Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Menstruasi merupakan pengeluaran, secara berkala dan fisiologis, darah


dan jaringan mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil. Proses ini di
bawah kendali hormon secara normal berulang, biasanya dengan interval sekitar
empat minggu, jika tidak terjadi kehamilan selama masa subur periode produktif
(pubertas sampai menopause), pada wanita dan beberapa species primata.
Proses ini merupakan puncak siklus haid. (Dorland, 2010)
Pada umumnya wanita mengalami ketidaknyamanan fisik selama
beberapa hari sebelum periode menstruasi mereka datang. Kira-kira setengah
dari seluruh wanita menderita akibat dismenore, atau menstruasi yang
menyakitkan. Hal ini khususnya sering terjadi awal-awal masa dewasa. Gejala-
gejala dari gangguan menstruasi dapat berupa payudara yang melunak, puting
susu yang nyeri, bengkak, dan mudah tersinggung. Beberapa wanita mengalami
gangguan yang cukup berat seperti keram yang disebabkan oleh kontraksi otot-
otot halus rahim, sakit kepala, sakit pada bagian tengah perut, gelisah, letih,
hidung tersumbat, dan ingin menangis. Dalam bentuk yang paling berat, sering
melibatkan depresi dan kemarahan, kondisi ini dikenal sebagai gejala datang
bulan atau pre menstrual syndrom (PMS), dan mungkin membutuhkan
penanganan medis. Beberapa wanita mengalami sebuah kondisi yang dikenal
sebagai amenore, atau kegagalan bermenstruasi selama masa waktu
perpanjangan. Kondisi ini dapat disebabkan oleh bermacam-macam faktor
termasuk stres, hilang berat badan, olahraga berat secara teratur, atau penyakit.
Sebaliknya, beberapa wanita mengalami aliran menstruasi yang berlebihan,
kondisi yang dikenal sebagai menoragi. Tidak hanya aliran darah menjadi
banyak, namun dapat berlangsung lebih lama dari periode normal.
Seorang wanita jika awal kedatangan menstruasi, hal ini bisa menjadi saat
yang mengecewakan baginya. Anak-anak perempuan yang tidak mengenal
tubuh mereka dan proses reproduksi dapat mengira bahwa menstruasi
merupakan bukti adanya penyakit atau bahkan hukuman akan tingkah laku yang

1
buruk. Anak-anak perempuan yang tidak diajari untuk menganggap menstruasi
sebagai fungsi tubuh normal dapat mengalami rasa malu dan perasaan kotor saat
menstruasi pertama mereka. Dari latar belakang diatas penulis akan
menjelaskan tentang siklus menstruasi yang meliputi siklus menstruasi normal,
perubahan yang terjadi selama siklus menstruasi regulasi dan faktor yang
mempengaruhi siklus menstruasi.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi saluran reproduksi perempuan

a. Organ reproduksi eksternal


Pudendum perempuan atau organ reproduksi eksternal, yang disebut
juga vulva, mencakup semua struktur yang tampak dari luar, mulai dari
pubis sampai perineum, yaitu mons pubis, labium majus dan minus,
klitoris, himen (selaput dara), vestibulum, liang uretra, serta berbagai
struktur kelenjar dan vaskular. (Norman, 2010)
 Perineum
Sebagian besar struktur yang menunjang perineum berasal dari panggul
dan diafragma urogenitalis. Diafragma pelvis terdiri atas otot levator
ani ditambah otot koksigeus di sebelah posterior dan pembungkus fasia
otot-otot ini. Otot levator ani membentuk suatu sling (lapisan penahan)
otot yang lebar berasal dari permukaan posterior ramus superior pubis,
dari permukaan dalam spina iskiadika, dan di antara kedua tempat ini
dari fasia otot obturatorius. Rafe median levator ani terletak di antara
anus dan vagina, diperkuat oleh sentrum tendineum perineum, yang
merupakan tempat bersatunya otot bulbokavernosus, otot perinei
transversus superfisialis, dan sfingter ani eksternus. Struktur ini, yang
ikut membentuk korpus perineale dan merupakan penunjang utama
perineum, sering mengalami laserasi selama persalinan, kecuali jika
dibuat episiotomi yang adekuat pada saat yang tepat. (Norman, 2010)
 Mons Pubis
Mons pubis adalah bantalan berlemak yang terletak di atas permukaan
anterior simfisis pubis. Setelah pubertas, kulit mons pubis ditutupi
rambut keriting yang membentuk escutcheon perempuan. (Norman,
2010)
 Labium Majus

3
Labium majus adalah dua lipatan jaringan lemak berbentuk oval,
ditutupi oleh kulit, serta meluas ke bawah dan belakang dari mons
pubis. Pada perempuan dewasa, penampakan struktur ini bervariasi,
bergantung terutama pada banyaknya lemak yang ada. Secara
embriologis, labium majus homolog dengan skrotum pada laki-laki.
Ligamentum teres uteri berakhir di batas atas labium majus. Setelah
beberapa kali persalinan, labium majus menjadi kurang menonjol,
kemudian setelah menopause, struktur ini mulai mengalami atrofi.
(Norman, 2010)

Gambar 1. Genitalia eksterna (Schnatz, 2011)

 Labium Minus
Labium minus adalah dua lipatan jaringan yang rata, kemerahan, dan
tampak jika labium majus dipisahkan. Kedua lipatan ini bersatu pada
ujung atas vulva. Ukuran dan bentuknya sangat bervariasi. Pada
perempuan nulipara, labium minus yang berada dibelakang labium
majus biasanya tidak tampak, sedangkan pada perempuan multipara,
labium minus sering menonjol melewati labium majus. Tidak terdapat
folikel rambut di labium minus, tetapi banyak dijumpai folikel sebasea
dan kadang-kadang beberapa kelenjar keringat. Bagian dalam lipatan
labium terdiri atas jaringan ikat yang memiliki banyak pembuluh dan
beberapa serabut otot polos seperti yang biasa dijumpai pada jaringan

4
erektil. Struktur ini sangat sensitive dan diinervasi oleh banyak ujung
saraf. (Norman, 2010)
 Klitoris
Klitoris, homolog penis, adalah suatu badan yang berbentuk silinder,
kecil, erektil, dan terletak di dekat ujung superior vulva. Struktur ini
mengarah ke bawah di antara kedua lipatan labia minor yang menyatu,
membentuk prepusium dan frenulum klitoridis. Klitoris terdiri atas
glans, korpus (badan), dan dua krus. Glans, yang diameternya jarang
melebihi 0,5 cm, ditutupi epitel skuamosa berlapis yang banyak
mengandung ujung saraf sehingga sangat peka terhadap sentuhan.
Pembuluh-pembuluh klitoris erektil berhubungan dengan bulbus
vestibuli. Klitoris adalah organ erotik utama pada perempuan.
(Norman, 2010)
 Vestibulum Vagina
Vestibulum vagina adalah daerah berbentuk buah badan (almond-
shaped) yang ditutupi labium minus di sebelah lateral dan meluas dari
klitoris (atas) sampai frenulum labiorum pudendi (bawah). Terdapat
enam saluran yang bermuara pada tempat ini, yaitu uretra, vagina,
sepasang duktus Bartholin, dan kadang-kadang, sepasang duktus
parauretra yang disebut juga duktus dan kelenjar Skene. Pada
vestibulum, ditemukan kelenjar vestibularis major, yaitu kelenjar
Bartholin, sepasang kelenjar kecil berdiameter sekitar 0,5-1 cm yang
masing-masing terletak di balik vestibulum pada kedua sisi introitus
vagina. Kelenjar Bartholin berada di bawah otot konstriktor vagina dan
kadang-kadang ditutupi sebagian oleh bulbus vestibuli. Selama
perangsangan seksual, kelenjar ini mengeluarkan cairan mukoid.
(Norman, 2010)
 Uretra
Dua pertiga bawah uretra terletak tepat di atas dinding vagina anterior
dan berakhir di sebelah luar pada orifisium uretra. Orifisium uretra
terletak digaris tengah vestibulum, 1-1,5 cm dibawah arkus pubis dan
dekat dengan introitus vagina. Stuktur ini biasanya tampak keriput.
(Norman, 2010)

