I. PENGANTAR
Dalam amanat konstitusi Republik Indonesia menegaskan pendidikan sebagai hak bagi setiap
warga negara1. Tidak dibenarkan ada satu warga negara pun yang terhambat dalam
mendapatkan layanan pendidikan. Baik dari hambatan aksesbilitas maupun akseptabilitas
yang bersifat langsung maupun tidak langsung.
Hambatan aksesbilitas atau ketercapain diartikan sebagai derajat kemudahan yang
dicapai seseorang terhadap objek atau pelayanan2. Artinya setiap warga negara tidak
dibenarkan mendapatkan kesulitan menjangkau layanan pendidikan. Misalnya tidak
tersedianya jalan, jembatan atau sarana yang mendukungnya untuk menjangkau pendidikan.
Sedangkan hambatan akseptabilitas diartikan sebagai derajat peluang diterimanya
warga negara untuk mendapatkan layanan pendidikan,3. Artinya sejumlah persyaratan
administrasi maupun regulasi yang memungkinkan menjadi hambatan bagi warga negara
mendapatkan layanan pendidikan.
Dalam sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun 2019, pemerintah
menerapkan pola zonasi sekolah. Pola ini membagi sejumlah sekolah negeri dengan
mengukur pada tingkat daya tampung dan jumlah lulusan dari jenjang sekolah sebelumnya
pada tahun lulusan. Sehingga para peserta didik baru hanya mendaftarkan diri pada sekolah
yang berada pada wilayah zonasinya.
Mekanisme zonasi ini dipilih sebagai upaya pemerintah untuk menghadirkan layanan
pendidikan yang merata kualitasnya di seluruh daerah di Indonesia. Sehingga mampu
menghapus status sekolah favorit, sekaligus mencapai kualitas lulusan pada setiap jenjang
sekolah sesuai harapan.
Berdasarkan data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) jumlah
sekolah untuk seluruh jenjang pendidikan di Indonesia mencapai 215.769 unit. Terdiri dari
1
Pasal 31, UUD 1945
2
https://kbbi.web.id/akseptabilitas
3
Ibid.,
Grafik I
Jumlah SMA/SMK di Indonesia
20,000
3,220 1,700
10,000
13,709 13,929
0
SMA SMK
Jumlah Sekolah Jumlah Sekolah SNP
Sumber: Presentasi Mendikbud, 2019
Pada grafik tersebut memperlihatkan jurang kualitas sekolah pada jenjang SMA / SMK
di tingkat nasional. Terlalu besarnya jurang perbedaan kualitas sekolah dari sisi jumlah
memberi pesan kualitas sekolah masih jauh dari harapan. Pemerintah belum mampu
menyediakan sekolah yang memiliki standar yang sama dan merata di banyak daerah.
Kondisi tidak meratanya kualitas pendidikan tingkat nasional, ternyata kian
memprihatinkan pada tingkat daerah. Pada provinsi Jawa Barat, Kemendikbud mencatat
jumlah SMA sebanyak 1.646 unit dan jumlah SMK sebanyak 2.936 unit. Dari jumlah itu
hanya 17,0 persen pada jenjang SMA yang memiliki Standar Nasional Pendidikan.
Sedangkan pada tingkat SMK hanya 7 persen yang memiliki Standar Nasional Pendidikan.
Gambaran kondisi sekolah di Jawa Barat yang tidak merata merupakan titik awal
menuai persoalan dalam penerapan system zonasi. Karena aksesbilitas dan aksepbilitas untuk
mendapatkan sekolah berkualitas semakin sulit. Akibatnya bagi keluarga yang merasa
memiliki anak berprestasi menjadi terhambat menjangkau pendidikan.
Menariknya kebijakan zonasi ini sudah diberlakukan sejak tahun 2017 dan
diberlakukan terhadap sekolah negeri. Pemerintah masih memberikan kebebasan kepada
calon peserta didik untuk memilih sekolah swasta di zona manapun. Kini kebijakan serupa
Grafik II.
Jumlah SMA dan SMK di Jawa Barat
700
600
86
500
400
300 20
507
200
100 286
0
SMA SMK
4
Pasal 20, PP No.51 Tahun 2018
5
http://zonasi.data.kemdikbud.go.id/index.php/chome/data?kode_wilayah=020000
6
https://kabar24.bisnis.com/read/20190513/79/921953/begini-pembagian-zonasi-ppdb-2019-provinsi-jawa-
barat
Grafik III.
Jumlah Sekolah di Jawa Barat
600
486 502 507
400
287 286 SMAN
280
200 SMKN
0
2017 2018 2019
Grafik IV.
Kondisi PPDB 2019 dan Proyeksi PPDB 2020
30,000 27,638 27,638
25,000
20,000
15,000
10,000 4,920 4,920
5,000 1,700 1,800
0
Jumlah Pelajar Jumlah Sekolah Jumlah Sekolah SNP
SMA/SMK dalam
ribuan
Tahun 2019 Tahun 2020
IV. PENUTUP
Dari seluruh ulasan dalam makalah terkait Kebijakan Sistem Zonasi pada PPDB tingkat SMA
dan SMK di Jawa Barat, maka dapat diberikan sejumlah catatan. Dimana catatan tersebut
dapat menjadi rekomendasi kebijakan dimasa mendatang.
a. Jumlah sekolah yang masih belum ideal dengan jumlah peminat patut segera
diperbaiki. Dengan melakukan penambahan jumlah sekolah. Agar dapat
meningkatkan daya tampung yang memperhitungan rasio seleksi lebih baik.
b. Penyebaran sekolah jenjang SMA dan SMK belum merata di setiap daerah. Banyak
wilayah yang tidak memiliki sekolah SMA atau SMK. Akibatnya pembagian zonasi
menjadi kurang tepat.
c. Sistem zonasi lebih tepat diterapkan sebagai hilir kebijakan. Setelah fasilitas sekolah
negeri di Jawa Barat lebih membaik. Setidaknya jumlah SMA dan SMK yang