PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Terwujudnya keadaan sehat adalah kehendak semua pihak , tidak hanya oleh
perororangan , tetapi juga kelompok dan bahkan oleh masyarakat . sehat adalah suatu
keadaan sejahtera badan , jiwa dan social dan ekonomi. Status kesehatan dipengaruhi
oleh faktor biologic, lingkungan, dan pelayanan kesehatan. Faktor biologic adalah faktor
yang berasal dari dalam individu atau faktor keturunan misalnya pada penyakit alergi
(Mansjoer, 2000).
Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2012, jumlah penderita
PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 400 juta jiwa ditahun
2020 mendatangdan setengah dari anggka tersebut terjadi di negara
berkembang,termaksud negara Indonesia. Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati
urutan kelima tertinggi didunia yaitu 7,8 juta jiwa. Jumlah penderita PPOK meningkat
akibat faktor genetic, pola hidup yang tidak sehat, asap rokok dan polusi udara.
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetic dengan
lingkungan. Adapun faktor penyebab adalah : merokok, polusi udara, dan pemajaran di
tempat kerja (terhadap batubara , kapas, padi-padian) merupakan faktor faktor resiko
penting yang menunjang pada terjadnya penyakit ini. prosesnya terjadi dalam rentang
lebih dari 20-30 tahunan. (Smeltzer dan Bare,2006).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis(PPOK) merupakan penyakit yang dapat
menyebabkan kematian. Karena semakin banyaknya penderita PPOK di Indonesia. Maka
dalam hal ini kelompok menganbil kasus kelolaan selama 3 hari dengan asuhan
keperawatan gangguan system pernafasaan khususnya Penyakit Paru Obstruksi Kronis
(PPOK) pada Tn. M yang diambil diruang perawatan melati lantai 7 RSUD Pasar Rebo
Jakarta Timur.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam laporan kasus
ini adalah: “bagaimana melakukan pelaksanaan asuhan keperawatan pada Tn. M dengan
gangguan Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di ruang melati lantai 7 RSUD Pasar
Rebo Jakarta Timur”.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran terhadap
aplikasi asuhan keperawatan dengan masalah gangguan system pernafasan : Penyakit
Paru Obstruksi Kronis (PPOK) pada Tn. M di ruang melati lantai & RSUD Pasar Rebo
Jakarta Timur.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan karya ilmiah yaitu penulis mampu menggambarkan,
mengetahui, menentukan , memahami, menjelaskan, dan mendiskripsikan :
TINJAUAN TEORITIS
Tabel 2.1. Skala Sesak menurut British Medical Research Council (MRC)
2 Sesak mulai timbul jika berjalan cepat atau naik tangga 1tingkat
4. Patofisiologi
Patofisiologi menurut Brashers (2007), Mansjoer (2000) dan Reeves (2001) adalah :
Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan nafas dan
mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjar-kelenjar yang
mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi silia menurun, dan
lebih banyak lendir yang dihasilkan serta terjadi batuk, batuk dapat menetap selama
kurang lebih 3 bulan berturut-turut. Sebagai akibatnya bronkhiolus menjadi menyempit,
berkelok-kelok dan berobliterasi serta tersumbat karena metaplasia sel goblet dan
berkurangnya elastisitas paru. Alveoli yang berdekatan dengan bronkhiolus dapat
menjadi rusak dan membentuk fibrosis mengakibatkan fungsi makrofag alveolar yang
berperan penting dalam menghancurkan partikel asing termasuk bakteri, pasien
kemudian menjadi rentan terkena infeksi.
Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari berkurangnya
permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan ventilasi–perfusi ini
menyebabkan hipoksemia atau menurunnya oksigenasi dalam darah. Keseimbangan
normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran darah kapiler pulmo menjadi
terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi menurun dan ventilasi tetap sama. Saluran
pernafasan yang terhalang mukus kental atau bronkospasma menyebabkan penurunan
ventilasi, akan tetapi perfusi akan tetap sama atau berkurang sedikit.
Selain itu, jalan nafas yang terhambat dapat mengurangi daerah permukaan yang
tersedia untuk pernafasan, akibat dari perubahan patologis ini adalah hiperkapnia,
hipoksemia dan asidosis respiratori. Hiperkapnia dan hipoksemia menyebabkan
vasokontriksi vaskular pulmonari, peningkatan resistensi vaskular pulmonary
mengakibatkan hipertensi pembuluh pulmonary yang meningkatkan tekanan vascular
ventrikel kanan atau dekompensasi ventrikel kanan.
