PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Nyeri pada penderita artritis reumatoid adalah gejala yeng sering terjadi pada lansia.
Nyeri pada penyakit pada penyakit artritis reumatoid terutama disebabkan oleh adanya
inflamsi yang mengakibatkan dilepasnya mediator-mediator kimiawi, kinin dan
mediator kimiawi lainya dapat merangsang timbulnya rasa nyeri. Prostaglandin
berperan dalam meningkatkan dan memperpanjang rasa nyeri yang disebabkan oleh
suatu rangsangan stimulus. Pada penderita artritis reumatoid bila tidak segera diatsasi,
penyakit ini dapat menyebabkan penderita mengalami kesulitan untuk bergerak dan
berjalan (Smeltzer & Bare, 2002). Gangguan pada persendian merupakan penyakit
yang sering dijumpai pada lansia, keadaan mudah lelah, perubahan citra diri serta
gangguan tidur (Dewi, Setyoadi, & Widastra, 2009).
Berbagi gangguan fisik atau penyakit muncul pada lansia. Salah satu
diantaranya adalah penyakit persendian atau artritis. Artritis menepati urutan pertama
penyakit kronis yang dialami oleh lansia. Diantara artritis yang paling banyak adalah
artritis reumatoid. Selanjutnya hipertensi, berkurangnya pendengaran atau tuli, dan
penyakit jantung. Penyakit rematik yang paling banyak ditemukan pada golongan usia
lanjut di indonesia adalah osteoartritis (OA) 50-60 %, yang kedua adalah kelompok
rematik luar sendi (gangguan pada komponen penunjang sendi, 2 peradangan
penggunaan berlebihan, dan sebagainya), yang ketiga adalah asam urat (gout) sekitar
6-7%. Sementara penyakit reumatoid artritis (RA) di indonesia hanya 0,1% (1 di antar
1000-5000 orang), sedangkan di negara-negara Barat sekitar 3%. Berdasarkan dari hasil
penelitian didapatkan prevalensi penyakit rematik didaerah Jawa Tengah sebagai
17,2% yang menderita rematik. Prof. Handono Kalim, Sp.PD,KR, menyebutkan
prevalensi rematik di kota Semarang sekitar 46% (Nainggolan, 2009).
Berbagai tindakan dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri pada artritis
reumatoid, meliputi farmokologis dan non farmakologis. Terapi farmakologis dengan
menggunakan analgetik sedangkan terapi nonfarmakologis meliputi masase, kompres
baik kopres dingin maupun kompres hangat (Potter & Perry, 2005). Imobilisai,
distraksi, dan relaksasi.
Nyeri merupakan keadaan subjektif dimana seseorang memperlihatkan rasa
tidak nyaman baik verbal maupun non verbal atau bahkan keduanya. Karena
pengalaman nyeri seorang bersifat alami dan unik, lansia dapat merasa sendirian dan
cemas. Mereka merasa takut kalau nyeri tersebut tidak akan pernah pergi, jika hal itu
terjadi nyeri akan kembali lagi.
Ansietas mereka mungkin dikombinasikan dengan depresi karenanya akan
menggangu kendali nyeri lebih lanjut (Stanley & Beare, 2007). Jika kondisi ini
berkelanjutan tentu mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi
dan kegitan-kegiatan lain yang biasa dilakukan. Nyeri sendi yang paling umum dialami
lansia yaitu nyeri kronik (Felson, 2008). Lansia yang mengalami nyeri kronik seringkali
mengalami periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi
(keparahan meningkat).
Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi ini membuat klien frustasi dan
seringkali mengarah pada depresi psikologi. Penyebabnya mungkin diketahui progresif
atau persisten atau tidak diketahui bahkan sulit untuk ditemukan. Lansia tersebut
cenderung mengalami ketidakmampuan akibat nyeri yang sedang dirasakan. Respon
seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar belakang
budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian nyeri (Davey, 2005).
Nyeri mengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat, konsentrasi dan
kegiatan-kegiatan yang biasa dilakukan. Pengukuran kedua menunjukan bahwa tidak
terdapat perbedaan signifikan pada kedua kelompok setelah diberikan kompres hangat
kelompok hal ini disebabkan karena pengaruh eksternal variabel. Variabel eksternal
akan memengaruhi data yang diperoleh.43 Setelah intervensi diberikan selama 30
menit jika dilihat dari nilai mean kedua kelompok yaitu nilai mean pada kelompok
intervensi jauh lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol yang artinya
penurunan skala nyeri sendi lansia lebih tinggi pada kelompok intervensi dibanding
dengan kelompok kontrol.
Stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta yang lebih
besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri melalui serabut C delta-
A berdiameter kecil. Gerbang sinap menutup transmisi impuls nyeri. Kompres
menggunakan air hangat akan meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri dengan
menyingkirkan produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin dan
prostaglandin yang menimbulkan nyeri lokal. Panas akan merangsang serat saraf yang
menutup gerbang sehingga transmisi nyeri ke medulla spinalis dan ke otak dihambat.35
Hal tersebut disebabkan karena setelah 30 menit pemberian kompres hangat pada
daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang
belakang.
Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem
efektor mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.
Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata
dari tungkai otak, di bawah pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi
vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan aliran darah ke setiap jaringan
khususnya yang mengalami radang dan nyeri bertambah sehingga mengalami
penurunan skala nyeri pada jaringan yang meradang. Menurut penelitian yang
dilakukan Wahida 2012 penurunan nyeri sendi pada lansia baik kelompok kontrol
maupun intervensi disebabkan oleh koping individu dalam merepon stimulus.
Penggunaan mekanisme koping yang maksimal akan bberdampak baik terhadap
tingkatan adaptasi individu dan meningkatkan tingkat rangsanga dimana individu dapat
merspon secara positif. Pada saat individu berpersepsi positif akan terjadi kondisi
relaksasi dan perubahan kimia, saraf atau endokrin pada tubuh sehingga akan lebih
mudah menerima suggesti penyembuhan yang diberikan. Hasil penelitian menunjukan
bahwa terdapat perbedaan signifikan setelah diberikan kompres hangat terhadap nyeri
sendi lansia (60-74 tahun). Pada neuromuscular terapi panas meningkatkan ambang
nyeri dan meningkatkan kecepatan konduksi saraf. Pada sendi dan jaringan ikat dapat
meningkatkan ekstensibilitas tendon dan menurunkan kekauan sendi. Hasil penelitian
tersebut membuktikan kompres hangat dapat mengurangi nyeri sendi dalam
menurunkan skala nyeri sendi pada lansia.
Kompres hangat pada penderita nyeri sendi berfungsi untuk mengatasi atau
mengurangi nyeri yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah sehingga panas dapat
meredakan iskemia dengan menurunkan kontraksi otot dan melancarkan pembuluh
darah sehingga dapat meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan serta
meningkatkan aliran darah di daerah persendian dengan menurunkan viskositas cairan
sinovial dan meningkatkan distensibilitas jaringan.13,30 Secara fisiologis respon tubuh
terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah, menurunkan kekentalan
darah, menurunkan ketegangan otot, meningkatkan metabolisme jaringan dan
meningkatkan permeabilitas kapiler (Kozier & Erb, 2009).
Penelitian ini mendukung penelitian Fanada pada tahun 2012 dengan judul
Pengaruh Kompres Hangat Dalam Menurunkan Skala Nyeri Pada Lansia Yang
Mengalami Nyeri Rematik Di Panti Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang, yang
menggunakan 20 responden dengan alat ukur FPRS. Hasi penelitian tersebut
menunjukkan nilai p<0,05 yang artinya bahwa ada pebedaan yang signifikan, artinya
bahwa kompres hangat yang dilakukan sesuai dengan aturan dapat menurunkan tingkat
nyeri pada lansia yang mengalami rematik (Fanada,2012).
Kompres hangat merupakan salah satu pengobatan non farmakologi yang dapat
membantu meredakan rasa nyeri, kaku dan spasme otot (Chandra, 2002). Efek
fisiologis terapi panas terhadap hemodinamik mampu meningkatkan aliran darah,
vasodilatasi meningkatkan penyerapan nutrisi, leukosit dan anti bodi dan meningkatkan
pembuangan sisa metabolik dan sisa jaringan sehingga membantu resolusi kondisi
inflamasi (Chandra, 2002). Penggunaan terapi panas permukaan pada tubuh dapat
memperbaiki fleksibilitas tendon dan ligament, mengurangi spasme otot, meredakan
nyeri, meningkatkan aliran darah dan meningkatkan metabolisme (Wachjudi, Dewi,
Hamijaya, & Pramudiyo, 2006; Kozier & Erb’s, 2009).
Mekanismenya dalam mengurangi nyeri tidak diketahui dengan pasti walaupun
para peneliti yakin bahwa panas dapat menonaktifkan serabut saraf, melepaskan
endorphin, opium yang sangat kuat yang dapat memblok transmisi nyeri (Kozier &
Erb’s, 2009). Hasil Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Soedibyo Chandra
dengan judul Perbandingan Efek Terapi Panas Dengan Terapi Dingin Terhadap
Pengurangan Nyeri pada Penderita Osteoarthtritis Lutut Di Instalasi Rehabilitasi
Medik, RSUP DR. Kariadi, Semarang. Penelitian tersebut menggunakan alat
Packheater 451 pada kelompok intervensi selama 20 menit, sekali sehari sebanyak 4
kali berturut-turut dan kelompok terapi dingin mendapat terapi dengan Criojet Air “C
50 E” pada daerah lutut selama 7 menit sekali sehari sebanyak 4 kali berturut-turut
selama 4 hari dengan menggunakan alat ukur VAS.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
2. Anatomi Fisiologi
Sistem muskuloskeletal terdiri dari tulang, sendi, otot dan struktur pendukung lainnya (tendon,
ligament, fasia dan bursae). Pertumbuhan dan perkembangan struktur ini terjadi selama masa
kanak-kanak dan remaja.
a. Tulang
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25% berat badan dan otot
menyusun kurang lebih 50%. Kesahatan dan fungsi system musculoskeletal sangat
bergantung pada system tubuh lain. Struktur tulang member perlindungan terhadap
organ vital, termasuk otak, jantung dan paru-paru. Kerangka tulang merupakan
kerangka yang kuat untuk menyangga struktur tubuh. Otot yang melekat ke tulang
memungkinkan tubuh bergerak.
b. Sendi
Pergerakan tidak mungkin terjadi jika kelenturan dalam rangka tulang tidak ada.