5
 Introitus Vagina
Introitus vagina terletak dibagian bawah vestibulum dan memiliki
ukuran serta bentuk yang sangat bervariasi. Pada gadis, struktur ini
sering tersembunyi seluruhnya oleh labium minus yang tumpang-tindih
dan jika labium minus dibuka, struktur ini biasanya tampak hampir
tertutup total oleh himen (selaput dara) membranosa. (Norman, 2010)

b. Organ reproduksi internal


 Vagina
Vagina adalah struktur muskulomembranosa tubular yang
menghubungkan vulva dengan uterus, vagina berada di antara uretra
dan kandung kemih disebelah anterior dan rektum di posterior. Vagina
adalah organ yang memiliki banyak fungsi, yaitu sebagai organ eksresi
uterus yang merupakan tempat keluarnya sekresi uterus dan darah haid,
sebagai organ kopulasi perempuan, dan sebagai bagian jalan lahir pada
persalinan pervaginam. Bagian atas vagina berasal dari duktus mulleri,
bagian bawah terbentuk dari sinus urogenitalis. Di sebelah anterior,
vagina berkontak dengan kandung kemih dan uretra, dipisahkan oleh
jaringan ikat yang sering disebut sebagai septum vesikovaginale. Di
sebelah posterior yaitu antara bagian bawah vagina dan rektum
terdapat jaringan serupa yang membentuk septum rektovaginale.
Seperempat bagian atas vagina biasanya dipisahkan dari rektum oleh
ekskavasio rektouterina atau kadang-kadang disebut kavum Douglasi.
(Norman, 2010)
Ujung atas vagina adalah tempat berakhirnya bagian bawah serviks
uterus yang menonjol. Bagian vagina ini dibagi lagi menjadi forniks
anterior, forniks posterior, dan dua forniks lateral. Forniks lateralis
memiliki kedalaman sedang. Forniks berperan cukup penting dari segi
klinis karena organ-organ panggul internal yang biasanya dapat diraba
melalui dinding forniks yang tipis. Selain itu, foniks posterior biasanya
dapat dijadikan akses bedah untk mencapai rongga peritoneum.
(Norman, 2010)

6
Pada garis tengah dinding anterior dan posterior, terdapat rigi-rigi
longitudinal kasar yang menonjol ke dalam lumen vagina. Pada
perempuan nulipara, rigi-rigi kasar tranversal, atau rugae, ini berjalan
ke arah luar dari dan hampir tegak lurus terhadap rigi longitudinal
vagina. Mukosa vagina terdiri atas epitel sekuamosa berlapis yang
tidak bertanduk. Di bawah epitel, terdapat lapisan fibromuskular tipis
dan biasanya terdapat selapis otot polos sirkular di bagian dalam serta
selapis otot polos longitudinal di sebelah luar. Terdapat selapis
jaringan ikat tipis yang melapisi mukosa dan otot serta kaya akan
pembuluh darah dan mengandung beberapa kelenjar getah bening
kecil. Pada keadaan normal, tidak terdapat kelenjar di vagina.
(Norman, 2010)
Vagina mendapat banyak pasokan darah sepertiga atas diperdarahi oleh
percabangan arteri uterina kearah serviks dan vagina, sepertiga tengah
oleh arteri servikalis inferior, dan sepertiga bawah oleh arteri
haemorrhoidalis (rektalis) media dan arteri pudenda interna. Vagina
dikelilingi oleh pleksus vena yang luas, pembuluh-pembuluh tersebut
mengikuti perjalanan arteri. Akhirnya, vena ini akan bermuara ke vena
iliaka interna. Umumnya limfe yang berasal dari vulva dan sepertiga
bawah vagina dialirkan ke kelenjar getah bening inguinalis, limfe dari
sepertiga tengah vagina ke kelenjar getah bening hipogastrika, dan
limfe dari sepertiga atas vagina ke kelenjar getah bening iliaka.
(Norman, 2010)
 Uterus
Uterus adalah organ muskular yang sebagian ditutupi oleh peritoneum
atau serosa. Permukaan rongga uterus dilapisi oleh endometrium.
Selama kehamilan, uterus berfungsi sebagai tempat untuk penerimaan,
implantasi, retensi, dan nutrisi konseptus, yang akan dikeluarkan saat
persalinan. Uterus perempuan yang tidak hamil terletak di rongga
panggul antara kandung kemih di sebelah anterior dan rektum di
sebelah posterior. Bagian inferior yaitu serviks menonjol ke dalam
vagina. Hampir seluruh dinding posterior uterus dilapisi oleh serosa,
atau peritoneum. Bagian bawah dinding posterior uterus membentuk

7
batas anterior ekskavasio rectouterina atau kavum Douglasi. Hanya
bagian atas dinding anterior uterus yang seluruhnya dilapisi
peritoneum. (Norman, 2010)
Bentuk uterus mirip dengan buah pir pipih dan terdiri atas dua bagian
utama yang bentuknya tidak sama, yakni bagian segitiga di sebelah
atas, yaitu korpus (atau badan), dan bagian fusiform atau silindrik di
sebelah bawah, yaitu serviks. (Norman, 2010)
 Tuba uterine
Tuba uterina (oviduk suatu tuba fallopi) membentak dari kornu uteri ke
tempat dekat ovarium dan merupakan akses perjalanan ovum menuju
rongga uterus. Tuba uterina memiliki panjang yang bervariasi, mulai
dari 8 sampai 14 cm, dan ditutupi oleh peritoneum, sedangkan
lumennya dilapisi oleh membrane mukosa. Masing-masing tuba
uterina dibagi menjadi bagian interstitial, isthmus, ampula, dan
infundibulum. Ketebalan tuba uterine berbeda-beda; bagian tersempit
(isthmus) berdiameter 2-3 mm dan bagian terlebar (ampula)
berdiameter antara 5-8 mm. tuba uterine dikelilingi seluruhnya oleh
peritoneum, kecuali diperlekatkan mesosalping. Secara umum, otot
tuba uterine terdiri atas dua lapisan-lapisan dalam yang sirkular dan
lapisan luar yang longitudinal. (Norman, 2010)
Tuba uterine dilapisi membrane mukosa yang epitelnya terdiri atas
selapis sel kolumner, sebagian bersilia dan yang lainnya bersifat
sekretorik. Arus yang ditimbulkan oleh sislia tuba adalah sedemikian
rupa sehingga arah alirannya menuju ke rongga uterus, terbukti benda
asing kecil dalam rongga abdomen hewan dapat keluar melalui vagina
setelah benda tersebut disalurkan melalui tuba dan rongga uterus.
Perisatalsis tuba diperkirakan merupakan faktor penting dalam
transportasi ovum. (Norman, 2010)
 Ovarium
Ovarium adalah organ yang bentuknya hampir seperti buah badam
(almond-shaped) yang berfungsi sebagai tempat perkembangan dan
pengeluaran ovum serta sintesis dan sekresi hormon steroid. Ukuran
ovarium cukup bervariasi. Selama masa subur, ovarium memiliki

8
panjang 2,5-5cm, lebar 1,5-3 cm, dan tebal 0,6-1,5 cm. Setelah
menopause, ukuran ovarium jauh berkurang. (Norman, 2010)
Ovarium melekat ke ligamentum latum melalui mesovarium.
Ligamentum utero ovarikum, yang juga disebut ligamentum ovarii
proprium, membentang dari bagian lateral dan posterior uterus, tepat
dibawah insersi tuba, ke ekstremitas uterine (bawah) ovarium.
Ligamentum suspensorium ovarii membentang dari ekstremitas tubaria
(atas) ovarium kedinding panggul. Ligamentum ini dilalui pembuluh
dan saraf ovarium. (Norman, 2010)
Struktur umum ovarium paling baik dipelajari melalui potongan
melintang, karena dapat dibedakan dua bagian, yaitu korteks dan
medulla. Korteks, atau lapisan luar, memiliki ketebalan yang bervariasi
sesuai usia dan menjadi semakin tipis seiring dengan bertambahnya
usia. Dilapisan inilah terletak ovum dan folikel de Graaf. Medulla
terdiri atas jaringan ikat longgar yang bersambungan dengan
mesovarium. Terdapat banyak arteri dan vena serta sejumlah kecil
serabut otot polos yang bersambungan dengan serabut di ligamentum
suspensorium ovarii, serabut otot berperan dalam pergerakan ovarium.
(Norman, 2010)

