Anda di halaman 1dari 20

JOURNAL READING

A Novel Treatment Strategy for Severe Guillain-Barre´ Syndrome:


Zipper Method

Dipresentasikan oleh :

Nurahmi Widyani Ratri (1571120)

Pembimbing

dr. Dinik Wuryani, Sp.S

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT SARAF

RUMAH SAKIT UMUM DR. SOEDONO MADIUN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

2019

1
Strategi Pengobatan Baru untuk Guillain-Barre Sindrom Berat : dengan Metode
“Zipper”
Selman Kesici, MD 1,4 , Murat Tanyıldız, MD 2 , Filiz Yetimakman, MD 3 , dan Benan
Bayrakci, MD 4

Abstrak
Tujuan: Imunoglobulin intravena dan pertukaran plasma (plasmapheresis) merupakan
pengobatan pada Guillain-Barré sindrom. Meskipun demikian perawatan dan prognosis pada
Guillain-Barré sindrom berat masih belum memuaskan. Artikel ini mencari waktu yang tepat
untuk melakukan pertukaran plasma dan intravena immunoglobulin sehingga dapat
meningkatkan hasil pada Guillan Barre sindrom berat dan membutuhkan ventilasi
mekanis. Desain Studi: Penelitian ini adalah studi open label. Sembilan pasien anak dengan
Guillain-Barré sindrom berat dan membutuhkan ventilasi mekanis, diperlakukan strategi
perawatan baru yang disebut sebagai "Zipper Method". Dalam metode ini, seiring dengan
diagnosis Guillan Barre sindrom, pertukaran plasma langsung di lakukan. Pada sesi pertama
pertukaran plasma, satu setengah volume plasma pasien dihilangkan dengan menggunakan 5%
albumin sebagai solusi pengganti. Di akhir sesi pertukaran plasma. 0,4 g / kg infus
imunoglobulin intravena segera diberikan. Sesi pertukaran plasma kedua diberikan dengan satu
volume setelah 24 jam dari infus imunoglobulin intravena. Setiap sesi pertukaran plasma diikuti
oleh infus imunoglobulin intravena. Siklus Pertukaran imunoglobulin intravena dan pertukaran
plasma ini diulangi untuk 5 kali. Hasil: Di antara 9 pasien, durasi penggunaan ventilasi mekanik
rata-rata 7 (5-14) hari dan rata-rata tinggal di rumah sakit adalah 18 (10-30) hari. Medical Rese-
arch Council (MRC) sum score meningkat pada semua pasien terutama setelah sesi
ketiga. Semua pasien selamat dan semua pasien bisa berjalan tanpa bantuan pada hari ke-
28. Kesimpulan: Metode “Zipper” sebagai modalitas pengobatan baru tampaknya mengurangi
mortalitas, mempercepat penggunaan dari ventilasi mekanik, dan mempersingkat masa tinggal di
rumah sakit, dengan hasil yang sangat baik pada pasien sindrom Guillain-Barré berat, yang
membutuhkan perawatan intensif. Teknik ini berdiri sebagai strategi imunomodulasi yang
menjanjikan untuk berbagai skenario.

