Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan penanggulanagan


yang baik. Terdapat beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi, yaitu factor
yang tidak dapat dikontrol dan yang dapat dikontrol. Empat faktor resiko yang tidak dapat
dikontrol yaitu : ras, usia, riwayat keluarga dan jenis kelamin. Sedangkan factor – factor
resiko untuk hipertensi yang dapat dikontrol antara lain : obesitas, alcohol yang berlebihan
dan stress. (Ananta,2009)

Perjalananan kasus hipertensi sangat perlahan – lahan dan mungkin tak menunjukkan
gejala selama bertahun – tahun, salah satu tanda gejala yang muncul yaitu : sakit kepala
(pusing). Hal ini pada gilirannya akan menaikkan resiko terserang stroke, gagal ginjal,
penyakit jantung dan serangan jantung. (Ananta,2009)

Menurut National Health and Nutrition Examination Survey (NHNES) insiden hipertensi
pada orang dewasa di Amerika tahun 2016-2017 adalah sekitar 39-51% yang berarti bahwa
terdapat 58-65 juta orang menderita hipertensi (Pibriyanti,2013). Hipertensi merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah stroke dan tuberculosis, yakni mencapai 6,7% dari
populasi kematian pada semua umur di Indonesia. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
2017 Prevalensi hipertensi pada umur diatas umur 18 tahun di Indonesia yang didapat
melalui jawaban pernah didiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4%, sedangkan yang pernah
didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat hipertensi sendiri sebesar 9,5%. Jadi,
terdapat 0,1% penduduk yang minum obat sendiri.

Hasil Riskesdas Provinsi Bali tahun 2013, menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi
pada umur ≥18 tahun di provinsi Bali berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah sebesar
19.9% dan berdasarkan wawancara tentang penyakitnya sebesar 8.7%. Jika dilihat
berdasarkan kabupaten /kota prevalensi hipertensi tertinggi berdasarkan pengukuran tekanan

1
darah adalah di kabupaten Bangli yaitu 23.9% sedangkan di kabupaten Gianyar
prevalensinya sebesar 13.3% hasil ini menunjukkan bahwa kejadian hipertensi di Bali masih
tinggi (Yuliantari,2015

Berdasarkan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas II Denpasar Selatan


(SP2TP) dalam kurun waktu tiga bulan terakhir (Januari s/d Maret 2017) menunjukkan
bahwa jumlah kunjungan ke Puskesmas II Denpasar Selatan sebanyak 11.193 kasus
diantaranya dengan Hipertensi sebanyak 754 kasus (6,74%).

Berkenaan dengan hal tersebut diatas maka penulis tertarik untuk mengangkat kasus
hipertensi, dimana dalam kesempatan ini penulis mengangkat studi kasus yang berjudul sudi
kasus asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi diwilayah Kerja Puskesmas II
Denpasar Selatan untuk dijadikan laporan kasus dalam mengakhiri perkuliahan di program
studi DIII Keperawatan STIKES Bali.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan semakin tingginya angka hipertensi daritahun ketahun penulis tertarik untuk
membuat studi kasus yang berjudul “Studi Kasus Asuhan Keperawatan Keluarga Dengan
Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas II Denpasar Selatan “ Di harapkan dapat
memberikan asuhan keperawatan yang holistic pada keluarga.

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum
Membandingkan dua pasien tentang asuhan keperawatan keluarga dengan hipertensi
2. Tujuan Khusus
a. Membandingkan pengkajian keperawatan keluarga dengan hipertensi.
b. Membandingkan diagnosa keperawatan keluarga dengan hipertens.i
c. Membandingkan rencana keperawatan keluarga dengan hipertensi.
d. Membandingkan tindakan keperawatan keluarga dengan hipertensi.
e. Membandingkan evaluasi keperawatan keluarga dengan hipertensi.

2
D. Manfaat Studi Kasus

1. Manfaat Teoritis

Hasil Studi Kasus ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu keperawatan,
kesehatan masyarakat, dan dalam upaya pencegahan komplikasi hipertensi.

2. Manfaat Praktis

a. Manfaat Bagi Penulis

Hasil Studi Kasus ini dapat menambah pengetahuan dalam memberikan asuhan
keperawatan keluarga secara tepat dan menyeluruh.

b. Manfaat Bagi Pelayanan kesehatan

Hasil Studi Kasus ini dapat memberikan informasi tentang kesehatan pada
keluarga dan sebagai masukan dalam upaya meningkatkan pengetahuan untuk
antisipasi, pencegahan dan menghindari komplikasi dari penyakit hipertensi dan
sebagai landasan bagi praktik kesehatan dalam memahami hipertensi serta
memberikan penyuluhan kesehatan mengenai gaya hidup sehat.

c. Manfaat Bagi institusi pendidikan

Bagi institusi pendidikan keperawatan hasil studi kasus ini dapat bermanfaat
sebagai sumber informasi untuk pengembangan keperawatan khususnya keperawatan
keluarga.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Konsep Dasar Keluarga

a. Pengertia Keluarga

Friedman (1998, dikutip dari Padila 2012) mendefinisikan keluarga sebagai


suatu sistem sosial. Keluarga merupakan sebuah kelompok kecil yang terdiri dari
individu-individu yang memiliki hubungan erat satu sama lain, saling tergatung yang
diorganisir dalam suatu unit tunggal dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Sayekti (1994, dikutip dari Yohanes Dion dan Yastina Betan 2013)
mendifinisikan keluarga adalah suatu ikatan persekutuan hidup atas dasar perkawinan
antara orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang laki-laki
atau seorang perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa anak, baik anaknya
sendiri atau adopsi, dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.

Depkes RI (1988 dikutip dari Padila 2012) mendefinisikan keluarga adalah unit
terkecil dari masyarakat yang terdiri dari suami, istri, anak atau suami istri, atau ayah
dan anak, atau ibu dan anaknya.

Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari individu yang
memiliki hubungan atau ikatan hidup atas dasar perkawinan anatra orang dewasa yang
berlainan jenis yang hidup bersama yang membentuk rumah tangga yang saling
berhubungan satu sama lain dimana di dalam keluarga terdiri dari suami, istri, anak
dan saudara lainnya yang saling memiliki pertalian darah satu sama lain

4
b. Ciri-Ciri Keluarga

Menurut Robert Mac Iver dan Charles Horton (dikutip dalam Padila 2012)
menyebutkan ada beberapa cirri-ciri keluarga, antara lain:

1) Keluarga merupakan hubungan perkawinan.