Gambar 2. Genetalia interna (Putz, 2007)

9
II.2 Sistem Hormon Wanita
Sistem hormon wanita, seperti pada pria, terdiri dari tiga hirarki hormon
sebagai berikut:
1. Hormon 'releasing' hipotalamus: 'luteinixing hormone-releasing hormone'
(LHRH).
2. Hormon hipofisis anterior, hormon perangsang folikel (FSH) dan hormon
luteinisasi (LH), yang disekresi akibat respon terhadap 'releasing
hormone' dari hipotalamus.
3. Hormon ovarium: estrogen, dan progesteron, yang disekresi oleh ovarium
akibat respon terhadap dua hormon dari kelenjar hipofisis anterior.
Berbagai hormon tidak disekresi secara konstan, jumlahnya tetap, tetapi
disekresi dengan kecepatan yang berbeda drastis pada berbagai bagian siklus
wanita. (Guyton, 2008)

II.3 Pertumbuhan Folikel—Fase "Folikular" Siklus Ovarium


Ketika seorang anak perempuan dilahirkan, masing-masing ovum dikelilingi oleh
selapis sel-sel granulosa; ovum, dengan selubung sel granulosa tersebut disebut
folikel primordial, seperti diperlihatkan pada gambar. Sepanjang masa anak-
kanak, sel-sel granulosa diyakini berfungsi memberi makanan untuk ovum dan
untuk menyekresi suatu faktor penghambat pematangan oosit, yang membuat
ovum tetap tertahan dalam keadaan primordial, dalam fase profase
pembelahan meiosis. Kemudian, sesudah pubertas, bila FSH dan LH dari
kelenjar hipofisis anterior mulai disekresikan dalam jumlah yang cukup,
seluruh ovarium, bersama dengan folikelnya, akan mulai tumbuh.
Tahap pertama pertumbuhan folikel berupa pembesaran sedang dari ovum itu
sendiri, yang meningkatkan diameternya menjadi dua sampai tiga kali lipat.
Kemudian diikuti dengan pertumbuhan lapisan sel-sel granulosa tambahan di
dalam beberapa folikel; folikel-folikel ini di-kenal sebagai folikel primer.
(Guyton, 2008)

 Perkembangan folikel Antral dan Vesikular.


Selama beberapa hari pertama setiap siklus seksual bulanan wanita, konsentrasi
FSH dan LH yang disekresi dari kelenjar hipofisis anterior meningkat dari
sedikit menjadi sedang, dengan peningkatan FSH yang sedikit lebih besar dari

10
pada LH dan lebih awal beberapa hari dari LH. Hormon-hormon ini, khususnya
FSH, dapat mempercepat pertumbuhan 6 sampai 12 folikel primer setiap bulan.
Efek awalnya adalah proliferasi sel-sel granulosa yang berlangsung cepat,
menyebabkan lebih banyak lapisan pada sel-sel tersebut. Selain itu, sel-sel
berbentuk kumparan yang dihasilkan dari interstisium ovarium berkumpul
dalam beberapa lapisan di luar sel granulosa, membentuk massa sel kedua yang
disebut teka. Teka terbagi menjadi dua lapisan. Di dalam teka interna, sel-
selnya mempunyai karakteristik epitelium yang mirip dengan sel-sel granulosa
dan membentuk kemampuan untuk menyekresi hormon steroid seks tambahan
(estrogen dan progesteron). Lapisan luar, teka ekstena, berkembang menjadi
kapsul jaringan ikat yang sangat vaskular. Kapsul ini akan menjadi kapsul dari
folikel yang sedang tumbuh.
Sesudah tahap awal pertumbuhan proliferasi, yang berlangsung selama
beberapa hari, massa sel granulosa menyekresi cairan folikular yang
mengandung estrogen dalam konsentrasi tinggi, salah satu hormon kelamin
wanita yang penting. Pengumpulan cairan ini menyebabkan munculnya antrum
di dalam massa sel granulose.
Pertumbuhan awal folikel primer menjadi tahap antral dirangsang oleh FSH
sendiri. Kemudian peningkatan pertumbuhan secara besar-besaran terjadi,
menuju ke arah pembentukan folikel yang lebih besar lagi yang disebut folikel
vesikular. Peningkatan pertumbuhan ini terjadi sebagai berikut: (1) Estrogen
disekresikan ke dalam folikel dan menyebabkan sel-sel granulosa membentuk
jumlah reseptor FSH yang semakin banyak; keadaan ini menyebabkan suatu
efek umpan balik positif karena estrogen membuat sel-sel granulosa jauh lebih
sensitive terhadap FSH. (2) FSH dari hipofisis dan estrogen bergabung untuk
memacu reseptor LH sel-sel granulosa sebenarnya, sehingga terjadi
.rangsangan LH sebagai tambahan terhadap rangsangan oleh FSH dan
membentuk peningkatan sekresi folikular yang lebih cepat. (3) Peningkatan
jumlah estrogen dari folikel ditambah dengan peningkatan LH dari kelenjar
hipofisis anterior bersama-sama bekerja untuk menyebabkan proliferasi sel-sel
teka folikular dan juga meningkatkan sekresi folikular. Sekali folikel antral
mulai tumbuh, pertumbuhan folikel-folikel tersebut terjadi sangat cepat.
Diameter ovum sendiri juga membesar tiga sampai empat kali lipat lagi,

11
menghasilkan peningkatan diameter ovum total dari awal sampai menjadi 10
kali lipat, atau peningkatan massa sebesar 1000 kali lipat. Ketika folikel
membesar, ovum sendiri tetap tertanam di dalam massa sel granulosa yang
terletak pada sebuah kutup folikel. (Guyton, 2008)

 Hanya Satu Folikel yang Mengalami Pematangan Penuh Setiap Bulan, dan
Sisanya Mengalami Atresia.
Setelah pertumbuhan selama satu minggu atau lebih tetapi sebelum terjadi ovulasi
salah satu dari folikel mulai tumbuh melebihi semua folikel yang lain; sisa 5
sampai 11 folikel yang tumbuh berinvolusi (suatu proses yang disebut atresia),
dan sisa folikel ini dikatakan menjadi atretik.
Penyebab atresia masih belum diketahui, tetapi didalilkan sebagai berikut:
Sejumlah besar estrogen yang berasal dari folikel yang tumbuh paling cepat
tersebut bekerja pada hipotalamus untuk lebih menekan kecepatan sekresi
FSH oleh kelenjar hipofisis anterior, denagn cara ini menghambat
pertumbuhan lebih jauh folikel-folikel yang kurang berkembang. Oleh karena
itu folikel yang paling besar dapat melanjutkan pertumbuhannya karena
pengaruh efek-efek umpan balik positif instrinsik yang dimilikinya, setelah
semua folikel yang lain berhenti tumbuh dan mengalami infolusi.
Proses atresia tersebut penting, karena biasanya peristiwa tersebut normalnya
hanya membuat satu folikel tumbuh sampai cukup besar untuk berovulasi
setiap bulan; hal ini mencegah lebih dari satu anak yang berkembang dalam
setiap kehamilan. Folikel tunggal tersebut mencapai diameter 1-1,5 cm pada
saat ovulasi dan disebut sebagai folikel matang. (Guyton, 2008)

 Ovulasi
Ovulasi pada wanita yang mempunyai siklus seksual normal 28 hari terjadi
pada 14 hari sesudah menstruasi dimula. Tidak berapa lama sebelum ovulasi,
dinding luar folikel yang menonjol akan membengkak dengan cepat, dan
daerah kecil pada bagian tengah kapsul folikular, yang disebut stigma, akan
menonjol seperti puting. Dalam waktu 30 menit kemudian, cairan mulai
mengalir dari folikel melalui stigma, dan sekitar 2 menit kemudian, stigma
akan robek cukup besar menyebabkan cairan yang lebih kental, yang

12
menempati bagian tengah folikel, mengalami evagiansi keluar. Cairan ini
membawa ovum bersamanya, yang dikelilingi oleh massa dari beberapa ratus
sel granulosa kecil yang disebut korona radiata. (Guyton, 2008)

 Lonjakan LH Penting dalam Ovulasi.