Kelenturan dimungkinkan oleh adanya persendian. Sendi adalah suatu ruangan, tempat
satu atau dua tulang berada saling berdekatan. Fungsi utama sendi adalah memberikan
pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh. Bentuk persendian
ditetapkan berdasarkan jumlah dan tipe pergerakannya, sedangkan klasiikasi sendi
berdasarkan pada jumlah pergerakan yang dilakukan.
c. Otot
Otot skeletal secara volunteer dikendalikan oleh system syaraf pusat dan
perifer.Penghubung antara saraf motorik perifer dan sel-sel otot dikenal sebagai motor
end-plate. (Suratun, 2008 ; 3-9).
Penelitian tersebut menyimpulkan baik terapi panas maupun terapi dingin mampu mengurangi
nyeri dengan perbedaan yang tidak bermakna (Chandra, 2002). Menurut Stricland 2007,
berkaitan dengan kegunaan hot pack gel dalam aplikasi panas terhadap tubuh cukup efektif.
Hal ini disebabkan karena Hot Pack Gel mampu menahan suhu panas lebih lama sehingga
dapat meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah ke daerah persendian yang terinjuri sehingga
mampu meredakan nyeri sendi. Hal ini disebabkan karena kompres hangat yang disalurkan
melalui konduksi atau bantalan panas berupa hot pack gel dapat melebarkan pembuluh darah
dan dapat meningkatkan aliran darah.
Hal ini disebabkan karena hot pack gel menyebabkan elevasi suhu dalam kulit jaringan, sendi
tangan dan kaki (Strickland, 2007). Penelitian ini juga mendukung teori bahwa kompres hangat
merupakan salah satu metode efektif untuk mengurangi nyeri sendi (Potter, Patricia, & Anne,
2005). Kompres hangat yang disalurkan melalui konduksi seperti kantong karet yang diisi air
hangat atau dengan buli-buli panas atau handuk yang telah direndam dengan air hangat ke
bagian tubuh yang nyeri dengan suhu air sekitar 37-400C karena pada suhu tersebut kulit dapat
mentoleransi sehingga tidak terjadi iritasi dan kemerahan pada kulit yang dikompres (Kozier
& Erb’s, 2009).
3. Etiologi
a. Faktor pencetus mungkin adalah suatu bakteri, mikoplasma, virus yang menginfeksi
sendi atau mirip dengan sendi secara antigenis. Biasanya respon antibodi awal terhadap mikro-
organisme diperatarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil mengancurkan mikro-
organisme, namun individu yang mengidap AR mulai membentuk antibodi lain biasanya IgM
atau IgG, terhadap antibodi Ig G semula. Antibodi ynng ditujukan ke komponen tubuh sendiri
ini disebut faktor rematoid (FR). FR menetap di kapsul sendi, dan menimbulkan peradangan
kronik dan destruksi jaringan AR diperkirakan terjadi karena predisposisi genetik terhadap
penyakit autoimun. (Price. 2001 ; 308).
b. Penyebab pasti inflamasi kronis yang khas pada artritis reumatoid tidak diketahui secara
pasti, tetapi berbagi teori-teori menyebutkan faktor penyebab artrittis reumatoid, yaitu : Infeksi,
Endokrin, Autoimmun, Metabolik, Faktor genetik serta pemicu lingkungan (Stockslager, 2008
; 49).
c. Penyebab penyakit Rheumatoid Arthritis belum diketahui secara pasti, namun faktor
predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen-antibodi), faktor metabolik, dan infeksi
virus (Suratun, 2008 ; 111).
d. Agen pemicunya adalah bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi atau
mirip sendi secara antigenik. Biasanya respon antibody awal terhadap mikroorganisme
diperantarai oleh IgG. Walaupun respon ini berhasil menghancurkan mikroorganisme, individu
yang mengalami AR mulai membentuk antibody lain, biasanya oleh IgM atau IgG, terhadap
antibody IgG awal. Antibody yang ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut faktor
rheumatoid (Rheumatoid factor/ RF). RF menetap di kapsul
sendi sehingga menyebabkan inflamasi kronis kerusakan jaringan. (Corwin, 2009 ; 347).