2) Keluarga berbentuk suatu kelembagaan yang berkaitan dengan hubungan
perkawinan yang sengaja dibentuk atau dipelihara
3) Keluarga mempunyai suatu sistem tata nama (Nomen Clatur) termasuk
perhitungan garis keturunan.
4) Keluarga mempunyai fungsi ekonomi yang dibentuk oleh anggota-anggotanya
berkaitan dengan kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan
anak.
5) Keluarga merupakan tempat tinggal bersama, rumah, atau rumah tangga.
c. Fungsi Keluarga
Menurut Friedman (1998, dikutip dalam Padila 2012) terdapat 5 fungsi keluarga,
yaitu:
1) Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan dengan fungsi internal dalam keluarga yang
merupakan basis kekuatan dari keluarga. Fungsi afektif berguna untuk
pemenuhan kebutuhan psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak dari
keluarga yang bahagia. Anggota keluarga mengembangkan konsep diri yang
positif, rasa dimiliki dan memiliki, rasa berarti serta merupakan sumber kasih
sayang.
2) Fungsi Sosialisasi
Tahap perkembangan individu dan keluarga akan dicapai melalui
interaksi atau hubungan yang diwujudkan dalam sosialisasi. Anggota keluarga
belajar disiplin, memiliki norma/nilai, budaya dan prilaku melalui interaksi
dalam keluarga sehingga individu mampu berperan di masyarakat.
3) Fungsi Reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan
meningkatkan SDM. Dengan adanya program keluarga berencana, maka fungsi

5
ini sedikit dapat terkontrol. Namun disisi lain banyak kelahiran yang tidak
diharapkan atau diluar ikatan perkawinan sehingga lahirnya keluarga baru
dengan satu orang tua (Single Parent)
4) Fungsi Ekonomi
Fungsi ini sulit dipenuhi oleh keluarga dibawah garis kemiskinan. Perawat
berkontribusi untuk mencapai sumber-sumber dimasyarakat yang dapata
digunakan keluarga meningkatkan status kesehatan mereka.
5) Fungsi Perawatan Kesehatan
Selain keempat fungsi tadi, keluarga juga berfungsi melakukan asuhan
kesehatan terhadap anggota keluarganya baik untuk mencegah terjadinya
gangguan maupun merawat anggota yang sakit. Keluarga juga menentukan
kapan anggota keluarga yang mengalami gangguan kesehatan memerlukan
bantuan atau pertolongan tenaga professional. Kemampuan ini sangat
mempengaruhi status kesehatan individu atau keluarga.
d. Tipe Keluarga
Menurut Faisalado Candra Widyanto (2014), tipe keluarga dapat dibedakan
menjadi 2, yaitu:

1) Keluarga Tradisional

a) Keluarga inti (nuclear family) adalah keluarga yang terdiri dari suami, istri,
dan anaknya yang hidup dalam rumah tangga yang sama.
b) Keluarga dengan orang tunggl (single parent) yaitu keluarga hanya dengan
satu orang yang mengepalai akibat dari perceraian, pisah atau ditinggalkan.
c) Pasangan inti (keluarga Dyad) hanya terdiri dari suami, istri saja tanpa anak
atau tidak ada anak yang tinggal bersama mereka.
d) Keluarga usila yaitu keluarga yang trdiri dari suami istri yang sudah tua
dengan anak yang sudah memisahkan diri.
e) The childless family yaitu keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan
untuk mendapatkan anak trlambat waktunya. Penyebabnya adalah karena
mengejar karier atau pendidikan yang terjadi pada wanita.

6
f) The extended family (keluarga besar) yaitu keluarga yang terdiri dari tiga
generasi yang hidup bersama dalam satu rumah dimana keluarga inti juga
tinggal serumah dengan kakek, nenek, paman, bibi, dan saudara lainnya.
g) Commuter family yaitu keluarga dengan kedua orang tua yang bekerja di kota
yang berbeda, tetapi setiap akhir pesan semua anggota keluarga dapat
berkumpul bersama di salah satu kota yang menjadi tempat tinggal.
h) Multigeneral family yaitu keluarga dengan generasi atau kelompok umur
yang tinggal bersama dalam satu rumah.
i) Blended family yaitu keluarga yang dibentuk oleh duda atau janda yang
menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.
j) The single adult living alone yaitu keluarga yang terdiri dari orang dewasa
yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan seperti perceraian atau
ditinggal mati.

2) Keluarga Non Tradisional

a) The unmarried teenage mother yaitu keluarga yang terdiri dari orang tua
terutama ibu dengan anak dari hubungan tanpa menikah.
b) The stepparent family yaitu keluarga dengan orang tua tiri.
c) Commune family yaitu keluarga dengan anaknya yang tidak memiliki
hubungan saudara, hidup bersama dalam satu rumah, sumber, dan fasilitas
yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas
kelompok atau membesarkan anak bersama.
d) The nonmarital heterosexual cohabiting family yaitu keluarga yang hidup
bersama berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
e) Gay and lesbian families yaitu keluarga dengan seseorang yang mempunyai
persamaan jenis kelamin yang hidup bersama sebagaimana pasangan suami
istri.
f) Cohabitating couple yaitu keluarga dengan orang dewasa yang hidup bersama
di luar hubungan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
g) Group-marriage family yaitu keluarga dengan beberapa orang dewasa yang
menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang merasa telah saling

7
menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu, termasuk seksual dan
membesarkan anaknya.
h) Group network family yaitu keluarga inti yang dibatasi oleh aturan atau nilai-
nilai, hidup berdekatan satu sama lain, dan saling menggunakan barang-
barang rumah tangga bersama, pelayanan dan bertanggung jawab
membesarkan anaknya.
i) Foster family yaitu keluarga yang menerima anak yang tidak ada hubungan
keluarga atau saudara untuk waktu sementara
j) Homeless family yaitu keluarga yang berbentuk tanpa perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi
dan atau problem kesehatan mental.
k) Gang yaitu sebuah bentuk keluarga yang destruktif, dari orang-orang muda
yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian,
tetapi berkembang dalam kekerasan dan criminal dalam kehidupnnya.
Tipe keluarga menurut Anderson Carter (dikutip dalam Yohanes Dion Yasenta
Betan 2012) terdiri atas:

1) Keluarga inti (nuclear family) keluarga yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak-
anak.

2) Keluarga besar (extended family) keluarga inti yang ditambah dengan anak
saudara, nenek, kakek, keponakan, sepupu, paman, bibi, dan sebagainya.

3) Keluarga berantal (setrial family) keluarga yang terdiri atas wanita dan pria
yang menikah lebih dari satu kali dan merupakan keluarga inti.

4) Keluarga duda atau janda (single family) keluarga inti terjadi karena adanya
perceraian dan kematian.

