TIVA adalah teknik anestesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anestesi
yang dimasukkan lewat jalur intravena tanpa penggunaan anestesi inhalasi termasuk
N2O. TIVA digunakan buat mencapai 4 komponen penting dalam anestesi yang
menurut Woodbridge (1957) yaitu blok mental, refleks, sensoris dan motorik. Atau
trias A (3 A) dalam anestesi yaitu
1. Amnesia
2. Arefleksia otonomik
3. Analgesik
4. +/- relaksasi otot
Jika keempat komponen tadi perlu dipenuhi, maka kita membutuhkan kombinasi dari
obat-obatan intravena yang dapat melengkapi keempat komponen tersebut.
Kebanyakan obat anestesi intravena hanya memenuhi 1 atau 2 komponen di atas
kecuali Ketamin yang mempunyai efek 3 A menjadikan Ketamin sebagai agen
anestesi intravena yang paling lengkap.
Kelebihan TIVA:
1. Kombinasi obat-obat intravena secara terpisah dapat di titrasi dalam dosis
yang lebih akurat sesuai yang dibutuhkan.
2. Tidak menganggu jalan nafas dan pernafasan pasien terutama
pada operasi sekitar jalan nafas atau paru-paru.
3. Anestesi yang mudah dan tidak memerlukan alat-alat atau mesin yang
khusus.
4. Cepat menghasilkan efek hypnosis.
5. Mempunyai efek analgesi.
6. Disertai amnesia pasca anestesi.
7. Cepat dieliminasi oleh tubuh.
8. Dampak yang tidak baik mudah dihilangkan oleh obat antagonisnya.
1
obat langsung ke dalam pembuluh darah secara parenteral, obat-obat tersebut
digunakan untuk premedikasi seperti diazepam dan analgetik narkotik. Induksi
anestesi seperti misalnya tiopenton yang juga digunakan sebagai pemeliharaan dan
juga sebagai tambahan pada tindakan analgesia regional.
Dalam perkembangan selanjutnya terdapat beberapa jenis obat – obat anestesi dan
yang digunakan di indonesia hanya beberapa jenis obat saja seperti, Tiopenton,
Diazepam , Dehidrobenzoperidol, Fentanil, Ketamin dan Propofol.
CARA PEMBERIAN
1. Sebagai obat tunggal :
· Induksi anestesi
· Operasi singkat: cabut gigi
2. Suntikan berulang :
· Sesuai kebutuhan : colonoscopy
3. Diteteskan lewat infus :
· Menambah kekuatan anestesi.
PROPOFOL
Merupakan derivat fenol yang banyak digunakan sebagai anastesia intravena dan
lebih dikenal dengan nama dagang Diprivan. Pertama kali digunakan dalam praktek
anestesi pada tahun 1977 sebagai obat induksi.
Propofol digunakan untuk induksi dan pemeliharaan dalam anastesia umum, pada
pasien dewasa dan pasien anak – anak usia lebih dari 3 tahun. Mengandung lecitin,
2
glycerol dan minyak soybean, sedangkan pertumbuhan kuman dihambat oleh adanya
asam etilendiamintetraasetat atau sulfat, hal tersebut sangat tergantung pada pabrik
pembuat obatnya. Obat ini dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu
bersifat isotonik dengan kepekatan 1 % (1 ml = 10 mg) dan pH 7-8.1,2
Propofol adalah 98% protein terikat dan mengalami metabolisme hati untuk metabolit
glukuronat, yang akhirnya diekskresikan dalam urin.
