi bekuan fibrin. Waktu koagulasi dicatat sebagai APTT.
Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat
3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1. Gunakan tabung plastik atau gelas yang dilapisi
silikon. Sampel dipusingkan selama 15 menit dengan kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan
dalam tabung plastik tahan 4 jam pada suhu 20±5oC. Jika dalam terapi heparin, plasma masih
stabil dalam 2 jam pada suhu 20±5oC kalau sampling dengan antikoagulan citrate dan 4 jam
pada suhu 20±5oC kalau sampling dengan tabung CTAD.
Nilai Rujukan
Nilai normal uji APTT adalah 20 – 35 detik, namun hasil ini bisa bervariasi untuk tiap
laboratorium tergantung pada peralatan dan reagen yang digunakan.

Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium :

 Pembekuan sampel darah,


 Sampel darah hemolisis atau berbusa akibat dikocok-kocok,
 Pengambilan sampel darah pada intravena-lines (mis. pada infus heparin).

4. FIBRINONGEN

Pemeriksaan fibrinogen berguna untuk mengetahui adanya kelainan pembekuan darah,


mengetahui adanya resiko terjadinya pembekuan darah (peningkatan resiko terjadinya Penyaikt
Jantung Koroner (PJK) dan Stoke) dan mengetahui adanya gangguan fungsi hati.Fibrinogen
adalah glikoprotein dengan berat molekul mencapai 340.000 dalton. Fibrinogen disintesis di hati
(1,7-5 g/hari) dan oleh megakariosit. Di dalam plasma kadarnya sekitar 200-400 mg/dl. Waktu
paruh fibrinogen sekitar 3-5 hari.
Fibrinogen tersusun atas 6 rantai, yaitu : 2 rantai Aα, 2 rantai Bβ dan 2 rantai γ. Trombin
(FIIa) memecah molekul fibrinogen menjadi 2 fibrinopeptide A (FPA) dari rantai Aα dan 2
fibrinopeptide B (FPB) dari rantai Bβ. Fibrin monomer yang dihasilkan dari reaksi ini kemudian
berlekatan membentuk fibrin, yang selanjutnya distabilkan oleh factor XIIIa. Tahap pertama
stabilisasi terdiri atas ikatan dua rantai γ dari dua fibrin monomer. Ikatan ini adalah asal dari D-
Dimer, produk degradasi fibrin spesifik. Fibrinogen dapat didegradasi oleh plasmin.
Penetapan
Pengukuran kadar fibrinogen dapat dilakukan secara manual (visual), foto optik atau elektro
mekanik. Pemeriksaan ini menilai terbentuknya bekuan bila ke dalam plasma yang diencerkan
ditambahkan thrombin. Waktu pembekuan dari plasma terdilusi berbanding terbalik dengan
kadar fibrinogen.
Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat
3.2% (0.109M) dengan perbandingan 9:1. Gunakan tabung plastik atau gelas yang dilapisi
silikon. Sampel dipusingkan selama 10 menit dengan kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan
dalam tabung plastik tahan 8 jam pada suhu 20±5oC.
Masalah Klinis
Penurunan kadar : DIC, fibrinogenolisis, hipofibrinogenemia, komplikasi obstetrik, penyakit
hati berat, leukemia. Pada dasarnya, masa protrombin (PPT) dan masa tromboplastin parsial
(APTT) yang memanjang serta trombosit yang rendah menandakan terjadinya defisiensi
fibrinogen dan juga merupakan tanda DIC. Produk degradasi fibrin (fibrin degradation product,
FDP) biasanya diukur untuk memastikan terjadinya DIC.
Peningkatan kadar : infeksi akut, penyakit kolagen, diabetes, sindroma inflamatori, obesitas.
Pengaruh obat : kontrasepsi oral, heparin. Faktor yang dapat mempengaruhi temuan laboratorium

 Trauma paskabedah dan kehamilan trimester ketiga dapat menyebabkan temuan positif
keliru dari peningkatan kadar fibrinogen,
 Hemolisis sampel dapat menyebabkan temuan yang tidak akurat,
 Kontrasepsi oral dan heparin dapat meningkatkan temuan uji.

