Pengertian Etika
Etika termasuk kelompok filsafat praktis dan dibagi menjadi dua
kelompok yaitu etika umum dan etika khusus. Etika merupakan suatu pemikiran
kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan-pandangan moral.
Etika adalah suatu ilmu yang membahas tentang bagaimana dan mengapa kita
mengikuti suatu ajaran moral tertentu, atau bagaiman kita harus mengambil
sikap bertanggung jawab berhadapan dengan pelbagai ajaran moral (Suseno,
1987). Etika umum mempertanyakan prinsip-prinsip yang berlaku bagi setiap
tindakan manusia, sedangkan etika khusus membahas prinsip-prinsip itu dalam
hubungannya dengan pelbagai aspek kehidupan manusia, baik sebagai individu
(etika individual) maupun mahluk sosial (etika sosial) (Suseno, 1987).
Etika berkaitan dengan pelbagai masalah nilai karena etika pada
pokoknya membicarakan masalah-masalah yang berkaitan dengan predikat nilai
“susila” dan “tidak susila”, “baik” dan “buruk”. Sebagai bahasan khusus etika
membicarakan sifat-sifat yang menyebabkan orang dapat disebut susila atau
bijak. Kualitas-kualitas ini dinamakan kebajikan yang dilawankan dengan
kejahatan yang berarti sifat-sifat yang menunjukan bahwa orang yang
memilikinya dikatan orang yang tidak susila. Sebenarnya etika lebih banyak
bersangkutan dengan prinsip-prinsip dasar pembenaran dalam hubungan dengan
tingkah laku manusia (Kattsoff, 1986). Dapat juga dikatakan bahwa etika
berkaitan dengan dasar-dasar filosofis dalam hubungan dengan tingkah laku
manusia.
Etika berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) dalam bentuk tunggal
artinya padang rumput, kebiasaan, adat, watak, dan lain-lain, dan bentuk jamak
artinya kebiasaan. Etika berarti ilmu tentang apa yand biasa dilakukan atau ilmu
tentang kebiasaan.
Menurut Dr.H. Hamzah Ya’cub dalam buku etika islam, etika ialah ilmu
yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan
amal perbuatan manusia sejauh dapat diketahui oleh akal pikiran.
Kata yang dekat dengan etika adalah moral, berasal dari bahasa Latin
“mores” artinya adat kebiasaan. Dalam bahasa Indonesia, moral diterjemahkan
dengan arti susila. Moral ialah sesuai ide-ide yang umum diterima tentang
tindakan manusia, mana yang baik dan wajar. Etika lebih bersifat teori,
sedangkan moral menyatakan ukuran. Sedangkan istilah moralitas adalah sifat
moral yang berkenaan dengan baik dan buruk. Kata yang juga sering dipakai
adalah etiket, artinya sopan santun, sehingga ada perbedaan antara etika dan
etiket.
Etika termasuk salah satu cabang filsafat yang mempunyai kedudukan
tersendiri. Etika membahas yang harus dilakukan oleh seseorang karenanya
berhubungan dengan yang harus dan tidak harus atau boleh dilakukan oleh
manusia dalam kehidupannya. Nilai dan norma etis banyak juga berasal dari
agama, sehingga setiap orang yang beragama akan berusaha menjadikan agama
sebagai pedoman nilai dan norma etis dalam kehidupan pribadi dan sosialnnya
(Fauzi, 2003).
Etika Pancasila
Etika merupakan cabang ilmu filsafat yang membahas masalah baik dan
buruk. Ranah pembahasannya meliputi kajian praktis dan refleksi filsafat
atas moralitas secara normatif. Kajian praktis menyentuh moralitas sebagai
perbuatan sadar yang dilakukan dan didasarkan pada norma-norma masyarakat
yang mengatur perbuatan baik (susila) dan buruk (asusila). Adapun refleksi
filsafat mengajarkan bagaimana tentang moral filsafat mengajarkan bagaimana
tentang moral tersebut dapat dijawab secara rasional dan bertanggungjawab.
Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan
dengan aliran-aliran besar etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan
tindakan dan pengembangan karakter moral, namun justru merangkum dari
aliran-aliran besar tersebut. Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan
penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Suatu perbuatan dikatakan
baik bukan hanya apabila tidak bertentangan dengan nilai-nilai tersebut, namun
juga sesuai dan mempertinggi nilai-nilai Pancasila tersebut. Nilai-nilai Pancasila
meskipun merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial,
keagamaan, maupun adat kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya
nilai-nilai Pancasila juga bersifat universal dapat diterima oleh siapapun dan
kapanpun.