5. Klasifikasi
Klasifikasi penyakit paru obstriksi kronik (PPOK) menurut Jackson (2014) :
a. Asma
Penyakit jalan nafas obstruktif intermienb, reversible dimana trakea dan bronkus
berespon secara hiperaktif terhadap stimulasi tertentu (Brunner et al.,2010)
b. Bronchitis kronis
Bronchitis kronis merupakan batuk produktif dan menetap minimal 3 bulan secara
berturut turut dalam kurun waktu sekurang kurangnya selama 2 tahun. Bronchitis
kronis adalah batuk yang hamper terjadi setiap hari dengan disertai dahak selama
tiga bulan dalam setahun dan terjadi minimal selama dua tahun berturut- turut
(GOLD,2010).
c. Emfisema
Emfisema adalah perubahan struktur anatomi parenkim paru yang di tandai oleh
pembesaran alveolus, tidak normalnya duktus alveolar dan destruksi pada dinding
alveolar. (PDPI,2003).
6. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada PPOK menurut Mansjoer (2008) dan GOLD (2010) yaitu :
Malfungsi kronis pada system pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai
dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang muncul pada pagi hari.
Nafas pendek sedang yang sedang berkembang menjadi nafas pendek, sesak nafas
akut, frekwensi nafas yang cepat , penggunaan otot bantu pernafasan dan ekspirasi
lebih lama daripada inspirasi.
7. Komplikasi
Konplikasi Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) menurut Grace et al (2011) dan
Jackson (2014) :
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas kronik, gagal nafas
akut, infeksi berulang, dank or pulmonal. Gagal nafas kronis ditunjukan oleh hasil
analisa gas darah berupa PaO2<60 mmHg dan PaCO2>50 mmHg. Serta Ph dapat
normal. Gagal nafas akut pada gagal nafas kronis ditandai oleh sesak nafas dengan
atau tanpa sianosis , volume sputum bertambah dan prulen, demam dan kesadaran
menurun. Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan dapat menyebabkan
terbentuknya koloni kuman , hal ini memudahkan terjadinya infeksi berulang. Selain
itu pada kondisi kronis ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah, ditandai dengan
menurunnya kadar limfosit dalam darah. Adanya kor pulmonal di tandai oleh P
pulmonal pada EKG, hematocrit >50% dan dapat disertai gagal jantung kanan
(PDPI,2016).
8. Derajat PPOK
Klasifikasi derajat PPOK menurut Global initiative for chronic obstruktif lung disease
(GOLD) 2011. :
a. Derajat I (ringan) : Gejala batuk kronis da nada produksi sputum tapi tidak sering.
Pada derajat ini pasien tidak menyadari bahwa menderita PPOK.
b. Derajat II (sedang) : sesak nafas mulai terasa pada saat beraktivitas terkadang
terdapat gejala batuk dan produksi sputum. Biasanya pasien mulai memeriksakan
kesehatan pada derajat ini.
c. Derajat III (berat) : sesak nafas terasa lebih berat, terdapat penurunan aktivitas,
mudah lelah , serangan eksaserbasi bertambah sering dan mulai memberikan
dampak terhadap kualitas hidup.
d. Derajat IV (PPOK sangat berat) : terdapat pada gejala I,II,II,serta adanya tanda
tanda gagal nafas atau gagal jantung kanan. Pasien mulai tergantung pada
oksigen, kualitas hidup mulai memburuk dan dapat terjadi gagal nafas kronis pada
saat terjadi eksaserbasi sehingga dapat mengancam nyawa pasien.
9. Penatalaksanaan PPOK
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut
Mansjoer (2000) adalah :
1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.
2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika kuman
penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis yang memproduksi
beta laktamase.
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin pada
pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat penyembuhan
dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10
hari selama periode eksasebrasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda
pneumonia, maka dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.
d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.
e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.
f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan adrenergik.
Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau ipratorium bromide 250
mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv
secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x 0,25-
0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari
fungsi faal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektoran.
f. Terapi jangka penjang bagi pasien yang mengalami gagal nafas tipe II dengan
PaO2<7,3kPa (55 mmHg).
g. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.
Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi kronis adalah fisioterapi,
rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.
Asih (2003) menambahkan penatalaksanaan medis pada pasien dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis adalah :
1. Penatalaksanaan medis untuk asma adalah penyingkiran agen penyebab dan
edukasi atau penyuluhan kesehatan. Sasaran dari penatalaksanaan medis asma adalah
untuk meningkatkan fungsi normal individu, mencegah gejala kekambuhan,
mencegah serangan hebat, dan mencegah efek samping obat. Tujuan utama dari
berbagai medikasi yang diberikan untuk klien asma adalah untuk membuat klien
mencapai relaksasi bronkial dengan cepat, progresif dan berkelanjutan. Karena
diperkirakan bahwa inflamasi adalah merupakan proses fundamental dalam asma,
maka inhalasi steroid bersamaan preparat inhalasi beta dua adrenergik lebih sering
diresepkan. Penggunaan inhalasi steroid memastikan bahwa obat mencapai lebih
dalam ke dalam paru dan tidak menyebabkan efek samping yang berkaitan dengan
steroid oral. Direkomendasikan bahwa inhalasi beta dua adrenergik diberikan terlebih
dahulu untuk membuka jalan nafas, kemudian inhalasi steroid akan menjadi lebih
berguna.
2. Penatalaksanaan medis untuk bronkhitis kronis didasarkan pada pemeriksaan
fisik, radiogram dada, uji fungsi pulmonari, dan analisis gas darah. Pemeriksaan ini
mencerminkan sifat progresif dari penyakit. Pengobatan terbaik untuk bronkitis
kronis adalah pencegahan, karena perubahan patologis yang terjadi pada penyakit ini
bersifat tidak dapat pulih (irreversible). Ketika individu mencari bantuan medis untuk
mengatasi gejala, kerusakan jalan nafas sudah terjadi sedemikian besar.
Jika individu berhenti merokok, progresi penyakit dapat ditahan. Jika merokok
dihentikan sebelum terjadi gejala, resiko bronkhitis kronis dapat menurun dan pada
akhirnya mencapai tingkat seperti bukan perokok. Bronkodilator, ekspektoran, dan
terapi fisik dada diterapkan sesuai yang dibutuhkan. Penyuluhan kesehatan untuk
individu termasuk konseling nutrisi, hygiene respiratory, pengenalan tanda-tanda dini
infeksi, dan teknik yang meredakan dispnea, seperti bernafas dengan bibir
dimonyongkan, beberapa individu mendapat terapi antibiotik profilaktik, terutama
selama musim dingin. Pemberian steroid sering diberikan pada proses penyakit tahap
lanjut.
3. Penatalaksanaan medis bronkhiektasis termasuk pemberian antibiotik, drainase
postural untuk membantu mengeluarkan sekresi dan mencegah batuk, dan
bronkoskopi untuk mengeluarkan sekresi yang mengental. Pemeriksaan CT Scan
dilakukan untuk menegakkan diagnosa. Terkadang diperlukan tindakan pembedahan
bagi klien yang terus mengalami tanda dan gejala meski telah mendapat terapi medis.
Tujuan utama dari pembedahan ini adalah untuk memulihkan sebanyak mungkin
fungsi paru. Biasanya dilakukan segmentektomi atau lubektomi. Beberapa klien
mengalami penyakit dikedua sisi parunya, dalam kondisi seperti ini, tindakan
pembedahan pertama-tama dilakukan pada bagian paru yang banyak terkena untuk
melihat seberapa jauh perbaikan yang terjadi sebelum mengatasi sisi lainnya.
4. Penatalaksanaan medis emfisema adalah untuk memperbaiki kualitas hidup,
memperlambat progresi penyakit, dan mengatasi obstruksi jalan nafas untuk
menghilangkan hipoksia. Pendekatan terapeutik menurut Asih (2003) mencakup
tindakan pengobatan dimaksudkan untuk mengobati ventilasi dan menurunkan upaya
bernafas, pencegahan dan pengobatan cepat infeksi, terapi fisik untuk memelihara dan
meningkatkan ventilasi pulmonal, memelihara kondisi lingkungan yang sesuai untuk
memudahkan pernafasan dan dukungan psikologis serta penyuluhan rehabilitasi yang
berkesinambungan.