5. BLEEDING TIME

Bleeding time (BT) menilai kemampuan darah untuk membeku setelah adanya luka atau
trauma, dimana trombosit berinteraksi dengan dinding pembuluh darah untuk membentuk
bekuan. Prinsip pemeriksaannya adalah mengukur lamanya waktu perdarahan setelah insisi
standart pada lengan bawah atau cuping telinga. Bleeding time digunakan untuk pemeriksaan
penyaring hemostasis primer atau interaksi antara trombosit dan pembuluh darah dalam
membentuk sumbat hemostatik, pasien dengan perdarahan yang memanjang setelah luka, pasien
dengan riwayat keluarga gangguan perdarahan.
Pemeriksaan BT dapat dilakukan dengan metoda Ivy , yaitu dilakukan insisi dengan lanset
sepanjang 10 mm dan kedalaman 1 mm di lengan bawah kemudian setiap 30 detik darah dihapus
dengan kertas filter sampai perdarahan berhenti, atau dengan metoda Duke dengan cara yang
sama insisi di lokasi cuping telinga sedalam 3-4 mm.
BT memanjang pada gangguan fungsi trombosit atau jumlah trombosit dibawah 100.000/
mm3. Pemanjangan BT menunjukkan adanya defek hemostasis, termasuk didalamnya
trombositopenia (biasanya dibawah 100.000/ mm3), gangguan fungsi trombosit heriditer, defek
vaskuler kegagalan vasokonstriksi), Von Willebrand's disease, disseminated intravascular
coagulation (DIC), defek fungsi trombosit (Bernard-Soulier disease dan Glanzmann’s
thrombasthenia) , obat-obatan (aspirin/ ASA, inhibitor siklooksigenase, warfarin, heparin,
nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), beta-blockers, alkohol, antibiotika) dan
hipofibrinogenemia. Trombositopenia akibat defek produksi oleh sumsum tulang menyebabkan
pemanjangan BT lebih berat dibandingkan trombositopenia akibat destruksi berlebih trombosit.
Pasien dengan von Willebrand’s disease hasil BT memanjang karena faktor von Willebrand
merupakan trombosit agglutination protein. BT normal tidak menyingkirkan kemungkinan
terjadinya perdarahan hebat pada tindakan invasif.
Waktu perdarahan (bleeding time, BT) adalah uji laboratorium untuk menentukan lamanya
tubuh menghentikan perdarahan akibat trauma yang dibuat secara laboratoris. Pemeriksaan ini
mengukur hemostasis dan koagulasi. Masa perdarahan tergantung atas : ketepatgunaan cairan
jaringan dalam memacu koagulasi, fungsi pembuluh darah kapiler dan trombosit. Pemeriksaan
ini terutama mengenai trombosit, yaitu jumlah dan kemampuan untuk adhesi pada jaringan
subendotel dan membentuk agregasi. Bila trombosit
Prinsip pemeriksaan ini adalah menghitung lamanya perdarahan sejak terjadi luka kecil pada
permukaan kulit dan dilakukan dalam kondisi yang standard. Ada 2 teknik yang dapat
digunakan, yaitu teknik Ivy dan Duke. Kepekaan teknik Ivy lebih baik dengan nilai normal 1-6
menit. Teknik Duke nilai normal 1-8 menit. Teknik Ivy menggunakan lengan bawah untuk insisi
merupakan teknik yang paling terkenal. Aspirin dan antiinflamasi dapat memperlama waktu
perdarahan. Uji ini tidak boleh dilakukan jika penderita sedang mengkonsumsi antikoagulan atau
aspirin; pengobatan harus ditangguhkan dulu selama 3 – 7 hari.

Prosedur

1. Metode Ivy

 Pasang manset tensimeter pada lengan atas pasien kemudian atur tekanan pada 40
mmHg Tekanan ini dipertahankan hingga pemeriksaan selesai.
 Pilih lokasi penusukan pada satu tempat kira-kira 3 cm di bawah lipat siku. Bersihkan
lokasi tersebut dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering.
 Tusuk kulit dengan lancet sedalam 3 mm. Hindari menusuk vena.
 Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar dengan
kertas saring setiap 30 detik.
 Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir.
 Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter.
 Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada kertas
saring. Jika telah lewat 10 menit perdarahan masih berlangsung, maka hentikan
pemeriksaan ini.

