Anda di halaman 1dari 39

KEPERAWATAN KRITIS

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN KOMA”

Disusun oleh :

1. Clausewitz W. Masala
2. Natalia Sutoyo
3. Philialiani Kindangen
4. Indah Harahap
5. Meylan B. Mamusung
6. Meigi Mamesah

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIKA DE LA SALLE MANADO
2019

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmatNya sehingga
kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Asuhan Keperawatan
pada Pasien Koma” dalam bentuk maupun isinya yang sederhana. Semoga makalah ini dapat
digunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi pembaca.
Harapan kami semoga makalah ini bermanfaat dan membantu menambah
pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Sehingga kita dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini sehingga kedepannya lebih baik.
Makalah ini kita akui banyak kekurangan karena pengalaman yang kita miliki kurang.
Oleh karena itu kami harapkan kepada dosen pembimbing untuk memberikan masukan –
masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan makalah ini.

Manado, 30 September 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................i
DAFTAR ISI......................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang.....................................................................................1
B. Rumusan masalah................................................................................2
C. Tujuan..................................................................................................2
BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian ...........................................................................................3
B. Cara penilaian kesadaran.....................................................................4
C. Etiologi ...............................................................................................7
D. Manifestasi klinis................................................................................8
E. Patofisiologi........................................................................................10
F. Pemeriksaan diagnostik .....................................................................12
G. Penatalaksanaan..................................................................................13
H. Komplikasi..........................................................................................14
BAB III KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian...........................................................................................16
B. Diagnosa keperawatan.........................................................................23
C. Intervensi.............................................................................................23
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan..........................................................................................35
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................36

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Penurunan kesadaran merupakan kasus gawat darurat dan kritis yang sering dijumpai
dalam praktek sehari – hari. Berdasarkan hasil pengumpulan data Rumah Sakit Pendidikan
yang pernah dikunjungi, para peneliti memperkirakan bahwa terdapat 3% kasus dengan
penurunan kesadaran atau koma dari 10% jumlah kasus kegawatdaruratan dan kritis
neurologi di Rumah Sakit yang pernah dikunjungi.
Kesadaran ditentukan oleh kondisi pusat kesadaran yang berada di kedua hemisfer
serebridan Ascending Reticular Activating System (ARAS) Jika terjadi kelainan pada kedua
sistem ini, baik yang melibatkan sistem anatomi maupun fungsional akan mengakibatkan
terjadinya penurunan kesadaran dengan berbagai tingkatan. Ascending Reticular Activating
System merupakan suatu rangkaian atau network system yang dari kaudal berasal dari
medulla spinalis menuju rostral yaitu diensefalon melalui brain stem sehingga kelainan yang
mengenai lintasan ARAS tersebut berada diantara medulla, pons, mesencephalon menuju ke
subthalamus, hipothalamus, thalamus dan akan menimbulkan penurunan derajat kesadaran.
Neurotransmiter yang berperan pada ARAS antara lain neurotransmiter kolinergik,
monoaminergik dan gammaaminobutyric acid (GABA) Respon gangguan kesadaran pada
kelainan di ARAS ini merupakan kelainan yang berpengaruh kepada sistem arousal yaitu
respon primitif yang merupakan manifestasi rangkaian inti – inti di batang otak dan serabut –
serabut syaraf pada susunan saraf. Korteks serebri merupakan bagian yang terbesar dari
susunan saraf pusat di mana kedua korteks ini berperan dalamkesadaran akan diri terhadap
lingkngan atau input – input rangsangan sensoris, hal ini disebut juga sebagai awareness.
Pada referat ini akan dibahas mengenai definisi penurunan kesadaran, bahaya penurunan
kesadaran, patofisiologi, diagnosis serta diagnosis penurunan kesadaran akibat metabolik
danstruktural dan tatalaksana penurunan kesadaran yang terbagi atas tatalaksana baik umum
maupun khusus.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa definisi dari penurunan kesadaran?
2. Bagaimana cara menilai kesadaran / penurunan kesadaran?
3. Apa saja etiologi penurunan kesadaran?
4. Bagaimana manifestasi klinis yang terjadi pada penurunan kesadaran?
5. Bagaimana patofisiologi dari penurunan kesadaran?
6. Bagaimana pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien dengan
penurunan kesadaran?
7. Bagaimana penatalaksanaan pasien dengan penurunan kesadaran?
8. Apa saja komplikasi yang muncul pada pasien dengan penurunan kesadaran?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan penurunan kesadaran?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk dapat mengetahui pengertian dari penurunan kesadaran.
2. Untuk dapat mengetahui cara menilai kesadaran / penurunan kesadaran.
3. Untuk dapat mengetahui etiologi penurunan kesadaran.
4. Untuk dapat mengetahui manifestasi klinis penurunan kesadaran.
5. Untuk dapat mengetahui patofisiologi penurunan kesadaran.
6. Untuk dapat mengetahui pemeriksaan diagnostik pada pasien penurunan kesadaran.
7. Untuk dapat mengetahui penatalaksanaan pasien dengan penurunan kesadaran.
8. Untuk dapat mengetahui komplikasi pasien dengan penurunan kesadaran.
9. Untuk dapat mengetahui asuhan kaperawatan penurunan kesadaran.

2
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN
Pengertian kesadaran menurut Corwin Elizabeth (2009), adalah pengetahuan penuh atas
diri, lokasi, dan waktu di setiap lingkungan. Agar sadar penuh diperlukan sistem aktivasi
retikular yang utuh, dalam keadaan berfungsinya pusat otak yang lebih tinggi di korteks
serebri.
Perubahan kesadaran biasanya dimulai dengan gangguan fungsi diensefalon, yang
ditandai dengan kebuntuan, kebingungan, letargi, dan akhirnya stupor ketika individu
menjadi sulit terjaga. Penurunan kesadran yang berkelanjutan terjadi pada disfungsi otak
tengah dan ditandai dengan semakin dalamnya keadaan stupor. Akhirnya dapat terjadi
disfungsi medula dan pons yang menyebabkan koma.
Menurut Aru W. Sudoyo; dkk (2007), koma adalah keadaan penurunan kesadaran dan
respons dalam bentuk yang berat, kondisinya seperti tidur yang dalam di mana pasien tidak
dapat bangun dari tidurnya.
Koma adalah keadaan turunnya kesadaran yang paling berat, dimana klien tidak bereaksi
lagi terhadap rangsang nyeri. Koma terjadi apabila gangguan atau kerusakan pada pusat
kesadaran timbul pada migrain atau talamus. Pada koma masih ada reaksi dengan gerakan
pertahanan primitif, seperti reflek kornea, reflek pupil dan menarik tungkai.
Dalam menilai penurunan kesadaran dikenal beberapa istilah yaitu :
1. Kompos mentis
Kompos mentis adalah kesadaran normal, menyadari seluruh asupan dari
panca indra dan bereaksi secara optimal terhadap seluruh rangsangan baik dari
luar maupun dalam.
2. Somnelen / drowsiness / clouding of consciousness
Mata cenderung menutup, mengantuk, masih dapat dibangunkan dengan
perintah, masih dapat menjawab pertanyaan walau sedikit bingung, tampak
gelisah dan orientasi terhadap sekitarnya menurun.
3. Stupor / Sopor
Mata tertutup dengan rangsang nyeri atau suara keras baru membuka mata
atau bersuara satu dua kata. Motorik hanya berupa gerakan mengelak terhadap
rangsang nyeri.
4. Soporokoma / Semikoma
Mata tetap tertutup walaupun dirangsang nyeri secara kuat, hanya dapat
mengerang tanpa arti, motorik hanya gerakan primitif.
5. Koma