10. Pengkajian (data focus)
a. Anamnesa
1. Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama, suku bangsa, status perkawinan, pendidikan terakhir, nomor registrasi,
pekerjaan pasien, dan nama penanggungjawab.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Pasien dengan PPOK biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda seperti
batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan menurun
dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu muncul. Apa
tindakan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan
keluhan-keluhannya tersebut.
e. Riwayat Psikososial
Gejala :
d) Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.
Tanda :
a) Keletihan.
b) Gelisah, insomnia.
2. Sirkulasi
Gejala
a) Pembengkakan pada ekstrimitas bawah.
Tanda :
f) Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis,
kuku tabuh dan sianosis perifer.
3. Integritas ego
Gejala :
Tanda :
Gejala :
b) Edema dependen.
c) Berkeringat.
5. Hygiene
Gejala :
Tanda :
6. Pernafasan
Gejala :
Tanda :
7. Keamanan
Gejala :
8. Seksualitas
Gejala :
a) Penurunan libido.
9. Interaksi sosial
Gejala :
a) Hubungan ketergantungan.
Tanda :
Gejala :
Rencana pemulangan :
c. Pemeriksaan fisik
d) Takipnea.
e) Ortopnea.
a) Asma
(1) Batuk (mungkin produktif atau non produktif) dan perasaan dada seperti terikat.
(2) Mengi saat inspirasi dan ekspirasi, yang sering terdengar tanpa stetoskop.
b) Bronkitis
d) Emfisema
(1) Penampilan fisik kurus dengan dada “barrel chest” (diameter toraks
anterior posterior meningkat sebagai akibat hiperinflasi paru-paru).
(1) Hipoksemia dan hiperkapnia tetapi tak ada sianosis pasien ini sering
digambarkan secara klinis sebagai “pink puffers“.
d. Pemeriksaan Penunjang
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mucus, bronkokontriksi dan
iritan jalan napas.
4. Risiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia.
Diagnose Intervensi
1. Bersihan jalan napas tidak Intervensi :
efektif berhubungan dengan a. Beri pasien 6 sampai 8 gelas cairan/hari kecuali terdapat kor
bronkokontriksi, peningkatan pulmonal.
produksi sputum, batuk tidak Rasional:
efektif, kelelahan/berkurangnya Mencegah terjadinya dehidrasi
tenaga dan infeksi b. Ajarkan dan berikan dorongan penggunaan teknik pernapasan
bronkopulmonal. diafragmatik dan batuk.
Tujuan:Setelah dilakukan Rasional :
tindakan keperawatan Mengajarkan cara batuk efektif
diharapkan jalan nafas kembali c. Bantu dalam pemberian tindakan nebuliser, inhaler dosis
efektif terukur, atau IPPB
Kriteria Hasil : Rasional :
a. Menunjukkan jalan nafas Mengatasi sesak yang dialam
yang paten i pasien
b. Mampu mengidentifikasi d. Instruksikan pasien untuk menghindari iritan seperti asap
dan mencegah factor yang rokok, aerosol, suhu yang ekstrim, dan asap.
dapat menghambat jalan nafas e. Ajarkan tentang tanda-tanda dini infeksi yang harus
c. Suara nafas bersih, tidah ada dilaporkan pada dokter dengan segera: peningkatan sputum,
sianosis dan dyspneu(mampu perubahan warna sputum, kekentalan sputum, peningkatan napas
bernafas dengan mudah) pendek, rasa sesak didada, keletihan.
Rasional :
Pemberian tindakan pengobatan selanjutnya
e. Berikan antibiotik sesuai yang diharuskan.
13. Implementasi
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana intervensi
yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang muncul pada
pasien (Budianna Keliat, 1994,4).
14. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya.
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (US. Midar H,
dkk, 1989).Kriteria dalam menentukan tercapainya suatu tujuan, pasien .