2. Metode Duke

 Bersihkan anak daun telinga dengan kapas alkohol 70 %, tunggu hingga kering.
 Tusuk pinggir anak daun telinga dengan lancet sedalam 2 mm.
 Hidupkan stopwatch saat darah mulai keluar kemudian isap darah yang keluar
dengan kertas saring setiap 30 detik.
 Matikan stopwatch pada saat darah berhenti mengalir.
 Kurangi tekanan hingga 0 mmHg lalu lepas manset tensimeter.
 Hitung masa perdarahan dengan menghitung jumlah noktah darah yang ada pada
kertas saring.

Masalah Klinis
HASIL MEMENDEK : Penyakit Hodgkin
HASIL MEMANJANG : idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP), abnormalitas trombosit,
abnormalitas vascular, leukemia, penyakit hati serius, disseminated intravascular coagulation
(DIC), anemia aplastik, defisiensi faktor koagulasi (V, VII, XI). Pengaruh obat : salisilat
(aspirin), dekstran, mitramisin, warfarin (Coumadin), streptokinase (streptodornasi, agens
fibrinolitik).

6. CLOTTING TIME

Clotting time :-waktu yg dibituhkan bagi darah untuk membekukan dirinya secara in vitro
dgn menggunakan SUATU STANDART. yg dinamakan CLOTTING TIME. "clot" sendiri apa
sih ? clot adalah suatu lapisan seperti liln/jelly yg ada didarah yg sebabkan berhentinya suatu
pendarahn pada luka. yg dipengaruhi oleh faktor intriok dan ekstrinsik.
Clotting Time
Metode: LEE & WHITE
Prinsip: waktu pembekuan diukur sejak darah keluar dari epmbuluh sampai terjadi suatu bekuan
dalm kondisi yg spesifik
Specimen: darah segar 4 ml

Prosedur:

 Melakukan makrosampling dgn cara yg benar


 Pada saat darah masuk kedlm syringe, nyalakan stopwatch dan tourniquet dilonggarkan.
Lanjutkan dgn mengambil darah pelan2 sampai didapat 4ml
 Syringe dicabut kemudian jarum dilepaskan dari syringe, darah dimasukkan pelan2
kedalam 3tabung melewati dinding masing2 1 ml. sisanya untuk px yg lain
 Masukka tabung dlm waterbath 370C, tunggu selama 5 menit
 Tepat 5 menit kemudian, tabung 1 diangkat dan dimiringkan 450 . ulangi tindakan serupa
selang 30 detik sampai tjd bekuan yang sempurna(dimiringkan 900 tdk ada tumpahan).
Catat waktunya
 6. 30 detik berikutnya lakukan hal yg serupa pda tabung 2 sampai tjd bekuan sempurna.
Catat waktunya
 Selang 30 detik berikutnya lakukan hal yg serupa pda tabung 2 sampai tjd bekuan
sempurna. Matikan stopwatch Catat waktunya
 Waktu pembekuan pada tab3 dlaporkan sbghasil px
 Nilai Normal; 5-15 menit

NB :
 Volume darah pda @ tab harus tepat 1 ml. jml lebih besar, waktu lebih panjang.
o Gelembung udara, vena punctie yg tdk lancer shg hemilisis / ikut masuknya
Cairan jaringan dpt memperpendek waktu bekuan.
o Dgn cara yg sam tapi pake tab tg berlapis silicon&memiringkan tiap 5menit,
Angka normal: 20-60menit.

7. Pemeriksaan APTT

Masa tromboplastin parsial teraktivasi (activated partial thromboplastin time, APTT) adalah uji
laboratorium untuk menilai aktifitas faktor koagulasi jalur intrinsik dan jalur bersama, yaitu faktor XII
(faktor Hagemen), pre-kalikrein, kininogen, faktor XI (plasma tromboplastin antecendent, PTA), faktor
IX (factor Christmas), faktor VIII (antihemophilic factor, AHF), faktor X (faktor Stuart), faktor V
(proakselerin), faktor II (protrombin) dan faktor I (fibrinogen). Tes ini untuk monitoring terapi heparin
atau adanya circulating anticoagulant. APTT memanjang karena defisiensi faktor koagulasi instrinsik dan
bersama jika kadarnya lebih dari 7 detik dari nilai normal, maka hasil pemeriksaan itu dianggap
abnormal.
Pemeriksaan APTT dapat dilakukan dengan cara manual (visual) atau dengan alat otomatis
(koagulometer), yang menggunakan metode foto-optik dan elektro-mekanik. Teknik manual memiliki
bias individu yang sangat besar sehingga tidak dianjurkan lagi. Tetapi pada keadaan dimana kadar
fibrinogen sangat rendah dan tidak dapat dideteksi dengan alat otomatis, metode ini masih dapat
digunakan. Metode otomatis dapat memeriksa sampel dalam jumlah besar dengan cepat dan teliti.

