Anda di halaman 1dari 15

PENDEKATAN KLINIS PADA PASIEN DENGAN NYERI DADA

DAN DIAGNOSISNYA
Muhammad Faturrahman Adani
102015021
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta
Jl. Arjuna Utara No. 6, Jakarta Barat 11510, Indonesia

Pendahuluan

Banyak pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri dada, namun beberapa
pasien yang merasakan keluhan nyeri dada tidak langsung segera datang ke rumah sakit
disebabkan hilangnya rasa nyeri setelah istirahat. Apa yang terjadi pada jantung pada
saat nyeri dada terjadi? Apa penyebab terjadinya nyeri dada? Pemeriksaan apa yang
harus dilakukan pada pasien dengan nyeri dada? Semua pertanyaan tersebut akan
dijawab dari anamnesis pada pasien laki-laki 65 tahun yang datang ke IGD RS dengan
keluhan nyeri dada.

Anamnesis

Hal pertama yang dilakukan saat pasien datang dengan keluhan adalah melakukan
pemeriksaan anamnesis yaitu menanyakan keluhan utama terlebih dahulu. Keluhan
utama dimulai dengan menanyakan apa yang menjadi keluhanutamanya atau apa yang
menyebabkan pasien untuk datang berobat. Tentunya topik utama dalam hal ini adalah
pasien datang dengan keluhan nyeri dada. Setelah mengetahui keluhan perlu
ditanyakan berat ringannya keluhan. Pada kasus ini pasien merasakan nyeri seperti
tertimba beban ditengah dada. Penting untuk ditanyakan berapa lama keluhan ini
diderita dan sejak kapan keluhan ini mulai dirasakan. Pada pasien dirasakan nyeri sejak
1 jam yang lalu dan nyeri tidak hilang tapi dirasakan terus menerus. Dan yang terakhir
mencari tahu kemungkinan penyebab utama pada keluhan. Pada pasien ini tidak
ditemukan adanya trauma namun nyeri dada tiba-tiba. Nyeri tersebut tidak mereda
apabila pasien beristirahat.1

1
Setelah menanyakan keluhan utama dilanjutkan dengan riwayat penyakit sekarang
berupa:1
 Menanyakan karakter nyeri
 Apakah menjalar
 Hal-hal yang memperburuk dan memperingan
 Menanyakan kemungkinan adanya factor pencetus KU
 Menanyakan keluhan-keluhan penyerta

Setelah menanyakan RPS diperlukan untuk mencari tahu riwayat penyakit dahulu, pada
kasus didapatkan adanya riwayat penyakit hipertensi dan terkontrol dengan minum obat
teratur.1

Pemeriksaan Fisik

Awal dari pereiksaan fisik perlu dilakukan pemeriksaan keadaan umum berupa
kesadaran, dapat dilihat dari reaksi pasien kompos mentis yaitu sadar penuh, apabila
mulai ada penurunan kesadaran dapat diukur dengan pengukuran glass glow coma scale.
Lalu perlu diperiksa tanda-tanda vital berupa tekanan darah, denyut nadi, frekuensi
pernapasan, dan suhu.1 Pada hasil tanda tanda vital diketahui:
 Tekanan darah: 120/90
 Denyut nadi: 80
 Frekuensi pernapasan: 22
 Suhu: afebris

Setelah melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital, dilakukan pemeriksaan dari inspeksi,


dimulai dari warna kulit head to toe, apakah ada perubahan warna ikterik, sianosis, dan
lain-lain. Perlu diperiksa apakah ada kelainan seperti bentuk toraks dan abdomen. Dan
perlu diperiksa apakah ada benjolan yang mencolok dan sebagainya. Setelah
melakukan inspeksi dilakukan pemeriksaan fisik dari perkusi diikuti dengan palpasi.
Untuk kasus ini dicurigai adanya penyakit yang berhubungan dengan jantung. Maka
perlu diperiksa juga askultasi menggunakan stetoskop untuk mendengar ada atau
tidaknya kelainan pada bunyi jantung.2

