Anda di halaman 1dari 2

imbah Pengolahan Sawit Jadi Minyak Nabati Limbah pengolahan sawit ternyata bisa

menghasilkan minyak mentah nabati. Peneliti dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
berinovasi untuk memproduksi alternatif bahan bakar secara efisien.
Ichwan Susanto Minyak fosil mentah atau crude oil merupakan bahan baku yang bisa
diolah menjadi beragam jenis bahan bakar, seperti minyak bensin dan diesel. Riset di
Indonesia berhasil menciptakan minyak serupa dari limbah biomassa, khususnya dari
tandan kosong kelapa sawit.
Selain dari tandan kosong kelapa sawit (TKKS) yang rutin dihasilkan dalam pemanenan
dan pemrosesan buah sawit menjadi minyak sawit (CPO), bio crude oil (minyak mentah
nabati) atau green crude oil dihasilkan dari bagian lain kelapa sawit. Contohnya, batang
pohon, pelepah daun, dan cangkang. Batang pohon dan pelepah daun itu akan banyak
dihasilkan tahun-tahun ini. Sebab, sebagian sawit di Indonesia sudah diremajakan karena
berusia lebih dari 20 tahun.
Peningkatan produktivitas lewat peremajaan ini menghasilkan batang sawit. Upaya
konvensional ”melenyapkan” batang ini dilakukan dengan memendamnya di tanah agar
berubah menjadi pupuk. Namun, itu malah bisa memicu hama atau penyakit. Daripada
dipendam, melalui inovasi peneliti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),
batang kayu ini bisa untuk pembuatan tripleks.
Inovasi itu akan dipamerkan di Eropa untuk ”melawan” kebijakan Uni Eropa yang tak
menerima minyak sawit Indonesia (2016) Energi angin Sumber Energy Outlook 2018 BPPt
”Sumber Daya Teridentifikasi “Ocean Thermal Energy Conversion sebagai energi
terbarukan karena tak ramah lingkungan.
Inovasi ini haru dikembangkan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dengan
mengubah biomassa ini jadi minyak mentah nabati. Nino Rinaldi, peneliti Pusat Penelitian
Kimia LIPI, mengerjakan inovasi ini sejak 2011 dan tahun 2014 didapatkan proses
pembuatan bio-hidrokarbon itu. Ia terfokus pada TKKS karena limbah ini umumnya
dibiarkan meski inovasi lain mengubahnya jadi pelet atau pupuk kompos.
Nino menawarkan pengolahan limbah padat TKKS jadi minyak nabati atau minyak mentah
nabati. Nino menjelaskan, peng ubahan biomassa jadi minyak mentali nabati memakai
meto-. de pirolisis atau termokimia yang mengubah biomassa, dalam hal ini TKKS, jadi
karbon padat (arang), cairan (bio crude oil), dan gas dengan pemanasan tanpa oksigen.
Koleganya, sesama jieneliti di Puslit Kimia LIPI, memakai, limbah arang ini jadi komposit
bercampur logam besi dan diatom demi mengefisienkan penyerapan senyawa pewarna
pada limbah tekstil (Kompas, 2 Mei 2019). Metode pirolisis Dalam metode pirolisis, Nino
memperlakukan limbah padat itu dengan menghasilkan minyak mentah nabati.
Pada proses ini, sejak 2014 Nino menggarap 500 gram TKKS dalam 1 jam. Prosesnya
memiliki efisiensi 60 persen. Agar dapat dikomersialisasikan, butuh efisiensi sampai 80
persen. Menurut Nino. Badan Pengkajian dan Pene rapan Teknologi (BPPT) memiliki alat
lebih besar yang bisa ”melahap” berton-ton TKKS jadi minyak mentah nabati. Terkait kritik
sejumlah pihak bahwa pirolisis butuh energi lebih besar dibandingkan energi yang
dihasilkan, Nino mengatakan, energi terbesar dari proses termal adalah di awal
pemanasan.
”Selanjutnya tidak perlu energi karena proses bakar biomassa sehingga hasilkan energi
sendiri,” ujarnya.
Pengubahan biomassa menjadi bio-hidrokarbon dengan metode pirolisis ini jadi industri di
Kanada dan Inggris. Malaysia pun membuatnya komersial. Produk minyak nabati ini bisa
langsung digunakan untuk bahan bakar genset dan boiler dalam industri, termasuk pabrik
sawit. Jika diolah lebih lanjut. minyak mentah nabati bisa diubah menjadi aneka bahan
bakar minyak, yakni bensin, diesel, kerosin, dan avtur.
Namun, rantai hidrokarbon minyak mentah nabati mengandung unsur oksigen amat tinggi.
37 persen, karena dari biomassa. Oksigen pada minyak mentah nabati berikatan dengan
rantai karbon, hidrogen, dan nitrogen, bukan unsur bebas yang mudah terbakar. ”Kalau
dibakar, butuh energi lebih tinggi,” ujarnya.
Pengurangan oksigen itu butuh katalis. Pencarian dan penggunaan katidis yang efisien
digarap koleganya di Institut Teknologi Bandung (ITB). Kelebihan minyak mentah nabati
ialah kandungan sulfur atau belerang rendah sehingga polusi udara minim. Akumulasi
sulfur di atmosfer memicu hujan asam yang merugikan jika terkena elemen logam. Setelah
mengalami deoksigenasi, bio crude oil yang punya rantai polimer hidrokarbon panjang
dimasukkan kilang.
Rantai itu dipotong sesuai fungsi bahan bakar. Semisal rantai polimer hidrokarbon bensin
pada rantai C8-C14, avtur C14-C16, dan diesel C16-C18. Sejumlah lembaga riset dan
perguruan tinggi diminta Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
mengembangkan bahan bakar dari sawit. LIPI dan BPPT bertugas membuat minyak nabati
serta ITB merancang katalis. Adapun pengolahan CPO jadi biodiesel diserahkan kepada
PT Pertamina dan ITB.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan memandatkan Pertamina dua
tahun ke depan mengolah CPO jadi 100 persen minyak diesel di Kilang Plaju dan Kilang
Dumai dengan kapasitas 200.000 barel per hari atau 15 persen konsumsi nasional
(Kompas, 30 April 2019). Minyak nabati dari TKKS pun berpeluang dimanfaatkan komersial.
Produksi TKKS 4-5 ton per hektar per tahun. Dengan kebun sawit di Indonesia seluas 15
juta hektar, bahan baku minyak nabati mencapai 75 juta ton per tahun.

Anda mungkin juga menyukai