Prinsip dari pemeriksaan APTT adalah menginkubasikan plasma sitrat yang mengandung semua faktor
koagulasi intrinsik kecuali kalsium dan trombosit dengan tromboplastin parsial (fosfolipid) dengan bahan
pengaktif (mis. kaolin, ellagic acid, mikronized silica atau celite koloidal). Penambahan kalsium akan
memulai proses pembekuan (bekuan fibrin) dan waktu yang diperlukan untuk membentuk bekuan fibrin
dicatat sebagai APTT.
Bahan pemeriksaan yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan trisodium sitrat 3.2% (0.109
M) dengan perbandingan 9:1. Gunakan tabung plastik atau gelas yang dilapisi silikon. Sampel disentrifus
selama 15 menit dengan kecepatan 2.500 g. Plasma dipisahkan dalam tabung plastik tahan 4 jam pada
suhu 20 ± 5 oC. Jika dalam terapi heparin, plasma masih stabil dalam 2 jam pada suhu 20 ± 5 oC kalau
sampling dengan antikoagulan citrate.

Nilai normal uji APTT adalah 20 – 35 detik, bervariasi untuk tiap laboratorium tergantung pada peralatan
dan reagen yang digunakan.
Faktor yang dapat mempengaruhi hasil APTT adalah :
- Bekuan pada sampel darah
- Sampel darah hemolisis atau berbusa akibat dikocok-kocok
- Pengambilan sampel darah pada jalur intravena misal pada infus Heparin.

APTT memanjang dijumpai pada :


1. Defisiensi bawaan
- Jika PT normal, kemungkinan kekurangan Faktor VIII, Faktor IX, Faktor XI , Faktor XII
- Jika faktor koagulasi tersebut normal, kemungkinan kekurangan HMW kininogen
- Defisiensi vitamin K, defisiensi protrombin, hipofibrinogenemia.

2. Defisiensi didapat dan kondisi abnormal seperti :


- Penyakit hati (sirosis hati)
- Leukemia (mielositik, monositik)
- Penyakit von Willebrand (hemophilia vaskular)
- Malaria
- Koagulopati konsumtif, seperti pada DIC
- Circulating anticoagulant (antiprothrombinase atau circulating anticoagulant terhadap suatu faktor
koagulasi)
- Selama terapi antikoagulan oral atau Heparin

Pasien dengan APTT panjang dan PT normal memiliki kelainan dalam jalur koagulasi intrinsik karena
semua komponen uji aPTT kecuali koalin bersifat intrinsik terhadap plasma, sedangkan pada PT panjang
dan aPTT normal terjadi kelainan dalam jalur koagulasi ekstrinsik terhadap plasma.

8.D- Dimer
D-Dimer adalah produk degradasi cross linked yang merupakan hasil akhir dari pemecahan bekuan fibrin
oleh plasmin dalam sistem fibrinolitik. Pada proses pembentukan bekuan normal, bekuan fibrin terbentuk
sebagai langkah akhir dari proses koagulasi yaitu dari hasil katalisis oleh trombin yang memecah
fibrinogen menjadi fibrin monomer dengan melepaskan fibrinopeptida A dan fibrinopeptida B ( FPA dan
FPB ). Fibrin monomer akan mengalami polimerisasi membentuk fibrin polimer yang selanjutnya oleh
pengaruh faktor XIII akan terjadi ikatan silang, sehingga terbentuk cross-linked fibrin. Kemudian plasmin
akan memecah cross-linked fibrin yang akan menghasilkan D-Dimer.
D-dimer digunakan untuk membantu melakukan diagnosis penyakit dan kondisi yang menyebabkan
hiperkoagulabilitas, suatu kecenderungan darah untuk membeku melebihi ukuran normal. Paling sering
ditemukan pada trombosis vena dalam (DVT) yang berhubungan dengan pembekuan darah di vena
terutama di kaki yang menyebabkan penyumbatan alirah darah di kaki sehingga menimbulkan nyeri dan
kerusakan jaringan. Keadaan ini dapat menimbulkan gumpalan kecil yang terpecah dan berjalan
mengikuti aliran darah menuju bagian lain di tubuh sehingga dapat menimbulkan emboli paru (PE).
sebagai positif. Pada sebagian besar kasus, bekuan darah terjadi di pembuluh vena, tetapi dapat juga
terjadi pada arteri. Kombinasi dari dua jenis trombosis ini diistilahkan dengan tromboembolisme vena
(VTE, venous thromboembolism). Bekuan darah pada arteri koronaria dapat berasal dari aritmia jantung
fibrilasi atrium atau kerusakan katup jantung yang dapat berakibat heart attack. Bekuan dapat juga berasal
dari kerusakan aterosklerosis, pecahan bekuan menyebabkan emboli dan menyumbat arteri organ lain
seperti otak (stroke) dan ginjal.
Indikasi pemeriksaan D-dimer adalah pasien dengan gejala DVT , PE yang biasanya diikuti pemeriksaan
PT, APTT dan jumlah trombosit untuk mendukung diagnosis. D-dimer juga dipakai untuk membantu
melakukan diagnosis DIC , yang dapat timbul dari berbagai situasi seperti pembedahan, gigitan ular
berbisa, penyakit hati dan setelah melahirkan. Pada DIC, faktor-faktor pembekuan darah diaktifkan secara
bersamaan di seluruh tubuh sehingga menyebabkan pembekuan darah di bagian tubuh yang dapat
beresiko pendarahan berlebihan.