Efek Klinis: propofol menghasilkan hilangnya kesadaran dengan cepat, dengan waktu
pemulihan yang cepat dan langsung kembali pada kondisi klinis sebelumnya (sebagai
hasil waktu paruh distribusi yang pendek dan tingkat clearance tinggi). Propofol
menekan refleks laring sehingga sangat cocok untuk digunakan dengan perangkat
LMA agar dapat dimasukkan dengan lancar. Ada insiden rendah mual dan muntah
pasca operasi dan reaksi alergi atau hipersensitivitas. Karena propofol tidak signifikan
menumpuk setelah bolus ulangan, propofol sangat cocok untuk infus jangka panjang
selama operasi sebagai bagian dari teknik anestesi Total intravena (Tiva) dan di ICU
untuk obat penenang jangka panjang.3
Induksi bolus 2-2,5 mg/kg dapat menyebabkan depresi pada jantung dan pembuluh
darah dimana tekanan dapat turun sekali disertai dengan peningkatan denyut nadi. Ini
diakibatkan Propofol mempunyai efek mengurangi pembebasan katekolamin dan
menurunkan resistensi vaskularisasi sistemik sebanyak 30%. Pengaruh pada jantung
tergantung dari :
· Pernafasan spontan – mengurangi depresi jantung berbanding nafas kendali
· Pemberian drip lewat infus – mengurangi depresi jantung berbanding pemberian
secara bolus
· Umur – makin tua usia pasien makin meningkat efek depresi jantung
3
· Pada 25%-40% kasus Propofol dapat menimbulkan apnoe setelah diberikan
dosis induksi yang bisa berlangsung lebih dari 30 saat.
Dosis dan penggunaan
a) Induksi : 2,0 sampai 2.5 mg/kg IV.
b) Sedasi : 25 to 75 µg/kg/min dengan I.V infus
c) Dosis pemeliharaan pada anastesi umum : 100 - 150 µg/kg/min IV (titrate to
effect), bolus iv 25-50mg.
d) Turunkan dosis pada orang tua atau gangguan hemodinamik atau apabila digabung
penggunaanya dengan obat anastesi yang lain.
e) Dapat dilarutkan dengan Dextrosa 5 % untuk mendapatkan konsentrasi yang
minimal 0,2%
f) Propofol mendukung perkembangan bakteri, sehingga harus berada dalam
lingkungan yang steril dan hindari profofol dalam kondisi sudah terbuka lebih dari 6
jam untuk mencegah kontaminasi dari bakteri.1,2
Efek Samping
Dapat menyebabkan nyeri selama pemberian pada 50% sampai 75%. Nyeri ini bisa
muncul akibat iritasi pembuluh darah vena, nyeri pada pemberian propofol dapat
dihilangkan dengan menggunakan lidokain (0,5 mg/kg) dan jika mungkin dapat
diberikan 1 sampai 2 menit dengan pemasangan torniquet pada bagian proksimal
tempat suntikan, berikan secara I.V melaui vena yang besar. Gejala mual dan muntah
juga sering sekali ditemui pada pasien setelah operasi menggunakan propofol.
Propofol merupakan emulsi lemak sehingga pemberiannya harus hati – hati pada
pasien dengan gangguan metabolisme lemak seperti hiperlipidemia dan pankreatitis.
Pada sesetengah kasus dapat menyebabkan kejang mioklonik (thiopental < propofol <
etomidate atau methohexital). Phlebitis juga pernah dilaporkan terjadi setelah
pemberian induksi propofol tapi kasusnya sangat jarang. Terdapat juga kasus
terjadinya nekrosis jaringan pada ekstravasasi subkutan pada anak-anak akibat
pemberian propofol.3
Propofol tidak diizinkan untuk digunakan pada anak-anak berusia kurang dari
3 tahun. Ada laporan kematian tak terduga pada anak-anak karena asidosis metabolik
dan kegagalan miokard setelah penggunaan jangka panjang di ICU.
TIOPENTON
4
Tiopental sekarang lebih dikenal dengan nama sodium Penthotal, Thiopenal,
Thiopenton Sodium atau Trapanal yang merupakan obat anestesi umum barbiturat
short acting, tiopentol dapat mencapai otak dengan cepat dan memiliki onset yang
cepat (30-45 detik). Dalam waktu 1 menit tiopenton sudah mencapai puncak
konsentrasi dan setelah 5 – 10 menit konsentrasi mulai menurun di otak dan
kesadaran kembali seperti semula.9 Dosis yang banyak atau dengan menggunakan
infus akan menghasilkan efek sedasi dan hilangnya kesadaran.