3
Dengan rangsang apapun tidak ada reaksi sama sekali, baik dalam hal
membuka mata, bicara maupun reaksi motorik.

B. CARA PENILAIAN KESADARAN


Penilaian statis kesadaran ada 2 yaitu penilaian secara kualitatif dan penilaian secara kuantitatif.
1. Secara kualitatif
Penilaian kesadaran secara kualitatif antara lain :
a) Komposmentis (score 14 – 15)
Yaitu anak mengalami kesadaran penuh dengan memberikan respons yang
cukupterhadap stimulus yang diberikan.
b) Apatis
Yaitu anak mengalami acuh tak acuh terhadap kesadaran sekitanya.
c) Somnolen (score 11 – 13)
Yaitu anak memiliki kesadaran yang lebih rendah ditandai dengan anak
tampak mengantuk, selalu ingin tidur, tidak responsit, terhadap rangsangan ringan
danmasih memberikan respons terhadap rangsangan yang kuat.
d) Sopor (score 8 –10 )
Yaitu anak tidak memberikan respons ringan maupun sedang, tetapi
masihmemberikan respons sedikit terhadap rangsangan yang kuat dengan adanya
refleks pupil terhadap cahaya yang masih positif.
e) Koma (score < 5)
Yaitu anak tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau rangsangan apapun
sehinggarefleks pupil terhadap cahaya tidak ada.
f) Delirium
Yaitu tingkat kesadaran yang paling bawah ditandai dengan dicorientasi yangsangat
iriatif, kacau dan salah persepsi terhadap rangsangan sensorik.
2. Secara kuantitatif
Penilaian kesadaran secara kuantitatif dapat diukur melalui penilaian skala koma
(Glasgow) yang dinyatakan dengan ecscelargow Cuma scale dengan nilai koma dibawah 10,
adapun penilaian sebagai berikut :
Penilaian pada Glasgow Coma Scale :
a) Respon motorik

4
Nillai 6 : Mampu mengikuti perintah sederhana seperti : mengangkat
tangan, menunjukkan jumlah jari – jari dari angka – angka yang disebutkan oleh
pemeriksa, melepaskan gangguan.
Nilai 5 : Mampu menunjuk tepat, tempat rangsang nyeri yang diberikan
seperti tekanan pada sternum, cubitan pada M. Trapezius
Nilai 4 : Fleksi menghindar dari rangsang nyeri yang diberikan, tapi tidak
mampu menunjuk lokasi atau tempat rangsang dengan tangannya.
Nilai 3 : fleksi abnormal. Bahu aduksi fleksi dan pronasi lengan bawah,
fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri
(decorticate rigidity).
Nilai 2 : ekstensi abnormal. Bahu aduksi dan rotasi interna, ekstensi lengan
bawah, fleksi pergelangan tangan dan tinju mengepal, bila diberi rangsang nyeri
(decerebrate rigidity).
Nilai 1 : Sama sekali tidak ada respon.
b) Respon verbal atau bicara
Respon verbal diperiksa pada saat pasien terjaga (bangun). Pemeriksaan ini
tidak berlaku bila pasien :
Dispasia atau apasia, mengalami trauma mulut, dipasang intubasi trakhea
(ETT).
Nilai 5 : pasien orientasi penuh atau baik dan mampu berbicara. Orientasi
waktu, tempat, orang, siapa dirinya, berada dimana, tanggal hari.
Nilai 4 : pasien “confuse” atau tidak orientasi penuh.
Nilai 3 : bisa bicara, kata – kata yang diucapkan jelas dan baik tapi pasien
tidak menyambung dengan apa yang sedang dibicarakan.
Nilai 2 : bias berbicara tapi tidak dapat ditangkap jelas apa artinya
(“ngrenyem”), suara – suara tidak dapat dikenali makna katanya.
Nilai 1 : tidak bersuara apapun walau diberikan rangsangan nyeri.

c) Respon membukanya mata


Perikasalah rangsang minimum apa yang bisa membuka satu atau kedua
matanya.
Nilai 4 : Mata membuka spontan misalnya sesudah disentuh.
Nilai 3 : Mata baru membuka bila diajak bicara atau dipanggil nama atau
diperintahkan membuka mata.

5
Nilai 2 : Mata membuka bila dirangsang kuat atau nyeri.
Nilai 1 : Tidak membuka mata walaupaun dirangsang nyeri (Musrifatul,
2006 : 160 – 161).

6
C. ETIOLOGI

1. Penyakit Intra Kranial


a. Trauma sistem syaraf pusat
1) Contusio cerebri
2) Commusio cerebri
3) Fraktur cerebri
4) Hematoma epidural
5) Hematoma subdural
6) Hematoma intracerebral
b. Gangguan peredaran darah otak
1) Stroke hemmorhagic
2) Stroke non hemmorhagic (emboli serebri, trombosis serebri)
3) Perdarahan subarakhnoid
c. Infeksi sistem syaraf pusat
1) Meningitis
2) Abses otak
3) Virus enchepalitis
d. Tumor sistem syaraf pusat
1) Perdarahan dalam tumor serebri
2) Edema serebri sekitar tumor serebri
e. Serangan kejang kejang (epilepsi)
f. Penyakit degeneratif sistem syaraf pusat
g. Peningkatan tekanan intra kranial berbagai sebab
2. Penyakit ekstra kranial
a. Vaskuler : syok, payah jantung, hipertensi, hipotensi
b. Metabolik
Asidosis metabolik, hypoglikemia, hyperglikemia, hypokalemia, hyperkalemia,
hipoksia, hiperkarbia, coma diabetikum, dll.
c. Keracunan : alkohol, narkotika, barbiturat, tranquilizer, dll.
d. Infeksi sistemik berat : pneumonia, typoid, dll.
e. Trauma fisik : hypothermia, elektrokoagulasi