2
Pemeriksaan Penunjang

Untuk pemeriksaan penunjang dapat dimulai dengan pemeriksaan darah lengkap


dengan mengecek brapa jumlah hb. Normalnya pada seorang laki-laki ditemukan nilai
14-18mg/dL. Lalu mengecek kadar hematokrit, normalnya seorang dewasa adalah 0-
48%. Lalu mengecek juga kadar leukosit untuk mencari tau apakah ada infeksi, dengan
kadar normal leukosit 5000 sampai 10000 103/uL. Pemeriksaan trombosit, dengan nilai
normal 150000 – 400000 sel/mm3.2

Karena dicurigai dengan penyakit jantung maka perlu dikalukan pemeriksaan:2,3


 EKG
 Echocardiogram
 Rontgen thorax
 Enzim jantung

Pada hasil EKG ditemukan heart rate sejumlah 7 dan sinus, axis normal, namun
ditemukan adanya ST depresi pada v1, v-6, dan Inversi T pada lead AvL, untuk lainnya
tidak ditemukan adanya hipertrofi jantung, dan branch block bundle (BBB).
Pemeriksaan echocardiogram dilakukan untuk mengetahui adanya pembesaran pada
jantung namun yang terpenting dapat ditemukannya kelainan katup-katup jantung.
Rontgen thorax dapat mengetahui juga apabila adanya cardiomiopati hipertrofi,
maupun pembesaran atau kelainan struktur gambaran jantung secara keseluruhan. Dan
pemeriksaan enzim jantung untuk mengetahui adanya serangan jantung dengan
mengecek pemeriksaan mioglobin bila masih cepat onset nyeri dada, dan
pememeriksaan enzim lainnya.

Perlu diketahui profil lemak pada pasien terutama LDL dan HDL plasma. Karena
penyebab utama penyakit jantung koroner adalah fibrofatty plaque yang akan
menyebabkan aterosklerosis. Begitu juga pengecekan gula darah, dan pemeriksaan
lainnya.2

Penyakit Jantung Iskemik

3
Penyakit jantung koroner (PJK) merupakan suatu kondisi yang disebabkan oleh suplai
darah dan oksigen ke miokardium yang tidak adekuat. Terjadi ketidakseimbangan
kebuthan dan suplai darah. Penyebab utama PJK adalah sumbnatan plak aterom pada
arteri koroner sehingga juga bias disebut penyakit jantung iskemik. Manifestasi klinin
dapat ditemukan angina pectoris dalam bentuk angina stabil, angina tidak stabil,
maupun angina prinzmetal, serta dapat ditemukan infark miokard akut.3

Etiologi

Secara umum dapat ditemukan masalah serebrovaskular merupakan penyebab


kematian tertinggi di dunia. Di Indonesia sendiri, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
pada tahun 2007, PJK merupakan penyebab kematin kedua terbanyakan setelah stroke.
Angka kematian PJK dapat terus meningkat disebabkan gaya hidup tidak sehat,
hipertensi, diabetesdan kebiasaan merokok yang semakin buruk.2,3

Patologi

Aterosklerosis merupakan lesi intimal yang menonjol sehingga menyumbat lumen dan
melemahkan jaringan vaskuler. Secara umum, plakaterosklerosis berkembang pada
arteri yang elastis seperti aorta,karotis dan arteri iliaka sampai arteri muscular
berukuran sedang sampai besar seperti arteri koroner, arteri poplitea. Sumbatan
aterosklerosis tersebutlah yang mendasari terjadinya PJK, stroke, dan penyakit arteri
perifer.4

Proses terjadinya aterosklerosis diawali dengan disfungsi endotel yang belum terbentuk
plak.. Disfungsi endotel tersebut sudah terjadi sejak usia muda.. sel endotel terdapat
pada lapisan tunika intima pembuluh darah, berhubungan dengan aliran darah, serta
berperan dalam menjaga keseimbangan antara factor koagulan dan antikoagulan.
Adanya jejas pada endotel berlangsung kronis akan menyebabkan disfungsi endotel
berupa peningkatan permeabelitas, rekrutmen dan adesi leukosit, serta potensi
pembentukan thrombus.4