LH diperlukan untuk pertumbuhan akhir folikel dan ovulasi. Tanpa hormon ini,
walaupun ketika FSH tersedia dalam jumlah besar, folikel tidak akan
berkembang ke tahap ovulasi. Sekitar 2 hari sebelum ovulasi, laju kecepatan
sekresi LH oleh kelenjar hipofisis anterior meningkat dengan pesat, menjadi 6
sampai 10 kali lipat dan mencapai puncaknya 16 jam sebelum ovulasi. FSH
juga meningkat kira-kira 2 sampai 3 kali lipat pada saat bersamaan, dan FSH
dan LH akan bekerja secara sinergistik untuk mengakibatkan pembengkakan
folikel yang berlangsung cepat selama beberapa hari sebelum ovulasi. LH juga
mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel teka, yang mengubah
kedua jenis sel tersebut terutama menjadi sel yang bersifat menyekresikan
progesteron. Oleh karena itu, kecepatan sekresi estrogen mulai menurun kira-
kira 1 hari sebelum ovulasi, sementara sejumlah peningkatan progesteron mulai
disekresikan.
Pada lingkungan tempat terjadi (1) pertumbuhan folikel yang berlangsung
cepat, (2) berkurangnya sekresi estrogen sesudah fase sekresi estrogen yang
berlangsung lama, dan (3) dimulainya sekresi progesteron, terjadi ovulasi.
Tanpa adanya lonjakan hormon LH praovulasi, ovulasi tidak akan berlangsung.
(Guyton, 2008)

 Permulaan Ovulasi
Skema permulaan ovulasi, menunjukkan peran LH dalam jumlah besar yang
disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. LH tersebut menyebabkan sekresi
hormon-hormon steroid folikular dengan cepat, yang mengandung progesteron.
Dalam waktu beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa, keduanya
dibutuhkan untuk ovulasi: (1) Teka eksterna (kapsul folikel) mulai melepaskan
enzim proteolitik dari lisosom, dan enzim tersebut mengakibatkan pelarutan
dinding kapsul folikular dan akibatnya yaitu melemahnya dinding,
menyebabkan makin membengkaknya seluruh folikel dan degenerasi stigma.

13
(2) Secara bersamaan juga akan terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang
berlangsung cepat ke dalam dinding folikel, dan pada saat yang sama,
prostaglandin (hormon setempat yang mengakibatkan vasodilatasi) akan
disekresi kedalam jaringan folikular. Kedua efek ini akan mengakibatkan
transudasi plasma ke dalam folikel, yang berperan pada pembengkakan folikel.
Akhirnya, kombinasi dari pembengkakan folikel dan degenerasi stigma
mengakibatkan pecahnya folikel disertai dengan pengeluaran ovum. (Guyton,
2008)

II.4 Korpus Luteum—Fase "Luteal" Siklus Ovarium


Selama beberapa jam pertama sesudah ovum dikeluarkan dari folikel, sel-sel
granulosa dan teka interna yang tersisa berubah dengan cepat menjadi sel
lutein. Diameter sel ini membesar dua kali atau lebih dan terisi dengan inklusi
lipid yang memberi tampilan kekuningan. Proses ini disebut luteinisasi, dan
seluruh massa dari sel bersama-sama disebut sebagai korpus luteum. Suplai
vaskular yang berkembang dengan baik juga tumbuh ke dalam korpus luteum.
Sel-sel granulosa dalam korpus luteum mengembangkan retikulum
endoplasma halus intrasel yang luas, yang membentuk sejumlah besar hormon
seks wanita progesteron dan estrogen (lebih banyak progesteron daripada
estrogen). Sel-sel teka terutama lebih membentuk hormone androgen,
androstenedion dan testosteron dari pada hormon seks wanita. Akan tetapi,
sebagian besar dari hormon-hormon tersebut juga akan dikonversikan oleh sel-
sel granulosa menjadi hormon-hormon wanita.
Pada wanita normal, diameter korpus luteum tumbuh menjadi kira-kira 1,5
sentimeter. Tahap perkembangan ini dicapai dalam waktu 7 sampai 8 hari
setelah ovulasi. Kemudian korpus luteum mulai berinvolusi dan akhirnya
kehilangan fungsi sekresi juga warna kekuningannya, dan sifat lipidnya dalam
waktu kira-kira 12 hari setelah ovulasi, menjadi korpus albikans; selama
beberapa minggu, korpus albikans akan digantikan oleh jaringan ikat dan
dalam hitungan bulan akan diserap. (Guyton, 2008)

14
 Fungsi Luteinisasi LH.
Perubahan sel-sel granulosa dan sel teka menjadi sel lutein sangat bergantung
pada LH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. Pada kenyataannya,
fungsi inilah yang menyebabkan LH mendapat julukan "luteinisasi," untuk
"kekuningan." Luteinisasi juga bergantung pada pengeluaran ovum dari folikel.
Sebuah hormon setempat yang masih belum diselidiki pada cairan folikel, yang
disebut faktor penghambat luteinisasi, kelihatannya berfungsi menahan proses
luteinisasi sampai sesudah ovulasi. (Guyton, 2008)

 Sekresi Korpus Luteum: Fungsi Tambahan dari LH.


Korpus luteum adalah organ yang sangat sekretorik, yang menyekresi sejumlah
besar progesteron dan estrogen. Sekali LH (terutama yang disekresi selama
kebutuhan ovulasi) bekerja pada sel granulosa dan sel teka untuk menimbulkan
luteinisasi, maka sel-sel lutein yang baru terbentuk kelihatannya diprogram
untuk meneruskan tahapan yang sudah diatur yaitu (1) proliferasi, (2)
pembesaran, dan (3) sekresi, diikuti dengan (4) degenerasi. Semua itu terjadi
dalam waktu 12 hari. Kita akan melihat pada pembahasan mengenai kehamilan,
bahwa ada hormon lain dengan sifat yang persis sama dengan LH, yaitu
gonadotropin korionik, yang disekresi oleh plasenta, dapat bekerja pada korpus
luteum untuk memperpanjang kelangsungan hidupnya biasanya dipertahankan
untuk sekurang-kurangnya 2 sampai 4 bulan pertama kehamilan. (Guyton,
2008)

 Involusi Korpus Luteum dan Timbulnya Siklus Ovarium Berikutnya. Estrogen,


khususnya, dan progesteron, dalam jumlah lebih sedikit, yang disekresi oleh
korpus luteum selama tahap luteal dari siklus ovarium, mempunyai efek umpan
balik yang kuat terhadap kelenjar hipofisis anterior untuk mempertahankan
kecepatan sekresi FSH maupun LH yang rendah. Selain itu, sel lutein juga
menyekresi sejumlah kecil hormon inhibin, yang sama seperti inhibin yang
disekresi oleh sel Sertoli dari testis pria. Hormon ini menghambat sekresi
kelenjar hipofisis anterior, khususnya sekresi FSH. Konsentrasi FSH dan LH
dalam darah yang rendah terjadi, dan hilangnya hormon ini akhirnya