Pemeriksaan D-Dimer menggunakan metode latex agglutination yang dimodifikasi atau menggunakan
automated coagulation analyzer (Coagulometer Sysmex CA-500) untuk mengukur D-Dimer secara
kuantitatif. Sampel darah vena dimasukan kedalam vacutainer yang mengandung sodium citras 9:1 dan
dikirim ke laboratorium tanpa perlakuan khusus. Kemudian sampel ini disentrifugasi untuk mendapatkan
supernatan untuk dilakukan pemeriksaan kadar D-Dimer, atau supernatan dapat disimpan pada suhu -
200C stabil sampai 1 bulan. Prinsip pemeriksaan D-dimer adalah terbentuknya ikatan kovalen partikel
polystyrene pada suatu antibodi monoklonal terhadap cross linkage region dari D-Dimer. Cross-linkage
region tersebut memiliki struktur stereosimetrik yaitu epitop untuk antibodi monoklonal terjadi dua kali,
konsekwensinya satu antibodi cukup untuk memacu reaksi aglutinasi yang kemudian di deteksi secara
turbidimetrik dengan adanya peningkatan keseluruhan. Hasil metode automatik ini sebanding metode
ELISA konvensional. Satuan untuk kadar D-dimer adalah g/L . Kadar D-dimer yang dihitung secaram
otomatis dengan analyser mempunyai Cut off point 500 μg/L.

Kadar D-Dimer dalam batas nilai rujukan menunjukkan tidak terdapat penyakit atau keadaan akut yang
menyebabkan pembentukan dan pemecahan bekuan, karena tes ini mengukur aktivitas fibrinolitik dalam
darah. Peningkatan kadar D-Dimer menunjukan peningkatan produksi fibrin degradation products (FDP),
terdapat pembentukan dan pemecahan trombus yang signifikan dalam tubuh tetapi tidak menunjukkan
lokasinya. D-dimer meningkat pada post-operasi, trauma, infeksi, post-partum, eklampsia, penyakit
jantung, keganasan. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan D-dimer antara lain :
- Hasil negatif palsu pada terapi antikoagulan
- Hasil positif palsu pada usia tua, Rheumatoid factor, trigliserid tinggi, lipemia, bilirubin, hemolisis
sampel darah. Fibrinogen.

9. Fibrinogen (F I)

Fibrinogen (F I) adalah glikoprotein plasma terlarut yang disintesis oleh hepatosit dan megakariosit.
Fibrinogen sebagai prekursor fibrin, diubah menjadi fibrin oleh thrombin dengan bantuan serine protease
thrombin selama proses pembekuan. Fibrinogen dapat membentuk jembatan diantara trombosit dengan
cara berikatan dengan protein membran GpIIb/ IIIa di permukaan trombosit. Indikasi pemeriksaan
fibrinogen adalah bila dijumpai abnormalitas PT dan APTT, kasus perdarahan yang belum diketahui
penyebabnya, monitoring progresifitas suatu penyakit (misalnya penyakit hepar) dan monitoring terapi
DIC.