4
Disamping itu, diet kaya kolestrol dan lemak jenuh akan menyebabkan terkumpulkan
partikel lipoprotein pada permukaan tunika intima yang kemudian masuk ke dalam
intima. Di dalam intima, partikel lipoprotein akan teroksidasi dan mengalami proses
glikasi. Stress oksidatif yang terjadi selanjutnya memicu pelepasan sitokin yang
menyebabkan migrasi monosit dan sel darah lainnya ke intima untuk memakan
lipoprotein dan terbentuklah sel busa (foam cell).4

Pelepasan sitokin inflamasi lebih lanjut akan mengaktivasi platelet dan sel-sel otot
polos vascular sehingga sel otot polos akan berproliferasi dan bermigrasi dari tunika
media ke tunika intima. Sel otot polos tersebut mengakibatkan akumulasi matriks
ekstraseluler dan pembentukan fibrosis. Pada tahap selanjutnya terbentuk kalsifikasi
sementara proses fibrosis terus berjalan.4

Kalsifikasi PJK

PJK dapat dibagi menjadi PJK asimtomatik dan simtomatik. Biasanya PJK
asimtomatik terjadi tanpa nyeri dada atau nyeri dada yang tidak menonjol seperti
iskemia miokardium tersamar. Penyakit lain yang merupakan PJK asimtomatik juga
gagal jantung, aritmia, hingga kematian mendadak. Namun pada kasus ini, pasien
dikalsifikasikan termasuk pada PJK simtomatik dengan keluhan nyeri dada atau dapat
disebut angina pectoris. PJK simtomatik sendiri dapat dibagimenjadi akut dan kronik.
Apabila kronik pasien biasanya menderita angina pectoris stabil, secara tidak langsung
pasien tersebut dapat membaik apabila istirahat dan menyebabkan pasien tidak segera
langsung datang ke dokter pada saat serangan. Namun angina stabil dapat
memperburuk dan menjadi angina tidak stabil yang merupakan PJK tipe akut. PJK aku
dapat dikenal sebagai Sindrom Koroner Akut. 3,4

Sidrom koroner akut dapat dibagi menjadi 3 penyakit. Dan ketiga penyakit tersebut
dapat tergolongkan menjadi 2 kategori berdasarkan EKG. Dari hasil EKG dapat dilihat
khas pada bagian ST, apakah terjadi elevasi ataupun terjadi depresi. Apabila terjadi ST
elevasi dan disertai dengan infark miokard maka dapat disebut ST Elevation Miocard
Infark atau lebih dikenal STEMI. Apabila ST depresi dan disertai dengan infark
miokard maka dapat disebut Non ST Elevation Miocard Infark atau disebut NSTEMI.

5
Terdapat satu kategori lagi pada NSTEMI namun tidak disertai infark miokard yaitu
Unstable Angina Pectoris atau disebut UAP.3

Angina Pectoris

Kata angina berasal dari kata angere yang berarti mencekik atau menahan, sedangkan
pectoris berasal dari kata pectus yang berarti dada. Pada dasarnya aliran darah ke
jantung berkurang sehingga menyebabkan iskemik pada otot-otot jantung. Iskemia
tersebut merupakan kekurangan oksigen yang menyebabkan otot jantung terasa seperti
tercekik. Iskemia otot jantung tersebut yang menyebabkan rasa nyeri dada.5,6

Angina Stabil

Angina dibagi menjadi beberapa klasifikasi, salah satunya adalah angina stabil. Angina
stabil atau angina kronik merupakan angina yang paling sering ditemukan. Iskemia
yang terjadi biasanya menyerang ke arteri-arteri jantung dan terjadi 70% stenosis.
Stenosis tersebut disebabkan karena danya plak yang menumpuk dan menghalangi
aliran darah.5,6

Pada saat istirahat aliran darah masih dapat melewati walaupun sampai 70% stenosis,
namun pada saat strees terjadi vasokonstriksi pada pembuluh darah sehingga
menyebabkan adanya penyempitan pada ruang pembuluh darah. Begitu juga pada saat
beraktivitas, tubuh memerlukan darah lebih banyak sehingga jantung bekerja lebih
keras. Namun karena penyempitan dan terhalangnya darah oleh plak menyebabkan
darah tidak dapat memenuhi kebutuhannya, sehingga pada saat beraktivitas atau stress
dapat menyebabkan nyeri dada. Beruntungnya nyeri dada ini dapat hilang apabila
pasien langsung mengambil waktu untuk beristirahat.5,6