15
menyebabkan korpus luteum berdegenerasi secara menyeluruh, suatu proses
yang disebut involusi korpus luteum.
Involusi akhir biasanya terjadi pada hampir tepat 12 hari dari masa hidup
korpus luteum, sekitar hari ke-26 dari siklus seksual wanita normal, 2 hari
sebelum menstruasi dimulai. Pada saat ini, penghentian tiba-tiba sekresi
estrogen, progesteron, dan inhibin dari korpus luteum akan menghilangkan
umpan balik halangan dari kelenjar hipofisis anterior, memungkinkan kelenjar
meningkatkan sekresi FSH dan LH kembali. FSH dan LH akan merangsang
pertumbuhan folikel baru, memulai siklus ovarium yang baru. Terhentinya
sekresi progesteron dan estrogen secara sementara pada waktu ini akan
menyebabkan menstruasi oleh uterus. (Guyton, 2008)

II.5 Fungsi Hormon-Hormon Ovarium—Estradiol dan Progesteron


Kedua jenis hormon kelamin ovarium adalah estrogen dan progestin. Sejauh ini
yang paling penting dari estrogen adalah hormon estradiol dan yang paling
penting dari progestin adalah progesteron. Estrogen terutama meningkatkan
proliferasi dan pertumbuhan sel-sel khusus di dalam tubuh yang berperan
dalam perkembangan sebagian besar karakteristik kelamin sekunder wanita.
Progestin berfungsi terutama untuk persiapan uterus untuk menerima
kehamilan dan persiapan payudara untuk laktasi. (Guyton, 2008)

 Fungsi Estrogen—Efeknya pada Karakteristik Kelamin Primer dan Sekunder


Fungsi primer dari estrogen adalah untuk menimbulkan proliferasi sel dan
pertumbuhan jaringan organ-organ kelamin dan jaringan lain yang berkaitan
dengan reproduksi.
Efek Estrogen pada Uterus dan Organ Kelamin Luar Wanita. Selama masa
kanak-kanak, estrogen disekresi hanya dalam jumlah kecil, tetapi pada saat
pubertas, jumlah yang disekresi pada wanita di bawah pengaruh hormon-
hormon gonadotropin hipofisis meningkat sampai 20 kali lipat atau lebih. Pada
saat ini, organ-organ kelamin wanita akan berubah dari yang dimiliki seorang
anak menjadi yang dimiliki seorang wanita dewasa. Ovarium, tuba fallopii,
uterus, dan vagina, semuanya bertambah besar. Selain itu, genitalia eksterna

16
membesar, dengan deposisi lemak pada mons pubis dan labia mayora dan
disertai pembesaran labia minora.
Selain itu, estrogen juga mengubah epitel vagina dari tipe kuboid menjadi
bertingkat, yang dianggap lebih tahan terhadap trauma dan infeksi daripada
epitel sel kuboid prapubertas. Infeksi vagina pada anak sering dapat
disembuhkan dengan pemberian estrogen hanya karena estrogen dapat
meningkatkan ketahanan epitel vagina.
Selama beberapa tahun pertama sesudah pubertas, ukuran uterus meningkat
menjadi dua sampai tiga kali lipat, tetapi yang lebih penting daripada
bertambahnya ukuran uterus adalah perubahan yang berlangsung pada
endometrium uterus di bawah pengaruh estrogen. Estrogen menyebabkan
terjadinya proliferasi yang nyata stroma endometrium dan sangat meningkatkan
perkembangan kelenjar endometrium, yang nantinya akan membantu memberi
nutrisi pada ovum yang berimplantasi. Efek ini akan dibicarakan nanti di bab
yang berkaitan dengan siklus endometrium.
Efek Estrogen pada Tuba Fallopii. Estrogen berpengaruh pada mukosa yang
membatasi tuba fallopii, sama seperti efek estrogen terhadap endometrium
uterus. Estrogen menyebabkan jaringan kelenjar lapisan tersebut berproliferasi,
dan yang penting, estrogen menyebabkan jumlah sel-sel epitel bersilia yang
membatasi tuba fallopii bertambah banyak. Aktivitas silia juga meningkat. Silia
tersebut selalu bergerak ke arah uterus, yang membantu mendorong ovum yang
telah dibuahi ke arah uterus. (Guyton, 2008)

 Fungsi-Fungsi Progesteron
Efek Progesteron pada Uterus. Sejauh ini fungsi progesteron yang paling
penting adalah untuk meningkatkan perubahan sekretorik pada endometrium
uterus selama separuh terakhir siklus seksual bulanan wanita, sehingga
mempersiapkan uterus untuk menerima ovum yang sudah dibuahi.
Selain dari efek terhadap endometrium, progesteron juga mengurangi frekuensi
dan intensitas kontraksi uterus, sehingga membantu mencegah terlepasnya
ovum yang sudah berimplantasi. Efek Progesteron pada Tuba Fallopii.
Progesteron juga meningkatkan sekresi pada mukosa yang membatasi tuba
fallopii. Sekresi ini dibutuhkan untuk nutrisi ovum yang telah dibuahi, dan

17
sedang membelah, sewaktu ovum bergerak dalam tuba fallopii sebelum
berimplantasi. (Guyton, 2008)

Gambar 3. Sekresi dan efek hormon pada siklus reproduksi wanita (Tortora, 2009)

Gambar 4. Regulasi hormonal pada ovarium dan uterus (Tortora, 2009)

18
Gambar 5. Perubahan konsentrasi hormon (Tortora, 2009)

II.6 Siklus Menstruasi Normal dan Bulanan Endometrium


Produksi berulang dari estrogen dan progesteron oleh ovarium mempunyai
kaitan dengan siklus endometrium pada lapisan uterus yang bekerja melalui
tahapan berikut ini: (1) proliferasi endometrium uterus; (2) perubahan
sekretoris pada endometrium, dan (3) deskuamasi endometrium, yang dikenal
sebagai menstruasi. (Guyton, 2008)

 Fase Proliferasi (Fase Estrogen) Siklus Endometrium, yang Terjadi Sebelum


Ovulasi.
Pada permulaan setiap siklus seksual bulanan, sebagian besar endo-metrium
telah berdeskuamasi akibat menstruasi. Sesudah menstruasi, hanya selapis tipis
stroma endometrium yang tertinggal, dan sel-sel epitel yang tertinggal adalah
yang terletak di bagian lebih dalam dari kelenjar yang tersisa serta pada kripta
endometrium. Di bawah pengaruh estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih
banyak oleh ovarium selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan
sel epitel berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan
mengalami epitelisasi kembali dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah terjadinya
menstruasi.
Kemudian, selama satu setengah minggu berikutnya yaitu, sebelum terjadi
ovulasi ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma
bertambah banyak dan karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta
pembuluh darah baru yang progresif ke dalam endometrium. Pada saat ovulasi,
endometrium mempunyai ketebalan 3 sampai 5 milimeter.

19
Gambar 6. Fase pertumbuhan endomentrium dan menstuasi selama setiap siklus
(Guyton, 2008)

Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan menyekresi mukus


yang encer mirip benang. Benang mukus akan tersusun di sepanjang kanalis
servikalis, membentuk saluran yang membantu mengarahkan sperma ke arah yang
tepat dari vagina menuju ke dalam uterus. (Guyton, 2008)

 Fase Sekretorik (Fase Progestasional) Siklus Endometrium, yang Terjadi


Setelah Ovulasi.
Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi terjadi,
progesteron dan estrogen bersama-sama disekresi dalam jumlah yang besar oleh
korpus luteum. Estrogen menyebabkan sedikit proliferasi sel tambahan pada
endometrium selama fase siklus ini, sedangkan progesteron menyebabkan
pembengkakan yang nyata dan perkembangan sekretorik dari endometrium.
Kelenjar makin berkelok-kelok; kelebihan substansi sekresinya bertumpuk di
dalam sel epitel kelenjar. Selain itu, sitoplasma dari sel stroma bertambah banyak,
simpanan lipid dan glikogen sangat meningkat dalam sel stroma, dan suplai darah
ke dalam endometrium lebih lanjut akan meningkat sebanding dengan
perkembangan aktivitas sekresi, dengan pembuluh darah yang menjadi sangat
berkelok-kelok. Pada puncak fase sekretorik, sekitar 1 minggu setelah ovulasi,
ketebalan endometrium sudah menjadi 5 sampai 6 milimeter.
Maksud keseluruhan dari semua perubahan endometrium ini adalah untuk
menghasilkan endometrium yang sangat sekretorik, yang mengandung
sejumlah besar cadangan nutrien yang membentuk kondisi yang cocok untuk
implantasi ovum yang sudah dibuahi selama separuh akhir siklus bulanan. Dari

