Anda di halaman 1dari 9

KINERJA PEMERINTAHAN JOKO WIDODO

DALAM PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM MENURUT PERSPEKTIF

“PRODUCTION OF WEALTH”

Disusun oleh :

Wirastri Dyah Puspita

NIM 18631015059

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI

SEKOLAH PASCASARJANA

Universitas Nasional

JAKARTA
2019

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Ekonomi Politik adalah sebuah perspektif dalam menganalisa suatu


fenomena dalam suatu Negara. Sebagaimana ciri-ciri dari sebuah perspektif, maka
ekonomi politik memiliki fokus kajian, landasan teori dan metodologi. Ekonomi
Politik merupakan ramuan dari berbagai macam teori, dan perspektif yang
digunakan dalam Ekonomi Politik dibedakan berdasarkan fokus permasalahan
sesuai ruang dan waktu. Tiga perspektif dalam ekonomi politik adalah:
1. Classical Political Economy (Ekonomi Politik Klasik);
2. Neo-classical Political Economy (Ekonomi Politik Neo-Klasik);
3. New Political Economy (Ekonomi Politik Baru).
Salah satu perspektif dalam ekonomi politik adalah Ekonomi Politik
klasik. Berbeda dengan Ekonomi Klasik yang fokusnya adalah tentang hubungan
Negara dengan Pasar dan berbicara tentang aktifitas-aktifitas ekonomi yang
dilakukan oleh produsen dan konsumen melalui mekanisme pasar, dalam
Ekonomi Politik klasik lebih memfokuskan tentang bagaimana pencapaian
kemakmuran suatu negara melalui pengelolaan Produksi (Production), Distribusi
(Distribution), dan Pertukaran (Exchange) dengan baik pada suatu Negara.
Menurut Adam Smith dalam bukunya yang berjudul “The Wealth Of The
Nation”, pengelolaan tiga unsur tersebut adalah dalam rangka pencapaian
kemakmuran (Wealth). Oleh karena itu dalam Ekonomi Politik Klasik mengkaji
lebih dalam mengenai Production Of Wealth, Distribution Of Wealth, dan
Exchange Of Wealth.
Production Of Wealth , salah satu fokus kajian dalam teori Ekonomi
Politik Klasik didukung oleh 3 faktor, yaitu: Sumber Daya Alam (Natural
Resources), Tenaga Kerja (Man’s Labours), dan Capital (Modal). Production Of
Wealth memfokuskan tentang bagaimana tiga faktor diatas dalam suatu Negara
dapat terkelola dengan sebaik-baiknya untuk mencapai kemakmuran. Sumber

1
Daya Alam merupakan salah satu faktor yang harus dikelola sebaik-baiknya oleh
Negara dalam rangka “memperbesar” produksi untuk pencapaian kemakmuran.
Negara dalam hal ini mengatur struktur dan prosedur dalam pengelolaan Sumber
Daya Alam yang dimiliki sehingga dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin
untuk kesejahteraan rakyat di Negara tersebut dan dapat menambah Devisa
Negara. Negara juga harus dapat menjamin bahwa Sumber Daya Alam yang
dimiliki memiliki value exchange (nilai tukar) yang tinggi.
Indonesia dikenal dengan kekayaan Sumber Daya Alam (SDA) yang
melimpah. Indonesia merupakan negara pemilik minyak, batu bara, gas alam,
emas, nikel, tembaga dan berbagai komoditas lain yang diminati pasar
internasional. Bahkan diperkirakan, jika seluruh kekayaan alam Indonesia di
cairkan dalam bentuk uang akan mencapai ratusan triliun rupiah. Kekayaan hasil
tambang Indonesia tersebar di berbagai daerah di Indonesia, sebagai contoh
adalah tambang emas kualitas terbaik di Papua, tambang batu bara di Kalimantan
dan Sumatera, cadangan gas alam serta minyak bumi di Jawa dan Kalimantan.
Hal tersebut dapat menunjukkan bahwa Indonesia merupakan Negara yang kaya
yang idealnya kekayaan tersebut dapat dipergunakan untuk kesejahteraan rakyat.
Konstitusi Indonesia, pasal 33 UUD 1945 ayat (3) menyebutkan: Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Pemerintahan Indonesia,
sejak jaman pemerintahan orde lama hingga pemerintahan saat ini yang dipimpin
oleh Joko Widodo sudah seharusnya berupaya menjalankan amanat Undang-
Undang Dasar tersebut demi terwujudnya “The Wealth Of The Nation”.

