Anda di halaman 1dari 2

Nama : Hilma Wasilah

NRP : 03311740000044

Kebijakan Satu Peta sebagai Sarana Pembangunan Perkotaan yang Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa
harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dari generasi yang akan datang. Isu
keberlanjutan pembangunan ini akan relevan sampai tahun 2030, bertepatan dengan berakhirnya
kesepahaman Sustainable Development Goals. Kata kunci yang tepat untuk menggambarkan upaya
mewujudkan salah satu tujuan SDG’s yaitu sustainable cities and communities adalah harus
dilakukannya integrated urban planning atau pembangunan kota berkelanjutan. Dalam menghasilkan
rancangan pembangunan kota yang bekelanjutan tentu saja dibutuhkan data yang relevan dan
konsisten.
Masih banyak persoalan berkaitan dengan data yang dibutuhkan dalam perencanaan tata ruang
antara lain keterbatasan biaya perencanaan, ketersediaan data wilayah maupun data sektoral sebagai
materi sinkronisasi dengan rencana makro, ketersediaan dan kualitas peta untuk pembuatan peta skala
besar masih terbatas, sehingga kualitas perencanaan yang dihasilkan menjadi kurang baik. Menurut
UU no 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 2 disebutkan bahwa penataan ruang
diselenggarakan berdasarkan asas; (1) keterpaduan; (2) keserasian, keselarasan, dan keseimbangan;
(3) keberlanjutan; (4) keberdayagunaan dan keberhasilgunaan; (5) keterbukaan; (6) kebersamaan dan
kemitraan; (7) pelindungan kepentingan umum; (8) kepastian hukum dan keadilan; dan (9)
akuntabilitas. Hal ini bermakna bahwa perencanaan tata ruang harus dilakukan secata terpadu dan
terintegrasi. Menurut Assche, (2012), Kebijakan terintegrasi merupakan upaya penting dalam
pembangunan yang berkelanjutan.
Ketidakcukupan data dan informasi atau interpretasi data yang tidak tepat menjadi pangkal
kualitas substansi rencana tata ruang. Konflik kepentingan yang sering terjadi pada sebuah
perencanaan tata ruang sering disebabkan oleh tidak validnya data-data spasial ruang kota yang
digunakan sebagai basis data analisis fungsi ruang kota. Maka dari itu, untuk mengatasi permasalahan-
permasalahan perencanaan pembangunan tersebut, perlu adanya sumber data yang relevan dengan
keadaan di lapangan. Sumber data tersebut juga harus konsisten agar semua perencanaan tersebut
dilakukan dengan dasar data yang sama sehingga timbul keserasian.

Merespon masalah yang telah muncul, pemerintah memberlakukan UU geospasial dan


megeluarkan kebijakan “one map policy” yang mengarahkan perencanaan pembangunan dengan
hanya satu referensi yang dibuat oleh Badan Informasi Geospasial sehingga meminimalisasi
kesalahan-kesalahan dalam perencanaan. Pada periode pasca kebijakan satu peta, citra satelit dan peta
rencana pada harus melalui persetujuan peta (peta dasar, peta tematik, dan peta kawasan strategis) dari
Badan Iinformasi Geospatial (BIG) yang diproses sesuai dengan SOP yang sudah disusun BIG.

Dengan diberlakukannya one map policy ini, semua masalah yang timbul akibat perbedaan
sumber data dapat dihilangkan sehingga pembangunan tidak akan menimbulkan permasalahan-
permasalahan baru di masa yang akan datang sehingga pembangunan tersebut dapat dikatakan sebagai
pembangunan yang berkelanjutan.i
i
Sumber :
Nurwadjeni.(2013) Disaster Risk Management. East Asia and the Pasific Distance Learning Seminar.
Jakarta, Indonesia
Wikantiyoso, Respati. 2017. “Seminar Nasional Teknik FST-Undana Tahun 2017”. Review Kebijakan
Penataan Ruang Terintegrasi : Implementasi One Map Policy dalam Penataan Ruang Berkelanjutan.
Nama : Hilma Wasilah
NRP : 03311740000044

Anda mungkin juga menyukai