7
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Corwin Elizabeth (2009), manifestasi klinisnya adalah :
1. Perubahan respons pupil
Perubahan pupil penting yang dijumpai pada kerusakan otak adalah pupil
pinpoint yang tampak pada overdosis opiat (heroin) serta dilatasi dan fiksasi pupil
bilateral yang biasanya dijumpai pada overdosis barbiturat. Cidera batang otak
memperlihatkan fiksasi pupil bilateral dengan posisi di tengah.
2. Perubahan gerakan mata
Pada cidera batang otak, terjadi gangguan gerakan mata, dan mata terfiksasi
dalam posisi ke depan langsung. Deviasi yang miring dengan satu mata memandang
ke atas dan satu ke bawah, menunjukkan cedera kompresif pada batang otak.
Gerakan siklik unvolunter normal pada bola mata (respons nigtagmus) sebagai
respons terhadap pemberian air es ke telinga menghilang pada disfungsi korteks dan
batang otak.
3. Perubahan pola nafas
a) Kerusakan pada batang otak pusat pernafasan di batang otak bagian bawah
mengontrol pernafasan berdasarkan konsentrasi ion hidrogen dalam CSS yang
mengelilinginya. Kerusakan batang otak menyebabkan pola nafas yang tidak
teratur dan tidak dapat diperkirakan. Overdosis opiat merusak pusat pernafasan
dan menyebabkan penurunan frekuensi pernafasan secara bertahap sampai
pernafasan terhenti.
b) Kerusakan serebral
Pernafasan cheynes – stokes juga merupakan pernafasan yang didasarkan
pada kadar karbondioksida. Pada kasus ini pusat pernafasan berespons
berelebihan terhadap karbondioksida yang menyebabkan pola nafas tenang
meningkat frekwensi dan kedalaman pernafasan kemudian turun dengan mudah
sampai terjadi apnea (decrescendo breathing). Pernafasan chynes – stokes mirip
dengan apnea pasca ventilasi, yang dijumpai pada kerusakan hemisfer serebri,
sering berkaitan dengan koma metabolic.
4. Perubahan respons motorik dan gerakan
Respons motorik abnormal meliputi tidak sesuainya atau tidak adanya gerakan
sebagai respons terhadap stimulus nyeri, refleks batang otak seperti respons
mengisap dan menggengam terjadi apabila pusat otak yang lebih tinggi rusak.
5. Disfasia
Disfasia adalah gangguan pemahamaan atau pembentukan bahasa. Afasia adalah
kehilangan total pemahaman atau pembenyukaan bahasa. Disfasia biasanya
disebabkan oleh hipoksia serebral yang sering berkaitan dengan stroke, tetapi dapat

8
juga disebabkan oleh trauma atau infeksi. Kerusakan otak yang menyebabkan
disfasia biasanya mengenai hemisfer serebri kiri.
6. Disfasia broca
Disfasia broca terjadi akibat kerusakan area broca di lobus frontalis. Individu
yang mengalami disfasia broca memahami bahasa, tetapi kemampuanya untuk
mengekspresikan kata secaara bermakna dalam bentuk tulisan atau lisan terganggu.
Hal ini disebut disfasia ekspresif.
7. Disfasia wernicke
Disfasia wernicke terjadi akibat kerusakan area wernicke di lobus temporalis
kiri. Pada disfasia wernicke, ekspresi bahasa secara verbal utuh, tetapi pemahaman
bermakna terhadap kata yang diucapkan atau tertulis terganggu. Hal ini disebut
disfasia reseptif.
8. Agnosia
Agnosia adalah kegagalan mengenali obyek karena ketidaknyamanan
memahami stimulus sensorik yang datang. Agnosia dapat berupa visual,
pendengaran, taktil, atau berkaitan dengan pengucapan atau penciuman. Agnosia
terjadi akibat kerusakan pada area sensorik primer atau asosiatif tertentu di korteks
serebri.
9. Demam
10. Gelisah
11. Kejang
12. Retensi lender / sputum di tenggorokan
13. Retensi atau inkontinensia urin
14. Hipertensi atau hipotensi
15. Sakit kepala hebat

9
E. PATOFISIOLOGI

Otak berfungsi baik jika kebutuhan oksigen dan glukosa terpenuhi. Otak tidak
mempunyai cadangan oksigen sehingga apabila otak mengalami kekurangan oksigen
meskipun hanya sebentar, maka akan terjadi gangguan fungsi.
Otak juga akan terganggu fungsinya apabila mengalami kekurangan glukosa sebagai
bahan metabolisme otak. Jika otak kekurangan glukosa < 20% dari kebutuhan, maka
akan terjadi koma.
Koma dibedakan menjadi dua, yaitu koma kortikal bihemisferik dan koma
diensefalik.
1. Koma kortikal bihemisferik
a) Terjadi apabila ada gangguan kortek serebri secara menyeluruh.
b) Disebut juga dengan koma metabolik, yaitu koma yang timbul karena
terjadi gangguan metabolik sel neuron di korteks serebri dikedua hemisfer.
2. Koma diensefalik
a) Terjadi apabila ada gangguan ARAS.
b) Gangguan ARAS timbul oleh karena adanya proses patologi supra
tentorial dan intra tentorial.
a. Proses patologi supra tentorial
Merupakan suatu proses desak ruang supra tentorial yang akhirnya
menimbulkan pressure cone yaitu inkaserasi dari unkus di insisura
tentorii. Akibatnya klien mengalami paralysis nervus III dan penurunan
kesadaran (koma). Terjadi pada tumor serebri, hematoma intra kranial
dan abses intra kranial.
b. Proses patologi intra tentorial
Merupakan proses penyumbatan lintasan liquor serebrospinal yang
menimbulkan presure cone yaitu inkaserasi (terjepitnya) tonsil serebri
di foramen magnum. Akibatnya klien mengalami penurunan kesadaran.
Terjadi pada infark batang otak bagian rostal, kontusio serebri, tumor,
dan arakhnoiditis.

