Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT


(ISPA)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik

Dosen Pembimbing : ulfah Agus Sukrillah????

Di susun Oleh :

Rizki Restiyani (P1337420216002)

3A

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SEMARANG

PRODI DIII KEPERAWATAN PURWOKERTO

2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ISPA

A. DEFINISI
ISPA Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluran
pernafasan akut yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang
berlangsung kurang lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di atas
laring, tetapi kebanyakan penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan
bawah secara stimulan atau berurutan (Muttaqin, 2008).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau
lebih dari saluran pernafasan mulai dari hidung hingga alveoli termasuk
jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Nelson,
2003).
Jadi disimpulkan bahwa ISPA adalah suatu tanda dan gejala akut
akibat infeksi yang terjadi disetiap bagian saluran pernafasan atau struktur
yang berhubungan dengan pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14
hari.

B. ETIOLOGI
ISPA disebabkan oleh bakteri atau virus yang masuk kesaluran nafas.
Terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan richetsia. Bakteri penyebab
ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella dan Corinebacterium. Virus
penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Coronavirus, Picornavirus, Micoplasma, Herpesvirus dan lain-lain. Selain
itu, penurunan kemampuan pertahanan alami jalan nafas dalam menghadapi
organisme asing juga memicu infeksi semakin cepat menyebar. Selain itu ada
juga faktor resiko yang menyebabkan ISPA, yaitu :

1. Faktor Demografi
Faktor demografi terdiri dari 3 aspek yaitu :

a. Jenis kelamin

Bila dibandingkan antara orang laki-laki dan perempuan, lakilakilah yang


banyak terserang penyakit ISPA karena mayoritas orang laki-laki
merupakan perokok dan sering berkendaraan, sehingga mereka sering
terkena polusi udara.

b. Usia

Anak balita, ibu rumah tangga, dan usia lanjut lebih banyak terserang
penyakit ISPA. Hal ini disebabkan karena banyaknmya ibu rumah tangga
yang memasak sambil menggendong anaknya disamping sistem imun
anak dan orang lanjut usia yang rendah.

c. Pendidikan

Pendidikan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh dalam


kesehatan, karena lemahnya manajemen kasus oleh petugas kesehatan
serta pengetahuan yang kurang di masyarakat akan gejala dan upaya
penanggulangannya, sehingga banyak kasus ISPA yang datang kesarana
pelayanan kesehatan sudah dalam keadaan berat karena kurang mengerti
bagaimana cara serta pencegahan agar tidak mudah terserang penyakit
ISPA.

2. Faktor Biologis

Menurut Soegianto (2002) :

Berat Badan Lahir (BBL), status ASI eksklusif, dan status imunisasi sangat
berpengaruh karena pada masa ini bayi manusia memperoleh sistem imun
pertama kali. Jika BBL bayi saat lahir rendah maka bayi memerlukan tindakan
yang intensif karena sistem imunnya lebih rendah dari bayi dengan BBL normal.
ASI eksklusif dan status imunisasi juga berkaitan dengan sistem imun pertama
kali yang di dapatkan sejak bayi baru lahir.

Menjaga status gizi yang baik, sebenarnya bisa juga mencegah atau terhindar dari
penyakit terutama penyakit ISPA. Misal dengan mengkonsumsi makanan 4 sehat
5 sempurna dan memperbanyak minum air putih, olah raga yang teratur serta
istirahat yang cukup. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh
akan semakin menigkat, sehingga dapat mencegah virus ( bakteri) yang akan
masuk kedalam tubuh.
Kebiasaan merokok juga dapat memicu ISPA. Satu batang rokok dibakar maka
akan mengelurkan sekitar 4.000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon
monoksida, nitrogen oksida, hidrogen cianida, ammonia, acrolein, acetilen,
benzol dehide, urethane, methanol, conmarin, 4-ethyl cathecol, ortcresorperyline
dan lainnya, sehingga di bahan kimia tersebut akan beresiko terserang ISPA.