5) Keluarga berkomposisi yaitu keluarga yang perkawinannya berpoligami yang


hidup secara bersama-sama.

6) Keluarga kabitas yaitu dua orang yang menjadi satu tanpa pernikahan tetapi
membentuk suatu keluarga.

8
e. Tahap dan Tugas Perkembangan Keluarga

Berikut diuraikan 8 tahap dan tugas perkembangan keluarga menurut Duval, 1977
dalam Friedman 1998 (dikutip dalam Padila 2012). :

1) Tahap keluarga pemula (beginning family)

Keluarga baru/pasangan baru yang belum memiliki anak

Tugas perkembangan keluarga:

a) Membangun perkawinan yang saling memuaskan.


b) Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis.
c) Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orang tua).
d) Menetapkan tujuan bersama.
e) Persiapan menjadi orang tua.
f) Memahami prenatal care (pengertian kehamilan, persalinan, dan menjadi orang
tua).
2) Tahap keluarga sedang mengasuh anak (Child Bearing)

Keluarga dengan anak pertama berusai kurang dari 30 bulan

Tugas perkembangan keluarga tahap ini adalah:

a) Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap (integrasi bayi
dalam keluarga).
b) Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan
anggota keluarga.
c) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
d) Memperluas persahabatan keluarga besar dengan menambah peran orang tua,
kakek dan nenek.
e) Bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak.
f) Konseling KB post partum 6 minggu.
g) Menata ruang untuk anak.

9
h) Menyiapkan biaya child bearing
i) Memfasilitasi role learning anggota keluarga.
j) Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

3) Tahap keluarga dengan anak usia prasekolah

Keluarga dengan anak pertama berusia 30 bulan – 6 tahun.

Tugas perkembangan keluarga tahap ini:

a) Pemenuhan kebutuhan keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi dan


keamanan.
b) Mensosialisasikan anak.
c) Mengintergrasikan anak yang baru dan memenuhi kebutuhan anak yang lain.
d) Mempertahankan hubungan yang sehat (hubungan perkawinan dan hubungan
orang tua-anak) serta hubungan diluar keluarga (keluarga besar dan komunitas).
e) Pembagian waktu, individu, pasangan dan anak.
f) Pembagian tanggung jawab.
g) Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh kembang anak.

4) Tahap keluarga dengan anak usia sekolah

Keluarga dengan anak pertama berusia 6-13 tahun.

Tugas perkembangan keluarga:

a) Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan


mengembangkan hubungan dengan teman sebayanya yang sehat.
b) Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan.
c) Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga.
d) Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.
e) Menyediakan aktivitas untuk anak.

5) Tahap keluarga dengan anak remaja

Keluarga dengan anak pertama berusia 13-20 tahun

10
Tugas perkembangan keluarga:

a) Memberikan keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab ketika remaja


menjadi dewasa dan semakin mandiri.
b) Memfokuskan kembali hubungan intim perkawinan.
c) Berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak.
d) Mempersiapkan perubahan untuk memenuhi kebutuhan tumbuh dan kembang
anggota keluarga.

6) Tahap keluarga dengan anak dewasa

Keluarga dengan anak pertama meninggalkan rumah

Tugas perkembangan keluarga:

a) Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru dari


perkawinan anak-anak.
b) Melanjutkan dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan.
c) Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami atau istri.
d) Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat.
e) Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya.
f) Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.

7) Tahap keluarga usia pertengahan (middle family)

Tugas perkembangan keluarga:

a) Menyediakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan.


b) Mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan para orang
tua (lansia) dan anak.
c) Memperkokoh hubungan perkawinan.
d) Persiapan masa tua/pension.

11
8) Tahap keluarga lanjut usia

Tugas perkembangan keluarga:

a) Penyesuaian tahap masa pensiun dengan merubah cara hidup.


b) Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan.
c) Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun.
d) Mempertahankan hubungan perkawinan.
e) Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan.
f) Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi.
g) Melakukan life review masa lalu.

f. Struktur Keluarga

Menurut Harmoko, 2012 struktur keluarga terdiri dari:

1) Patrilineal

Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam
berbagai generasi, dimana hubungan tersebut disusun melalui jalur ayah.

2) Matrilineal

Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri atas sanak saudara sedarah dalam
beberapa generasi dimana hubungan tersebut disusun melalui jalur garis ibu.

3) Matrilokal

Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah
istri.

4) Patrilokal

Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama saudara suaimi.

12
5) Keluarga kawinan

Hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak
saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami istri.

Menurut Friedman (1998, dikutip dalam Harmoko 2012) struktur keluarga terdiri atas:

1) Struktur komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan berfungsi apabila dilakukan secara


terbuka, jujur, melibatkan emosi, konflik selesai, dan ada hierarki kekuatan.
Komunikasi keluarga bagi pengirim yakni mengemukakan peran secara jelas dan
berkualitas.

2) Struktur peran

Struktur peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai posisi social
yang diberikan. Posisi/status adalah posisi individu dalam masyarakat misalnya
status sebagai suami/istri.

3) Struktur kekuatan

Struktur kekuatan adalah kemampuan dari individu untuk mengontrol,


memengaruhi, atau mengubah perilaku orang lain.

4) Struktur nilai dan norma

Nilai adalah sistem ide-ide, sikap keyakinan yang mengikat anggota keluarga
dalam budaya tertentu. Norma adalah pola perilaku yang diterima pada lingkungan
social tertentu, lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat sekitar keluarga.

g. Tugas Keluarga

Menurut Padila 2012, pada dasarnya tugas keluarga terdiri dari:

1) Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

2) Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

13
3) Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai dengan kedudukannya masing-
masing.

4) Sosialisasi antar anggota keluarga.

5) Pengaturan jumlah anggota keluarga.

6) Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

7) Membangkitkan dorongan dan semangat para anggotanya.

Kesanggupan keluarga melaksanakan pemeliharaan kesehatan terhadap anggota dapat


dilihat dari tugas kesehatan keluarga yang dilaksanakan. Menurut Friedman (1998,
dikutip dalam Padila 2012) tugas kesehatan terebut terdiri dari:

1) Mengenal masalah kesehatan.

2) Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

3) Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit.

4) Mempertahankan suasana rumah yang sehat.

5) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat.

2. Konsep Dasar Hipertensi

a. Pengertian Hipertensi

Menurut Andra Safeti Wijaya dan Yessie Mariza 2013, hipertendi merupakan suatu
keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan darah secara abnormal dan teru menerus pada
beberapa kali pemeriksaan tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa factor resiko
yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahankan tekanan darah secara
normal.