20
saat sebuah ovum yang sudah dibuahi memasuki kavum uteri dari tuba fallopii
(yang terjadi 3 sampai 4 hari setelah ovulasi) sampai waktu ovum berimplantasi
(7 sampai 9 hari setelah ovulasi), sekret uterus, yang disebut "susu uterus,"
menyediakan makanan bagi pembelahan awal ovum. Kemudian, sekali ovum
berimplantasi di dalam endometrium, sel-sel trofoblas pada permukaan
blastokis yang berimplantasi mulai mencerna endometrium dan mengabsorbsi
substansi yang disimpan endometrium, jadi menyediakan jumlah persediaan
nutrisi yang semakin besar untuk embrio yang berimplantasi. (Guyton, 2008)

 Menstruasi.
Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan, korpus
luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormon-hormon ovarium
(estrogen dan progesteron) menurun dengan tajam sampai kadar sekresi yang
rendah terjadilah menstruasi.
Menstruasi disebabkan oleh berkurangnya estrogen dan progesteron, terutama
progesteron, pada akhir siklus ovarium bulanan. Efek pertama adalah
penurunan rang-sangan terhadap sel-sel, endometrium oleh kedua hormon ini,
yang diikuti dengan cepat oleh involusi endometrium sendiri menjadi kira-kira
65 persen dari ketebalan semula. Kemudian, selama 24 jam sebelum terjadinya
menstruasi, pembuluh darah yang berkelok-kelok, yang mengarah ke lapisan
mukosa endometrium, akan menjadi vasospastik, mungkin disebabkan oleh efek
involusi, seperti vasokonstriktor mungkin salah satu tipe vasokonstriktor
prostaglandin yang terdapat dalam jumlah sangat banyak pada saat ini.
Vasospasme, penurunan zast nutrisi endometrium, dan hilangnya rangsangan
hormonal menyebabkan dimulainya proses nekrosis pada endometrium,
khususnya dari pembuluh darah. Sebagai akibatnya, darah akan merembes ke
lapisan vaskular endometrium, dan daerah perdarahan akan bertambah besar
dengan cepat dalam waktu 24 sampai 36 jam. Perlahan-lahan, lapisan nekrotik
bagian luar dari endometrium terlepas dari uterus pada daerah perdarahan
tersebut, sampai kira-kira 48 jam setelah terjadinya menstruasi, semua lapisan
superficial endometrium sudah berdeskuamasi. Massa jaringan deskuamasi dan
darah di dalam kavum uteri, ditambah efek kontraksi dari prostaglandin atau
zat-zat lain di dalam lapisan yang terdeskuamasi, seluruhnya bersama-sama

21
akan merangsang kontraksi uterus yang menyebabkan dikeluarkannya isi
uterus.
Selama menstruasi normal, kira-kira 40 mililiter darah dan tambahan 35 ml
cairan serosa dikeluarkan. Cairan menstruasi ini normalnya tidak membentuk
bekuan, karena fibrinolisin dilepaskan bersama dengan bahan nekrotik
endometrium. Bila terjadi perdarahan yang berlebihan dari permukaan uterus,
jumlah fibrinolisin mungkin tidak cukup untuk mencegah pembekuan. Adanya
bekuan darah selama menstruasi sering merupakan bukti klinis adanya kelainan
patologi dari uterus.
Dalam waktu 4 sampai 7 hari sesudah dimulainya menstruasi, pengeluaran
darah akan berhenti, karena pada saat ini endometrium sudah mengalami
epitelisasi kembali. (Guyton, 2008)

II.7 Pengaturan Ritme Bulanan Wanita—Hubungan Antara Hormon


Ovarium dan Hipotalamus-Hipofisis.
 Hipotalamus Menyekresikan GnRH, yang Menyebabkan Kelenjar Hipofisis
Anterior Menyekresikan LH dan FSH
Sekresi sebagian besar hormon-hormon hipofisis anterior diatur oleh "hor-
mon pelepas" yang dibentuk di hipotalamus dan dibawa ke kelenjar hipofisis
anterior melalui sistem porta hipotalamus-hipofisis. Bila menyangkut
gonadotropin, ada satu faktor pelepas yang penting, yaitu
GnRH. Hormon ini sudah dimurnikan dan telah terbukti merupakan suatu
dekapeptida dengan rumus sebagai berikut. (Guyton, 2008)

Glu-His-Trp-Ser-Tyr-Gly-Leu-Arg-Pro-Gly-NH2

 Sekresi GnRH yang Intermiten dan Pulsatil oleh Hipotalamus Merangsang


Pelepasan LH yang Pulsatil dari Kelenjar Hipofisis Anterior.
Penelitian menunjukkan bahwa hipotalamus tidak menyekresikan GnRH
secara terus menerus tetapi sebaliknya menyekresi GnRH secara pulsatil
selama 5 sampai 25 menit yang terjadi setiap 1 sampai 2 jam. Saat GnRH
diinfus secara terus menerus supaya GnRH terdapat sepanjang waktu, jadi
tidak secara pulsatil, maka kemampuan GnRH dalam menyebabkan

22
pelepasan LH dan FSH oleh kelenjar hipofisis anterior akan hilang. Oleh
karena itu, untuk alasan yang tidak diketahui, sifat asli pelepasan GnRH
dengan cara pulsatil bersifat penting untuk fungsi GnRH sendiri. Pelepasan
GnRH dengan cara pulsatil menyebabkan pengeluaran sekresi LH secara
intermiten setiap 90 menit. (Guyton, 2008)

 Pusat Hipotalamus untuk Pelepasan GnRH.


Aktivitas saraf yang menyebabkan pelepasan GnRH dengan cara pulsatil
terutama terjadi di dalam hipotalamus mediobasal, khususnya di nukleus
arkuatus daerah ini. Oleh karena itu, diyakini bahwa nukleus arkuatus
mengatur sebagian besar aktivitas seksual wanita, walaupun saraf-saraf yang
terletak di daerah preoptik hipotalamus anterior juga menyekresikan GnRH
dalam jumlah yang cukup. Banyak pusat saraf dalam sistem "limbik" otak
(sistem untuk pengaturan psikis) menghantarkan sinyal ke dalam nukleus
arkuatus untuk memodifikasi intensitas pelepasan GnRH dan frekuensi
pulsasi, sehingga menyediakan suatu penjelasan parsial mengenai mengapa
faktor-faktor psikis sering memodifikasi fungsi seksual wanita. (Guyton,
2008)

 Efek Umpan Balik Negatif Estrogen dan Progesteron dalam Menurunkan


Sekresi LH dan FSH
Dalam jumlah yang kecil, estrogen mempunyai efek yang kuat untuk
menghambat produksi LH dan FSH. Selain itu, bila terdapat progesteron, efek
penghambatan dari estrogen akan berlipat ganda, walaupun progesteron
sendiri hanya mempunyai efek yang kecil.
Efek umpan balik ini kelihatannya terutama bekerja pada kelenjar hipofisis
anterior secara langsung namun efek tersebut juga bekerja sedikit pada
hipotalamus untuk menurunkan sekresi GnRH, terutama dengan mengubah
frekuensi pulsasi GnRH. (Guyton, 2008)

 Hormon Inhibin dari Korpus Luteum Menghambat Sekresi FSH dan LH.
Selain dari efek umpan ba-lik oleh estrogen dan progesteron, terdapat
hormon lain yang kelihatannya ikut berperan, khususnya inhibin, yang

23
disekresikan bersama dengan hormon seks steroid oleh sel-sel granulosa dari
korpus luteum ovarium dengan cara yang sama seperti sel-sel Sertoli
menyekresikan inhibin pada testis pria. Hormon tersebut mempunyai efek
yang sama pada wanita seperti halnya pada pria—menghambat sekresi FSH,
dan sedikit menghambat LH lewat kelenjar hipofisis anterior. Karena itu,
diyakini bahwa hormon inhibin mungkin cukup penting dalam menyebab-kan
berkurangnya sekresi FSH dan LH pada akhir siklus bulanan seksual wanita.
(Guyton, 2008)