Pada BAB ini penulis akan menjelaskan dan membahas mengenai resume asuhan
keperawatan pada Tn. M dengan gangguan pada system pernafasan dengan diagnose medis
(PPOK) diruang melati lt 7 RSUD Pasar Rebo mulai tanggal 11 desember sampai tangal 14
desember 2018. Proses asuhan keperawatan dilakukan pada Tn. M ini mulai dari
pengkajian, menganalisa data setelah pengkajian, merumuskan diagnose keperawatan,
melakukan implementasi keperawatan, serta mengefaluasi hasil dari tindakan yang sudah
dilakukan dalam asuhan keperawatan selama 3 hari tersebut pada Tn. M apakah teratasi.
A. BIODATA
Identitas pasien yaitu dimulai dari nama pasien Tn. M dengan umur 59 tahun jenis
kelamin laki laki, agama islam, dia adalah seorang pensiunan dari salah satu perusahaan
terkenal di Jakarta timur dan kegiatannya sekarang berdagang di pasar, ia sudah
mempunyai anak , suku bangsanya jawa, pendidikan terakhir SMA, klien berbicara
menggunakan bahasa Indonesia, dia adalah warga negara Indonesia, alamat klien di
jalan penganten ali ciracas.sumber biaya perawatan klien berasal dari jaminan
kesehatan yaitu BPJS kesehatan.
Tn. M masuk rumah sakit pada tanggal 11 desember 2018 pada jam 01:00 masuk IGD
pasar rebo dengan keluhan sesak nafasgdan batuk batuk 2 minggu sebelum masuk
rumah sakit, ia mendapatkan perawatan di IGD sebelum masuk ke ruangan ranap
melati, sewaktu di igd dia diperiksa vital sign nya didapatkan hasil TD: 130/90 RR:
35x/mnt N : 90x/mnt dan suhu 36,5°C saturasi O2 : 95%, lalu ia diberikan terapi
oksigen nasal kanul 4 liter/mnt , bancasma ½ ampul, dan inhalasi combivent dan
terpasang infuse RA/8jam . kemudian disarankan dari IGD untuk rawat inap di ruang
melati.
B. PENGKAJIAN
Pengkajian keperawatan yang dilakukan pada pasien Tn. M pada tanggal 11 desember
pukul 08:30 sesaat setelahia masuk ke ruang ranap melati RSUD Pasar Rebo. Dari hasil
pengkajian didapatkan data keluhan utama pasien adalah sesak nafas dan terasa berat
jika ia bernfas dan klien mengatakan juga batuk batuk tetapi tidak produktif. Klien juga
mengatakan ia dahulu pernah menjadi seorang perokok.
Hasil pengkajian yang dilakukan mendapatkan hasil : keadaan umum klien lemah, tidak
dapat beraktivitas (bangun dari tempat tidur), klien terlihat sesak (sulit untuk bernafas)
klien tampak menggunakan otot bantu pernafasan dan terdapat pernafasan cuping
hidung pernafasan cepat dan dangkal irama tidak teratur terdapat weazing, kesadaran
composmetis, vital sign : TD : 120/90 RR : 30x/mnt N: 90x/mnt S: 36°C
Riwayat kesehatan dahulu pasien mengatakan pernah dirawat sebelumnya di rumah
sakit Karena keluhan yang sama pasien menjalani rawat inap selama 7 hari.
Riwayat penyakit keluarga, klien mengatakan klien tidak memiliki riwayat penyakit
menular ataupun menurun ataupun penyakit seupa seperti pasien, Riwayat psikososial
klien mengatakan ada orang terdekat dengan dia yaitu istrinya, interaksi dalam keluarga
pola komunikasi baik pembuatan keputusan musyawarah dengan keluarga kegiatan
kemasyarakatan klien aktif dalam kegiatan kemasyarakatan dampak penyakit klien
terhadap keluarga yaitu keluarga menjadi cemas masalah yang mempengaruhi klien
saat ini adalah ia tidak dapat berkumpul dengan keluarganya mekanisme koping
terhadap stress yaitu makan dan tidur kondisi lingkungan rumah klien padat penduduk
banyak debu karena ada pembangunan dan cukup gersang
Untuk mengkaji pola fungsional pada pasien di mulai dari pengkajian presepsi klien
terhadap kesehatan pasien mengatakan kesehatanya sangat penting karena kesehatan itu
mahal harganya jika sakit pasien akan segera memeriksakannya ke dokter, pola nutrisi
sebelum sakit pasien mengatakan bahwa ia makan di rumah sebanyak 3 kali sehari
dengan menu seadanya seperti sayur, lauk pauk , nasi, habis satu porsi. Pasien sebelum
sakit bb nya 65 kg dengan tinggi 160 cm. pasien meminum kurang lebih 6 – 8 gelas per
hari kadang teh, susu minuman bersoda dan sebagainya. Sedangkan selama sakit pasien
hanya makan 3 kali sehari dengan menghabiskan ¼ porsi dengan teksture makanan
yang halus seperti bubur dan lauk lainnya serta sayur. Bb pasien selama sakit 55 kg dan
minum 5 – 7 gelas perhari air putih dan susu dari rumah sakit. serta infuse RL 500 ml