2
Guillain-Barré Sindrom saat ini merupakan penyebab paling umum kelumpuhan akut
pada anak-anak. Ini jarang terjadi, penyakit dengan kejadian 0,5 hingga 2 kasus per 100.000
orang per tahun. Gangguan ini melibatkan poliradikuloneuropati terutama motorik saraf sensorik
dan otonom yang biasanya akut, biasanya simetris, biasanya kelumpuhan menjalar keatas.
Guillain-Barré Sindrom biasanya memiliki riwayat infeksi atau jarang vaksinasi. Bisa jadi
Guillain-Barré sindrom diklasifikasikan menjadi 2 subtipe utama, demyelinating polineuropati
akut dan neuropati aksonal motorik akut tergantung pada apakah mielin atau komponen aksonal
saraf perifer yang terpengaruh. Meskipun demyelinating lebih sering terjadi, gejala motorik dan
kelemahan lebih menonjol dalam bentuk aksonal. Perawatan anak-anak ini terdiri dari intravena
imonoglobulin atau pertukaran plasma. Meski keduanya, intravena imunoglobulin dan
pertukaran plasma diterima dengan baik dan terbukti untuk sindrom Guillain-
Barré, 3 Prognosisnya untuk Guillain-Barré sindrom berat masih belum memuaskan. Karena
sangat sedikit uji RCT di anak-anak, dosis dan protokol imunoglobulin intravena dan pengobatan
pertukaran plasma tidak jelas, terutama di Indonesia anak-anak yang terkena Masih memiliki
angka kematian 2% hingga 10% dan banyak pasien yang mengalami deficit fungsional.5-7 Dan
hanya sepertiga dari pasien yang mendapatkan ventilasi mekanik untuk pemulihan penuh
8.
Meskipun perawatan standar dengan imunoglobulin intravena atau pengobatan pertukaran
plasma, sekitar 20% dari pasien yang terkena GBS brat tetap tidak dapat berjalan setelah 6
bulan. Selain itu, banyak pasien memiliki cacat residu. Insufisiensi pernapasan membutuhkan
ventilasi mekanis karena kelemahan neuromuskuler telah terlihat pada 20% hingga 30% dari
Guillan Barre sindrom.9 Bahkan 3 hingga 6 tahun setelah onset, Guillain-Barré syndrome
memiliki dampak besar pada kehidupan sosial dan kemampuan untuk melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari.
Sudah hampir 20 tahun sejak pertukaran plasma dan intravena imunoglobulin ditetapkan
sebagai pengobatan yang efektif di Indonesia. Pada saat itu, telah ada banyak kemajuan dalam
penemuan tentang immunopathogenesis GBS. Poin penting dari perawatan Guillain-Barré
sindrom adalah imunomodulasi. Tetapi GBS yang berat masih memiliki prognosis yang buruk,
terapi kombinasi menggunakan kedua modalitas secara teoritis mungkin bermanfaat. Tetapi
pertanyaan tentang dosis dan waktu tampaknya belum terselesaikan. Apa resimen kombinasi
terbaik: pertukaran plasma setelah 5 hari imunoglobulin intravena atau immunoglobulin
intravena setelah 5 sesi perawatan pertukaran plasma? Bukti untuk jawaban yang benar dari

3
pertanyaan ini masih kurang literatur. Artikel ini mencari waktu yang tepat untuk melakukan
pertukaran plasma dan imunoglobulin intravena secara sinergis yang mungkin meningkatkan
hasil pada Guillain-Barré sindrom berat yang membutuhkan ventilasi mekanis.
Material dan metode
Penelitian ini adalah studi open label tanpa randomisasi. Anak-anak yang didiagnosis
memiliki Guillain-Barré sindrom berat dan dirawat di Unit Perawatan Intensif Anak di
Universitas Hacettepe Ihsan Dog˘ramacı dan Dr. Sami Ulus dan Rumah Sakit Penelitian pada
bulan Mei 2013 hingga Februari 2017 adalah sampel dalam penelitian ini. Pasien Guillain-Barré
sindrom yang tidak dirawat di unit perawatan intensif dan pasien yang dirawat di rumah sakit
unit perawatan intensive tetapi progresifitas penyakitnya tinggi dan di bawah terapi pengobatan
intravena immunoglobulin di ekslusi pada penelitian ini. Indikasi untuk masuk perawatan
intensif adalah progresif, terdapat quadriparesis, insufisiensi pernapasan, tanda tanda bulbar, dan
autonomic dysfunction. Fungsi Lumbal dilakukan pada semua pasien saat ma-
suk. Elektromiografi dilakukan segera setelah pasien secara hemodinamik stabil. Medical Rese-
arch Council (MRC) sum score untuk mengevaluasi kekuatan otot dilakukan setiap hari. 10 Selain
itu, kami menggunakan Skala GBS Disability dan skor dicatat setiap hari. 11,12

Protokol Perawatan ( metode “zipper”)


Setelah diagnosis Guillain-Barré sindrom, pertukaran plasma dimulai segera. Pada sesi
pertama pertukaran plasma, 1,5 volume plasma pasien dihilangkan dengan menggunakan 5%
albumin sebagai solusi pengganti. Di akhir sesi pertukaran plasma, 0,4 g /kg infus imunoglobulin
intravena segera dilakukan. Sesi pertukaran plasma kedua dilakukan dengan 1 volume setelah 24
jam intravena imunoglobulin. Setiap sesi pertukaran plasma diikuti oleh infus imunoglobulin
vena. Siklus Pertukaran plasma ini dan imunoglobulin intravena diulang sebanyak 5
kali. Keseluruhan penelitian ditujukan untuk dislesaikan dalam waktu 7 hari. Karena resiko
Hypofibrinogenemia, fresh-frozen plasma digunakan sebagai pengganti cairan di sesi pertukaran
plasma ketiga. Metode strategi baru ini dinamakan sebagai "Metode Zipper" karena keterkaitan
antara rangkaian proses yang berlangsung (Gambar 1).
Komite etika institusional menyetujui penelitian ini. Infromconsent persetujuan untuk
perawatan, pengunaan kateter diperoleh dari orang tua pasien.