B. RUMUSAN MASALAH

SDA merupakan hal vital bagi sebuah negara. Tidak hanya keberadaan SDA
tersebut, tapi juga bagaimana SDA dikelola dan digunakan untuk kemaslahatan
Negara dan masyarakat di Negara tersebut. Hal ini sesuai dengan perspektif dalam
“Production Of Wealth” bahwa Negara harus dapat menjamin bahwa unsur-unsur
dalam pembesaran produksi yang salah satunya adalah SDA tidak hanya dinikmati
oleh sebagian orang atau golongan tertentu tetapi dapat dirasakan dan dinikmati
oleh seluruh lapisan masyarakat yang ada didalamnya. Indonesia sebagai Negara
yang memiliki SDA yang melimpah sangat mungkin mencapai kesejahteraan jika
2
mampu melakukan pengelolaan SDA nya dengan baik. Di setiap era pemerintahan
di Indonesia memiliki upaya yang berbeda-beda dalam melakukan pengelolaan
SDA, dimulai dari pemerintahan Soekarno yang mengutamakan berdikari,
pemerintahan orde baru yang dianggap mulai “menjual” bangsa ini kepada asing,
hingga pemerintahan saat ini yang dipimpin oleh Joko Widodo dengan berbagai
pro dan kontra nya. Dari uraian tersebut dapat diajukan rumusan masalah yaitu:
“Bagaimana kinerja Pemerintah Jokowi dalam pengelolaan SDA dalam perspektif
Production Of Wealth?”

C. TUJUAN PEMBAHASAN

Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan makalah ini adalah untuk:
 Memberikan pengetahuan mengenai perspektif “Production Of Wealth” dalam
Ekonomi Politik Klasik;
 Memberikan gambaran tentang kinerja pemerintahan Joko Widodo dalam
pengelolaan Sumber Daya Alam menurut perspektif “Production Of Wealth”.

3
BAB II

PEMBAHASAN

Dalam buku Ekonomi dan Struktur Politik: Orde Baru 1966-1971 karya
Mas'oed Mohtar (1989), Presiden pertama Indonesia Soekarno pernah berkata, “Jika
belum ada ilmuwan Indonesia yang mampu mengeksplorasi kekayaan bumi
Indonesia, maka kekayaan itu baiknya tetap di dalam perut bumi Indonesia ketimbang
diolah asing." Hal itu menunjukkan bagaimana Soekarno sangat tegas menjaga bangsa
Indonesia untuk “Berdikari” alias berdiri di atas kaki sendiri. Namun, sejak masa
pemerintahan orde baru, kebijakan-kebijakan yang terbuka pada asing mulai
diterapkan oleh elite bangsa ini. Dengan dilahirkannya UU Nomor 17 Tahun 1967
tentang Penanaman Modal Asing (PMA) seperti membuka jalan seluas-luasnya untuk
asing dalam melakukan eksplorasi SDA Indonesia. Kemudian apa yang telah
dilakukan Pemerintahan Joko Widodo dalam mengelola SDA Indonesia?
Pada tahun 2014 melalui dokumen yang berjudul “Jalan Perubahan
Untuk Indonesia Yang Berdaulat, Mandiri Dan Berkepribadian” yang berisi
visi, misi, dan program dari pemerintahan Joko Widodo menegaskan beberapa
komitmen terkait pengelolaan SDA Indonesia, antara lain:
1. Peningkatan jumlah pengusaha tambang nasional harus semakin banyak;
2. Masyarakat lokal di sekitar tambang harus memperoleh manfaat langsung;
3. Harus ada penguatan koordinasi pengelolaan pertambangan di bawah Menko
atas dasar keberpihakan, efisiensi, dan efektivitas;
4. Porsi penerimaan negara dari harus tambang harus meningkat secara bertahap
5. Pengolahan hasil tambang atau hilirisasi harus segera dilakukan dengan tujuan
menurunkan impor dan meningkatkan nilai tambah
6. Usaha pertambangan rakyat harus meningkat;
7. Membangun regulasi untuk mewajibkan CSR atau saham untuk masyarakat
lokal.
Berdasarkan komitmen diatas, terlihat bahwa pemerintahan Joko Widodo berupaya
untuk mengembalikan kekuatan bangsa Indonesia dalam memanfaatkan kekayaan
alam yang dimiliki demi kesejahteraan bangsa dengan meningkatkan porsi
pemanfaatan SDA untuk dalam negeri.