Rumusan Pancasila yang otentik dimuat dalam Pembukan UUD 1945
alinea keempat. Dalam penjelasan UUD 1945 yang disusun oleh PPKI
ditegaskan bahwa “pokok- pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan (ada
empat, yaitu persatuan, keadilan, kerakyatan dan ketuhanan menurut
kemanusiaan yang adil dan beradab) dijabarkan ke dalam pasal-pasal Batang
Tubuh. Dan menurut TAP MPRS No.XX/MPRS/1966 dikatakan bahwa
Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Sebagai sumber segala
sumber, Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Sebagai sumber segala sumber, Pancasila merupakan satu satunya
sumber nilai yang berlaku di tanah air. Dari satu sumber tersebut diharapkan
mengalir dan memancar nilai-nilai ketuhanan, kemanusian, persatuan,
kerakyatan penguasa. Hakikat Pancasila pada dasarnya merupakan satu sila
yaitu gotong royong atau cinta kasih dimana sila tersebut melekat pada setiap
insane, maka nilai-nilai Pancasila identik dengan kodrat manusia. oleh sebab itu
penyelenggaraan Negara yang dilakukan oleh pemerintah tidak boleh
bertentangan dengan harkat dan martabat manusia, terutama manusia yang
tinggal di wilayah nusantara.
Pancasila merupakan hasil
kompromi nasional dan pernyataan resmi bahwa bangsa
Indonesia menempatkan kedudukan setiap warga negara secara sama, tanpa
membedakan antara penganut agama mayoritas maupun minoritas. Selain itu
juga tidak membedakan unsur lain seperti gender, budaya dan daerah.
Nilai-nilai Pancasila bersifat universal yang memperlihatkan napas
humanism, karenanya Pancasila dapat dengan mudah diterima oleh siapa saka.
Sekalipun Pancasila memiliki sifat universal, tetapi tidak begitu saja dapat
dengan mudah diterima oleh semua bangsa. Perbedaannya terletak pada fakta
sejarah bahwa nilai-nilai secara sadar dirangkai dan disahkan menjadi satu
kesatuan yang berfungsi sebagai basis perilaku politik dan sikap moral bangsa.
Dalam arti bahwa Pancasila adalah milik khas bangsa Indonesia dan sekaligus
menjadi identitas bangsa berkat legitimasi moral dan budaya bangsa Indonesia
sendiri. Nilai-nilai khusus yang termuat dalam Pancasila dapat ditemukan dalam
sila-silanya.
Pancasila merupakan sebuah landasan ideologi bangsa Indonesia. Perumusan dasar negara ini
digagas oleh beberapa orang negarawan pada masa kemerdekaan Indonesia. Pancasila dibuat
mewakili seluruh originalitas moral bangsa. Dimulai dari sila ketuhanan, sila kemanusiaan,
sila persatuan, sila kerakyatan dan permusyawaratan serta sila keadilan. Dengan begitu,
secara keseluruhan asas-asas yang terkandung dalam Pancasila diharapkan menjadi suatu
cerminan dari bangsa Indonesia itu sendiri.
Penerapan nilai Pancasila, merupakan sebuah keniscayaan bagi setiap warga negara asli
Indonesia. Tidak peduli apakah ia seorang negarawan, politisi, aktivis, pegawai negeri,
pegawai swasta, mahasiswa/pelajar, petani, selebritis bahkan kaum pekerja. Penerapan ini
berlaku universal diseluruh wilayah kedaulatan Indonesia. Bangsa Indonesia akan kehilangan
jati dirinya jika tidak mampu menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kesehariannya.
Namun tidak bisa kita pungkiri, penerapan nilai-nilai pancasila secara utuh tersebut terasa
sangat utopis jika kita lihat keadaan sosial masyarakat Indonesia saat ini. Hal ini disebabkan
oleh banyaknya faktor yang mempengaruhi dan menjadikan masyarakat Indonesia menjadi
masyarakat yang berfikir lebih subjektif. Pengaruh tersebut, terbagi pada dua faktor utama.
Yang pertama adalah faktor internal dan kedua merupakan faktor eksternal.