4. Insiden
Prevalensi Rheumatoid Arthritis 0,8% dari populasi (kisaran 0,3-2,1%), perempuan terkena
sekitar tiga kali lebih sering daripada prevalensi laki-laki, meningkat dengan bertambahnya
usia,dan perbedaan jenis kelamin berkurang pada kelompok usia yang lebih tua. Rheumatoid
Arthritis terlihat di seluruh dunia dan mempengaruhi semua ras. Namun, insiden dan keparahan
tampaknya di daerah pedesaan sub-Sahara Afrika dan di Karibia blacks paling sering selama
dekade keempat dan kelima, dengan 80% dari semua pasien mengembangkan penyakit antara
usia 35 dan 50. Insiden Rheumatoid Arthritis enam kali lebih besar untuk wanita 64 tahun
dibandingkan dengan wanita 29 tahun. Data terakhir menunjukkan bahwa
kejadian Rheumatoid Arthritis mungkin akan berkurang. Selain itu, tingkat keparahan penyakit
tampaknya mulai menurun, meskipun tidak pasti apakah ini mencerminkan intervensi
terapeutik yang lebih agresif. (http://nisnisnisyoong.wordpress.com. Di akses 18 Juni 2014)
5. Patofisiologi
Lebih banyak diketahui dari pada penyebabnya jika tidak dihentikan, implamasi sendi terjadi
dalam empat tahap. Pertama, Sinovitis terjadi akibat kongesti dan edema pada jaringan sinovial
serta kapsul sendi, pembentukan panus penebalan lapisan jaringan granulosa menandai
awitan tahap ke dua. Panus menutupi dan menginvasi kartilago dan akhirnya menghancurkan
kapsul sendi serta tulang.
Tahap ketiga dicirikan dengan angkilosis pibrosa invasi pibrosa panus dan pembentukan
jaringan parut yang menghambat ruang sendi. Atrofi tulang dan tidak segarisan meyebabkan
deformitas nyata dan mengganggu persendian dan tulang yang berlawanan. Pada tahap ke
empat, jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, yang mengakibatkan angkilosis tulang dan
imobilitas total.
Nyeri yang terkait dengan gerakan dapat menghambat penggunaan aktif sendi yang
mengkibatkan ankilosis fibrosa dan snkilosis tulang, kontraktur jaringan lunak, serta
deformitas sendi. Artritis Reumatoid juga dapat menghancurkan proses us ondontoideus,
bagian dari vertebra sarvikal ke dua. Kompresi medula spinalis dapat terjadi tetapi jarang dapat
terjadi, terutama pada pasien Atritis Reumatoid yang menderita deformitas jangka panjang.
(Stockslager. 2008 ; 50 ).
6. Manifestasi Klinik
a. Awalnya, awitan gejala non spesifik tidak kentara (keletihan, malaise, anoreksia,
demam derajat rendah dan menetap, penurunan berat badan dan artikular samar, seperti
pembengkakan dan kekakuan sendi yang terjadi setelah inktivitas).
b. Pada tahap lanjut penyakit, gejala aritikular terlokalisasi paling sering pada jari di
bagian interfalangeal bisa menyebar pada tangan siku, lutut
c. Kekakuan sendi (setelah aktivitas khususnya bangun di pagi hari) nyeri tekan dan
kesakitan
d. Nodul reumatoidpada daerah yang tertekan seperti siku.
e. Jari berbentuk kumparat (akibat edema yang nyata dan kongesti pada sendi) yang dapat
menjadi permanen.
Sedangkan menurut Corwin (2001;308), gambaran klinis Arthritis Reumatoid adalah sebagai
berikut :
b. Terjadi nyeri dan kekakuan sendi, mula-mula disebabkan oleh peradangan akut dan
kemudian akibat pembentukan jaringan parut. Sendi pergelangan tangan biasanya adalah
sendi-sendi yang pertama kali terkena. Kekakuan terjadi paling parah pada pagi hari
mengenai
7. Test Diagnostik
Kriteria yang dikembangkan oleh American Rheumatism Association dapat berfungsi sebagai
panduan untuk menegakkan diagnosis. Adapun pemeriksaan diagnostik untuk penyakit Artritis
Reumatoid, yaitu :
b. Uji faktor reumatoid positif, pada 75 %-80 % pasien seperti yang ditunjukkan dari titer
1:160 atau lebih tinggi.
c. Analisis cairan sonovial menunjukkan peningkatan volume dan kekeruhan (turbiditas),
tetapi penurunan viskositas kadar komplemen (C3 dan C4). Hitung sell dara putih sering
melebihi 10.00/µl.
e. Laju endapan eritrosit (ESR), meningkat pada 85%-90% pasien. Karena peningkatan
ESR sering paralel dengan aktivitas penyakit, pemeriksaan ini dapat membantu memantau
respons pasien terhadap terapi.
f. Hitung darah lengkap, biasanya menunjukkan anemia sedang dan leukosit ringan.
(Stockslager, 2008 ; 50).
9. Komplikasi
a. Nodulus rheumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada terbentuk pada katup jantung
atau pada paru, mata atau limfa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu,. Glaukoma
dapat terjadi apabila nodulus yang menyambut aliran keluar cairan okular terbentuk pada mata.
c. Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari, depresi, dan stres
keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit (Corwin, 2009: 348)
10. Penatalaksanaan
d. Aspirin, obat anti inflamasi non steroid lainnya, atau steroid sistemik.