Beberapa jenis koma :


1. Koma Diabetik
Pada keadaan ini penderita mengalami hiperglikemia, dehidrasi dan
asidosis; oleh karena itu kulit dan lidahnya kering, nadi cepat dan kecil, napas
kussmaul dan berbau aseton; pada pemeriksaan urine biasanya ditemukan

10
reduksi positif tinggi dan aseton.
2. Koma Hipoglikemik
Juga sering terdapat pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkontrol,
terdapat gejala syaraf pusat gangguan virus, nyeri kepala, psikiatrik (depresif
iritabel) atau vasomotorik (keringat, palpitasi, pucat) yang segera hilang
setelah pemberian glukosa, kadar gula darahnya selalu < 50 mg / dL.
Pengobatan :
a) – 50 mL glukosa 40 % Intra Vena.
b) Bila pembrian IV tidak mungkin, berikan glucagon 1 – 2 mg Intra
Muskular atau epinefrin / 1000 ½ mL SC. Segera setelah keadaan
penderita lebih baik harus disusul dengan pemberian glukosa Intra Vena
atau gula 10 – 30 peroral / sonde.
c) Sebagai penunjang berikan infuse glukosa 10 %.
3. Koma Hepatik
Terjadi pada kegagalan fungsi hati akibatberbagai penyakit sirosis hepatis,
hepatitis fulminan, karsinoma hati. Disini penderita kelihatan ikterik, nadi cepat
dan kecil, pernapasan berbau busuk, mungkin ditemukan pula tanda penyakit
penyebab.

11
F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk menentukan penyebab penurunan
kesadaran yaitu :
1. Laboratorium darah
Meliputi tes glukosa darah, elektrolit, ammonia serum, nitrogen urea darah
(BUN), osmolalitas, kalsium, masa pembekuan, kandungan keton serum, alkohol,
obat – obatan dan analisa gas darah (BGA).
2. CT Scan
Pemeriksaan ini untuk mengetahui lesi – lesi otak.
3. PET (Positron Emission Tomography)
Untuk menilai perubahan metabolik otak, lesi – lesi otak, stroke dan tumor otak.
4. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Untuk mendeteksi lokasi kejang pada epilepsi, stroke.
5. MRI
Untuk menilai keadaan abnormal serebral, adanya tumor otak.
6. Angiografi serebral
Untuk mengetahui adanya gangguan vascular, aneurisma dan malformasi
arteriovena.
7. Ekoensefalography
Untuk mendeteksi sebuah perubahan struktur garis tengah serebral yang
disebabkan hematoma subdural, perdarahan intraserebral, infark serebral yang luas
dan neoplasma.
8. MG (Elektromiography)
Untuk membedakan kelemahan akibat neuropati maupun akibat penyakit lain.

12
G. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan perawatan, antara lain :
a) Perawatan dasar
1. Memenuhi kebutuhan zat asam, zat makanan, dan cairan.
2. Memelihara kebersihan tubuh.
3. Mempertahankan miksi dan defekasi dapat berlangsung secara teratur.
4. Mencegah terjadinya infeksi skunder.
5. Mencegah terjadinya decubitus.
b) Hal hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan klien dengan koma :
1. Zat asam : jaga pernafasan tetap leluasa.
2. Jika ada sekret di faring, lakukan suction.
3. Jika pernafasan masih belum bebas, pasan endotracheal tube.
4. Cairan, glukosa, dan elektrolit.
5. Untuk mencukupi kebutuhan protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan elaktrolit
diberikan sonde / NGT.
6. Kandung kencing.
7. Jika terjadi retensi urine pasang kataterisasi. Perhatikan sterilitas dalam
pemasangan kateter, jangan sampai terjadi cistitis.
8. Rectum : BAB 2 – 3 hari sekali, kalau perlu dilakukan gliserin secara rectal.
9. Perawatan mata : beri / tetesi boorwater 3% setiap pagi.
10. Perawatan kulit : beri bedak setelah mandi agar tidak timbul maserasi.
c) Perawatan umum
1. Mempertahankan fungsi vital dan mencukupi kebutuhan tubuh akan oksigen
cairan dan kalori.
2. Memelihara kebersihan tubuh (miksi, defekasi).
3. Mencegah infeksi sekunder dan decubitus.
4. Pengobatan simtomatik.

13
d) Hal hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan umum klien dengan koma :
1. Pelihara jalan napas
 Kepala dimiringkan dan ekstensi.
 Bersihkan rongga mulut dan faring, hisap lender secara teratur, bila perlu
oksigen, trakeostomi, respirator.
Pemberian cairan dan kalori :
 Jumlah maintenance kira – kira 2000 mL / hari.
 Dapat ditambah bila ada dehidrasi atau syok.
 Usahakan pemberian cairan yang mengandung cukup elektrolit dan kalori.
 Bila koma lebih dari 2 – 3 hari, berikan makananper sonde agar intake dapat
lebih banyak.
2. Posisi pasien
 Posisi berbaring penderita harus diubah – ubah beberapa kali setiap hari untuk
mengurangi kemungkinan pneumonia dan dekubitus.
 Untuk mengalirkan secret dari paru, penderita berbaring miring dan daerah
dada serta punggung ditepuk – tepuk beberapa menit setiap pagi.
 Bila perlu berikan kompres panas atau dingin.
 Bila kejang atau gelisah, berikan sedative yang efek depresinya minimal
misalnya diazepam.
 Untuk menurunkan tekanan intracranial, gunakan kortikosteroid dan larutan
hipertonik.

Penatalaksanaan medis
a) Pasang ventilator lakukan hiperventilasi dengan target PCO2 : 25 – 30 mmHg.
b) Berikan manitol 20% dengan dosis 1 – 2 gr/kgbb atau 100 gr Intra Vena. Selama 10
– 20 menit kemudian dilanjutkan 0,25 – 0,5 gr/kgbb atau 25 gr setiap 6 jam.
c) Edema serebri karena tumor atau abses dapat diberikan deksametason 10 mg IV
lanjutkan 4 – 6 mg setiap 6 jam.
d) Jika pada CT Scan kepala ditemukan adanya CT yang operabel seperti epidural
hematom, konsul bedah saraf untuk operasi dekompresi.