Faktor internal yang menyebabkan minimnya penerapan nilai Pancasila bisa disebabkan
berbagai hal. Salah satu contoh, sistem pendidikan Indonesia yang kurang memperhatikan
pembelajaran moral dan etika. Kita bisa melihat bahwasanya standar pendidikan dan
kelulusan sekolah-sekolah ditentukan oleh pelajaran-pelajaran seperti Matematika, Bahasa
Indonesia, IPA, dan Bahasa Inggris. Tidak satupun dari seluruh pelajaran tersebut yang
menitik beratkan pembelajaran kepada aspek moral dan etika. Sehingga dari pembelajaran
tersebut, hanya akan melahirkan siswa-siswa yang materialistis.
Sedangkan dari faktor eksternal adalah banyaknya pengaruh budaya dan peradaban luar
negeri yang menyebabkan anjlok dan luruhnya jati diri bangsa yang telah dirangkum dalam
Pancasila. Kita sangat menyayangkan penyalahgunaan kebebasan seperti yang telah
didengungkan oleh negara lain tentang Hak Asasi Manusia (HAM). Sebenarnya, HAM
tersebut sudah termasuk kedalam Pancasila, yaitunya dalam sila keadilan sosial.
Saat ini, kebebasan HAM telah salahgunakan menjadi sebuah alibi dan pembenaran atas
kesalahan yang telah dilakukan oleh seseorang. Misalnya saja, alasan kebebasan HAM dan
hak ber-ekspresi yang seakan-akan ingin “memperbolehkan” masyarakat untuk berpakaian
“buka-bukaan”. Mereka membuat seolah-olah apa yang mereka lakukan adalah merupakan
kebebasan yang hakiki. Tentusaja hal ini sangat bertentangan dengan prinsip yang tertuang
dalam sila ke-dua Pancasila “Kemanusiaan yang adil dan BERADAB”. Dan hal tersebut
bukanlah budaya dan kebiasaan bangsa Indonesia.
Penerapan nilai-nilai Pancasila harus tetap dilaksanakan oleh seluruh masyarakat Indonesia
agar tetap menjadi Bangsa Indonesia yang benar-benar Indonesia. Karena pada dasarnya
Pancasila adalah pondasi dasar negara yang terus dipegang erat oleh bangsa Indonesia yang
sangat menjunjung tinggi nilai-nilai moralitas dan etika.
persoalan etika bernegara tidak dapat diselesaikan hanya oleh negara dan para
aparatnya.Negara dalam geraknya diwakili oleh aparat yang juga merupakan anggota masyarakat.
Dengan sendirinya perubahan etika bernegara yang terjadi di kalangan aparat sesungguhnya
mencerminkan perubahan yang terjadi di masyarakat. Sebaliknya, aparat dan pimpinan adalah
model bagi anggota masyarakat. Semuanya saling terkait sehingga harus dilakukan secara simultan.
Di era demokrasi saat ini, masyarakat memiliki peran besar untuk menentukan pemimipin yang
beretika sekaligus mampu memperkuat etika berbangsa dan bernegara. Untuk dapat melakukan hal
ini, tentu harus ada kesadaran terlebih dahulu di kalangan masyarakat serta organisasi masyarakat
dan politik tentang pentingnya etika berbangsa dan bernegara. Atas dasar itulah, nilai-nilai etika dan
moral harus benar-benar hidup di dalam sanubari dan kehidupan kita. Sebab, apapun itu, kalau tidak
bersumber atau dilandasi oleh etika dan moral, akan berpotensi besar membahayakan masa depan
dan menggagalkan tujuan kitamewujudkan kehidupan bangsa dan negara yang demokratis,
berkeadaban, dan berkeadilan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika adalah Ilmu yang membahas perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia sejauh
yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dalam Pancasila terkandung pula prinsip bahwa
nilai ketuhanan, kemanusiaan, dan persatuan tersebut diaktualisasikan dengan menjunjung
tinggi kedaulatan rakyat melalui prinsip musyawarah mufakat. Pembangunan nasional dalam
segala bidang yang telah dilaksanakan selama ini memang mengalami berbagai kemajuan.
Namun, di tengah-tengah kemajuan tersebut terdapat dampak negatif, yaitu terjadinya
pergeseran terhadap nilai-nilai etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3.2 Saran
Jagalah etika dan moral yang kita miliki, agar identitas bangsa selalu terpelihara. Serta
hindari segala hal yang akan menjerumuskan kita pada sesuatu yang akan membuat kita
menjadi orang yang tidak beretika. Sebab etika merupakan identitas suatu bangsa, yang akan
menentukan baik dan buruknya bangsa tersebut. Tergantung pada kualitas masyarakat yang
ada didalamnya.