Menurut Brunner dan Suddarth (2005 dikutip dalam Andra Safeti Wijaya dan Yessie
Mariza 2013) hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah tinggi persisten dimana
tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.

14
b. Klasifikasi

Menurut Andra Safeti Wijaya dan Yessie Mariza 2013, hipertensi dapat dibagi menjadi:

1) Hipertensi essensial (primer)

Sampai saat ini belum ditemukan penyebabnya secara pasti. Beberapa


factor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi primer seperti factor genetic,
stress, dan psikologis, serta factor lingkungan dan diet (peningkatkan penggunaan
garam dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium). Umumnya pada hipertensi
ini gejala baru terlihat setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti ginjal,
mata, otak dan jantung.

2) Hipertensi sekunder

Pada hipertensi ini penyebab dan patofisiologinya dapat diketahui dengan


pasti. Penyebabnya biasanya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes,
kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainan endokrin lainnya seperti obesitas,
resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi
oral dan kortikosteroid.

Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi menurut Andra Safeti Wijaya dan Yessie
Mariza, (2013) Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi Berdasarkan JNC VII

No Derajat Tekanan Sistolik Tekanan Diastolic


(mmHg) (mmHg)
1 Normal < 120 Dan < 80
2 Pre-hipertensi 120-139 Atau 80-89
3 Hipertensi derajat I 140-159 Atau 90-99
4 Hipertensi derajat II ≥ 160 ≥ 100

15
Tabel 2.2 Klasifikasi Hipertensi Menurut European Society of Cardiology

No Kategori Tekanan Sistolik Tekanan Diastolik


(mmHg) (mmHg)
1 Optimal < 120 Dan < 80
2 Normal 120-129 Dan/atau 80-84
3 Normal tinggi 130-139 Dan/atau 85-89
4 Hipertensi 140-159 Dan/atau 90-99
derajat I
5 Hipertensi 160-179 Dan/atau 100-109
derajat II
6 Hipertensi ≥ 180 Dan/atau ≥ 110
derajat III
7 Hipertensi ≥ 190 Dan < 90
sitolik terisolasi

c. Etiologi Hipertensi

Menurut Carwin (2000 dikutip dalam Andra Safeti Wijaya dan Yessie Mariza
2013) menjelaskan bahwa hipertensi tergantung pada kecepatan denyut jantung, volume
sekuncup dan total peripheral resistance (TPR). Peningkatan kecepatan denyut jantung
dapat terjadi akibat rangsangan abnormal saraf atau hormone pada nodus SA. Peningkatan
kecepatan denyut jantung yang berlangsung kronik sering menyertai keadaan
hipertiroidisme. Namun, peningkatan denyut jantung biasanya dikompensasi oleh
penurunan volume sekuncup sehingga tidak menimbulkan hipertensi.

Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama dapat terjadi apabila terdapat
peningkatan volume plasma yng berkepanjangan, akibat gangguan penanganan garam dan
air oleh ginjal atau konsumsi garam yang berlebihan. Peningkatan pelepasan rennin atau
aldosteron maupun penurunan aliran darah ke ginjal dapat mengubah penanganan air dan
garam oleh ginjal. Peningktan volume plasma akan menyebabkan peningkatan volume

16
diastolic akhir sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup dan tekanan darah.
Peningkatan preload biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan sistolik.

Peningkatan TPR yang berlangsung lama dapat terjadi pada peningkatan rangsangan
saraf atau hormone pada arteriol, atau responsivitas yang berlebih dari arteriol terdapat
rangsangan normal. Kedua hal tersebut akan menyebabkan penyempitan pembuluh darah.
Pada peningkatan TPR, jantung harus memompa secara lebih kuat dan dengan demikian
menghasilkan tekanan yang lebih besar, untuk mendorong darah menstimulasi pembuluh
darah yang menyempit. Hal ini disebabkan peningkatan dalam afterload jantung dan
biasanya berkaitan dengan peningkatan tekanan diastolic. Apabila peningkatan afterload
berlangsung lama, maka ventrikel kiri mungkin mulai mengalami hipertropi (pembesaran).
Dengan hipertropi, kebutuhan ventrikel akan oksigen semakin meningkat sehingga
ventrikel harus mampu memompa darah secara lebih keras lagi untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Pada hipertropi, saraf-saraf otot jantung juga mulai tegang melebihi
panjang normalnya yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kontraktilitas dan volume
sekuncup.

d. Patofisiologi

Menurut Brunner and Suddart (2005, dikutip dalam Andra Safeti Wijaya dan Yessie
Mariza 2013) menjelaskan bahwa terdapat beberapa factor yang saling berhubungan
mungkin juga turut serta menyebabkan peningkatan tekanan darah pada pasien hipertensi,
dan peran mereka berbeda pada setiap individu. Di antara faktor-faktor yang telah
dipelajari secara intensif adalah asupan garam, obesitas dan resistensi insulin, sistem
rennin-angiotensin, dan sistem saraf simpatis. Pada beberapa tahun belakangan, factor
lainnya telah dievaluasi, termasuk genetic disfungsi endotel (yang tampak pada perubahan
endotelin dan nitrat oksida).

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak pada pusat
vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis
yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ke
ganglia simpatis di thorax dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatiske ganglia simpatis. Pada

17
titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf
paska ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepineprin
mengakibatkan kontruksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokontriktor.
Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut dapat terjadi.

Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai
respon rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokontriksi. Medulla adrenal mengekskresi epinefrin yang menyebabkan
vasokontriksi. Korteks adrenal mengekskresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokontriksi yang mengakibatkan
penurunan aliran darah ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang
pembentukan angiotensin I dan angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormone ini menyebabkan
retensi natrium dan air oleh tubuls ginjal, menyebabkan peningkatan volume intravaskuler.
Semua factor tersebut cenderung pencetus keadaan hipertensi.