14
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang muncul dapat meliputi :
1. Edema otak
Dapat mengakibatkan peningkatan TIK sehingga dapat menyebabkan kematian.
2. Gagal ginjal
Akibat penurunan perfusi ke korteks ginjal.
3. Kelainan asam basa
Hampir selalu terjadi alkaliosis respiratorik hiperventilasi, sedangkan alkaliosis
metabolik terjadi akibat hipokalemi. Asidosis metabolik dapat terjadi karena
penumpukan asam laktat atau asam organic lainnya akibat gagal ginjal.
4. Hipoksia
Sering terjadi karena edema paru atau radang paru akibat peningkatan permeabilitas
pembuluh darah kapiler di jaringan intersisial atau alveoli.
5. Gangguan faal hemoestasis dan perdarahan.
6. Gangguan metabolisme atau hipoglikemia dan gangguan keseimbangan elektrolit
atau hipokalsemia.
7. Kerentanan terhadap infeksi
Sering terjadi sepsis terutama karena bakteri gram negative, peritonitis, infeksi jalan
nafas atau paru.
8. Gangguan sirkulasi
Pada tahap akhir dapat terjadi hipotensi, bradikardi maupun henti jantung.
9. Insufisiensi
10. Pneumonia
11. Atelektasis
12. Distensi kandung kemih
13. Stress ulcer

15
BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

1. Pengkajian Primer

a) Airway

 Apakah pasien berbicara secara bebas dan bernafas secara bebas

 Terjadi penurunan kesadaran

 Suara nafas abnormal : strider, wheezing, mengi

 Penggunaan otot – otot bantu pernafasan

 Gelisah

 Sianosis

 Kejang

 Retensi lender / sputum di tenggorokan

 Suara serak dan batuk

b) Breathing

 Adakah suara nafas abnormal, strider, wheezing

 Sianosis

 Takipneu

 Dispneu

 Hipoksia

 Panjang pendeknya inspirasi – ekspirasi.

16
c) Circulation

 Hipotensi / hipertensi

 Takipneu

 Hipotermi

 Pucat

 Ekstermitas dingin

 Penurunan capillary refill

 Produksi urin menurun

 Nyeri

 Pembesaran kelenjar getah bening

2. Pengkajian Sekunder

Riwayat “SAMPLE” yang harus diingat yaitu:

S (sign and symptoms) : tanda dan gejala yang diobservasi dan dirasakan klien

A (allergies) : alergi yang dipunyai klien

M (medications) : obat yang diminum klien untuk mengatasi masalah

P (past illness) : riwayat penyakit yang diderita klien

L (last meal) : makanan atau minuman terakhir apa dan kapan

E (event) : pencetus atau kejadian penyebab keluhan

a) Riwayat penyakit sebelumnya (apakah klien pernah menderita) :

 Penyakit stroke

 Infeksi otak

 Diabetes mellitus

 Diare dan muntah yang berlebihan

 Tumor otak

 Intoksiasi insektisida

17
 Trauma kepala

 Epilepsy

b) Pemeriksaan fisik (aktivitas dan istirahat) :

Gejala :

 Kesulitan dalam beraktivitas

 Kelemahan

 Kehilangan sensasi / paralis

 Mudah lelah

 Kesulitan beristirahat

 Nyeri / kejang otot

Tanda :

 Perubahan tingkat kesadaran

 Perubahan tonus otot (flasid / spastic)

 Paralysis (hemiplegia), kelemahan umum

 Gangguan penglihatan

c) Sirkulasi

Gejala :

 Riwayat penyakit stroke

 Riwayat penyakit jantung

 Penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung, endokarditis bacterial

 Polisitemia

Tanda :

 Hipertensi arterial

 Disritmia

 Perubahan EKG

 Pulsasi : kemungkinan bervariasi

18
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka / aorta abdominal

d) Eliminasi

Gejala :

 Inkontinensia urin / alvi

 Anuria

Tanda :

 Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh)

 Tidak adanya suara usus (ileus paralitik)

e) Makan / minum

Gejala :

 Nafsu makan hilang

 Nausea

 Vomitus menandakan adanya peningkatan tekanan intra kranial

 Kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan

 Disfagia

 Riwayat diabetes mellitus

Tanda :

 Obesitas

f) Sensori neural

Gejala :

 Syncope

 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid

 Kelemahan

 Kesemutan / kebas

 Penglihatan berkurang

 Sentuhan : kehilangan sensor pada ekstremitas dan pada muka

19
 Gangguan rasa pengecapan

 Gangguan penciuman

Tanda :

 Status mental

 Penurunan kesadaran

 Gangguan tingkah laku (seperti : latergi, apatis, menyerang)

 Gangguan kognitif

 Ekstermitas : kelemahan / paralysis genggaman tangan tidak imbang,


berkurangnya reflek teandom dalam

 Wajah : paralysis / parassia

 Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa , kemungkinan ekspresif /


kesulitan berkata – kata, reseptif / kesulitan berkata-kata komprehensif,
global / kombinasi dari keduanya)

 Kehilangan kemampuan mengenal / melihat, stimuli taktil

 Kehilangan kemampuan mendengar

 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

 Reaksi dan ukuran pupil : reaksi pupil terhadap cahaya positif / negative,
ukuran pupil isokor / anisokor, diameter pupil

g) Nyeri / kenyamanan

Gejala : Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya.

Tanda :

 Tingkah laku yang tidak stabil

 Gelisah

 Ketegangan otot

h) Respirasi

Gejala : Perokok (factor resiko)

i) Keamanan

20
Tanda :

 Motorik / sensorik : masalah dengan penglihatan

 Perubahan persepsi terhadap tubuh

 Kesulitan untuk melihat obyek

 Hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit

 Tidak mampu mengenali obyek, warna, kata dan wajah yang pernah
dikenali

 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin / gangguan regulasi suhu


tubuh

 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan

 Berkurang kesadaran diri

j) Interaksi social

Tanda : problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

k) Menilai GCS : menurut Brunner dan Suddart (2001), ada 3 hal yang dinilai
dalam penilaian kuantitatif kesadaran yang menggunakan Skala Koma
Glasgow yaitu membuka mata, respons motorik dan respons verbal.

 Membuka mata (E)

Spontan :4

Dengan perintah :3

Dengan nyeri :2

Tidak berespon :1

 Respons motorik (M)

Dengan perintah :6

Melokalisasi nyeri :5

Menarik area yang nyeri :4

Fleksi abnormal :3

Ekstensi abnormal :2

21
Tidak berespon :1

 Respons verbal (V)

Berorientasi :5

Bicara membingungkan :4

Kata – kata tidak tepat :3

Suara tidak dapat dimengerti : 2

Tidak ada respons :1

22
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b.d disfungsi neuromuskuler.
2. Resiko aspirasi b.d penurunan tingkat kesadaran penurunan fungsi otot – otot
pernafasan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d tidak mampu dalam
memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena faktor biologis (penurunan
kesadaran).
4. Ketidakefektifan pola nafas b.d disfungsi neuromuskuler dan hipoventilasi.
5. Resiko ketidakseimbangan volume cairan b.d penurunan fungsi ginjal akibat
penurunan kesadaran / koma.