1. Pengertian Keluarga
Banyak definisi yang diuraikan tentang keluarga sesuai dengan perkembangan sosial
masyarakat. Berikut ini akan dikemukakan pengertian keluarga yaitu :
a. Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat hubungan darah,
perkawinan atau adopsi Keluarga adalah perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap- tiap anggota keluarga selalu berinteraksi
satu sama lain.
b. Menurut Duvall, keluarga adalah sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan
perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya yang
umum; meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional, dan sosial dari tiap anggota.
c. Menurut WHO (1969), kelurga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan
melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan.
d. Menurut Bergess (1962), keluarga terdiri atas kelompok orang yang mempunyai ikatan
perkawinan, keturunan/hubungan sedarah atau hasil adopsi, anggota tinggal bersama dalam
satu rumah, anggota berinteraksi dan berkomunikasi dalam peran sosial, serta mempunyai
kebiasaan/kebudayaan yang berasal dari masyarakat, tetapi mempunyai keunikan tersendiri.
e. Menurut Helvie (1981), keluarga adalah sekelompok manusia yang tinggal dalam satu
rumah tangga dalam kedekatan yang konsisten dan hubungan yang erat.
f. Menurut salvicion G. Bailon dan Aracelis Maglaya,(1989). Keluarga adalah dua atau
lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau
pengangkatan, dan mereka hhidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan
di dalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
g. Menurut Departemen Kesehatan RI, 1998. Keluarga adalah unit terkecil dari suatu
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal
di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Sesuai dengan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:
a. Terdiri atas dua lebih atau individu yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, atau
adopsi;
b. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka
c. Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran
sosial sebagai suami,istri, anak,kakak, dan adik;
kan perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggot (Mubarak, 2010 ; 67-68).
2. Struktur Keluarga
1) Patrilineal
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak, saudara, sedarah dalam beberapa
generasi dimana hubungan disusun melalui jalur ayah.
2) Matrilineal
Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak saudara, sedarah dalam beberapa
generasi, dimana hubungan di susun melalui jalur garis ibu.
3) Matrilokal
Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah ibu.
4) Patrilokal
Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.
5) Keluarga Kawinan
Adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pemberian keluarga dan beberapa sanak
saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan suami atau istri (Mubarak,
2010;68 ).
3) Ada perbedaan dan kekhususan, yaitu setiap anggota keluarga mempunyai peranan dan
fungsinya masing-masing.
b. Struktur peran
d. Norma
Komunikasi dalam kluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara jujur, terbuka,
melibatkan emosi, konflik selesai dan ada hierarki kekuatan. Komunikasi keluarga bagi
pengirim yakin mengemukakan pesan secara jelas dan berkualitas, serta meminta dan
menerima umpan balik. Penerima pesan mendengarkan pesan, memberikan umpan balik, dan
valid. Komunikasi dalam keluarga dikatakan tidak berfungsi apabila tertutup, adanya isu atau
berita negative, tidak berfokus pada satu hal, dan selalu mengulang isu dan pendapat sendiri.
Komunikasi keluarga bagi pengirim bersifat asumsi, ekspresi perasaan tidak jelas, judgemental
ekspresi, dan komunikasi tidak sesuai. Penerima pesan gagal mendengar, diskualifikasi, ofensif
(bersifat negative), terjadi miskomunikasi, dan kurang atau tidak valid.
b. Struktur Peran
dengan posisi social yang diberikan. Jadi pada struktur peran bisa bersifat formal atau informal.
c. Struktur Kekuatan
Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi atau
mengubah perilaku orang lain. Hak (legitimate power), ditiru (referent
power), keahlian (expert power), hadiah (reward power), paksa (coercive power), dan affektif
power.
Nilai adalah system ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga dalam budaya
tertentu. Sedangkan norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan social tertentu,
lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga. (Mubarak, 2010; 69-70 ).
3. Tipe Keluarga
Menurut Friedman (1986, dalam Ali. 2009:6-7) membagi tipe keluarga seperti berikut ini:
Terdiri dari orang tua dan anak yang masih menjadi tanggungannya dan tinggal dalam satu
rumah, terpisah dari sanak keluarga lainnya.
Satu keluarga yang dikepalai oleh satu kepala keluarga dan hidup bersama dengan anak-anak
yang masih bergantung kepadanya.
d. Nuclear dyad.
Keluarga yang terdiri dari sepasang suami istri tanpa anak, tinggal dalam satu rumah yang
sama.
e. Blended family.
Keluarga yang terdiri dari tiga generasi, yaitu kakek, nenek, bapak, ibu, dan anak dalam satu
rumah.
Bentuk keluarga yang hanya terdiri dari satu orang dewasa yang hidup dalam rumahnya.
4. Fungsi Keluarga
c. Struktur yang terbuka dan anggota keluarga yang terbuka: mendorong kejujuran dan
kebenaran (Honesty dan authenticity).
Menurut Friedman (1999), dalam buku Sudiharto. 2007;24 dikelompokkan lima fungsi
keluarga adalah:
d. Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, seperti
sandang, pangan dan papan.