3. Faktor lingkungan

Faktor yang mempengaruhi timbulnya penyakit menurut Bloom dikutip dari


Effendy (2004) menyebutkan bahwa lingkungan merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat, sehat atau tidaknya
lingkungan kesehatan, individu, keluarga dan masyarakat sangat tergantung pada
perilaku manusia itu sendiri. Disamping itu, derajat kesehatan juga dipengaruhi
oleh lingkungan, misalnya membuat ventilasi rumah yang cukup untuk
mengurangi polusi asap maupun polusi udara yang merupakan salah satu agent
penyebab ISPA.

C. TANDA DAN GEJALA


1. Tanda dan gejala dari penyakit ISPA adalah sebagai berikut:
a. Batuk
b. Nafas cepat
c. Bersin
d. Pengeluaran sekret atau lendir dari hidung
e. Nyeri kepala
f. Demam ringan
g. Tidak enak badan
h. Hidung tersumbat
i. Kadang-kadang sakit saat menelan

2. Tanda - tanda bahaya klinis ISPA


a. Pada sistem respiratorik adalah: tachypnea, napas tak teratur
(apnea), retraksi dinding thorak, napas cuping hidung, cyanosis,
suara napas lemah atau hilang, grunting expiratoir dan wheezing.
b. Pada sistem cardial adalah: tachycardia, bradycardiam, hypertensi,
hypotensi dan cardiac arrest.
c. Pada sistem cerebral adalah : gelisah, mudah terangsang, sakit
kepala, bingung, papil bendung, kejang dan coma.
d. Pada hal umum adalah : letih dan berkeringat banyak (Naning
R,2002)

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi ISPA menurut Depkes RI (2002) yaitu ;
1. ISPA ringan
Seseorang yang menderita ISPA ringan apabila ditemukan gejala batuk,
pilek dan sesak.
2. ISPA sedang
ISPA sedang apabila timbul gejala sesak nafas, suhu tubuh lebih dari 390
C dan bila bernafas mengeluarkan suara seperti mengorok.
3. ISPA berat
Gejala meliputi: kesadaran menurun, nadi cepat atau tidak teraba, nafsu
makan menurun, bibir dan ujung nadi membiru (sianosis) dan gelisah.
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi ISPA
sebagai berikut:
1. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding dada
kedalam (chest indrawing).
2. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
3. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa disertai
demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas cepat.
Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan pneumonia.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dapat dibuat suatu klasifikasi penyakit
ISPA. Klasifikasi ini dibedakan untuk golongan umur dibawah 2 bulan dan
untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun.
Untuk golongan umur kurang 2 bulan ada 2 klasifikasi penyakit yaitu
:
1. Pneumonia berada: diisolasi dari cacing tanah oleh Ruiz dan kuat dinding
pada bagian bawah atau napas cepat. Batas napas cepat untuk golongan
umur kurang 2 bulan yaitu 60 kali per menit atau lebih.
2. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tanda tarikan
kuat dinding dada bagian bawah atau napas cepat.
Untuk golongan umur 2 bulan sampai 5 tahun ada 3 klasifikasi
penyakit yaitu :
1. Pneumonia berat: bila disertai napas sesak yaitu adanya tarikan dinding
dada bagian bawah kedalam pada waktu anak menarik napas (pada saat
diperiksa anak harus dalam keadaan tenang tldak menangis atau meronta).
2. Pneumonia: bila disertai napas cepat. Batas napas cepat ialah untuk usia
2 -12 bulan adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1 -4 tahun
adalah 40 kali per menit atau lebih.
3. Bukan pneumonia: batuk pilek biasa, bila tidak ditemukan tarikan dinding
dada bagian bawah dan tidak ada napas cepat (Rasmaliah, 2004).

E. PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus
dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan
menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas
mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh
laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan
mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983 dalam DepKes RI,
1992).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk
kering. Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan
kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran
nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi normal.
Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk. Sehingga
pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk (Kending and
Chernick, 1983).
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder
bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris
yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap
infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada
saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza
dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut. Infeksi sekunder
bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat
saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang
produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti
kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan
adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan
gangguan gizi akut pada bayi dan anak (Tyrell, 1980).
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-
tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan
juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah. Dampak infeksi sekunder bakteripun
bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya
hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus,
dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri (Shann,
1985).
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan
aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran
nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun
sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan
jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri
khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas
sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA
(sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas
(Siregar, 1994).

Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi
empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis : penyuebab telah ada tetapi belum menunjukkan
reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi : virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh
menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya
rendah.
3. Tahap dini penyakit : dimulai dari munculnya gejala penyakit,timbul
gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyaklit,dibagi menjadi empat yaitu dapat sembuh
sempurna,sembuh dengan atelektasis,menjadi kronos dan meninggal akibat
pneumonia.
F. PATHWAY
G. KOMPLIKASI
1. Pneumonia
2. Bronchitis
3. Sinusitis
4. Laryngitis
5. Kejang demam (Soegijanto, 2009)

H. PEMERIKSAAN PENUJANG
Pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan adalah :
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah
biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman,
2. Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat
disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya
thrombositopenia
3. Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Suryadi, Yuliani R, 2001)

I. PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dilakukan terapi adalah menghilangkan adanya
obstruksi dan adanya kongesti hidung pergunakanlah selang dalam
melakukan penghisaapan lendir baik melalui hidung maupun melalui mulut.
Terapi pilihan adalah dekongestan dengan pseudoefedrin hidroklorida tetes
pada lobang hidung, serta obat yang lain seperti analgesik serta antipiretik.
Antibiotik tidak dianjurkan kecuali ada komplikasi purulenta pada sekret.
Penatalaksanaan pada bayi dengan pilek sebaiknya dirawat pada posisi
telungkup, dengan demikian sekret dapat mengalir dengan lancar sehingga
drainase sekret akan lebih mudah keluar (Pincus Catzel & Ian Roberts; 1990;
452).
Prinsip perawatan ISPA antara lain :
1. Menigkatkan istirahat minimal 8 jam perhari
2. Meningkatkan makanan bergizi
3. Bila demam beri kompres dan banyak minum
4. Bila hidung tersumbat karena pilek bersihkan lubang hidung dengan sapu
tangan yang bersih
5. Bila badan seseorang demam gunakan pakaian yang cukup tipis tidak terlalu
ketat.
6. Bila terserang pada anak tetap berikan makanan dan ASI bila anak tersebut
masih menetek
7. Mengatasi panas (demam) dengan memberikan kompres, memberikan
kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air
es).
8. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu
jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh ,
diberikan tiga kali sehari.

J. Analisa data
Symptom Etiologi Problem
1. Biasanya pasien Penupukan secret Bersihan jalan nafas
ditandai dengan adanya
secret, suara
ronchi/wising, otot bantu
pernafasan, cuping
hidung, dada terasa sesak.
2. Adanya penupukan
secret, infeksi pada Kongesti hidung Pola nafas tidak efektif
saluran pernafasan,
adanya otot bantu
pernafasan
3. Ditandai adanya,
sianosis, otot bantu Ventilasi pervusi Gangguan pertukaran
pernafasan, expansi gas
didinding dada, suara
ronchi/wising
4. Ditandai
dengan penuran BB Input/autput tidak
sebnyak 20%, kulit kriput, adekuat Gangguan nutrisi kurang
klien terlihat kurus, nafsu dari kebutuhan tubuh.
makan menurun, mual
muntah, nyeri abdomen
5. Adanya tanda-tanda
infeksi seperti: tumor,
dolor, calor, rubor, dan
disfusilaesa. Dan cek Agen bakteri/virus Resiko infeksi
leukosit tinggi/ rendah
6. Ditandai dengan
adanya panas lebih dari
37,6°C, akral panas, bibir
merah, wajah tampak Proses infeksi Hipertermi
merah.

K. Diagnose yang mungkin muncul


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
produksi muskus (secret)
2. Gangguan pola nafas berhubungan dengan kongesti hidung
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi
4. Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
5. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan agen virus/bakteri
6. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit

L. Rencana intervensi
1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan produksi
muskus (secret)
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah bersihan jalan nafas
dapat teratasi dengan kreteria hasil: hidung bersih, tidak ada secret klien dapat
bernafas dengan lancer, tidak ada pernafasan menggunakan cuping hidung.