5
penurunan frekwensi nafas dan volume tidal bahkan dapat sampai menyebabkan
terjadinya asidosis respiratorik. Dapat juga menyebabkan refleks laringeal yang lebih
aktif berbanding propofol sehingga menyebabkan laringospasme. Jarang
menyebabkan bronkospasme.
Dosis
Dosis yang biasanya diberikan berkisar antara 3-5 mg/kg. Untuk menghindarkan efek
negatif dari tiopental tadi sering diberikan dosis kecil dulu 50-75 mg sambil
menunggu reaksi pasien.
Efek samping
Efek samping yang dapat ditimbulkan seperti alergi, sehingga jangan memberikan
obat ini kepada pasien yang memiliki riwayat alergi terhadap barbiturat, sebab hal ini
dapat menyebabkan terjadinya reaksi anafilaksis yang jarang terjadi, barbiturat juga
kontraindikasi pada pasien dengan porfiria akut, karena barbiturat akan menginduksi
enzim d-aminoleuvulinic acid sintetase, dan dapat memicu terjadinya serangan akut.
Iritasi vena dan kerusakan jaringan akan menyebakan nyeri pada saat pemberian
melalui I.V, hal ini dapat diatasi dengan pemberian heparin dan dilakukan blok
regional simpatis.
KETAMIN
Ketalar sebagai nama dagang yang pertama kali diperkenalkan oleh Domino dan
Carson tahun 1965 yang digunakan sebagai anestesi umum.
Ketamin kurang digemari untuk induksi anastesia, karena sering menimbulkan
takikardi, hipertensi , hipersalivasi , nyeri kepala, pasca anasthesi dapat menimbulkan
muntah – muntah , pandangan kabur dan mimpi buruk.
Ketamin juga sering menebabkan terjadinya disorientasi, ilusi sensoris dan persepsi
dan mimpi gembira yang mengikuti anesthesia, dan sering disebut dengan emergence
phenomena.
Ketamin lebih larut dalam lemak sehingga dengan cepat akan didistribusikan ke
seluruh organ.10 Efek muncul dalam 30 – 60 detik setelah pemberian secara I.V
dengan dosis induksi, dan akan kembali sadar setelah 15 – 20 menit. Jika diberikan
secara I.M maka efek baru akan muncul setelah 15 menit.
6
Efek pada susunan saraf pusat
Apabila diberikan intravena maka dalam waktu 30 detik pasien akan mengalami
perubahan tingkat kesadaran yang disertai tanda khas pada mata berupa kelopak mata
terbuka spontan dan nistagmus. Selain itu kadang-kadang dijumpai gerakan yang
tidak disadari (cataleptic appearance), seperti gerakan mengunyah, menelan, tremor
dan kejang. Itu merupakan efek anestesi dissosiatif yang merupakan tanda khas
setelah pemberian Ketamin. Apabila diberikan secara intramuskular, efeknya akan
tampak dalam 5-8 menit, sering mengakibatkan mimpi buruk dan halusinasi pada
periode pemulihan sehingga pasien mengalami agitasi. Aliran darah ke otak
meningkat, menimbulkan peningkatan tekanan darah intrakranial.
7
secara intermitten diulang setiap 10 – 15 menit dengan dosis setengah dari dosis awal
sampai operasi selesai.3 Dosis obat untuk menimbulkan efek sedasi atau analgesic
adalah 0,2 – 0,8 mg/kg IV atau 2 – 4 mg/kg IM atau 5 – 10 µg/kg/min IV drip infus.
