Anda di halaman 1dari 9

KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR DALAM AL-QUR’AN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

Dosen : DIAN YUSRI, M. TH

DISUSUN

OLEH

Kelompok 5 (Lima)

1. DESI WINDA SARI

2. DEVI ADILA PUTRI

3. HERDIANSYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

JAM’IYAH MAHMUDIYAH

2017-20
A. PENDAHULUAN
Manusia diciptakan Allah dengan berbagai potensi yang dimilikinya, tentu
dengan alasan yang sangat tepat potensi itu harus ada pada diri manusia,
sebagaimana sudah diketahui manusia diciptakan untuk menjadi khalifatullah fil
ardh. Potensi yang dimiliki manusia tidak ada artinya kalau bukan karena
bimbingan dan hidayah Allah yang terhidang di alam ini. Namun manusia tidak
pula begitu saja mampu menelan mentah-mentah apa yang dia lihat, kecuali
belajar dengan megerahkan segala tenaga yang dia miliki untuk dapat memahami
tanda-tanda yang ada dalam kehidupannya. Tidak hanya itu, manusia setelah
mengetahui wajib mengajarkan ilmunya agar fungsi kekhalifahan manusia tidak
terhenti pada satu masa saja, Dan semua itu sudah diatur oleh Allah SWT.1
Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia. Tanpa ilmu
manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak akan
mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi lebih
baik.
B. PEMBAHASAN
KEWAJIBAN BELAJAR-MENGAJAR DALAM AL-QUR’AN
1. Pengertian Belajar dan Mengajar
Hampir semua ahli telah mencoba merumuskan dan membuat tafsirannya
tentang “Belajar”. Seringkali pula perumusan dan tafsiran berbeda satu sama lain.
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.
(learning is defined as the modification or trengthening of behavior through
experiencing).
Menurut pengertian diatas, belajar adalah merupakan proses suatu kegiatan
dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengiat, akan tetapi lebih
luas daripada itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu penguasaan hasil
latihan, melainkan perubahan kelakuan. Ada juga yang mengatakan bahwa belajar
adalah memperoleh pengetahuan, belajar adalah latihan-latihan pembentukan
kebiasaan secara otomatis, dan seterusnya.

1
Ahmad Mustafa al-Maraghi. Tafsir al-Maraghi jilid IV, (Beirut Dar al-fikr), hal. 48.
Sedangkan pengertian mengajar lebih identik kepada proses mengarahkan
seseorang agar lebih baik. Didalam ilmu pendidikan islam adalah setiap orang
dewasa yang karena kewajiban agamanya bertanggung jawab atas pendidikan
dirinya dan orang lain. Atau konsekuensi dari pada pengetahuan yang didapat.
2. Alasan menuntut ilmu (belajar).
Menuntut ilmu merupakan kewajiban dan kebutuhan manusia.
Tanpa ilmu manusia akan tersesat dari jalan kebenaran. Tanpa ilmu manusia tidak
akan mampu merubah suatu peradaban. Bahkan dirinyapun tidak bisa menjadi
lebih baik. Karena menuntut ilmu merupakan sesuatu yang sangat penting dan
merupakan kewajiban bagi setiap muslim. Dari urian tadi sudah menjadi
keseharusan dalam menuntut ilmu.
3. Awal Perintah Membaca
Mengingat hal diatas sangat tepat jika wahyu pertama turun kepada nabi
SAW mengisyaratkan tentang perintah membaca (menuntut ilmu). Yakni Surat
Al-Alaq ayat 1

Artinya
“Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan.”
Kata Iqra’ terambil dari kata kerja kara’a yang pada mulanya berarti
menghimpun. Apabila kita merangkai huruf kemudian mengucapkan rangkaian
tersebut maka kita sudah menghimpunnya yakni membacanya.2 Dengan
demikinan, realisasi perintah tersebut tidak mengharuskan adanya suatu teks
tertulis sebagai objek bacaan, tidak pula harus diucapkan sehingga terdengar oleh
orang lain. Karena dalam kamus-kamus ditemukan aneka ragam arti dari kata
tersebut adalah bisa menyampaikan, menela’ah, membaca, meneliti, mendalami.
Syekh “Abdul Halim Mahmud (mantan pemimpin tinggi Al-Azhar Mesir)
sebagaimana dikutip Quraish Shihab dia menulis dalam bukunya al-Qur’an Fi