Perubahan structural dan fungsional pada sistem pembuluh darah perifer bertanggung
jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada lanjut usia. Perubahan tersebut
meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam relaksasi
otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan
daya renggang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang
kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume
sekuncup), mengakibatkan penurunan curah jantung dan peningkatan tahanan perifer.

e. Manifestasi Klinis Hipertensi

Menurut Brunner and Suddart (2005, dikutip dalam Andra Safeti Wijaya dan Yessie
Mariza 2013) mengatakan pada pemeriksaan fisik, tidak dijumpai kelainan apapun selain
tekanan darah yang tinggi, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti
perdarahan, eksudat (kumpulan cairan), penyempitan pembuluh darah, dan pada kasus
berat, edema pupil (edema pada diklus optikus)

18
Individu yang menderita hipertensi terkadang tidak menampakan gejala sampai
bertahun-tahun. Gejala bila ada menunjukkan adanya kerusakan vaskuler, dengan
manifestasi yang khas sesuai sistem organ yang divaskularisasi oleh pembuluh darah
bersangkutan. Perubahan patologis pada ginjal dapat bermanifestasi sebagai nokturia
(peningkatan urin pada malam hari) dan azetoma (peningkatan nitrogen urea darah, (BUN)
dan kreatinin). Keterlibatan pembuluh darah otak dapat menimbulkan stroke atau serangan
iskemik transien yang bermanifestasi sebagai paralisis sementara pada suatu sisi
(hemiplegia atau gangguan tajam pengelihatan)

Menurut Crowin (2000, dikutip dalam Andra Safeti Wijaya dan Yessie Mariza 2013)
menyebutkan sebagian besar gejala klinis yang timbul adalah:

1) Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah akibat
peningkatan tekanan darah intracranial.

2) Pengelihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi.

3) Ayunan langkah yang tidak mantap akibat kerusakan sistem saraf pusat.

4) Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerulus.

5) Edema dependen dan pembengkakan akibat peningkatan tekanan kapiler.

f. Penatalaksanaan Hipertensi
1) Penatalaksanaan Non Farmakologi
Menurut Ridwanamiriddin (2007, dikutip dalam Andra Safeti Wijaya dan
Yessie Mariza 2013) penatalaksanaan farmakologis dengan modifikasi gaya hidup
sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan merupakan bagian yang
tidak dapat dipisahkan dalam mengobati hipertensi. Berikut ini beberapa cara dalam
memodifikasi gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah.
a) Mempertahankan BB Ideal
Body Mass Index dapat diketahui dengan membagi BB anda dengan TB
anda yang telah dikuadratkan dalam satuan meter. Mengatasi obesitas dapat juga
dilakukan dengan melakukan diet rendah kolesterol namun kaya serat dan protein.

19
Dan jika berhasil menurunkan BB sebanyak 2,5 – 5 kg, maka tekanan darah
diastolic dapat diturunkan sebanyak 5 mmHg (Radmarsy,2007)
b) Kurangi Asupan Natrium (sodium)
Mengurangi asupan natrium dapat dilakukan dengan cara diet rendah
garam yaitu tidak lebih dari 100 mmol/hari (kira – kira 2,4 gr garam/hari).
(Kaplan, 2006). Jumlah yang lain dengan mengurangi asupan garam sampai
kurang dari 2300 mg (1 sendok teh) setiap hari. Pengurangan konsumsi garam
½
menjadi sendok teh/hari, dapat menurunkan tekanan sistolik sebanyak 5 mmHg
dan tekanan diastolic sekitar 2,5 mmHg. (Radmarssy, 2007)
c) Batasi konsumsi alcohol
Konsumsumsi alcohol berlebihan dapat meningkatkan tekanan
darah. Pada peminum berat mempunyai resiko 4 kali lebih besar dari pada
mereka yang tidak minum minuman yang beralkohol (Radmarssy, 2007)
d) Makan K dan Ca yang cukup dari diet
Pertahankan asupan diet potassium (> 90 mmol (350 mg/hari dengan
cara konsumsi diet tinggi buah dan sayur dan diet rendah lemak dengan cara
mengurangi lemak jenuh dan lemak total(Kaplan,2006). Kalium dapat
menurunkan tekanan darah dengan meningkatkan jumlah natrium yang terbuang
bersama air kencing. Dengan setidaknya mengkonsumsi buah-buahan sebanyak 3-
5 kali dalam sehari,seseorang dapat mencapai potassium yang
cukup(radmarssy,2007)
e) Menghindari merokok
Merokok memang tidak berhubungan secara langsung dengan hipertensi,
tetapi merokok dapat meningkatkan resiko komplikasi pada pasien hipertensi
seperti penyakit jantung dan stroke, maka perlu dihindari mengkonsumsi rokok
karena dapat memperberat hipertensi. (Dalimartha,2008). Nikotin dalam
tembakau membuat jantung bekerja lebih keras karena penyempitan pembuluh
darah dan meningkatkan frekuensi denyut jantung serta tekanan
darah(Sheps,2005)
f) Penurunan stress

20
Stress memang tidak menyebabkan hipertensi yang menetap, namun jika
episode stress sering terjadi, dapat menyebabkan kenaikan sementara yang sangat
tinggi (Sheps,2005). Menghindari stress dengan menciptakan suasana yang
menyenangkan bagi penderita hipertensi dan memperkenalkan berbagai metode
relaksasi seperti yoga atau meditasi yang dapat mengontrol sistem saraf yang
akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
g) Terapi massage (pijat)
Pada prinsipnya pijat yang dilakukan pada penderita hipertensi adalah
untuk memperlancar aliran energy dalam tubuh sehingga gangguan hipertensi dan
komplikasi dapat diminimalisir, ketika semua jalur energi terbuka tidak lagi
terhalangi oleh ketegangan otot dan hambatan lain maka resiko hipertensi dapat
ditekan.(Dalimartha,2008).
2) Penatalaksanaan Farmakologi
a) Diuretik (Hidrokloratiazid)
mengeluarkan cairan tubuh sehingga volume cairan di dalam tubuh berkurang
yang mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan.

b) Penghambat simpatedik(Metildopa, Klonidin, Atenolol)

Menghambat aktifitas saraf simpatis.

c) Betabloker (Metoprolol, Propanolo, Atenolol

(1) Menurunkan daya pompa jantung

(2) Tidak dianjurkan kepada penderita yang telah diketahui mengidap gangguan

pernafasan seperti asma bronchial.

(3) Pada penderita diabetes(dapat menutupi gejala hipiglikemi)

d) Vasodilator (Prasosin, Hidralasin)

Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan reaksi otot pembuluh darah.

e) ACE inhibitor (Captopril)

21
(1) Menghambat pembentukan zat angiotensin II.

(2) Efek dssamping : batuk kering, pusing, sakit kepala,dan lemas.

f) Penghambat reseptor angiotensin II (Valsartan)

menghalangi penempelan zat angiotensin II pada reseptor sehingga memperingan

daya pompa jantung.

g) Antagonis kalsium (Diltiasem dan Verapamil)

menghambat kontraksi jantung.

g. Komplikasi Diagnostik Hipertensi

Menurur Yahya (2005, dikutip dalam Andra Safeti Wijaya dan Yessie Mariza

2013) tekanan darah tinggi bila tidak ditanggulangi, maka dalam jangka panjang

Dapat menyebabkan arteri di dalam tubuh sampai oprgan yang mendapat suplai
darah dari arteri tersebut. Komplikasi hipertensi dapat terjadi pada organ-organ
berikut:

1) Jantung

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan


Penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi beban kerja jantung akan
meningkat, otot jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya , Akibanya,
jantung tidak lagi mampu memompa sehingga banyak cairan tertahan diparu
maupun jaringan tubuh lain yang dapat menyebabkan sesak nafas atau edema.
Kondisi ini disebut gagal jantung.