Penyebab utama pada angina stabil adalah atherosclerosis dari arteri koroner. Arteri
koroner menyuplai darah pada otot jantung. Apabila ada atherosclerosis maka suplai
darah pada otot jantung akan berkurang. Penyebab lainnya adalah penebalan pada otot
antung yang menyebabkan kebutuhan oksigen yang lebih dari normalnya. Kondisi
tersebut terjadi pada kelainan jantung kardiomiopati hipertrofi. Dapat juga disebabkan

6
oleh pompa jantung melawan tekanan tinggi seperti pada penyakit hipertensi dan
stenosis aorta.5,6

Jantung memiliki 3 lapisan otot yaitu epikardium yang paling luar, miokardium
ditengah, dan endocardium di bagian dalam. Pada normalnya arteri koroner menyuplai
darah dari lapisan epikardium sampai ke lapisan miokardium untuk menjangkau lapisan
endokardium. Apabila terjadi hipertropi pada miokardium, maka arteri akan susah
menjangkau lapisan miokardium yang lebih dalam dan lapisan endokardium akan
kekurangan darah bahkan sampai tidak dapat darah atau iskemik. Pada keadaan tersebut
dapat disebut menjadi subendokardium iskemia. Subendocardium tersebut
menyebabkan pelepasan adenosine, bradikinin dan hormon lainnya yang menyebabkan
rasa nyeri.5,6

Rasa nyeri yang dirasakan dapat berupa teaknan atau pemerasan, dan bisa menjalar ke
tangan kiri, dagu, bahu, dan punggung. Terkadang keluhan keluhan tersebut disertai
dengan sesak napas dan diaphoresis atau berkeringan. Biasanya pada angina stabil,
pasien mengeluh rasa nyeri telah atau sedang dirasakan selama 20 menit. Nyeri tersebut
mereda saat pasien beristirahat.5,6

Vasospastic Angina

Dapat juga dikenal dengan prinzmetal angina. Angina ini dapat atau tidak disebabkan
oleh atherosklerosis, namun iskemia pada jantung disebabkan oleh vasospasme arteri
koroner. Terjadi vasokonstriksi pada pembuluh darah otot polos maupun otot jantung.
Hal ini dapat terjadi kapan saja bahkan pada saat istirahat, namun mekanisme terjadinya
vasokonstriksi masih tidak jelas.Walaupun masih tidak jelas namun diketahui adanya
kerja vasokonstriktor trombosit tromboksan A2. Pada keadaan ini, semua lapisan
jantung dari epikardium sampai endokardium mengalami iskemik sehingga disebut
transmural iskemia.5,6

Angina Tidak Stabil

Angina stabil merasakan nyeri pada saat beraktivitas atau stress, namun nyeri angina
tidak stabil dapat dirasakan pada saat aktivitas, stress, dan pada saat istirahat. Nyeri
7
tersebut tidak hilang pada saat istirahat. Plaque pada arteri koroner sudah menyumbat
hingga 70%, namun karena tidak tertahan lagi pada penumpukan tersebut terjadi
robekan yang menyebabkan adanya trombosis dan mengakibatkan terjadi pembekuan
darah diatas plaque. Karena adanya tombosis ruang untuk aliran darahpun menjadi
lebih sempit dari sebelumnya.5,6

Sumber: Walter T. Unstable Angina. Medscape. 2016

8
Sama seperti angina stabil, terjadi juga iskemia subendokardial, namun angina tidak
stabil dimasukan dalam kategori emergensi karena resiko tertinggi dari mikard infrak
(serangan jantung) adalah angina tidak stabil. Pada awalnya jaringan pada jantung
masih hidup namun sudah terjadi iskemik namun bila sudah terjadi lebih lama maka
jaringan jantung akan memulai nekrosis atau mati.5,6

Pada angina tidak stabil didapatkan keluhan klinis saat istirahat dengan durasi lebih dari
20 menit atau angina pertama kali hingga aktivitas fisik sangat terbatas atau angina
progresif, pasien dengan angina stabil terjadi perburukan, frekuensi lebih sering dan
durasi lebih lama, pada angina progresif muncin dengan aktivitas ringan. Angina pada
SKA sering disertai keringat dingin sebagai respon simpatis, mual dan muntah dari
stimulasi vagal, serta rasa lemas.5,6