2
Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan, Dan Keserasian Al-Qur’an, (: lentera
Hati, 2002. Volume 15) hal 392
Syahr al-Qur’an: “ dengan kalimat iqra’ bismi Rabbika, al-Qur’an tidak hanya
sekedar menyuruh membaca, tetapi membaca adalah lambang dari segala apa
yang dilakukan oleh manusia, baik yang sifatnya aktif maupun pasif. Kalimat
tersebut dalam pengertian dan semangatnya ingin menyatakan “bacalah demi
Tuhanmu, bergeraklah demi Tuhanmu, bekerjalah demi Tuhanmu” . demikian
juga ketika kita berhenti melakukan aktifitas hendaklah didasari pada Bismi
rabbika sehingga akhirnya ayat itu berarti “jadilah seluruh kehidupanmu,
Wujudmu, dalam cara dan tujuanmu, kesemuanya demi karena Allah semata”.3
Adapun Asbabun Nuzul ayat ini adalah Dalam hadis sahih riwayat Bukhari
dinyatakan bahkan Nabi SAW. datang ke gua Hira' suatu gua yang terletak di atas
sebuah bukit di pinggir kota Mekah untuk berkhalwat beberapa malam. Kemudian
sekembali beliau pulang mengambil bekal dari rumah istri beliau, Khadijah,
datanglah jibril kepada beliau dan menyuruhnya membaca.
Nabi menjawab: "Aku tidak bisa membaca" Jibril merangkulnya sehingga
Nabi merasa sesak nafas. Jibril melepaskannya; sambil berkata: "Bacalah". Nabi
menjawab: "Aku tidak bisa membaca". Lalu. dirangkulnya lagi dan dilepaskannya
sambil berkata: "Bacalah". Nabi menjawab: "Aku tidak bisa membaca" sehingga
Nabi merasa payah, maka Jibril membacakan ayat 1 sampai ayat 5.
4. Peranan Akal dalam proses belajar
Segala potensi yang dimiliki manusia sebagai jalan untuk mengetahui
sesuatu baik berupa isyarat yang jelas (tampak) maupun yang tersembunyi yang
hanya mampu ditangkap dengan indra yang abstrak merupakan cara Allah
mendidik manusia.
Jelaslah alasan manusia menuntut ilmu (Belajar) tidak luput dari unsur
wahyu ilahiyah, maka tidak pantas manusia sebagai penuntut ilmu melepaskan
diri dari wahyu Ilahi Sebagai ayat-ayat Qauliyah. Karena petunjuk yang tidak
akan ditemui di alam (ayat-ayat kauniyah Allah) hanya dapat ditemukan dalam al-
Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW. Disini peranan akal sangat mempunyai
otoritas yang sangat tinggi dalam proses belajar yakni menuntut ilmu. Karena akal
adalah sebagai alat untuk menuntut ilmu, dan ilmu adalah alat untuk
menghilangkan kesulitan manusia, maka didalam islampun memerintahkan