Fibrinogen dapat diukur dalam darah vena menggunakan sampel darah sitrate atau whole blood bila
menggunakan metode viscoelastic methods seperti thrombelastometry (fungsi trombosit dihambat dengan
cytochalasin D).

Peningkatan fibrinogen dijumpai pada infeksi akut atau kerusakan jaringan (perannya sebagai protein fase
akut), keganasan, infark miokard, stroke, inflamasi (arthritis rheumatoid, glomerulonephritis), kehamilan,
merokok sigaret, kontrasepsi oral, penggunaan preparat estrogen. Hipertensi disertai peningkatan
fibrinogen meningkatkan resiko stroke. Beberapa klinisi melakukan pemeriksaan Fibrinogen disertai
dengan C-reactive protein (CRP) untuk menentukan resiko penyakit kardiovaskuler dan sebagai
pertimbangan dalam menangani faktor resiko lainnya seperti kolesterol dan HDL. Peningkatan fibrinogen
yang berkaitan dengan infark miokard, stroke dan penyakit arteri perifer disebabkan oleh peningkatan
viskositas, peningkatan koagulasi, peningkatan availabilitas untuk adhesi dan agregasi trombosit.

Penurunan fibrinogen menyebabkan penurunan kemampuan tubuh membentuk bekuan darah yang stabil.
Penurunan fibrinogen kronis berkaitan dengan penurunan produksi akibat kelainan kongenital
(afibrinogenemia, hipofibrinogenemia) atau kelainan didapat (stadium akhir penyakit hepar, malnutrisi).
Penurunan fibrinogen akut disebabkan oleh peningkatan konsumsi fibrinogen seperti pada DIC,
fibrinolisis abnormal, tranfusi darah masif dalam waktu singkat (hemodilusi), trauma. Dikatakan DIC bila
dijumpai penurunan fibrinogen disertai pemanjangan PT atau APTT pada sepsis atau trauma. Obat-obatan
tertentu dapat menurunkan kadar fibrinogen, antara lain steroid anabolik, androgen, phenobarbital,
streptokinase, urokinase, asam valproat.

Gangguan polimerisasi fibrin dapat diinduksi oleh infus plasma expanders yang berakibat perdarahan
hebat. Pada kasus dysfibrinogenemia, terdapat abnormalitas fungsi fibrinogen dengan jumlah normal, hal
ini disebabkan oleh mutasi gen yang mengontrol produksi fibrinogen oleh hepar sehingga hepar
memproduksi fibrinogen abnormal yang resisten terhadap degradasi saat dikonversi menjadi fibrin.
Dysfibrinogenemia dapat meningkatkan resiko trombosis vena. Pasien dengan defisiensi fibrinogen atau
gangguan polimerisasi fibrinogen dysfibrinogenemia dapat mengalami perdarahan sehingga diperlukan
koreksi dengan pemberian fresh frozen plasma (FFP), cryoprecipitate (plasma kaya fibrinogen) atau
konsentrat fibrinogen.

10.Thrombin time
Thrombin time (TT) diperoleh dengan menambahkan reagen thrombin ke plasma sitrate, mengukur waktu
sejak ditambahkannya thrombin sampai terbentuknya bekuan darah pada suhu 37 oC, digunakan untuk
mengetahui jumlah dan kualitas fibrinogen dan konversi fibrinogen (soluble protein) menjadi fibrin
(insoluble protein). Bila pasien dalam terapi Heparin, digunakan reptilase sebagai pengganti thrombin
(efek sama dengan thrombin tetapi tidak dihambat oleh Heparin). Reptilase digunakan untuk identifikasi
Heparin sebagai penyebab pemanjangan TT.

Sampel darah untuk pemeriksaan menggunakan darah sitrat (vacutainer bertutup biru), dengan pengisian
darah sesuai agar tercapai ratio antikoagulant terhadap darah adalah satu bagian antikoagulan per
sembilan bagian darah. Nilai normal tergantung dari kadar thrombin yang dipakai, umumnya kurang dari
22 detik, tergantung dari metode yang digunakan.