Pada pemeriksaan fisik sering kali normal. Pada beberasa kasus dapat ditemui tanda-
tanda kongesti dan instabilitas hemodinamik.5,6

Pada pemeriksaan elektrokardiografi, dalam 10 menit pertama didapatkan gambaran


depresi pada segmen ST lebih dari 0,0 mV pada dua atau lebih sadapan. Didapatkan
juga inverse gleombang T lebih dari 0,1 mV.6

Sumber: Carmen G. Electrocardiograph of patient with unstable angina. NCBI. 2009

Pada pemeriksaan biomarker jantung tidak didapatkan peningkatan troponin T/I


ataupun CKMB. Disebabkan tidak ada reaksi infark miokard. Pada pemeriksaan
Mioglobin mulai meningkat kadar pada 1- jam pertama dan mencapai puncak pada 6-
7 jam, namun akan kembali normal dalam 24 jam. Pada Creatinine Kinase MB (CKMB)

9
meningkat dari 3-12 jam dan mencapai puncak 24 jam, kembali normal pada 48-72 jam.
Troponin I dan T mulai meningkat dari 3 jam -12 jam, mencapai puncak 24 jam untuk
troponin I dan 12 jam-2 hari untuk troponin T, pada troponin I akan kembali normal
pada 5 -10 hari namun troponin T dapat kembali normal pada 5 – 14 hari.5,6

Tatalaksana

Terapi anti-iskemia dapat diberikan nitrogliserin sublingual 0,4mg atau isosorbid


dinitrat atau ISDN 5mg setiap 5 menit. Nitrogliserin intravena dapat dipertimbangkan
bila angina tidak membaik, diberikan dengan dosis awal 5 ug/menit. Bila tidak ada
respon pada dosis 20 ug/menit, dapat ditingkatkan sebesar 10-20 ug/menit hingga dosis
maksimal 400 ug/menit. ISDN diberikan dengan dosis 1mg/jam ditingkatkan secara
titrasi 1mg/jam setiap 3- menit hingga dosis maksimal 10mg/jam. Dengan catetan
pemberian nitrat jenis apapun harus dihindari pada kondisi tekanan sistolik kurang dari
90mmHg atau penurunan lebih dari 30 mmHg, dapat dicurigai adanya infark miokard
ventrikel kanan, kardiomiopati hipertropik, dan stenosis katup aorta berat.4,7

Penggunaan morfin intravena dapat dipertimbangkan untuk mengatasi nyeri dada dan
ansietas. Dosis awal 2-4mg, dapat ditingkatkan sampai 8mg dan diulang setiap 5-15
menit. Namun dapat terjadi depresi napas sebagai efek samping.4

Inisiasi terapi anti-pletelet dapat diberikan seperti aspirin sebagai penghambat COX1
dengan dosis perlahan 162-325mg per oral, dan dilanjutkan pemberian kedua dengan
dosis 75-162mg per oral. Dapat diberikan juga klopidogrel dengan dosis perlahan 300-
600 mg per oral. Terapi lanjutan dapat diikuti minimal 12 bulan dengan dosis 75mg/hari
peroral.7

Dapat digunakan penghambat thrombin indirek (antikoagulan) seperti heparin dibolus


IV 60-70 u/kg/BB dengan maksimal 5000 u, dilanjutkan dengan infuse 12-15
U/KgBB/jam.7

Hipertensi

10
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah diatas samadengan 10/90 mmHg
secara kronis. Hipertensi terkategorkan menjadi hipertensi primer atau esensial,
hipertensi sekunder, dan hipertensi sistolik terisolasi. Pada hipertensi esensial,
penyebab penyakit tidak diketahui namun pada hipertensi sekunder didapatkan
penyakit lain yang mendasari hipertensi seperti stenosis arteri renalis, dan penyakit
ginjal, dan hiperaldosteronisme, dan sebagainya.3