 Efek Umpan-Balik Positif Estrogen Sebelum Ovulasi—Lonjakan LH
Praovulasi
Dengan alasan yang masih belum diketahui seluruhnya, kelenjar hipofisis
anterior dapat menyekresi jumlah LH yang sangat meningkat selama 1
sampai 2 hari mulai 24 sampai 48 jam sebelum ovulasi.
Eksperimen telah menunjukkan bahwa pemberian infus estrogen pada wanita
di atas kecepatan kritis selama 2 sampai 3 hari selama bagian terakhir paruh
pertama siklus ovarium, akan menyebabkan makin cepatnya pertum-buhan
folikel ovarium, demikian juga semakin cepatnya sekresi estrogen dari
ovarium. Selama periode ini, baik sekresi FSH maupun LH oleh kelenjar
hipofisis anterior mula-mula sedikit tertekan. Kemudian secara mendadak
sekresi LH meningkat menjadi enam kali lipat sampai de-lapan kali lipat, dan
sekresi FSH meningkat kira-kira dua kali lipat. Peningkatan sekresi LH yang
sangat besar ini menyebabkan ovulasi.
Penyebab kenaikan yang mendadak dari sekresi LH masih belum diketahui.
Akan tetapi, beberapa penjelasan yang mungkin adalah sebagai berikut: (1)
Diperkirakan bahwa estrogen pada saat siklus ini mempunyai efek umpan
balik positif khusus untuk merangsang sekresi LH juga sedikit merangsang
FSH; ini sangat berbeda dengan efek umpan-balik negatif yang normal, yang
berlangsung selama sisa siklus bulanan wanita. (2) Sel-sel granulosa dari
folikel mulai menyekresi progesteron dalam jumlah sedikit tetapi meningkat,
sehari atau beberapa hari sebelum terjadi lonjakan LH praovulasi, dan sudah
diperkirakan bahwa hal ini merupakan faktor yang merangsang kelebihan
sekresi LH. (Guyton, 2008)

24
II.8 Perubahan yang terjadi selama siklus menstruasi
 Ovarium
Ovarium mengalami perubahan-perubahan dalam besar, bentuk, dan
posisinya sejak bayi dilahirkan hingga masa tua seorang wanita. Di
samping itu, terdapat perubahan-perubahan histologik yang disebabkan oleh
rangsangan berbagai kelenjar endokrin. Pada masa pubertas ovarium
berukuran 2,5-5 cm panjang, 1,5-3 cm lebar dan 0,6-1,5 tebal. Pada salah
satu pinggirnya terdapat hilus, tempat keluar masuknya pembuluh-
pembuluh darah dan serabut-serabut saraf. Ovarium dihubungkan oleh
mesovarium dengan ligamentum latum, dan oleh ligamentum ovarii
proprium dengan uterus. Permukaan ovarium ditutupi oleh satu lapis sel
kuboid yang disebut epitel germinativum. Di bawahnya terdapat tunika
albugenia yang kebanyakan terdiri dari serabut-serabut jaringan ikat.
(Hanifa, 2007)

Gambar 7. Perubahan selama pembentukan folikel (Hanifa, 2007)

25
Pada garis besarnya ovarium terbagi atas dua bagian, yaitu korteks dan
medulla. Korteks terdiri atas stroma yang padat, dimana terdapat folikel-
folikel dengan sel telurnya. Folikel dapat dijumpai dalam berbagai tingkat
perkembangan, yaitu folikel primer, sekunder, dan folikel yang masak
(folikel de Graaf). Juga ada folikel yang telah mengalami degenerasi yang
disebut atresia folikel. Dalam korteks juga dapat dijumpai korpus rubrum,
korpus luteum dan korpus albikans. (Hanifa, 2007)
Makin muda usia wanita makin banyak folikel dijumpai. Pada bayi baru
lahir terdapat ±400.000 folikel pada kedua ovarium. Rata-rata hanya 300-
400 ovum yang dilepaskan selama masa reproduksi. Pada masa
pascamenopause sangat jarang dijumpai folikel karena kebanyakan telah
mengalami atresia. Dalam medulla ovarium terdapat pembuluh-pembuluh
darah, serabut-serabut saraf, dan jaringan ikat elastis. (Hanifa, 2007)
Pada masa kanak-kanak, ovarium boleh dikatakan masih beristirahat dan
baru pada masa pubertas mulai menunaikan faalnya. Perubahan-perubahan
yang terdapat pada ovarium dalam siklus haid ialah sebagai berikut.
Dibawah pengaruh FSH beberapa folikel mulai berkembang; akan tetapi
hanya satu yang terus tumbuh sampai menjadi matang. Pada folikel ini
mula-mula sel-sel di sekitar ovum berlipat ganda dan kemudian di antara
sel-sel itu timbul suatu rongga yang berisi cairan disebut liquor folikuli.
Ovum sendiri terdesak ke pinggir dan terdapat di tengah tumpuka sel yang
menonjol ke dalam rongga folikel. Tumpukan sel dengan ovum di
dalamnya itu disebut kumulus oophorus. Antara ovum dan sel-sel
sekitarnya terdapat zona pellusida. Sel-sel lainnya yang membatasi ruangan
folikel disebut membrana granulosa. Dengan tumbuhnya folikel, jaringan
ovarium di sekitar folikel tersebut terdesak ke luar dan membentuk dua
lapisan, yaitu teka interna yang banyak mengandung pembuluh darah dan
teka eksterna terdiri dari jaringan ikat yang padat. Dengan bertambah
matang folikel hingga akhirnya matag benar dan oleh karena pembentukan
cairan folikel makin bertambah, maka folikel makin terdesa ke permukaan
ovarium, malahan menonjol ke luar. Sel-sel pada permukaan ovarium
menjadi tipis dan pada suatu waktu oleh mekanisme yang belum jelas betul,

26
folikel pecah dan keluarlah cairan dari folikel bersama-sama ovum yang
dikelilingi sel kumulus ooforus. (Hanifa, 2007)

Gambar 8. Ovarium dan folikel-folikel dalam berbagai tingkat


perkembangan (Guyton, 2007)

Sel-sel dari membrana granulosa dan teka interna yang tinggal pada ovarium
membentuk korpus rubrum yang berwarna merah oleh karena perdarahan
waktu ovulasi dan yang kemudian menjadi korpus luteum. Korpus luteun
berwarna kuning karena mengandung zat kuning yang disebut lutein; ia
mengeluarkan hormon progesteron dan estrogen.jika tidak terjadi pembuahan
(konsepsi), setelah 8 hari korpus luteum mulai berdegenarasi dan setelah 14
hari mengalami atrofi menjadi korpus albikans (Jaringan parut). Korpus
luteum tadi disebut korpus menstruasionis. Jika terjadi konsepsi, korpus
luteum dipelihara oleh hormon chorionic gonadotropin (hCG) yang dihasilkan
oleh sinsitiotrofoblas dari korion. Ini dinamakan korpus luteum graviditas dan
berlangsung hingga 9-10 minggu. (Hanifa, 2007)

27
Pada manusia, ovulasi biasanya terjadi hanya dari satu ovarium, walapun
kadang-kadang lebih dari satu folikel dapat pecah pada satu waktu yang dapat
menghasilkan kehamilan kembar dizigotik. Ovum yang dilepaskan berukuran
kira-kira 150m dan cepat mengalami degenerasi kecuali jika terjadi fertilisasi.
Fertilisasi biasanya terjadi dalam tuba dekat dengan fimbrium-fimbrium.
Perjalanan ovum di tuba memakan waktu selama 3 hari dan implantasi
blastokist pada uterus biasanya terjadi 6-7 hari setelah fertilisasi. (Hanifa,
2007)
 Endometerium
Pada masa reproduksi dan dalam keadaan tidak hamil, selaput lendir uterus
mengalami perubahan-perubahan siklik yang berkaitan erat dengan aktivitas
ovarium. Dapat dibedakan 4 fase endometrium dalam siklus haid, yaitu.
1. Fase menstruasi atau deskuamasi
Dalam fase ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai
perdarahan. Hanya stratum basale yang tinggal utuh. Darah haid
mengandung darah vena dan arteri dengan sel-sel darah merah dalam
hemolisis atau aglutinasi, sel-sel epitel dan stroma yang mengalami
desintegrasi dan otolisis, dan sekret dari uterus, serviks, dan kelanjar-
kelenjar vulva. Fase ini berlangsung 3-4 hari. (Hanifa, 2007)