3
Ibid hal 394
manusia untuk menuntut ilmu, bukan saja ilmu agama, tetapi juga ilmu-ilmu
lainnya.
5. Waktu dan derajat atau kedudukan menuntut ilmu (belajar)
Sebagai makhluk yang berakal, umat islam mempertahankan
kemuliaannya diperintahkan untuk menuntut ilmu dalam waktu yang tidak
terbatas selama hayat dikandung badan. Prinsip belajar selama hidup ini
merupakan ajaran islam yang penting. Sabda Rasulullah SAW : yang Artinya :
Tuntutan ilmu itu sejak dari ayunan sampai keliang lahat (mulai dari kecil sampai
mati). (H.R Ibn.Abd.Bar).
Lebih tegas lagi, islam mewajibkan orang menuntut ilmu melalui sabda
Nabi SAW Yang Artinya : Menuntut ilmu itu adalah kewajiban atas setiap orang
islam, laki-laki ataupun perempuan. (H.R. Bukhari dan Muslim).
Karena sungguh dalam Islam mereka yang tekun mencari ilmu lebih
dihargai daripada mereka yang beribadah sepanjang masa. Kelebihan ahli ilmu,
al-‘alim daripada ahli ibadah, al- ‘abid, adalah seperti kelebihan Muhammad atas
orang Islam seluruhnya. Di kalangan kaum muslimin hadits ini sangat popular
sehingga mereka memandang bahwa mencari ilmu merupakan bagian integral dari
ibadah.4
Dalam Islam, nilai keutamaan dari pengetahuan keagamaan berikut
penyebarannya tidak pernah diragukan lagi. Nabi menjamin bahwa orang yang
berjuang dalam rangka menuntut ilmu akan diberikan banyak kemudahan oleh
Tuhan menuju surga. Para pengikut atau murid Nabi telah berhasil meneruskan
dan menerapkan ajaran tentang semangat menuntut dan mencari ilmu. Motivasi
religius ini juga bisa ditemukan dalam tradisi Rihla. Suatu tradisi ulama yang
disebut al-rihla fi talab al-‘ilm ‘ Suatu perjalanan dalam rangka mencari
ilmu’adalah bukti sedemikian besarnya rasa keingintahuan dikalangan para ulama.
Rihla, tidak hanya merupakan tradisi ulama, tapi juga merupakan
kebutuhan untuk menuntut ilmu dan mencari ilmu yang didorong oleh nilai-nilai
religius. Hadits-hadits Nabi membuktikan suatu hubungan tertentu :” Seseorang
yang pergi mencari ilmu dijalan Allah hingga ia kembali, ia memeperoleh pahala

4
Mushaf Wakaf, Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Forum Pelayan Al-Qur’an, 2013), hal.
206.
seperti orang yang berperang menegakkan agama. Para malaikat membentangkan
sayap kepadanya dan semua makhluk berdoa untuknya termasuk ikan dan air”.
Islam secara mutlaq mendorong para pengikutnya untuk menuntut ilmu
sejauh mungkin, bahkan sampai ke negeri Cina. Nabi menyatakan bahwa jauhnya
letak suatu Negara tidaklah menjadi masalah, sebagai ilustrasi unik terhadap
kemuliaan nilai ilmu pengetahuan.5 Siapaun sepakat hadits Nabi yang berbunyi
Utlub al ‘ilm walau kana bi al-shin, menekankan betapa pentingnya mencari ilmu
lebih-lebih ilmu agama yang dikategorikan Imam Ghozali sebagai fardlu ‘ain.6
Disamping Hadits Nabi yang berkenaan dengan al- shin nabi juga
menyinggung tentang al-yahud yang mana dikisahkan bahwa Nabi menyuruh
sekretarisnya untuk mempelajari kitab al-Yahud sebagai proteksi diri dari
penipuan kaum yahudi. Dari kedua hadits tersebut diungkapkan untuk memberi
penekananan bahwa terdapat hubungan simbiosis antara ilmu pengetahuan dan
dengan kemajuan serta ketahanan peradapan Islam. Menurut Nabi , tinta para
pelajar nilainya setara dengan darah para syuhada’ pada hari pembalasan.
6. Orang-orang yang terpilih dalam proses belajar mengajar
Dalam hal ini, para pelaku dalam proses belajar mengajar, yaitu guru dan
murid dipandang sebagai ‘‘ orang-orang terpilih’’ dalam masyarakat yang telah
termotivasi secara kuat oleh agama untuk mengembangkan dan mengamalkan
ilmu pengetahuan mereka. hal ini sejalan dengan ayat al-Qur’an surat al-Taubah
ayat 122 yang artinya berbunyi :