Thrombin time digunakan mendiagnosis gangguan perdarahan, mengetahui efektivitas terapi fibrinolitik.
Thrombin time memanjang pada afibrinogenemia, hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen kurang dari 100
mg/ mL), dysfibrinogenemia, sirosis hepatis, karsinoma hepatoseluler, bayi baru lahir, terdapat inhibitor
thrombin (Hepari, FDP, DIC), multiple myeloma, procainamide-induced anticoagulant, amiloidosis
sistemik). Bila TT memanjang, pemeriksaan diulang dnegan menggunakan campuran plasma penderita
dengan plasma kontrol (perbandingan 1:1) untuk mengetahui ada tidaknya inhibitor.

Platelet aggregation test (Test agregasi trombosit)


Pemeriksaan agregasi trombosit digunakan untuk mengevaluasi kemampuan trombosit untuk membentuk
agregat/ clump dan mengawali terbentuknya bekuan darah. Indikasi pemeriksaan adalah :
- Membantu diagnosis gangguan fungsi trombosit baik kongenital (Von Willebrand’s disease) maupun
didapat, pada pasien dengan riwayat perdarahan
- Dugaan peningkatan agregasi trombosit (DM, hiperlipidemia)
- Monitoring terapi anti-trombosit (aspirin, ticlopidine, clpopidogrel, abciximab) paska stroke atau heart
attack
- Deteksi faktor resiko trombosis arteri (PJK, stroke)
- Deteksi resistensi aspirin
- Monitoring fungsi trombosit selama operasi CABG (sirkulasi mekanik dengan mesin jantung-paru
mengaktifkan sejumlah besar trombosit dan menyebabkan dysfungsional trombosit), kateterisasi jantung,
transplantasi hepar.
- Skrining pasien preoperasi beresiko perdarahan selama prosedur invasif, misalnya pasien dengan
riwayat perdarahan atau mengkonsumsi obat yang mempengaruhi kemampuan darah untuk membeku
seperti aspirin dan NSAID.

Persiapan pemeriksaan agregasi trombosit adalah :


- Darah diambil dalam keadaan puasa 8 jam karena kadar lemak tinggi dalam darah akan mempengaruhi
hasil.
- Sampel darah tidak hemolisis
- Sampel darah disimpan dalam penampung plastik/ gelas berlapis silikon bertutup pada suhu kamar
- Dikerjakan dalam waktu tiga jam setelah pengambilan darah karena respons PRP (trombosit rich
plasma) akan menurun dalam tiga jam.
- Jumlah trombosit dalam PRP lebih dari 100.000/ UL

Prinsip pemeriksaan adalah perubahan transmisi cahaya (light transmittance changes), yaitu penambahan
agonist (aggregating agents) ke dalam PRP akan menginduksi terjadinya agregasi trombosit sehingga
transmisi cahaya melalui PRP meningkat. Agonist dapat berupa ADP (yang umumnya dipakai), epinferin,
kolagen, thrombin, ristocetin). Beberapa macam obat yang dapat mempengaruhi hasil adalah : Aspirin,
NSAID (Ibuprofen), antidepresi tricyclic, antihistamin, beberapa antibiotika, plasma expander Dextran,
Warfarin, beta-blocker. Bila pasien mengkonsumsi obat tersebut, dianjurkan berhenti dua minggu
sebelum pemeriksaan.

Gangguan fungsi trombosit kongenital terdapat pada :


- Von Willebrand’s disease : berhubungan dengan penurunan produksi atau disfungsi faktor von
Willebrand
- Glanzman’s thromboasthenia : penurunan kemampuan agregasi trombosit
- Bernard-Soulier syndrome : penurunan kemampuan adhesi trombosit
- Storage pool disease : penurunan kemampuan trombosit mengeluarkan substansi untuk menginduksi
agregasi
Gangguan fungsi trombosit didapat disebabkan oleh penyakit kronis seperti gagal ginjal (uremia),
myeloproliferative disorders (MPDS), leukemia akut. Gangguan fungsi trombosit yang bersifat sementara
dijumpai pada konsumsi obat aspirin dan NSAID, setelah operasi bypass jantung (CABG) yang
berkepanjangan.

PENUTUP
Hemostasis merupakan kemampuan tubuh untuk menghentikan perdarahan dan berfungsi menjaga
keenceran darah sehingga darah dapat mengalir dalam sirkulasi dengan baik, serta membentuk thrombus
sementara pada dinding pembuluh darah yang mengalami kerusakan. Telah dibahas mengenai faktor-
faktor yang berperan dalam koagulasi, prinsip pemeriksaan dan interpretasi hasil beberapa pemeriksaan
koagulasi.

Anda mungkin juga menyukai