C. INTERVENSI
Diagnosa NOC NIC
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Airway suction
1. Pastikan kebutuhan
bersihan jalan nafas tindakan keperawatan
oral suctioning.
b.d disfungsi selama 1 x 24 jam,
2. Auskultasi suara nafas
neuromuskuler. diharapkan klien
sebelum dan sesudah
menunjukkan jalan nafas
suctioning.
yang paten dengan 3. Informasikan pada
kriteria hasil : klien dan keluarga
Menunjukkan jalan nafas tentang suctioning.
4. Berikan oksigen
yang paten (klien tidak
dengan menggunakan
merasa tercekik, irama
nasal untuk
nafas, frekuensi nafas).
memfasilitasi suction
nasotracheal.
5. Gunakan alat yang
steril setiap melakukan
tindakan.
6. Hentikan suction dan
berikan O2 apabila
klien menunjukkan
bradikardia dan
peningkatan saturasi
O2.

23
Airway management
1. Buka jalan nafas,
gunakan teknik chin
lift atau jaw trust bila
perlu.
2. Posisikan klien untuk
memaksimalkan
ventilasi.
3. Identifikasi klien
perlunya pemasangan
alat jalan nafas buatan.
4. Lakukan fisioterapi
dada bila perlu.
5. Keluarkan sekret
dengan suction.
6. Auskultasi suara
nafas, catat adanya
suara berlebihan.
7. Berikan
bronchodilator bila
perlu.
8. Monitor respirasi dan
status oksigen.
2. Resiko aspirasi b.d Setelah dilakukan Aspiration precaution
1. Monitor tingkat
penurunan tingkat tindakan keperawatan
kesadaran, reflek
kesadaran penuruna selama 1 x 30 menit
menelan, gangguan
n fungsi otot – otot klien mampu mengontrol
reflek
pernafasan. aspirasi dengan kriteria
2. Monitor status paru-
hasil :
paru
Klien dapat menerima 3. Pertahankan jalan
makanan tanpa terjadi nafas
4. Jaga suction selalu
aspirasi.
siap pakai
5. Cek posisi NGT

24
sebelum memberikan
makanan
6. Cek residu NGT
sebelum memberikan
makanan
7. Hindari memasukkan
makanan jika residu
masih banyak
8. Posisikan kepala /
tinggikan bed 30 – 40
menit setelah
pemberian makanan.
3. Ketidakseimbangan Setelah dilakukan Nutrition management
nutrisi kurang dari tindakan keperawatan 1. Kaji adanya alergi
kebutuhan tubuh b.d selama 2 x 24 jam status makanan
tidak mampu dalam nutrisi klien meningkat / 2. Kolaborasi dengan
memasukkan, membaik dengan kriteria ahli gizi dalam
mencerna, hasil : menentukan jumlah
mengabsorbsi a. Status nutrisi : kalori, protein, dan
makanan karena  Intake makanan lemak secara tepat
faktor biologis dan minum sesuai dengan
(penurunan adekuat kebutuhan klien
kesadaran).  Tanda tanda 3. Masukkan kalori
malnutrisi tidak sesuai dengan
ada kebutuhan
 Konjunctiva dan 4. Monitor catatan
membran makanan yang masuk
mukosa tidak atas kandungan gizi
pucat dan jumlah kalori
 Turgor kulit baik 5. Kolaborasi
b. Nutrisi status: Food penambahan inti
and Fluid intake : protein, zat besi, dan
 Intake makanan vitamin C yang sesuai
per NGT 6. Pastikan bahwa diit
adekuat mengandung makanan

25
 Intake cairan per yang berserat tinggi
NGT adekuat untuk mencegah
 Intake Total sembelit
Protein 7. Beri makanan protein
Nutrition (TPN) tinggi, kalori tinggi,
adekuat dan bergizi yang
 Intake cairan sesuai.
parenteral Nutrition monitoring
adekuat 1. Monitor masukan
kalori dan bahan
makanan
2. Amati rambut yang
kering dan mudah
rontok
3. Amati tingkat
albumin, protein total,
Hb, Hmt, GDS,
cholesterol dan
trigliseride
4. Monitor mual muntah
5. Amati jaringan
mukosa yang pucat,
kemerahan, dan kering
6. Amati konjunctiva
yang pucat
7. Amati turgor kulit dan
perubahan pigmentasi
8. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik
papilla lidah dan
cavitas oral
4. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Airway management
pola nafas b.d tindakan keperawatan 1. Buka jalan nafas,
disfungsi selama 1 x 24 jam klien gunakan teknik chin

26
neuromuskuler dan mencapai: lift atau jaw trust bila
hipoventilasi. a. Status respirasi : perlu
Ventilasi 2. Posisikan klien untuk
1. Status respirasi: memaksimalkan
ventilasi ventilasi
pergerakan udara 3. Identifikasi klien
ke dalam dan perlunya pemasangan
keluar paru alat jalan nafas buatan
2. Kedalaman 4. Lakukan fisioterapi
inspirasi dan dada bila perlu
kemudahan 5. Keluarkan sekret
bernafas dengan suction
3. Ekspansi dada 6. Auskultasi suara
simetris nafas, catat adanya
4. Suara nafas suara berlebihan
tambahan tidak 7. Berikan
ada bronchodilator bila
5. Nafas pendek perlu
tidak ada 8. Monitor respirasi dan
status oksigen.
Oxygen therapy
1. Bersihkan jalan nafas
dari sekret
2. Pertahankan jalan
nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai
instruks
4. Monitor aliran
oksigen, canul
oksigen, dan
humidifier
5. Observasi tanda tanda
hipoventilasi
6. Monitor respon klien

27
terhadap pemberian
oksigen
Respiratory monitoring
1. Catat pergerakan dada,
amati kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi otot
supraventrikuler dan
intercostals
2. Monitor suara nafas,
seperti dengkur
3. Monitor pola nafas:
bradipnea, takipnea,
kusmaul,
hiperbentilasi, cheyne
stokes, biot
4. Palpasi kesamaan
ekspansi paru
5. Monitor kelelahan otot
diafragma (gerakan
paradoks)
6. Auskultasi suara
nafas, catat area
penurunan atau tidak
adanya ventilasi dan
suara tambahan
7. Tentukan kebutuhan
suction dengan
mengauskultasi
crakles dan ronchi
pada jalan nafas utama
8. Auskultasi suara paru
setelah tindakan untuk
mengetahui hasilnya