20 TPM lewat IV .
Pola presepsi dan sensasi kognitif sebelum sakit pasien mengatakan tidak ada gangguan
presepsi pancaindra dll. Sesudah sakit pasien mengatakan tidak ada perubahan dalam
dirinya mengenai pancaindera istirahat dan tidur klien mengatakan sebelum sakit ia
tidur 8 jam per hari , sesudah sakit klien tidur siang selama dua jam dan tidur malam
selama 8 jam, system nilai dan kepercayaan klien adalah klien melekukan solat dan
mengaji setiap hari , rumah klien dekat dengan musholah sehingga klien dapat
melakukan solat di sana.
Pola aktivitas dan mobilisasi pasien di dapatkan data sebagai berikut : pasien
mengatakan bahwa sebelum sakit pasien menjalani aktivitas normal seperti, berjalan
jalan dsb. Sedangkan selama sakit pasien beraktifitas di sakitar ruangan, di tempat tidur,
mampu berjalan ke kamar mandi di bantu keluarga, terkadang juga ia sesekali berjalan
di ruangan untuk mengusir kebosanan di atas tempat tidur dengan di bantu keluarga.
Data penunjang yang didapatkan pada klien adalah : Hb : 15,1 g/dl Ht : 46%
Eritrosit : 5,1 leukosit : 11,12.60 103 trombosit : 274 ribu , natrium :143 , kalium : 3,6 .
klorida : 104 , SGOT : 25 , SGPT : 24 , urenum darah : 21mg, keratin darah : 0,9 mg
eGFR : 83,2 ml .GDS : 183 mg.
Penatalaksanaan diet TKTP 2000 kal dengan fekwensi 3 kali makan utama dan 1
kali buah, diberikan terapy obat oleh dokter : infuse RA + aminophilin 1 ½ ampul
/8jam, O2 3 liter permenit , inhalasi combivet/8jam, ranitidine 2x1 gr, OBH syrup 3x1 ,
retilpiedhishon 3x1gr , curcuma (PO) 1x1 mg.
C. DATA FOKUS
Nama pasien : Tn (M) no rekam medis :
235235Diagnose :PPOK nama perawat : kelompok
2
Data subjektif Data objektif
Klien mengatakan sesak nafas + Keadaan umum : klien tampak lemah dan
dan batuk batuk tidak produktif tidak dapat bangun dari tempat tidur dan
tanpa sputum. klien terlihat sesak (sulit untuk bernafas),
makanan klien habis ¼ porsi., klien tampak
menggunakan otot bantu pernafasan dan
terdapat pernafasan cuping hidung.
Pernafasan cepat dan dangkal irama tidak
teratur, Terdapat Weazing , berat badan
turun 10 kg.