Efek samping
Dapat menyebabkan efek samping berupa peningkatan sekresi air liur pada
mulut,selain itu dapat menimbulkan agitasi dan perasaan lelah , halusinasi dan mimpi
buruk juga terjadi pasca operasi, pada otot dapat menimbulkan efek mioklonus pada
otot rangka selain itu ketamin juga dapat meningkatkan tekanan intracranial. Pada
mata dapat menyebabkan terjadinya nistagmus dan diplopia.
Kontra indikasi
Mengingat efek farmakodinamiknya yang relative kompleks seperti yang telah
disebutkan diatas, maka penggunaannya terbatas pada pasien normal saja. Pada pasien
yang menderita penyakit sistemik penggunaanya harus dipertimbangkan seperti
tekanan intrakranial yang meningkat, misalnya pada trauma kepala, tumor otak dan
operasi intrakranial, tekanan intraokuler meningkat, misalnya pada penyakit
glaukoma dan pada operasi intraokuler. Pasien yang menderita penyakit sistemik yang
sensitif terhadap obat – obat simpatomimetik, seperti ; hipertensi tirotoksikosis,
Diabetes militus , PJK dl1,2
OPIOID
Absorbsi cepat dan komplit terjadi setelah injeksi morfin dan meperedin
intramuskuler, dengan puncak level plasma setelah 20-60 menit. Fentanil sitrat
transmukosal oral merupakan metode efektif menghasilkan analgesia dan sedasi
dengan onset cepat (10 menit) analgesia dan sedasi pada anak-anak (15-20 μg/Kg)
dan dewasa (200-800 μg).
8
Waktu paruh opioid umumnya cepat (5-20 menit). Kelarutan lemak yang rendah dan
morfin memperlambat laju melewati sawar darah otak, sehingga onset kerja lambat
dan durasi kerja juga Iebih panjang. Sebaliknya fentanil dan sufentanil onsetnya cepat
dan durasi singkat setelah injeksi bolus.6
Fentanyl mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress
anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif
stabil.1,2
a. Morfin
9
Penggunaanya untuk premedikasi, analgesic, anastesi, pengobatan nyeri yang
berjaitan dengan iskemia miokard, dan dipsnea yang berkaitan dengan kegagalan
ventrikel kiri dan edema paru.
Dosis :
Analgesic : iv 2,5-15 mg, im 2,5-20 mg, Po 10-30 mg, rectal 10-20 mg setiap 4
jam
Induksi : iv 1 mg/kg
Awitan aksi : iv < 1 menit, im 1-5 menit
Lama aksi : 2-7 jam
Efek samping obat :
Hipotensi, hipertensi, bradikardia, aritmia
Bronkospasme, laringospasme
Penglihatan kabur, sinkop, euphoria, disforia
Retensi urin, spasme ureter
Spasme traktus biliaris, konstipasi, anoreksia, mual, muntah, penundaan
pengosongan lambung
Miosis 4
b. Petidin
Penggunaannya untuk nyeri sedang sampai berat, sebagai suplemen sedasi sebelum
pembedahan, nyeri pada infark miokardium walaupun tidak seefektif morfin
sulfat, untuk menghilangkan ansietas pada pasien dengan dispnea karena acute
pulmonary edema dan acute left ventricular failure. 5
Dosis
Oral/ IM,/SK :
Dewasa :
Dosis lazim 50–150 mg setiap 3-4 jam jika perlu,
Injeksi intravena lambat : dewasa 15–35 mg/jam.
Anak-anak oral/IM/SK : 1.1–1.8 mg/kg setiap 3–4 jam jika perlu.
Untuk sebelum pembedahan : dosis dewasa 50 – 100 mg IM/SK
Petidin dimetabolisme terutama di hati
Kontraindikasi
10
Pasien yang menggunakan trisiklik antidepresan dan MAOi. 14 hari sebelumnya
(menyebabkan koma, depresi pernapasan yang parah, sianosis, hipotensi,
hipereksitabilitas, hipertensi, sakit kepala, kejang)
Hipersensitivitas.