Menurut Duval, daur atau siklus kehidupan keluarga terdiri dari delapan tahap perkembangan
yang mempunyai tugas dan resiko tertentu pada tiap tahap perkembangannya.
a. Tahap I, pasangan baru menikah (keluarga baru). Tugas perkembangan keluarga pada
tahap ini adalah membina hubungan perkawinan yang saling memuaskan, membina hubungan
harmonis dengan saudara dan kerabat dan merencanakan keluarga (termasuk merencanakan
jumlah anak.)
b. Tahap 2, menanti kelahiran (child bearing family) atau anak tertua adalah bayi berusia
kurang dari satu bulan. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyiapkan
anggota keluarga baru (bayi dalam keluarga) membagi waktu untuk individu, pasangan, dan
keluarga.
c. Tahap 3, keluarga dengan anak pra sekolah, atau anak tertua 2.5-6 tahun. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah menyatukan kebutuhan masing-masing anggota
keluarga, antara lain ruang atau kamar pribadi dan keamanan, mensosialisasikan anak-anak,
menyatukan keinginan anak-anak yang berbeda, dan mempertahankan hubungan yang “sehat”
dalam keluarga.
d. Tahap 4, keluarga dengan anak sekolah atau anak tertua berusia 7-12 tahun. Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah mensosialisasikan anak-anak termasuk
membantu anak- anak termasuk membantu anak-anak mencapai prestasi yang baik di sekolah,
membantu anak-anak membina hubungan dengan teman sebaya, mempertahankan hubungan
perkawinan yang memuaskan, dan memenuhi kebutuhan kesehatan masing-masing anggota
keluarga.
e. Tahap 5, keluarga dengan anak remaja tertua 13-20 tahun. Tugas utama keluarga pada
tahap ini adalah mengimbangi kebebasan remaja dengan tanggung jawab yang sejalan dengan
maturitas remaja, memfokuskan kembali hubungan perkawinan, dan melakukan komunikasi
yang terbuka diantara orang tua dan anak-anak remaja.
f. Tahap 6, keluarga dengan anak dewasa (pelepasan). Tugas erkembangan keluarga pada
tahap ini adalah menambah anggota keluarga dengan kehadiran anggota keluarga baru melalui
pernikahan anak-anak yang telah dewasa, menata kembali hubungan perkawinan,menyiapkan
datangnya proses penuaan, termasuk timbulnya masalah-masalah kesehatan.
g. Tahap 7, keluarga usia pertengahan. Tugas keluarga pada tahap ini ialah
mempertahankan kontak dengan anak- dan cucu, memperkuat hubungan perkawinan, dan
meningkatkan usaha promosi kesehatan.
h. Tahap 8, keluarga usia lanjut. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah
menata kembali kehidupan yang memuaskan, menyesuaikan kehidupa dengan penghasian
yang berkurang, mempertahankan hubungan perkawinan, menerima kehilangan pasangan,
mempertahan-kan kontak dengan masyarakat, dan menemukan arti hidup. (Sudiharto, 2007 ;
24-25).
Berubahnya tahap perkembangan keluarga diikuti dengan perubahan tugas perkembangan
keluarga dengan berpedoman pada fungsi yang dimiliki keluarga. Menurut Suprajitno (2004
; 4-6), tugas perkembangan keluarga dapat dilihat sesuai tahap perkembangannya.
3) Mendiskusikan rencana
memiliki anak
3) Mempertahankan hubungan
dalam rangka memuaskan
pasangannya
2) Membantu anak
bersosialisasi
4) Mempertahankan hubungan
yang sehat, baik di dalam atau luar
keluarga (keluarga lain dan
lingkungan sekitar)
2) Mempertahankan keintiman
pasangan
TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA SESUAI TAHAP
PERKEMBANGAN
2) Mempertahankan hubungan
intim dalam keluarga
3) Mempertahankan
komunikasi terbuka antara anak dan
orang tua. Hindarkan terjadinya
perdebatan, kecurigaan, dan
permusuhan.
4) Mempersiapkan perubahan
sistem peran dan peraturan
(anggota) keluarga untuk memenuhi
kebutuhan tumbuh-kembang
anggota keluarga
2) Mempertahankan keintiman
pasangan
TUGAS PERKEMBANGAN KELUARGA SESUAI TAHAP
PERKEMBANGAN
2) Mempertahankan hubungan
yang serasi dan meuaskan dengan
anak-anaknya dan sebaya
3) Meningkatkan keakraban
pasangan
3) Mmpertahankan keakraban
pasangan dan saling merawat
Sesuai dengan fungsi pemeliharaan kesehatan, keluarga mempunyai tugas di bidang kesehatan
yang perlu dipahami dan dilakukan, meliputi;
a. Mengenal masalah kesehatan keluarga. Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang
tidak boleh diabaikan kerena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak akan berarti dan karena
kesehatanlah kadang seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu
mengenal keadaan kesehatan dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarga.