Kesadaran : composmentis
Glasgow coma scale (GCS) : E : 4 , M : 6 ,
V:5
b. Pemeriksaan Kepala :
Bentuk kepala : normal , kebersihan
kulit dan kepala : baik , tekstur
rambut : baik , adakah lesi atau tidak
: tidak , ukuran lingkar kepala :
normal tidak ada pembengkakan ,
warna rambut : hitam , distribusi
rambut : baik , adakah
pembengkakan : tidak , adakah nyeri
: tidak
c. Wajah
Bentuk wajah : simetris (normal),
warna kulit: kuning langsat , adakah
nyeri : tidak , skala nyeri : tidak ,
adakah pembengkakan : tidak ,
adakah lesi : tidak
d. Mata
Bentuk mata : normal, posisi mata :
simetris , alis mata : normal , bulu
mata : normal , kelopak mata :
normal , pegerakan bola mata :
normal , kornea: normal ,
konjungtiva : merah muda, pupil :
isokor, otot mata : tidak ada
kelainan ,fungsi pengelihatan : baik ,
warna konjungtiva : merah muda,
sclera : ikterik, pemakaian kaca
mata : tidak, pemakaian lensa
kontak : tidak, reaksi terhadap
cahaya : baik
e. Telinga
Bentuk telinga: normal, ukuran
telinga : normal, keadaan gendang
telinga : baik , karakteristik serumen
: kuning (normal), kondisi telings
tengah : baik, cairan dari telinga :
tidak, perasaan penuh di telinga :
tidak, tinnitus : tidak, fungsi
pendengaran : baik, gangguan
keseimbangan : tidak ,pemakaian
alat bantu pendengaran : tidak,
posisi telinga : normal, adakah nyeri
: tidak , skala nyeri : - , adakah lesi :
tidak ,adakah pembengkakan : tidak
f. Hidung
jalan nafas : tidak ,jenis pernafasan :
spontan ,kedalaman : dalam ,suara
nafas: weazing ,bentuk hidung :
normal, warna hidung ; sesuai warna
kulit ,ukuran hidung : normal,
rongga hidung : bersih ,penggunaan
alat bantu nafas : tidak ,adakah lesi :
tidak ,adakah secret : tidak ,adakah
sumbatan : tidak ,adakah nyeri :
tidak ,adakah pembengkakan : tidak
,frekwensi nafas : 30x/mnt , irama
nafas : tidak teratur , pernafasan
cepat dangkal, adanya
penggunaan otot bantu
pernafasan , adanya pernafasan
cuping hidung.
h. Leher
warna leher : sesuai warna kulit ,
bentuk leher : normal ,kelenjar tiroid
: baik, kelenjar getah bening : tidak
ada , bising pembuluh darah :
normal
i. Dada
kesimetrisan : simetris ,bentuk dada
: normal ,warna kulit : sesuai dengan
kulit lain , adakah lesi : tidak
,adakah edema : tidak ,pergerakan
dada : baik, suara nafas :
wheezing,frekwensi nafas :
30x/mnt, irama nafas : tidak
teratur ,sakit dada : tidak , skala 0
,palpasi dada : tidak terdapat
pembengkakan ,penggunaan otot
bantu pernafasan ya , pernafasan
cuping hidung : ya
j. Kulit
warna kulit : kuning lansat , bentuk
kulit : normal ,pengisian kapiler : 2
detik, turgor kulit : baik, keadaan
kulit : baik, adakah gangguan pada
kulit : tidak kelainan kulit ; tidak,
kondisi kulit pemasangan infus :
baik
m. Abdomen
bentuk dan kuadran abdomen :
normal, kontur : baik, warna kulit :
kuning langsat, adakah lesi : tidak,
adakah diare : tidak , nyeri di daerah
perut ; tidak , skala nyeri : - , hepar :
tidak teraba , adakah tonjolan atau
pelebaran vena : tidak , bising usus
di semua kuadran : normal
Data penunjang :
EKG= dalam batas normal tidak ada
kelainan
Hemoglobin 15,1 g/dl
Hematrokit 46 %
Eritrosit 5,1 juta /ul
Leukosit 11,12.60 103/ul
Trombosit 274 ribu/ul
Natrium (Na) 143 mmol/l
Kalium (K) 3,6 mmol/l
Klorida (Cl) 104 mmol/l
SGOT 25 u/l
SGPT 24 u/l
Ureum darah 21 mg/dl
Keratin darah 0,9 mg/dl
eGFR 83,2 ml/min/1,73.m2
Gulkosa darahsewaktu 183 mg/dl
Penatalaksanaan :
diet lunak tinggi karbohidrat dan tinggi
protein (TKTP) 2000 kal
terapy obat
Infuse RA + Aminophilin 1
½ ampul/8 jam
O2 3 liter per menit nasal
kanul
Inhalasi combivent / 8jam
Ranitidine 2x1 gr amp
OBH syrup 3x1
Retilpiedhishon 3x1 gr
Curcuma (PO) 1x1
D. ANALISA DATA
Data Masalah
data objektif :
- klien menggunakan otot bantu
pernafasan, terdengar bunyi weazing,
pernafasan cuping hidung , klien terlihat
tidak nyaman akibat sesak, pernafasan
cepat dan dangkal, irama tidak teratur.