28
9. Monitor kemampuan
klien untuk batuk
efektif
10. Monitor sekret
respirasi klien
11. Monitor dyspnea dan
kejadian yang
meningkatkan atau
memperburuk
respirasi
12. Lakukan tindakan
terapi respiratori.
5. Resiko Setelah dilakukan Fluid management
1. Pertahankan
ketidakseimbangan tindakan keperawatan
keakuratan catatan
volume cairan b.d selama 1 x 24 jam
intake dan output
penurunan fungsi balance cairan adekuat
2. Pasang kateter kalau
ginjal akibat dengan kriteria hasil:
perlu
penurunan 1. Tekanan darah 3. Monitor status hidrasi
kesadaran. normal (kelembaban membran
2. Intake – output mukosa, denyut nadi,
seimbang dalam 24 tekanan darah)
4. Monitor vital sign
jam
5. Monitor tanda tanda
3. Serum, elektrolit
overhidrasi / kelebihan
dalam batas normal
cairan (krakles, edema
4. Hmt dalam batas
perifer, distensi vena
normal
leher, asites, edema
5. Tidak ada asites,
pulmo)
edema perifer 6. Berikan cairan
6. Tidak ada distensi intravena
7. Monitor status nutrisi
vena leher
8. Berikan intake oral
7. Mata tidak cekung
selama 24 jam
8. Membran mukosa 9. Berikan cairan dengan
lembab selang (NGT) kalau
9. Hidrasi kulit adekuat perlu

29
10. Monitor respon klien
terhadap terapi
elektrolit
11. Kolaborasi dokter jika
ada tanda dan gejala
kelebihan cairan.

D. DISCHARGE PLANNING
Ners Enny Mulyatsih, Mkep, Sp.KMB adalah Lulusan S2 Keperawatan FIK UI Spesialis
Keperawatan Medikal Bedah, yang telah berpengalaman merawat pasien stroke sejak tahun
1996 di Unit Stroke RSCM. Menjalankan peran sebagai Koordinator Home Care sejak tahun
1997 dan hingga kini masih aktif sebagai Ketua Tim Home Care & Palliative Care di RS
Pusat Otak Nasional. Saat ini penulis menjabat sebagai Kepala Bidang Keperawatan di RS
Pusat Otak Nasional dan sebagai Ketua Umum Himpunan Perawat Neurosains Indonesia
(HIPENI). Tulisan ini merupakan cuplikan dari buku Petunjuk perawatan pasien stroke di
rumah bagi pengasuh, yang diterbitkan oleh Balai Penerbit FKUI RSCM pada tahun 2009.
a. Pendahuluan
Sindroma akibat gangguan peredaran darah otak ( PPDO ) atau yang dikenal dengan
istilah stroke, merupakan penyebab utama kecacatan pada kelompok usia 45 tahun keatas.
Stroke sering menimbulkan permasalahan yang kompleks, baik dari segi kesehatan, ekonomi,
sosial, serta membutuhkan penanganan yang komprehensif, termasuk upaya pemulihan dalam
jangka lama bahkan sepanjang sisa hidup pasien.
Dari segi neurologik, tindakan medis dan upaya pemulihan yang dilakukan berdasarkan
pada usaha untuk mencegah kerusakan sel otak yang lebih luas, kemungkinan terbentuknya
sirkuit-sirkuit atau lintasan-lintasan penghubung yang baru, dan fungsi yang lebih efektif dari
sel-sel otak yang semula pasif atau menjadi hipoaktif.
Perhatian harus juga diberikan pada keluarga pasien karena anggota keluarga akan sangat
mempengaruhi respon pasien terhadap keadaan yang dideritanya. Mereka ikut berperan
terhadap keberhasilan dan kegagalan upaya pemulihan.
Pada awal setelah terjadinya stroke, pasien merasa bingung dan mengalami
ketergantungan yang sangat besar terhadap orang lain, untuk itu diperlukan seorang pengasuh
atau care giver yang dapat membantu pasien saat pasien membutuhkan pertolongan dan
membantu melatih pasien secara bertahap untuk mencapai kemandirian
b. Perawatan Pasien Stroke Di Rumah Sakit

30
Stroke adalah suatu serangan otak atau suatu "Brain Attack" dan harus ditangani segera
oleh tim medis di rumah sakit Penatalaksanaan pasien stroke secara umum terbagi dalam 4
fase.
Fase kesatu adalah fase hiperakut yaitu fase segera setelah pasien terserang stroke.
Prinsip perawatan pada fase ini adalah penolong harus mempertahankan jalan nafas pasien
tetap lancar. Bagi penolong non-kesehatan, yang dapat dilakukan adalah meninggikan posisi
kepala sekitar 15-30 derajat, tidak memberikan makan atau minum apapun melalui oral untuk
mencegah tersedak, dan segera membawa ke rumah sakit yang memiliki fasilitas merawat
pasien stroke.
Fase kedua adalah fase akut. Pada fase ini, idealnya pasien dirawat di ruang Unit Stroke.
kecuali pasien stroke yang mengalami gangguan pernafasan berat, harus secepatnya dirawat
di ruang rawat intensif. Unit Stroke, adalah suatu ruang rawat khusus untuk merawat pasien
stroke sejak fase akut hingga fase pemulihan. Di Unit Stroke, pasien ditangani oleh Tim
Stroke yang terdiri dari Dokter Spesialis Saraf, Perawat mahir stroke, Fisioterapis, Terapis
Wicara, Ahli Gizi, serta Psikolog.
c. Perawatan Pasien Pasca Stroke di Rumah
Persiapan sebelum pasien pulang ke rumah
Setelah kondisi pasien stabil dan fase akut terlampaui, pasien masuk ke fase ketiga yaitu
fase pemulihan. Pasien stroke membutuhkan penanganan yang komprehensif, termasuk
upaya pemulihan dan rehabilitasi dalam jangka lama, bahkan sepanjang sisa hidup pasien.
Keluarga sangat berperan dalam fase pemulihan ini, sehingga sejak awal perawatan keluarga
diharapkan terlibat penanganan pasien.
Perencanaan pulang atau discharge planning dilakukan oleh dokter, perawat dan anggota
tim stroke yang lain, dengan melibatkan pasien stroke dan keluarga jika memungkinkan.
Proses perencanaan pulang dimulai sejak pasien masuk rumah sakit, termasuk edukasi kepada
pasien dan keluarga.
Materi pendidikan kesehatan mencakup hal berikut: tenaga care giver yang merawat
dirumah khususnya pada tiga bulan pertama pasca stroke, persiapan kamar tidur, tempat tidur,
meja di samping tempat tidur, kursi dan kursi roda, kamar mandi, pakaian pasien, serta alat
kesehatan dan alat non medis sesuai kebutuhan pasien.
d. Peran keluarga dalam merawat pasien pasca stroke di rumah.
Selama perawatan di rumah, keluarga berperan penting dalam upaya meningkatkan
kemampuan pasien untuk mandiri, meningkatkan rasa percaya diri pasien, meminimalkan
kecacatan menjadi seringan mungkin, serta mencegah terjadinya serangan ulang stroke.