Perubahan kecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung menjadi
perhatian orang tua/keluarga. Apabila menyadari adanya perubahan keluarga, perlu dicatat
kapan terjadinya, perubahan apa yang terjadi, dan seberapa besar perubahannya.
merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan
keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa di antara keluarga yang mempunyai kemampuan
memutuskan untuk menentukan tindakan keluarga. Tindakan kesehatan yang dilakukan oleh
keluarga diharapkan tepat agar masalah kesehatan dapat dikurangi atau bahkan teratasi. Jika
keluarga mempunyai keterbatasan dapat meminta bantuan kepada orang dilingkungan tempat
tinggal keluarga agar memperoleh bantuan.
c. Merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan. Sering kali keluarga telah
mengambil tindakan yang tepat dan benar, tetapi keluarga memiliki keterbatasan yang telah
diketahui oleh keluarga sendiri. Jika demikian, anggota keluarga yang mengalami gangguan
kesehatan perlu memperoleh tindakan lanjutan atau perawatan agar masalah yang lebih parah
tidak terjadi. Perawatan dapat dilakukan di institusi pelayanan kesehatan atau dirumah apabila
keluarga memiliki kemampuan melakukan tindakan untuk pertolongan pertama.
1. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat mengumpulkan informasi secara
terus-menerus tentang keluarga yang dibinanya.
ramah.
jaringan perawat.
1) Pengkajian awal. Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit pelayanan
kesehatan.
yang lebih lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang beriorentasi pada pengkajian awal.
Disini perawat perlu mengungkap keadaan keluarga hingga penyebab dari masalah kesehatan
yang paling mendasar.
Pengumpulan data (informasi) dari keluarga dapat menggunakan metode wawancara, observasi
fasilitas dalam rumah, pemeriksaan fisik pada setiap anggota keluarga, dengan menggunakan
data sekunder (hasil laboratorium, hasil foto rontgen, rekam kesehatan, catatan lain yang dapat
dipercaya keakuratannya, dan sebagainya). Dalam pengumpulan data yang perlu dikaji adalah
:
a. Data Umum
kelamin, tanggal lahir atau umur, hubungan dengan kepala keluarga, status imunisasi masing-
masing anggota keluarga dan genogram (keluarga dalam tiga generasi).
2) Tipe keluarga, menjelaskan jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah yang
terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
3) Suku bangsa atau latar belakang budaya, suku bangsa terkait dengan kesehatan.
b) Tempat tinggal keluarga (uraikan bagian dari sebuah lingkungan yang secara etnik
bersifat homogen).
4) Agama, mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yang dapat
mempengaruhi kesehatan seperti :
5) Status ekonomi keluarga, yang ditentukan oleh pendapatan, baik dari kepala keluarga
maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu ditentukan juga oleh kebutuhan-kebutuhan yang
dikeluarkan.
6) Aktivitas rekreasi keluarga dan waktu luang, rekreasi keluarga tidak hanya dilihat kapan
keluarga pergi bersama-sama mengunjungi tempat rekreasi, namun dengan menonton TV dan
mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi.
keluarga inti.
riwayat penyakit keturunan, upaya generasi tersebut tentang penanggulangan penyakit, dan
upaya kesehatan yang dipertahankan sampai saat ini.
c. Data Lingkungan
1) Karakteristik rumah.
a) Luas rumah.
b) Tipe rumah.
c) Jumlah ruangan.
d) Pememfaatan ruangan.
e) Jumlah ventilasi.
Tempat keluarga bertempat tinggal meliputi kebiasaan seperti lingkungan fisik, nilai atau
norma serta aturan/ kesepakatan penduduk setempat dan budaya setempat yang
mempengaruhi
kesehatan.
pindah tempat atau ada anggota keluarga yang tinggal jauh dan sering berkunjung pada
keluarga yang dibina.
Jumlah anggota keluarga yang sehat, dan fasilitas keluarga yang menunjang kesehatan (askes,
jamsostek, kartu sehat asuransi, atau kartu yang lain), fasilitas fisik, dukungan psikologis dan
fasilitas sosial.
d. Struktur Keluarga
1) Struktur peran
e. Fungsi Keluarga
1) Fungsi ekonomi
Upaya keluarga dalam memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan pemamfaatan lingkungan
rumah untuk meningkatkan penghasilan dan status kesehatan keluarga.
Upaya keluarga untuk memperoleh statis social di masyarakat tempat tinggal keluarga.
3) Fungsi pendidikan
Upaya yang dilakukan oleh keluarga dalam pendidikan selain upaya yangdiperoleh dari
sekolah atau masyarakat.
4) Fungsi sosialisasi belajar tentang disiplin, nilai, norma, budaya, dan perilaku yang
berlaku dikeluarga dan masyarakat.
6) Fungsi religius
Kegiatan keagamaan yang dipelajari dan dijalankan oleh keluarga berhungan dengan
kesehatan.
7) Fungsi rekreasi
Kemampuan dan kegiatan keluarga untuk melakukan rekreasi secara bersama baik diluar
maupun dalam rumah.
8) Fungsi reproduksi
9) Fungsi afeksi
Gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki, dan dimiliki dalam keluarga,
dukungan anggota keluarga, hubungan psikososial
dalam keluarga, dan bagaimana keluarga memngembangkan sikap saling menghargai.
a) jangka pendek, yaitu stresor yang dialami keluarga yang memerlukan penyelesaian
dalam waktu kurang lebih 6 bulan.
g. Pemeriksaan kesehatan
Pemeriksaan kesehatan pada induvidu anggota keluarga yang dilakukan tidak berbeda jauh
dengan pemeriksaan pada klien di klinik(rumah sakit) meliputi pengkajian kebutuhan dasar
individu, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
h. Harapan Keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat perlu menanyakan harapan keluarga terhadap petugas
kesehatan yang ada. (Suprajitno. 2004 ; 29).