Pasien dengan gagal ginjal lanjut
Efek samping obat
Depresi pernapasan,
Sistem saraf : sakit kepala, gangguan penglihatan, vertigo, depresi, rasa
mengantuk, koma, eforia, disforia, lemah, agitasi, ketegangan, kejang,
Pencernaan : mual, muntah, konstipasi,
Kardiovaskular : aritmia, hipotensi postural,
Reproduksi, ekskresi & endokrin : retensi urin, oliguria.
Efek kolinergik : bradikardia, mulut kering, palpitasi, takikardia, tremor otot,
pergerakan yg tidak terkoordinasi, delirium atau disorintasi, halusinasi.
Lain-lain : berkeringat, muka merah, pruritus, urtikaria, ruam kulit
Peringatan
Hati-hati pada pasien dengan disfungsi hati & ginjal krn akan memperlama kerja &
efek kumulasi opiod, pasien usia lanjut, pada depresi sistem saraf pusat yg parah,
anoreksia, hiperkapnia, depresi pernapasan, aritmia, kejang, cedera kepala, tumor
otak, asma bronchial
c. Fentanil
Digunakan sebagai analgesic dan anastesia
Dosis :
Analgesic : iv/im 25-100 µg
Induksi : iv 5-40 µg/ kg BB
Suplemen anastesi : iv 2-20 µg/kg BB
Anastetik tunggal : iv 50-150 µg/ kg BB
Awitan aksi : iv dalam 30 detik, im < 8 menit
Lama aksi : iv 30-60 menit, im 1-2 jam
Efek samping obat :
Bradikardi, hipotensi
Depresi saluran pernapasan, apnea
Pusing, penglihatan kabur, kejang
Mual, muntah, pengosongan lambung terlambat
11
Miosis 4
Tramadol
Tramadol adalah analgesik kuat yang bekerja pada reseptor opiat. Tramadol mengikat
secara stereospesifik pada reseptor di sistem saraf pusat sehingga menghambat sensasi
nyeri dan respon terhadap nyeri. Disamping itu tramadol menghambat pelepasan
neurotransmiter dari saraf aferen yang sensitif terhadap rangsang, akibatnya impuls
nyeri terhambat. Tramadol peroral diabsorpsi dengan baik dengan bioavailabilitas
75%. Tramadol dan metabolitnya diekskresikan terutama melalui urin dengan waktu
6,3 – 7,4 jam.
Indikasi : Untuk pengobatan nyeri akut dan kronik yang berat, nyeri pasca
pembedahan.
Dosis : Dewasa dan anak di atas 16 tahun :
• Dosis umum : dosis tunggal 50 mg Dosis tersebut biasanya cukup untuk meredakan
nyeri, apabila masih terasa nyeri dapat ditambahkan 50 mg setelah selang
waktu 4 – 6 jam.
• Dosis maksimum 400 mg sehari.
• Dosis sangat tergantung pada intensitas rasa nyeri yang diderita. Penderita
gangguan hati dan ginjal dengan bersihan klirens < 30 mL/menit : 50 – 100
mg setiap 12 jam, maksimum 200 mg sehari.
• Dosis yang dianjurkan untuk pasien dengan cirrhosis adalah 50 mg setiap 12 jam.
Efek samping
Efek samping yang umum terjadi seperti pusing, sedasi, lelah, sakit kepala , pruritis, berkeringat, kulit
kering, mual, muntah, dispepsia dan konstipasi.
BENZODIAZEPIN
12
Obat golongan benzodiazepine dimetabolisme di hepar, efek puncak akan muncul
setelah 4 - 8 menit setelah diazepam disuntikkan secara I.V dan waktu paruh dari
benzodiazepine ini adalah 20 jam. Dosis ulangan akan menyebabkan terjadinya
akumulasi dan pemanjangan efeknya sendiri. Midazolam dan diazepam
didistribusikan secara cepat setelah injeksi bolus, metabolisme mungkin akan tampak
lambat pada pasien tua.