31
Keluarga dan pasien dapat menggunakan sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk
membantu pasien pasca stroke beradaptasi dengan keadaan dirinya, antara lain dengan ikut
kegiatan di klub stroke yang diselenggarakan oleh Yayasan stroke Indonesia atau
YASTROKI.
e. Masalah kesehatan pasien pasca stroke di rumah
Kemungkinan masalah kesehatan yang dialami pasien pasca stroke di rumah antara lain:
kelumpuhan / kelemahan separo badan atau hemiparese, gangguan sensibilitas atau pasien
mengalami rasa kebas atau baal, gangguan keseimbangan duduk atau berdiri, gangguan
berbicara dan gangguan berkomunikasi, gangguan menelan, gangguan penglihatan, gangguan
buang air kecil atau inkontinensia, gangguan buang air besar atau konstipasi, kesulitan
mengenakan pakaian, gangguan memori atau daya ingat, perubahan kepribadian dan emosi.
f. Prinsip Merawat Pasien Stroke di Rumah
Menjaga kesehatan punggung pengasuh atau keluarga.Mencegah terjadinya luka di kulit
pasien akibat tekanan.Mencegah kekurangan cairan atau dehidrasi.Mencegah terjadinya
kekakuan otot dan sendi.Mencegah terjadinya nyeri bahu ( shoulder pain)Memulai latihan
dengan mengaktifkan batang tubuh atau torso.
g. Beberapa Tips Mebcegah Stroke Berulang
Tips untuk latihan kebugaran jasmani.
Gunakan tangga dari pada liftJalan cepat ke halte bus/stasiun keretaParkirkanlah mobil
anda jauh dari tempat yang ditujuBerdirilah dengan merenggangkan lengan dan kaki ketika
berbicara di telepon.Letakkan pesawat telepon agak jauh dan berjalanlah kearah telepon
untuk meraihnya.Kencangkan otot-otot dengan lengan ketika berdiriLebih baik jalan kaki ke
toko dekat rumah dari pada bermobilLatihan olah raga secara teratur paling sedikit tiga kali
seminggu
Tips untuk berolah raga secara aman.
Konsul ke dokter sebelum melakukan olah raga untuk pertama kali. Kenakan baju yang
menyerap keringat dan sepatu yang nyaman. Frekuensi latihan sebaiknya 3 sampai 5 kali
seminggu dan lama latihan minimal 20 menit atau sampai berkeringat setiap kali latihan.
Latihan olah raga sebaiknya terencana dengan baik, bila memungkinkan ukur tekanan darah
sebelum latihan dan ukur kadar gula darah bagi pasien yang menderita Diabetes Mellitus atau
kencing manis.
Lakukan pemanasan sebelum memulai latihan dan segera berhenti bila terasa sesak nafas
atau rasa tidak enak di dada. Lakukan jenis olah raga yang anda senangi dan hindari yang

32
bersifat kompetisi. Bagi pasien dalam kondisi sehat sebaiknya melakukan olah raga dengan
perut kosong atau minimal 2 jam sesudah makan.
Pola makan sehat dan seimbang.
Makan menu seimbang sesuai kalori yang dibutuhkanKurangi asupan lemak, gula, dan
garamPerbanyak makan sayur dan buah yang mengandung tinggi serat untuk membantu
mengontrol kadar gula dalam darah, menurunkan kolesterol darah, serta dapat mengurangi
risiko terserang penyakit kardiovaskular.Masak bahan makanan dengan cara merebus,
mengukus, panggang, atau bakar, hindari cara masak dengan menggoreng.Ikuti cara makan
sehat sebagai berikut, gunakan piring kecil dan makan sesuai kebutuhan, makan secara
perlahan, dan makan camilan sehat seperti buah.
Tips diet konsumsi rendah lemak
Perbanyak makan ikan dan tempe.Hindari asupan lemak, minyak goreng dan
santan.Perbanyak makan sayur dan buah.Timbang berat badan secara teratur, hindari
kegemukan.Bila memasak daging, pisahkan lemak dan jangan dimakan.Hindari makan yang
digoreng.Hindari biskuit, cake, tart, coklat.Pilih susu yang rendah lemak.Kontrol berat badan.
Tips diet konsumsi rendah garam.
Hindari makanan yang menggunakan banyak garam dapur.Batasi makanan yang
menggunakan soda.Hindari makanan kaleng yang menggunakan bahan pengawet dari
natriumHindari makanan, minuman atau bumbu yang mengandung tinggi natrium.
Tips berhenti merokok.
Stop merokok secara total, jangan bertahap.Jauhkan asbak dari pandangan.Gunakan
sarana umum dan ruang tunggu khusus bagi bukan perokok.Bila tiba-tiba ingin merokok,
makanlah buah segar.Bila mulut terasa asam, minumlah air putih atau sikat gigi.Hindari
tempat-tempat yang banyak orang merokok, misalnya : pub, bar, diskotik dan sebagainya.
h. Penutup
Demikian uraian singkat tentang perawatan pasien pasca stroke di rumah. Semoga
bermanfaat bagi pasien dan keluarga. Untuk penjelasan lebih lanjut bisa dibaca di buku
Petunjuk Perawatan Stroke di Rumah bagi pengasuh yang dapat diperoleh di toko buku atau
bisa juga konsultasi ke Tim Home Care di RS Pusat Otak Nasional Jakarta.

33
34
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Kesadaran adalah pengetahuan penuh atas diri, lokasi dan waktu. Penurunan kesadaran
merupakan keadaan dimana penderita tidak sadar atau tidak terbangun secara utuh sehingga
tidak mampu memberikan respons yang normal terhadap stimulus. Penyebab penurunan
kesadaran antara lain : gangguan sirkulasi, ensefalitis, metabolic, elektrolit, neoplasma,
intoksikasi, trauma dan epilepsy. Adapun gejala klilnik yang terkait dengan penurunan
kesadaran : sakit kepala hebat, muntah proyektil, papil edema, reaksi pupil terhadap cahaya
melambat atau negative, demam, gelisah, kejang, dll. Komplikasi yang sering muncul dapat
meliputi : aspirasi / pneumonia, hipostatik, dekubitus, dan infeksi saluran kencing.

35
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Volume 3. Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Doenges, Marillyn E. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan : Jakarta : EGC.

Sudoyo, Aru W, dkk. 2007. Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

http://yankes.kemkes.go.id/read-perawatan-pasien-pasca-stroke-di-rumah-1119.html

36

Anda mungkin juga menyukai