Patologi

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial. Beberapa mekanisme yang berperean


dalam meningkatkan tekanan darah pada hipertensi esensial adalah:2,4
 Mekanisme neural oleh stress atau aktivasi simpatis
 Mekanisme renal: asupan natrium tinggi dengan retensi cairan
 Mekanisme vascular: disfungsi endotel, radikal bebas, dan remodeling
pembuluh darah
 Mekanisme hormonal: pada system rennin angiotensin aldosteron. Hati
menghasilkan angiotensinogen, ginjal akan menghasilkan rennin untuk
mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, pada paru akan dihasilkan
angitensin converting enzyme (ACE) untuk mengubah angiotensin I menjadi
angiotensin II. Oleh kelenjar adrel akan mendapatkan signal dari angiotensin II
untuk melepaskan aldosteron yang akan merangsang ginjal untuk meningkatkan
reabsorbsi natrium. Angiotensin II akan melepaskan Anti Diuretic Hormone
(ADH) yaitu vasopressin dan meningkatkan reabsorbi H2O pada tubulus distal
ginjal. Angiotensin II juga meningkatkan rasa haus sehinga terjadi peningkatan
intake cairan. Secara langsung angiotensin II bekerja seperti saraf simpatis yaitu
membuat terjadinya vasokonstriksi pada arteri.

11
Sumber: Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke system ed 2. Jakarta: EGC; 2011
h. 527

Klasifikasi Hipertensi

Hipertensi dibagi menjadi 4 dimulai dari kedaan normal, tekanan darah sistolik berada
dibawah 120 dan diastolic dibawah 80. Pada prehipertensi didapatkan tekanan darah
sistolik 120-139 mmHg, dan diastolic pada 80-89mmHg. Pada hipertensi derajat 1,
didapatkan tekanan darah 140-159mmHg,, dan diastolic pada 90-99mmHg. Pada
hipertensi 2 didapatkan tekanan darah sistolik lebih sama dengan 160 mmHg dan
tekanan darah diastolic lebih dari sama dengan 100 mmHg.3

Pemeriksaan Fisik

Didapatkan nilai tekanan darah diambil dari rerata dua kali pengukuran padasetiap kali
kunjungan ke dokter. Tekanan darah diukur beradasarkan klasifikasi hipertensi.

12
Pengukuran tekanan darah harus dilakukan dengan alat yang baik, ukuran dan posisi
manset yang tepat, serta teknik yang benar.4

Pemeriksaan Penunjang

Pada pemeriksaan penunjang perlu diperiksa darah lengkap, dari Hb, Ht, leukosit,
trombosit. Lalu penting dilakukan pemeriksaan kreatinin dan uremum untuk
mengetahui apakah penyebab utama dikarenakan adanya kerusakan pada ginjal. Perlu
diperiksa profil lemak, dan kadar gula darah, dan pengecekan urinalisis.4

Dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti pemeriksaan fungsi jantung dengan


elektrokardiografi dan funduskopi, dapat dilakukan juga USG ginjal, foto toraks, dan
ekokardiografi.4

Penatalaksaan

Perlu dilakukan modifikasi gaya hidup terlebih dahulu sebelum ditambah intervensi
medikamentosa. Pada modifikasi gaya hidup perlu dilakukan agar berat badan menurun
dan mengikuti indeks masa tubuh yang normal atau berat badan normal. Perlu
dilakukan diet Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH). DASH mencangkup
buah-buahan, dan sayur sayuran, setaproduk susu rendah lemak. Penting dalam
pembatasan asupan garam, dalan konsumsi NaCl yang disarankan adalah kurang dari 6
gram per hari. Dan perlu dilakukan aktivitas fisik minimal 30 menit per hari. Dan jelas
perlu pembatasan konsumsi alcohol.4

Pada pasien berusia dibawah 55 dapat diberikan penghambat ACE atau ARB sebagai
langkah pertama. Namun pada pasien berusia diatas tahun dapat diberikan CCB
(Calcium Channel Blocker) sebagai langkah pertama. Pada langkah ke dua dapat
diberikan penghambat ACE/ARB ditambah CCB, dan pada langkah ke tiga dapat
diberikan kombinasi penghambat ACE/ARB ditambah CCB dan ditambah dengan
diuretic tiazid. Pada langkah ke 4 dapat diberikan penghambat ACE/ARB ditambah
CCB ditambah tiazid ditambah alfa/beta blocker. Lalu dilakukan monitoring dan
evaluasi.4