Dapat menimbulkan amnesia, anti kejang, hipnotik, relaksasi otot dan mepunyai efek
sedasi, efek analgesik tidak ada, menurunkan aliran darah otak dan laju metabolisme.
Menyebabkan vasodilatasi sistemik yang ringan dan menurunkan cardiac out put.
Ttidak mempengaruhi frekuensi denyut jantung, perubahan hemodinamik mungkin
terjadi pada dosis yang besar atau apabila dikombinasi dengan opioid
Mempengaruhi penurunan frekuensi nafas dan volume tidal , depresi pusat nafas
mungkin dapat terjadi pada pasien dengan penyakit paru atau pasien dengan retardasi
mental.
Menimbulkan penurunan tonus otot rangka yang bekerja di tingkat supraspinal dan
spinal , sehingga sering digunakan pada pasien yang menderita kekakuan otot
rangka.4,6
a. Diazepam
Karena tidak larut air, maka obat ini dilarutkan dalam pelarut organic (propilen glikol
dan sodium benzoate). Karena itu obat ini bersifat asam dan menimbulkan rasa
13
sakit ketika disuntikan, trombhosis, phlebitis apabila disuntikan pada vena kecil.
Obat ini dimetabolisme di hepar dan diekskresikan melalui ginjal. 2
Obat ini dapat menurunkan tekanan darah arteri. Karena itu, obat ini digunakan untuk
induksi dan supplement pada pasien dengan gangguan jantung berat. 2
Diazepam biasanya digunakan sebagai obat premedikasi, amnesia, sedative, obat
induksi, relaksan otot rangka, antikonvulsan, pengobatan penarikan alcohol akut
dan serangan panic.
Awitan aksi : iv < 2 menit, rectal < 10 menit,
oral 15 menit-1 jam
Lama aksi : iv 15 menit- 1 jam, PO 2-6 jam 4
Dosis :
Premedikasi : iv/im/po/rectal 2-10 mg
Sedasi : 0,04-0,2 mg/kg BB
Induksi : iv 0,3-0,6 mg/kg
Antikonvulsan : iv 0,05-0,2 mg/kg BB setiap 5-10 menit dosis maksimal 30 mg,
PO/rectal 2-10 mg 2-4 kali sehari 4
Efek samping obat :
Menyebabkan bradikardi dan hipotensi
Depresi pernapasan
Mengantuk, ataksia, kebingungan, depresi,
Inkontinensia
Ruam kulit
DVT, phlebitis pada tempat suntikan 4
b. Midazolam
Obat ini mempunyai efek ansiolitik, sedative, anti konvulsif, dan anteretrogad
amnesia. Durasi kerjanya lebih pendek dan kekuatannya 1,5-3x diazepam.
Obat ini menembus plasenta, akan tetapi tidak didapatkan nilai APGAR kurang dari 7
pada neonatus. 2
Dosis :
Premedikasi : im 2,5-10 mg, Po 20-40 mg
Sedasi : iv 0,5-5 mg
Induksi : iv 50-350 µg/kg 4
Efek samping obat :
14
Takikardi, episode vasovagal, komplek ventrikuler premature, hipotensi
Bronkospasme, laringospasme, apnea, hipoventilasi
Euphoria, agitasi, hiperaktivitas
Salvasi, muntah, rasa asam
Ruam, pruritus, hangat atau dingin pada tempat suntikan 4
15
Tabel 1. Dosis induksi TIVA7
16
DAFTAR PUSTAKA
2. Mangku G,dkk. Buku ajar Ilmu Anasthesia dan Reanimasi. Cetakan pertama.
Jakarta : Universitas Udayana Indeks ; 2010
6. Latief SA. Suryadi KA. Dachlan MR, Petunjuk Praktis Anestesiologi dan
Terapi Intensif Edisi 3. Jakarta Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ;
2007
17