5
Abdurrahman Mas’ud. M.A.Ph.D, Menggagas Format Pendidikan Nondikotomik,
Yogyakarta, Gema Media, 2002,hlm 24-27.
6
Ibid hal 74
Artinya :
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang
untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi
peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya
mereka itu dapat menjaga dirinya ( Q.S. Al-Taubah: 122)
Penjelasan :
Ada dua versi yang kami temukan yaitu pada tafsir Al-Misbah karya M.
Quraish Shihab dan tafsir Al-Maraghi Karya Ahmad Musthafa Al-Maraghi.
Yang pertama mari kita lihat penjelasan yang kami dapatkan dari tafsir Al-
Misbah.
Ayat itu menuntun kaum muslimin untuk membagi tugas dengan
menegaskan bahwa “Tidak sepatutnya bagi orang-orang mu’min yang selama ini
dianjurkan agar bergegas menuju medan perang pergi semua ke medan perang
sehingga tidak tersisa lagi yang melaksanakan tugas yang lain”. Jika memang ada
panggilan yang bersifat mobilisasi umum maka mengapa tidak pergi dari setiap
golongan, yakni kelompok besar diantara mereka beberapa orang dari golongan
itu untuk bersungguh-sungguh memperdalam pengetahuan tentang agama
sehingga mereka dapat memperoleh manfaat untuk diri mereka dan orang lain dan
juga untuk memberi peringatan kepada kaum merka yang menjadi anggota yang
di tugaskan oleh Rasulullah SAW.7
Terbaca di atas bahwa yang dimaksud dengan orang yang memperdalam
pengetahuan demikian juga yang memberi peringatan adalah mereka yang tinggal
bersama Rasulullah SAW. Ini adalah pendapat mayoritas ulama.
Ayat ini mengggaris bawahi terlebih dahulu motivasi bertafaqquh/
memperdalam pengetahuan bagi mereka yang dianjurkan keluar sedang motivasi
utama mereka yang berperang bukanlah tafaqquh.
Yang kedua kita lihat menurut tafsir Al-Maraghi.
Ayat ini menerangkan kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut
perjuangan yakni hukum mencari ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa
pendalaman ilmu agama itu merupakan cara berjuang dengan menggunakan

7
Ahmad Baiquni,Islam san Ilmu Pengetahuan Modern,Mizan,Bandung 1988,Cet.1.hal 34
hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga merupakan rukun terpenting dalam
menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi Islam. Karena perjuangan yang
menggunakan pedang itu sendiri tidak di syaratkan kecuali untuk jadi benteng dan
pagar dari da’wah tersebut agar jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh
dari orang-orang kair dan munafik.
Berdasarkan dua penafsiran bahwa kami dari penulis makalah cenderung
kepada tafsir Al-Maraghi bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan cara
berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga
merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-
sendi Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak di
syaratkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar jangan
dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan munafik.
Karena kebaikan menuntut ilmu dan mengajarkannya sama pahalanya disisi Allah
dengan jihad. Barang siapa yang memberi contoh kebaikan , kemudian kebaikan
itu dicontoh oleh orang lain, maka dia akan mendapat kebaikan yang sama dengan
orang yang melakukan tersebut, tanpa mengurangi pahala orang yang
melakukannya, begitu juga sebaliknya. Demikian ungkapan yang sementara
dianggap dari Rasulullah SAW.8

8
Abibudin NAta, Tafsir Ayat-ayat pendidikan (tafsir Al-ayat At-Tarbawi), Raja Grafindo
Persada, Jakarta. 2002, hal.40.
D. Penutup
1. Kesimpulan
Belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman agar lebih baik. Oleh karena itu proses belajar atau menuntut ilmu
merupakan sesuatu yang sangat penting dan merupakan kewajiban bagi setiap
muslim yang harus benar-benar dilaksanakan, tentunya dalam hal ini ada
kaitannya dengan membaca maupun mengamati baik itu yang berbaur Agama
maupun ilmu-ilmu umum. Sebagai makhluk yang berakal, umat islam
mempertahankan kemuliaannya diperintahkan untuk menuntut ilmu dalam waktu
yang tidak terbatas selama hayat masih dikandung badan
2. Saran
Dari uraian diatas penulis dapat memberikan saran kepada pembaca
khususnya untuk penulis sendiri.
a. Mengingat belajar mengajar adalah suatu keharusann dilakukan oleh
seorang muslim dalam rangka memanfaatkan potensi akal yang diberikan
Allah SWT maka isilah akal itu dengan pengetahuan Al-Qur’an (Agama)
agar bisa tertujunya tujuan insane kamil.
b. Dengan semakin banyak belajar atau mengkaji dan mendalami ayat-ayat
Allah Baik Qauliyah maupun Qaauniayah, akan semakin membuka peluan
terciptanya ilmu-ilmu baru dan peradaban baru yang lebih baik.
c. Mengingat orang yang menuntut ilmu lalu mengajarkannya memiliki
kedudukan yang sama dengan kebaikan orang yang jihad di perang melawan
orang-orang kafir. Maka hal ini bisa digunakan sebagai motivasi dalam
meraih kehidupan yang lebih baik diakherat kelak.

Anda mungkin juga menyukai