2) Otak

Komplikasi hipertensi pada otak dapat menimbulkan stroke, apabila tidak


Diobati, resiko terkena stroke 7 kali lebih besar.

3) Ginjal

22
Tekanan darah tinggi juga menyebabkan kerusakan ginjal, tekanan darah
tinggi dapat menyebabkan kerusakan sistem penyaringan di dalam ginjal
akibatnya lambat laun ginjal tidak mampu membuang zat-zat yang tidak
dibutuhkan tubuh yang masuk melalui aliran darah dan terjadi penumpukan di
dalam tubuh.

4) Mata

Pada mata, hipertensi dapat menyebabkan terjadinya retinopati hipertensi dan


dapat menimbulkan kebutaan.

3. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan keluarga

a. Pengkajian
Pengkajian dimaksud untuk mendapatkan data yang dilakukan secara terus
menerus terhadap anggota keluarga yang dibina. Sumber data pengkajian dapat
diperoleh dengan metode wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, atau melalui
data sekunder seperti data di puskesmas, desa,bidan, hasil pemeriksaan
laboratorium dan lain sebagainya.(Falsalado Candra Widnyanto,2004). Adapun
data yang harus dikaji dalam keluarga, yaitu:
1) Data umum keluarga
pengkajian data umum keluarga meliputi:
a) Nama kepala keluarga (KK)
b) Umur dan jenis kelamin keluarga (KK)
c) Pendidikan KK
d) Pekerjaan KK
e) Alamat
f) Komposisi keluarga yang berisi mengenai riwayat
anggota keluarga
g) Genogram (silsilah keluarga)
Data genogram berisi silsilah keluarga yang
minimal terdiri dari 3 generasi disajikan dalam

23
bentuk bagan dengan menggunakan symbol-symbol
atau sesuai dengan format pengkajian yang dipakai.
h) Tipe keluarga
Data ini menjelaskan mengenai tipe
keluarga saat ini berdasarkan tipe pembagian
keluarga tradisional dan non tradisional
i) Suku bangsa
Data ini menjelaskan mengenai suku bangsa
anggota keluarga serta budaya yang terkait dengan
kesehatan. Suku bangsa yang dimaksud seperti
Sunda, Jawa, Batak dan lainsebagainya
j) Agama
Data ini menjelaskan mengenai agama yang
dianut masing-masing anggota keluarga serta aturan
agama yang dianut keluarga terkait dengan
kesehatan.
k) Status social ekonomi
Data ini menjelaskan mengenai pendapatan
KK maupun anggota keluarga yang sudah bekerja,
kebutuhan sehari-hari serta kekayaan atau barang-
barang yang dimiliki keluarga
l) Aktivitas rekreasi keluarga
Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan
keluarga dalam rekreasi atau refreshing. Rekreasi
tidak harus ke tempat keluarga, menonton televise,
mendengarkan radio, juga merupakan aktifitas
rekreasi
2) Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
a) Tahap perkembangan keluarga saat ini
Data ini ditentukan oleh anak tertua dari
keluarga ini. Misalnya, Tn K berusia 2 th, maka

24
keluarga tersebut berada dalam tahap
perkembangan anak usia prasekolah.
b) Tahap perkembangan keluarga yang belum
terpenuhi dan mengapa belum terpenuhi
Data ini menjelaskan mengenai tugas dalam
tahap perkembangan keluarga saat ini yang belum
terpenuhi dan mengapa belum terpenuhi.
c) Riwayat keluarga inti
Data ini menjelaskan mengenai penyakit
keturunan, riwayat kesehatan masing-masing
anggota keluarga, status imunisasi, sumber
kesehatan yang biasa dugunakan serta
pengalamanya menggunakan pelayanan kesehatan.
d) Riwaya keluarga sebelumnya
Data ini menjelaskan riwayat kesehatan dari
pihak suami dan istri.
3) Pengkajian lingkungan
a) Karakteristik rumah
Data ini menjelaskan mengenai luas rumah,
tipe, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan
ruangan, penempatan perabotan rumah tangga, jenis
kamar mandi, serta jarak kamar mandi ke sumber
air, Data karakteristik rumah disajikan dalam
bentuk denah.
b) Karakteristik tetangga dan komunitas setempat
Data ini menjelaskan mengenai lingkungan
fisiks setempat, kebiasaan, budaya yang.
mempengaruhi mereka
c) Mobilitas geografis keluarga
Data ini menjelaskan kebiasaan keluarga
berpindah tempat.

25
d) Perkumpulan kel;uarga dan interaksi dengan
masyarakat

Data ini menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga


berkumpul, sejauh mana keterlibatan keluarga
dalam pertemuan keluarga dan masyarakat

e) Sistem pendukung keluarag


Data ini menjelaskan mengenai jumlah
anggota keluarga yang sehat, fasilitas keluarga,
dukungamn keluarga dan masyarakat sekitar terkait
dengan kesehatan, dan lain sebagainya.
f) Struktur keluarga
1) Pola komunikasi keluarga
Data ini menjelaskan mengenai cara
komunikasi dengan keluarga serta
frerkuensinya.
2) Struktur kekuatan keluarga
Data ini menjelaskan mengenai kemampuan
keluarga untuk merubah prilaku antara anggota
keluarga.
3) Struktur peran
Data ini menjelaskan mengenai peran
anggota keluarga dalam keluarga dan
masyarakat yang terbagi menjadi peran formal
dan informal.
4) Nilai/norma keluarga

g) Fungsi keluarga

1) Fungsi efektif

26
Perasaan memiliki, dukungan, kehangatan
kasih saying, saling menghargai, dan lain
sebagainya.
2) Fungsi sosialisasi
Interaksi dan hubungan dengan anggota
keluarga, proses mendidik anak, disiplin,
norma, budaya, dan prilaku.
3) Fungsi perawatan kesehatan
a) Mengenal masalah kesehatan
Sejauh mana keluarga mengetahui
fakta kesehatan meliputi pengertian,
tanda dan gejala, penyebab serta persepsi
keluarga tentang masalah kesehatan
yang dialami keluarga.
b) Mengambil keputusan tindakan
kesehatan yang tepat
Sejauh mana keluarga mengerti sifat
dan luasnya masalah, apakah masalah
tersebut, apakah keluarga merasa takut
akibat dari tindakan terhadap penyakit
yang yang diderita , apakah keluarga
memiliki sikap negative terhadap maslah
kesehatan, apakah keluarga dapat
menjangkau fasilitas kesehatan yang
ada, apakah keluarga mendapat
informasi yang salah tentang masalah
yang sedang dihadapi.
c) Merawat anggota keluarga yang sakit
Sejauh mana keluarga mengetahui
keadaan pemyalkitnya (sifat,
penyebarab, kjondisi, komplikasi, dan