Rencana tindakan:
· Observasi sistem pernafasan dan adanya subatan
· Bersihkan jika ada sumbatan
· Berikan posisi semi fowler
· Anjurkan klien untuk minum yang hangat
· Ajarkan batuk efektif
· Masase punggung dan dada klien
· Kalaborasi pemberian O2
· Kalaborasi pemberian obat

2) Gangguan pola nafas berhubungan dengan kongesti hidung


Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah gangguan pola nafas
teratasi dengan kreteria hasil: klien tidak sesak lagi, sudah tidak ada sumbatan,
inspirasi dan ekspirasi tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
Rencana tindakan:
· Berikan posisi semi fowler
· Kalaborasi pemberian O2
· Kalaborasi pemberian obat

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ventilasi perfusi


Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah gangguan pertukaran
gas teratasi dengan kreteria hasil: klien tidak sesak lagi, sudah tidak ada sumbatan,
inspirasi dan ekspirasi tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
Rencana tindakan:
Berikan posisi semi fowler
· Anjurkan klien untuk minum yang hangat
· Ajarkan batuk efektif
· Masase punggung dan dada klien
· Kalaborasi pemberian O2
· Kalaborasi pemberian obat

4) Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia


Tujuan :
setelah dilakukan tidak keperawatan diharapkan masalah gangguan nutrisi teratasi
dengan kreteria hasil: nafsumakkan klien meningkat, klien tidak mual dan
muntah, peningkatan BB, wajah terlihat segar.
Rencana tindakan:
· Observasi adanya gangguan nutrisi
· Observasi pola makan
· Njurkan klien untuk makan sedikit tapi sering yaitu 2 jam sekali
· Anjurkan diit yang sehat
· Kalaborasi dengan tim gizi
· Kalaborasi pemberian obat

5) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan agen virus/bakteri


Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah resiko tinggi infeksi
dapat teratasi dengan kreteria hasil: tidak ada tanda-tanda infeksi, pemeriksaan
leukosit dalam batas normal.
Intervensi
· Observasi adanya tanda-tanda infeksi seperti: tumor, dolor, rubor, color,
dan disfusilaesa.
· Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
· Menggunakan APD untuk proteksi diri dank lien
· Kolaborasi dalam pemberian obat

6) Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit


Tujuan :
setelah dilakukan tindak keperawatan diharapkan masalah hipertermi klien dapat
teratasi dengan kreteria hasil, suhu dalam rentang normal 36,5°C-37,5°C, akral
tidak panas, bibir tidak kering, turgor kulit elastic.
Intervensi:
· Observasi adanya peningkatan dan penurunan suhu
· Observasi vital sign
· Berikan kopres pada lipatan tubuh
· Anjurkan klien untuk menggunakan baju yang tipis dan menyerap keringat
· Lakukan kalaborasi pemberian obat

DAFTAR PUSTAKA

Meadow,Sir Roy dan Simen.2002.Lectus Notes:Pediatrika.Jakarta:PT.Gelora


Aksara Pratama

DepKes RI. Direktorat Jenderal PPM & PLP. Pedoman Pemberantasan Penyakit
Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Jakarta. 1992.

Suriadi,Yuliani R,2001,Asuhan Keperawatan pada Anak,CV sagung Seto,Jakarta

Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition & Classification 2001-


2002,Philadelpia,USA

Departemen Kesehatan RI, 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi


Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita: Jakarta.
Catzel, Pincus & Ian robets. (1990). Kapita Seleta Pediatri Edisi II. alih
bahasa oleh Dr. yohanes gunawan. Jakarta: EGC

Gordon,et.al,2001, Nursing Diagnoses : definition &


Classification20012002,Philadelpia,USA

Intensif Neonatus. Jakarta: Balai penerbit FKUI.

Materi pelatihan kader dan penyegara kader (2004), PSIK UMJ, Jakarta

Naning R,2002,Infeksi Saluran Pernapasan Akut (Handout kuliah Ilmu Kesehatan


Anak)PSIK FK UGM tidak dipublikasikan

Pertemuan Ilmiah Tahunan V (PIT-5) Ilmu Penyakit Dalam PAP di Sumsel.


Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang

Soegijanto, S (2002). Ilmu penyakit anak; diagnosa dan penatalaksanaan.


Jakarta: Salemba medika

Anda mungkin juga menyukai