Terpasang O2 3L/mnt.
Vital sign :
TD : 120/90 mmHg R: 30x/mnt
N : 90x/mnt S : 36°C keadaan umum
sakit sedang kesadaran composmetis.
2. Data subjektif :
- Klien mengatakan tidak nafsu makan Defisit nutrisi
Data objektif :
- Klien Nampak lemas , klien hanya
mampu menghabiskan ¼ porsi
makanan
- Berat badan turun 10 kg
Vital sign :
TD : 120/90 mmHg R: 30x/mnt
N : 90x/mnt S : 36°C keadaan umum
sakit sedang kesadaran composmetis.
3. Data subjektif :
- Klien mengatakan lemas dan sesak
Intoleransi aktifitas
Data objektif :
- Klien Nampak bedrest dan lemas untuk
bangun dari tempat tidur
- Klien terpasang O2 3L/mnt
- Klien tidak dapat memenuhi ADL secara
mandiri
Vital sign :
TD : 120/90 mmHg R: 30x/mnt
N : 90x/mnt S : 36°C keadaan umum
sakit sedang kesadaran composmetis.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN
F. RENCANA KEPERAWATAN
Perencanaan keperawatan
(meliputi tindakan keperawatan independen dan interdependen)
Perencanaan keperawatan
(meliputi tindakan keperawatan independen dan interdependen)
Perencanaan keperawatan
(meliputi tindakan keperawatan independen dan interdependen)
G. IMPLEMENTASI
Pelaksanaan keperawatan (catatan keperawatan) HARI KE-1
Tanggal No Tindakan keperawatan dan respon hasil Paraf dan nama
dan waktu diagnosa jelas
Sift pagi 1,2,3 Observasi ttv hasil : TD: 120/90 N: 90 RR: 30 Noviyanti
11-12-18 S: 36°c
07:00 wib
1,3 Kaji frekwensi, kedalaman permafasan dan ekspansi Riski aulia
dada hasil : frekwensi pernafasan 30x/mnt,
pernafasan cepat, dangkal, dan irama tidak teratur
klien menggunakan pernafasan cuping hidung.
1 Berikan klien posisi semi fowler hasil : klien Nampak Riski aulia
nyaman
2,3 Berikan makanan sesuai kebutuhan klien hasil : ahli Riski aulia
gizi memberikan makanan diet TKTP 2000 kal.
1 Berikan klien posisi semi fowler hasil : klien Nampak Riski aulia
nyaman
2,3 Berikan makanan sesuai kebutuhan klien hasil : ahli Riski aulia
gizi memberikan makanan diet TKTP 2000 kal.
H. EVALUASI
A. KESIMPULAN
Disamping itu klien dapat melaksanakan mutu pelayanan keperawatan yang baik
khususnya pada klien dengan gangguan system pernafasan dengan diagnose medis PPOK
maka dapat di ambil kesimpulan sebagai berikut :
Pengkajian yang dilaksanakan tidak banyak berbeda dengan pengkajian teoritis
maupun penulis tidak mendapat kesulitan dalam pengkajian klien
Dalam usaha mengatasi masalah yang di hadapi klien penulis menyusun tindakan
keperawatan sesuai dengan teoritis begitu juga dengan SP atau LP.
Dalam pelaksanaan tindakan keperawatan disesuaikan dengan perencanaan dan
dapat dilaksanakan walaupun belum optimal
Pada tahap evaluasi terhadap tindakan keperawatan masalah yang di hadapi klien
dapat teratasi semua sesuai dengan diagnosa yang aktual berdasarkan pengkajian
sebelumnya
B. SARAN
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran yang bisa penulis berikan untuk perbaikan dan
peningkatan mutu asuhan keperawatan adalah :
2. Bagi klien
Klien di harapkan mengikuti program keperawatan yang telah di rencanakan oleh dokter
dan perawat untuk mempercepat proses penyembuhan klien.
3. Bagi keluarga
4. Bagi penulis
Sebagai sarana memperoleh informasi dan pengetahuan serta pengalaman dalam
melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan system pernafasan dengan
diagnose medis PPOK.