27
cara perawatannya), sejauh mana
keluarga mengetrahui tentang sifat dan
perkembangan perawatan yang
dibutuhkan, sejauh mana keluarga
mengetahui sumber-sumber yang ada
dalam keluarga untuk perawatan anggita
keluarga yang sakit, dab bagqaimana
sikap keluarga terhadap anggota
keluarga yang sakit.
d) Memelihara lingkungan yang sehat
Sejauh mana keluarga mengetahui
sumber-sumber keluarga yang dimiliki
untuk memodifikasi lingkungan yang
sehat, sejauh mana keluarga melihat
manfaat pemeliharaan limngkungan,
sejauh mana keluarga menmgetahui
pentingnya kebersihan dan sanitasi.
e) Menggunakan fasilitas kesehatan di
masyarakat
Sejauh mana keluarga mengetahui
keberadaan fasilitas kesehatan yang
ada di masyarakat, sejauh mana
keluarga mengetahui keuntungan
keluarga mamanfaatkan fasilitas
kesehatan, apakah keluarga pernah
mempunyai pengalaman yang
kurang baik terhadap petugas atau
pelayanan kesehatan, dan apakah
fasilitas kesehatan yang ada
terjangkau oleh keluarga.
4) Fungsi reproduksi

28
Bagaimana keluarga merncanakan
jumlah anak, hubungan seksual suami istri,
masalah yang muncul jika ada.
5) Fungsi ekonomi

Kemampuan keluarga memenuhi


sandang, pangan, papan, kemampuan
peningkatan stasus kesehatan.

h) stress dan koping keluarga

(1) stress jangka panjang dan jangka pendek

(a) stressor jangka pendek yaitu stressor yang

Dialami keluarga yg memerlukan


penyelesaian dalam waktu yang tidak lebih
dari 6 bulan

(b) stressor jangka panjang yaitu stressor yang


dialami keluarga yang memerlukan
penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 bulan

(2) kemampuan keluarga merespon stressor

Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana


keluarga berespon terhadap situasi atau stressor
yang ada saat ini.

(3) Strategi koping yang digunakan

Hal yang perlu dikaji adalah strategi koping


atau pemecahan maslah seperti apa yang
digunakan keluarga dalam menghadapi stressor
yang terjadi.

29
(4) Strategi koping disfungsional

Data ini menjelaskan mengenai koping


disfungsional yang digunakan ketika keluarga
menghadpi masalah.

i) Pemeriksaan fisik

semua anggota keluarga diperiksa secara lengkap


seperti prosedur pemeriksaan fisik ditempat pelayanan
kesehatan. Seperti inspeksi, palpasi, perkusi, maupun
askultasi (head to toe)

j) harapan keluarga

pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan


keluarga terhadap petugas kesehatan dan sarana pelayanan
kesehatan yang ada.

b. Diagnosa

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan masalah keperawatan yang


didapat dari data-data pengkajian fungsi nperawat keluarga. Diagnosa keperawatan
mengacu pada rumusan PES (problem, etiologi, dan symptom) dimana untuk problem
menggunakan pendekatan lima tugas keluarga atau dengan menggambarkan pohon
masalah.

Daftar diagnosa keperawatan keluarga berdasarkan (NANDA,1995 dalam Setiadi, 2008)


adalah sebagai berikuit:

a) Diagnosakeperawatan keluarga pada masalah linggkungan

(1) Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah

(2) Resiko terhadap cidera

(3) Resiko terjadi infeksi ( penularan penyakit )

30
b) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah struktur komunikasi
(1) komunikasi keluarga disfungsional
c) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah strutur peran
(1) Berduka dan diantisipasi
(2) Berduka disfungsional
(3) Isolasi social
(4) Perubahan dalam proses keluarga (dampak adanya orang yang sakit
terhadap keluarga)
(5) Potensial peningkatan menjadi orang tua
(6) Perubahan menjadi orang tua (krisis menjadi orang tua)
(7) Perubahan penampilan peran
(8) Kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah
(9) Gangguan citra tubuh
d) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah fungsi efektif
(1) Perubahan proses keluarga
(2) Perubahan menjadi orang tua
(3) Potensial peningkatan menjadi orang tua
(4) Berduka yang diantisipasi
(5) Koping keluarga tidak efektif, menurun
(6) Koping keluarga tidak efektif, ketidakmampuan
(7) Resiko terhadap tindakan kekerasan
e) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah fungsi social

(1) Perubahan proses keluarga

(2) Prilaku mencari bantuan kesehatan

(3) Konflik peran orang tua

(4) Perubahan menjadi orang tua


(5) Potensial peningkatan menjadi orang tua
(6) Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
(7) Perubahan pemeliharaan kesehatan

31
(8) Kurang pengetahuan
(9) Isolasi social
(10) Kerusakan interaksi social
(11) Resiko terhadap tindakan kekerasan
(12) Ketidakpatuhan
(13) Gangguan identitas pribada
f) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah fungsi perawatan kesehatan
(1) Perubahan pemeliharaan kesehatan
(2) Potensial peningkatan pemeliharaan kesehatan
(3) Prilaku mencari pertolongan kesehatan
(4) Ketidakefektifan penatalaksanaan aturan terapeutik keluarga
(5) Resiko terhadap penularan penyakit
g) Diagnosa keperawatan keluarga pada masalah koping
(1) Potensial peningkatan koping keluarga
(2) Koping keluarga tidak efektif, menurun
(3) Koping keluarga tidak efektif, ketidakmampuan
(4) Resiko terhadap tindakan kekerasan

c. Penentuan Prioritas

dalam satu keluarga, perawat dapat menemukan lebih dari satu


diagnosis keperawatan keluarga. Dalam setiap diagnosis terdapat 4 kriteria
yang akan menentukan prioritas diagnose. Setiap kriteria memiliki
bobotnya masing-masing, Criteria tersebut terdiri dari:

1) Sifat masalah
2) Kemungkinan masalah untuk diubah
3) Potensial dicegah
4) Menonjolnya masalah

Setiap kriteria memiliki 3 skala yang memiliki skor masing-


masing. Penentuan skala dari setiap kriteria ditentukan dengan

32
mempertibangkan komponen pembenaran atau rasional sesuai dengan
kondisi terkini yang ada dalam keluarga.