Diagnosis keperawatan adalah pernyataan yang dirumuskan berdasarkan data yang terkumpul
dan berupa rumusan tentang respon klien terhadap masalah kesehatan serta faktor penyebab
(etiologi) yang berkontribusi terhadap timbulnya masalah yang perlu diatasi dengan
tindakan/intervensi keperawatan.
Perumusan diagnosis keperawatan keluarga menggunakan aturan yang telah disepakati, terdiri
dari :
babkan masalah dengan mengacu kepada lima tugas keluarga yaitu mengenal masalah,
mengambil keputusan yang tepat, merawat anggota keluarga, memelihara lingkungan, atau
memamfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Tanda (Sign, S) adalah sekumpulan data objektif dan subjektif yang diperoleh dari
perawat keluarga secara langsung atau tidak langsung yang mendukung masalah dan penyebab
a. Diagnosis aktual adalah masalah keperawatan yang sedang dialami oleh keluarga dan
memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.
b. Diagnosis resiko/risiko tinggi adalah masalah keperawatan yang belum terjadi, tetapi
tanda untuk menjadi masalah keperawatan actual dapat terjadi apabila tidak segera
mendapatkan bantuan pemecahan dari tim kesehatan atau perawat.
c. Diagnosis potensial adalah Suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah
mampu memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mempunyai sumber penunjang kesehatan
yang memunkinkan dapat ditingkatkan. (Suprajitno, 2004; 24).
pilihan.
diharapkan.
c. Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit karena hal-hal sebagai berikut
:
Skoring dilakukan Setelah menentukan diagnosis keperawatan keluarga lebih dari satu. Proses
skoring menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglaya
(1978) dalam Sudiharto, 2007;42-43.
1. Sifat masalah
b. Ancaman kesehatan 2
a. Dengan mudah 2 2
b. Hanya sebagian 1
c. Tidak dapat 0
a. Tinggi 3 1
b. Cukup 2
c. Rendah 1
4. Menonjolnya masalah
Proses Scoring dilakukan untuk setiap diagnosis keperawatan dengan cara berikut:
b. Selanjutnya skor dibagi dengan angka tertinggi yang dikalikan dengan bobot.
x Bobot
Skor
Angka tertnggi dalam skor
Jumlah skor untuk semua kriteria, skor tertinggi adalah 5, sama dengan seluruh
bobot. (Mubarak, 2010 ; 105).
3. Perencanaan
Perencanaan asuhan keperawatan (nursing care plan) adalah acuan tertulis yang terdiri dari
berbagai intervensi keperawatan yang direncanakan dapat mengatasi diagnosis keperawatan
sehingga klien dapat terpenuhi kebutuhan dasarnya. Perencanaan keperawatan mencakup
tujuan umum dan khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria dan
standar yang mengacu pada penyebab. Selanjutnya merumuskan tindakan keperawatan yang
berorientasi pada kriteria standar. (Suprajitno, 2004 ; 24).
tepat.
b. Kriteria hasil hendaknya dapat diukur dengan alat ukur dan diobsevasi dengan panca
indra perawat yang objektif.
dimiliki oleh keluarga dan mengarah kemandirian klien sehingga tingkat ketegantungan dapat
diminimalisasi. (Suprajitno. 2004 ; 49).
4. Implementasi Keperawatan
Impelmentasi merupakan bagian aktif dalam asuhan keperawatan yaitu perawat melakukan
tindakan sesuai rencana. Pada tahap ini, perawat yang mengasuh keluarga sebaiknya tidak
bekerja sendiri, tetapi perlu melibatkan secara integrasi semua profesi kesehatan yang menjadi
tim keperawatan kesehatan rumah. Peran perawat yang dilaksanakan adalah sebagai
koordinator, namun perawat juga dapat mengambil peran sebagai pelaksana asuhan
keperawatan.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah suatu proses menilai diagnosis keperawatan keluarga yang teratasi, teratasi
sebagian, atau timbul masalah baru. Melalui Melalui kegiatan evaluasi, kita dapat menilai
pencapaian tujuan yang diharapkan dan tujuan yang telah dicapai oleh keluarga. Bila tercapai
sebagian atau timbul masalah keperawatan baru, kita perlu melakukan pengkajian lebih lanjut,
memodifikasi rencana atau mengganti dengan rencana yang lebih sesuai dengan kemampuan
keluarga.
Evaluasi disusun dengan menggunakan SOAP yang operasional dengan pengertian S adalah
ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan
implementasi keperawatan. O adalah keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh
perawat dengan menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi keperawatan.
A merupakan analisa perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif keluarga yang
dibandingkan dengan kriteria dan standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan pada
rencana keperawatan keluarga. P adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat
melakukan analisis.