2. Fase pascahaid atau fase regenerasi


Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan sebagian besar berangsur-
angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh
dari sel-sel epitel endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium ± 0,5
mm. Fase ini telah mulai sejak fase menstruasi dan berlangsung ± 4 hari.
(Hanifa, 2007)

3. Fase intermenstruum atau fase proliferasi


Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm. Fase ini
berlangsung dari hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid. Fase
proliferasi dapat dibagi atas 3 subfase, yaitu:

28
a. Fase proliferasi dini (early proliferation phase)
Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke-4 samapi hari ke-7. fase
ini dapat dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi
epitel, terutama dari mulut kelenjar. Kelenjar-kelenjar kebanyakan
lurus, pendek dan sempit. Bentuk kelenjar ini merupakan ciri khas fase
proliferasi; sel-sel kelenjar mengalami mitosis. Sebagian sediaan masih
menunjukkan suasana fase menstruasi di manaterlihat perubahan-
perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk kuboid. Stroma
padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel-selnya berbentuk
bintang dan tonjolan-tonjolan anastomosis. Nukleus sel stroma relatif
besar sebab sitoplasma relatif sedikit. (Hanifa, 2007)

b. Fase proliferasi madya (mid proliferation phase)


Fase ini berlangsung antara hari ke-8 sampai hari ke-10. fase ini
merupakan bentuk transisi dan dapat dikenal dari epitel permukaan
yang berbentuk torak dan tinggi. Kelenjar berlekuk-lekuk dan
bervariasi. Sejumlah stroma mengalami edema. Tampak banyak mitosis
dengan inti berbentuk telanjang (naked nucleus). (Hanifa, 2007)

c. Fase proliferasi akhir (late prolieration phase)


Fase ini berlangsung pada hari ke-11 sampai hari ke-14. fase ini dapat
dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak
mitosis. Inti epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma
bertumbuh aktif dan padat. (Hanifa, 2007)

4. Fase prahaid atau fase sekresi


Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke-14 sampai ke-
28. pada fase ini endometrium kira-kira tetap tebalnya, tetapi bentuk
kelenjar berubah menjadi panjang, berlekuk-lekuk dan mengeluarkan getah
yang makin lama makin nyata. Daam endometrium telah tertimbun
glikogen dan kapuk yang kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur
yang dibuahi. Memang tujuan perubahan ini adalah untuk mempersiapkan
endometrium menerima telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi atas:
a. Fase sekresi dini

29
Dalam fase ini endometrium lebih tipis daripada fase sebelumnya
karena kehilangan cairan. Pada saat ini dapat dibedakan beberapa
lapisan, yakni:
1. Stratum basale, yaitu lapisan endometrium bagian dalam yang
berbatasan dengan lapisan miometrium; lapisan ini tidak aktif,
kecuali mitosis pada kelenjar.
2. Stratum spongiosum, yaitu lapisan tenga berbentuk anyaman
seperti spons. Ini disebabkan oleh banyaknya kelenjar yang
melebar dan berkeluk-keluk dan hanya sedikit stroma di atasnya.
3. Stratum kompaktum, yaitu lapisan atas yang padat. Saluran-
saluran kelenjar sempit, lumennya berisi sekret dan stromanya
edema.

b. Fase sekresi lanjut


Endometrium dalam fase ini tebalnya 5-6 mm. Dalam fase ini terdapat
peningkatam dari fase sekresi dini, dengan endometrium sangat
banyak mengandung pembuluh darah yang berkeluk-keluk dan kaya
dengan glikogen. Fase ini sangat ideal untuk nutrisi dan
perkembangan ovum. Sitoplasma sel-sel stroma bertambah. Sel
stroma menjadi sel desidua jika terjadi kehamilan. (Hanifa, 2007)

II.9 Faktor yang mempengaruhi siklus menstruasi


Mekanisme haid belum diketahui seluruhnya, akan tetapi sudah dikenal
beberapa faktor yang, kecuali faktor hormonal, memegang peranan dalam hal
ini. Yang penting adalah:

 Faktor-faktor enzim :
Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim
hidrolitik dalam endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen dan
asam-asam mukopolisakarida. Zat-zat yang terakhir ini ikut serta dalam
pembangunan endometrium, khususnya dengan pembentukan stroma di bagian
bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis mukopolisakarida terhenti,
dengan akibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh darah yang

30
sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi. Dengan demikian, lebih
banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan
untuk implantasi ovum, apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak
terjadi, maka dengan menurunnya kadar progesteron, enzim-enzim hidrolitik
dilepaskan dan merusakkan bagian sel-sel yang berperan dalam sintesis
protein. Karena itu, timbul gangguan dalam metabolisme endometrium yang
mengakibatkan regresi endometrium dan perdarahan. (Hanifa, 2007)

 Faktor-faktor vaskular :
Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan
fungsional endometrium. Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula
arteria-arteria, vena-vena dan hubungan antaranya, seperti digambarkan di
atas.Dengan regresi endometrium timbul stasis dalam vena-vena serta saluran-
saluran yang menghubungkannya dengan arteri dan akhirnya terjadi nekrosis
dan perdarahan dengan pembentukan hematom, baik dari arteri maupun dari
vena. (Hanifa, 2007)

 Faktor prostaglandin :
Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2. dengan
desintegrasi endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan
berkontraksinya miometrium sebagai suatu faktor untuk membatasi
perdarahan pada haid. (Hanifa, 2007)

31
BAB III
KESIMPULAN

Menstruasi merupakan pengeluaran, secara berkala dan fisiologis, darah


dan jaringan mukosa melalui vagina dari uterus yang tidak hamil. Proses ini di
bawah kendali hormon secara normal berulang, biasanya dengan interval sekitar
empat minggu, jika tidak terjadi kehamilan selama masa subur periode produktif
(pubertas sampai menopause). Siklus menstruasi meliputi tiga fase yaitu
proliferasi, sekresi dan menstruasi. Dalam siklus menstruasi terjadi perubahan
pada ovarium dan endometrium. Selain itu siklus menstruasi dipengaruhi oleh
faktor enzim, vaskular dan prostaglandin.

32
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham FG, ed. Williams Obstetrics 22nd edition. USA ; McGraw-Hill

Professional, 2001.
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Edisi 29. EGC, Jakarta.
Gant, Norman F,. Cunningham, F Gray. 2010. Dasar-dasar Ginekologi dan
Obsentri. Jakarta. EGC
Guyton A.C., Hall J.E. 2008. Buku ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta.
EGC.
Guyton AC, Hall JE. Textbook of Medical Physiology 10th edition. Philadelphia;
WB Saunders, 2000.
Price, Sylvia A., Lorraine M.W. Patofisiologi. Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Penerbit Buku Kedokteran :EGC, 1995.
Putz, Reinhard and Reinhard pabst. 2007. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Edisi
22. Jakarta. EGC.
Schnatz, Rebecca Heuer. 2011. Female Reproductive Organ Anatomy . [Diunduh
dari http://emedicine.medscape.com/article/1898919-overview#showall
tanggal 21 Juni 2012]
Tortora, Gerard J dan Bryan H. D. 2009. Principles of Anatomy and Physiology.
Edisi 12. Wiley. 1097-1119
Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachmidhani T. Ilmu Kandungan edisi kedua.
Jakarta, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2009.
Wiknjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan Edisi 2. Jakarta. Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

33

Anda mungkin juga menyukai