4
Komitmen Pemerintahan Jokowi yang paling disorot adalah mendorong
pemerataan pembangunan. Pemerintahan Jokowi menggenjot pembangunan
infrastruktur termasuk infrastruktur energi. Berdasarkan data dari Kementerian Energi
dan Sumber Daya Mineral (ESDM), untuk pertama kalinya pada pemerintahan Joko
Widodo, Kementerian ESDM mengalokasikan 56% (3,6T) anggaran APBN nya untuk
pembangunan infrastruktur energi bagi rakyat. Anggaran tersebut dialokasikan untuk
pelaksanaan program strategis 35.000 MW dan pembangunan jaringan pipa gas. Salah
satu tujuan dari program ini adalah menjadikan listrik sebagai pendorong
pertumbuhan industri dan wilayah, diluar manfaat dari tujuan tersebut, penggunaan
batu bara domestik akan meningkat dan ekspor akan berkurang.
Di masa pemerintahan Joko Widodo, Indonesia telah berhasil mengambil
alih blok-blok migas besar dan menyerahkan kepada Pertamina dengan tujuan untuk
penguatan ketahanan energi nasional. Setelah 50 tahun pengelolaan migas dikelola
oleh Total E&P, sekarang blok migas Mahakam dikuasai oleh pertamina. Dengan
demikian, prioritas migas adalah untuk dimanfaatkan oleh dalam negeri, sehingga
impor minyak dapat berkurang. Karena berdasarkan data dari Publish What You Pay
(PWYP) Indonesia, pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia semakin meningkat
yaitu mencapai 4 persen setiap tahunnya sejak tahun 1998. Dan Indonesia termasuk
10 besar Negara produsen gas alam terbesar di dunia. Dengan pengambil alihan blok-
blok migas besar ini, potensi pendapatan Negara mencapai 824 trilyun (2021-2041).
Pencapaian lain yang telah dilakukan di masa pemerintahan Joko Widodo
adalah divestasi saham Freeport, selama 50 tahun tambang emas Indonesia dimiliki
oleh asing yaitu Freeport. Dan sekarang akhirnya Indonesia memiliki saham Freeport
51% dan mengubah statusnya dari Kontrak Karya (KK) menjadi Ijin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK). Dengan terbitnya IUPK ini, maka Freeport akan
mendapatkan kepastian hukum dan kepastian berusaha dengan mengantongi
perpanjangan masa operasi 2 x 10 tahun hingga 2041, serta mendapatkan jaminan
fiskal dan regulasi. Freeport Indonesia juga akan membangun pabrik peleburan
(smelter) dalam jangka waktu lima tahun karena UU Minerba menyatakan bahwa
semua bahan mentah mineral harus dimurnikan atau dimasukkan dalam proses
industri di Indonesia terlebih dahulu sebelum di ekspor. Beberapa dampak positif dari
divestasi 51% saham Freeport adalah:
1. Kelangsungan operasi PTFI yang membuat ekonomi Papua terus aktif dan
meningkat;

5
2. Meningkatnya pendapatan Negara, dari penerimaan Negara dari pajak dan
bukan pajak (PNBP);
3. Terciptanya Multiplier Effect, yaitu dengan dibangunnya smelter dan
pemanfaatan smelter secara maksimal akan menambah lapangan pekerjaan
bagi putra daerah Papua;
4. Transfer teknologi pengelolaan tambang paling kompleks kepada Indonesia;
Sejak 1 Januari 2017, masyarakat Papua akhirnya dapat membeli Bahan
Bakar Minyak (BBM) jenis premium dan solar bersubsidi dengan harga yang sama
dengan masyarakat di daerah lain di Indonesia. Hal tersebut karena adanya program
satu harga BBM di seluruh Indonesia yang dikeluarkan pada pemerintahan Joko
Widodo. Program ini bertujuan untuk dapat memberikan keadilan bagi seluruh
masyarakat Indonesia dalam penggunaan BBM. Tidak hanya untuk Papua, tetapi
program ini juga membidik daerah yang termasuk kategori tertinggal, terdepan, dan
terluar (3T). Program ini diwujudkan dengan pembangunan SPBU di sejumlah titik di
wilayah kategori 3T dengan tujuan masyarakat di wilayah tersebut dapat lebih mudah
membeli BBM langsung dari lembaga penyalur dengan harga resmi. Sampai dengan
tahun 2018, pemerintah telah membangun 131 penyalur BBM Satu Harga.

6
BAB III

KESIMPULAN

Perspektif “Production Of Wealth” menekankan bahwa Negara harus dapat menjamin bahwa
unsur-unsur dalam pembesaran produksi tidak hanya dinikmati oleh sebagian orang atau
golongan tertentu tetapi dapat dirasakan dan dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat yang
ada didalamnya. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemerintahan Joko
Widodo sudah mengarah kepada pencapaian “Production Of Wealth” dilihat dari upaya
pengelolaan SDA Indonesia. Dulu, SDA hanya dianggap sebagai komoditas belaka namun di
era Pemerintahan Joko Widodo, pemanfaatan dan pengelolaan SDA menjadi modal untuk
pembangunan bangsa. Kebutuhan dalam negeri lebih diutamakan ketimbang untuk diekspor.
Sehingga, manfaat atas SDA yang dimiliki dapat dirasakan oleh masyarakat. Hal ini
menunjukkan bahwa kue pembangunan dapat dirasakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Namun, kinerja yang telah dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo belum secara
signifikan terasa kepada seluruh lapisan masyarakat karena upaya yang telah dilakukan tidak
berdampak jangka pendek, tetapi jangka panjang. Dan dalam mewujudkan “Production Of
Wealth” tidak dapat hanya dilihat dari pencapaian pada unsur SDA saja, tetapi masih ada dua
unsur lain yaitu Tenaga Kerja dan Kapital.

7
Daftar Pustaka

1. Adam Smith,

Anda mungkin juga menyukai