Tabel 2.3 Kriteria Penentuan Prioritas Diagnosa

No Criteria Bobot Pembenaran


1 Sifat masalah 1 Bobot yang lebih besar diberikan
Skala: pada masalah actual karena yang
Actual =3 pertama memerlukan tindakan
Resiko =2 segera dan biasanya disadari oleh
Potential = 1 keluarga
2 Kemungkinan masalah dapat 2 Factor yang diperlihatkan:
diubah - Pengetahuan yang ada
Skala: sekarang , teknologi dan
Mudah =2 tindakan untuk menangani
Seabagian = 1 masalah.
Tidak dapat =0 - Sumber daya keluarga dapat
berbentuk fisik, keuangan,
dan tenaga
- Sumber daya perawat dapat
dalam bentuk pengetahuan,
ketrampilan dan waktu.
- Sumber daya masyarakat
dapat dalam bentuk fasilitas,
organisasi, dalam
masyarakat dan dukungan
masyarakat

33
3 Potensial masalah untuk 1 Factor yang diperlihatkan:
dicegah - Tingkat keparahan
Skala: - Kepelikan dari masalah
Tinggi = 3 - Lamanya masalah,
Sedang = 2 berhubungan dengan jangka
Rendah = 1 waktu masalah tersebut
- Tindakan yang sedang
dijalankan, yaitu tindakan
yang tepat dalam
memperbaiki masalah
- Adanya kelomp[ok yang
sangat peka menambah
potensi untuk mencegah
masalah
4 Menonjolnya masalah: 1 Factor yang perlu diperhatikan
Skala: adalah perawat perlu menilai
Masalah berat, harus segera persepsi atau bagaimana keluarga
ditangani = 2 melihat masalah kesehatan tersebut
Masalah yang tidak perlu
ditangani = 1
Masalah tidak disarankan = 0
Berdasarkan table di atas, untuk menentukan prioritas terhadap diagnose
keperawatan keluarga yang ditemukan dapat dihitung dengan menggunakan cara sebagai
berikut:

1) Menentukan skor setiap kriteria


Misalnya pada kriteria sifat masalah dengan pertimbangan
pembenaran ditentukanlah skala potemsial yang memiliki skor 1.
2) Skor dibagi dengan angka tertinggi dan kalikanlah dengan bobot

Rumus : skor X bobot


angka tertinggi

34
Misalnya untuk criteria potensial dicegah memiliki skala tinggi yang
berarti skornya adalah 3. Kriteria potensial memiliki bobot 1 dan skor
tertinggi adalah 3. Maka jika dimasukan dalam rumus dapat dituliskan:

3) Jumlah skor untuk semua kriteria


Misalnya telah ditentukan diagnosa yang diangkat adalah dx. Y. hasil
perhitungan kriteria sifat, kemungkinan untuk diubah, potensial dicegah,
dan menonjolnya masalah secara berturut-turut adalah 1,½,1, dan ½. Maka
jumlah skor untuk semua kriteria adalah 1 + ½ + ½. Sama dengan 3.
Sehingga skor untuk diagnosis dx. Y. adalah 3. Kemudian skor tersebut
dibandingkan dengan perhitungan diagnosis lain. Diagnosis yang memiliki
nilai paling tinggi merupakan diagnosis prioritas yang terlebih dahulu
dilakukan intervensi keluarga.

d. Rencana Keperawatan

Rencana keperawatan keluarga terdiri dari penetapan tujuan, yang


meliputi tujuan jangka panjang (tujuan umum), tujuan jangka pendek
(tujuan khusus), kriteria dan standar serta intervensi, kriteria dan standar
merupakan pernyataan spesifik tentang hasil yang diharapkan dari setiap
tindakan keperawatan berdasarkan tujuan khusus dan tujuan jangka pendek
yang ditetapkan. Tujuan jangka panjang mengacu pada problem, sedangkan
tujuan jangka pendek mengacu pada etiologi.

e. Pelaksanaan

Pada implementasi, perawat terlebih dahulu perlu melakukan kontrak


sebelumnya agar keluarga lebih baik fidik, maupun psikologis dalam menerima
asuhan keperawatan. Kontrak meliputi waktu pelaksanaan, materi, siapa yang
melaksanakan, siapa angota keluarga yang perlu mendapatkan pelayanan, serta
peralatan yangdibutuhkan. Kegiatan selanjutnya adalah implementasi sesuai
rencana keperawatan yang telah disusun berdasarkan diagnosis yang telah diangkat.
Implementasi terhadap keluarga mencakup hal-hal dibawah ini:

35
1) Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenai masalah
dan kebutuha kesehatan dengan cara:
a) Memberikan informasi
b) Mengidentifikasi kebutuhan dan harapan tentang kesehatan
c) Mendorong sikap emosi yang sehat terhadap maslah
2) Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat
dengan cara:
a) Mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan
b) Mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga
c) Mendiskusikan tentang konsekuensi tiap tindakan
3) Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang
sakit, dengan cara:
a) Mendemonstrasikan cara perawatan
b) Menggunakan alat dan fasilitas kesehatan yang ada di rumah
c) Mengawasi keluarga melakukan tindakan pewawatan
4) Membantu keluarga untuk menemukan cara bagaimna membuat
lingkungan menjadi sehat, dengan cara:
a) Menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga
b) Melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin
5) Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan, dengan
cara:
a) Mengenalkan fasilitas kesehatan yang ada dilinngkungan
keluarga
b) Membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada

f. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menilai keberhasilan


rencana tindakan yang telah dilaksanakan. Apabila tidak/belum berhasil, perlu
disusun rencana baru yang sesuai. Semua tindakan keperawatan mungkin tidak dapat
dilaksanakan dalam satu kali kunjungan rumah keluarga. Untuk itu dapat

36
dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan waktu dan kesedian keluarga yang telah
disepakati bersama.

Evaluasi dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

1) Evaluasi berjalan (formatif)


Evaluasi yang dikerjakan dalam bentuk pengisian catatan
perkembangan berorientasi pada masalah yang dialami pasien.
Format yang digunakan adalah SOAP.
2) Evaluasi akhir (sumatif)
Evaluasi nyang dikerjakan dengan membandingkan antara
tindakan yang telah dikerjakan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Jika terjadi kesenjangan, maka proses perawatan dapat ditinjau
kembali untuk mendapatkan data guna memodifikasi perencanaan.
Format yang digunakan adalah SOAPIER.

37

Anda mungkin juga menyukai