13
Kesimpulan

Pasien berumur 65 tahun didiagnosis terkena penyakit jantung koroner tergolon


sindrom koroner akut yaitu angina tidak stabil. Pasien juga disertai hipertensi esensial
atau primer namun pasien minum obat teratur sehingga terkontrol. Pada angina tidak
stabil disebabkan arterosklerosis dari penumpukan plak dan pada lebih dari 70%
akhirnya terjadi rupture sehingga dapat menyebakan thrombosis. Thrombosis tersebut
menyebabkan penyempitan jalur aliran darah sehingga terjadi iskemia pada jantung dan
lama kelamaan dapat berkomplikasi infark miokard. Obat nitrogliserin dapat diberikan
pada pasien dengan pemantauan, serta obat ISDN dapat diberikan dengan dosis yang
ketat. Morfin dapat diberikan untuk menghilangan rasa nyeri. Dan pemberian anti-
pletelet juga antikoagulan dapat diberikan sebagai terapi lanjutan. Pada hipertensi dapat
dilakukan modifikasi gaya hidup terlebih dahulu sebelum diberikan medikamentosa.
Namun pada medikamentosa dapat diberikan CCB sebagai langkah pertama pada
pasien berusia diatas tahun. Dan setelah diberikan obat perlu dilakukan evaluasi dan
monitor pada pasien.

14
Daftar Pustaka
1. Santoso M, et all. Buku panduan keterampilan klinik. Ed 3. Jakarta: Biro
Publikasi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. 2008. Hal 1-
5
2. Tanto C. Kapita selekta kedokteran essentials of medicine II. Ed 4. Jakarta:
Media Aesculapius. 2014. Hal 635-9, 748-55, 1082-4
3. Ari S W. Ilmu penyakit dalam. Jilid II, Jakarta: Interna Medicine. 2014.
4. Asdie A H. Harrison prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Jakarta: EGC. 2014.
Hal. 1213-22
5. Walter T. Unstable Angina. Medscape. 2016
https://emedicine.medscape.com/article/159383-overview
6. Sumber: Carmen G. Electrocardiograph of patient with unstable angina. NCBI.
2009 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5051487/
7. Kurnia Y. farmakoterapi aplikasi buku ajar farmakologi. Ed 1. Jakarta:
departemen farmakologi fakultas kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana.
2016. Hal. 204-6, 208-9, 223-5.
8. Sherwood L. Fisiologi manusia dari sel ke system ed 2. Jakarta: EGC; 2011 h.
527

15

Anda mungkin juga menyukai

  • Profkesda 2017
    Profkesda 2017
    Dokumen236 halaman
    Profkesda 2017
    Faturrahman Adani
    Belum ada peringkat
  • Ske 3 DHF Blok 26
    Ske 3 DHF Blok 26
    Dokumen18 halaman
    Ske 3 DHF Blok 26
    Faturrahman Adani
    Belum ada peringkat
  • Profkesda 2016
    Profkesda 2016
    Dokumen239 halaman
    Profkesda 2016
    Faturrahman Adani
    Belum ada peringkat
  • Blok 26 DHF Puskesmas
    Blok 26 DHF Puskesmas
    Dokumen16 halaman
    Blok 26 DHF Puskesmas
    Faturrahman Adani
    Belum ada peringkat
  • Blok 22
    Blok 22
    Dokumen15 halaman
    Blok 22
    Faturrahman Adani
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 25
    PBL Blok 25
    Dokumen14 halaman
    PBL Blok 25
    Faturrahman Adani
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 9
    PBL Blok 9
    Dokumen30 halaman
    PBL Blok 9
    Faturrahman Adani
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 6 Neuroscience
    PBL Blok 6 Neuroscience
    Dokumen16 halaman
    PBL Blok 6 Neuroscience
    Faturrahman Adani
    Belum ada peringkat
  • PBL Blok 4
    PBL Blok 4
    Dokumen9 halaman
    PBL Blok 4
    Faturrahman Adani
    Belum ada peringkat