4
Hasil
Perawatan ini diterapkan pada 9 pasien. Usia rata-rata dari pasien adalah 10,9 (6-16)
tahun. Semua pasien sebelumnya memiliki riwayat infeksi. Semua pasien menunjukkan
perkembangan yang cepat setelah keluhan dimulai. Durasi antara awal gejala dan masuk rumah
sakit kurang dari 2 hari pada semua pasien. Mereka semua mengaku, di rawat di ruang intensif
anak karena infusiensi pernapasan dan butuh ventilasi mekanis. Setelah intubasi dan stabilisasi
awal, fungsi lumbal dilakukan pada hari itu pertama ke semua pasien. Rata-rata cairan protein
serebrospinal sekitar 46,5 mg / dL (21-60). Studi elektromiografi dilakukan pada hari ketiga rata-
rata (1-4 hari) dari hari pertama masuk. Semua pasien memiliki temuan elektromiografi
konsisten dengan neuropati motorik aksonal akut (Tabel 1). Kita tidak memiliki kesempatan
untuk menguji antibodi GM1 di instansi kami. Metode “Zipper” diterapkan pada 9 pasien ini
sebagai pengobatan primer karena perkiraan prognosis buruk (Tabel 2). Pasien pertama
diekstubasi pada hari ke 7 dan mulai berjalan tanpa bantuan pada hari ke 10. Setelah melihat ini,
kami melanjutkan menggunakan metode “zipper” untuk kasus Guillain-Barré sindrom berat
dengan prognosis buruk. Antara 9 pasien, durasi ventilasi mekanik rata-rata adalah 7 (5-14) hari,
dan masa rawat inap rata-rata adalah 18 (10-30) hari. Medical Rese-arch Council (MRC) sum
score meningkat secara keseluruhan pasien terutama setelah sesi ketiga (Gambar 2). Semua
pasien selamat dan kesembilan pasien mampu berjalan tanpa bantuan pada hari masuk ke-
28. Tidak ada pasien termasuk dalam penelitian ini mengalami infeksi nosokomial. Ruam
urtikaria yang teratasi dengan pengobatan antihistamin terlihat pada 1 pasien selama pertukaran
plasma sebagai komplikasi.

Diskusi
Guillain-Barré Sindrom adalah penyebab paling umum dari kelumpuhan akut yang
melibatkan saraf perifer. Motor neuropaty akut adalah subtipe progresif cepat dan berat dari
Guillan-Barre sindrom. Sekitar sepertiga dari Guillan Barre sindrom dirawat di perawatan
intensif unit dan disertai insufisiensy pernapasan dan membutuhkan ventilasi mekanik.14

5
Kegagalan pernapasan selama perjalanan Guillain-Barré sindrom membawa risiko
kematian yang tinggi.15 Kedua bagian seluler dan humoral dari sistem kekebalan tubuh terlibat
dalam patogenesis Guillain-Barré sindrom. Infus Imunoglobulin dan pertukaran plasma telah
digunakan sejak 1980-an dalam pengobatan sindrom Guillain-Barré. Mekanisme aksi pertukaran
plasma adalah menghilangkan autoantibodi dalam sirkulasi yang merusak sistem saraf
perifer. Terapi imunoglobulin intravena juga dianggap menetralkan autoantibodi, menghambat
aktivasi komplemen, dan menghambat formasi dari membrane attack-complex.
Kumpulan referat pendukung menyatakan kemungkinan bahwa Guillain-Barré syndrome
merupakan gangguan autoimun, yang disebabkan oleh antibody yang menargetkan berbagai
komponen myelin saraf perifer, dan terkadang akson. Keterlibatan aksonal bisa ditunjukkan pada
studi elektromiografi, dan kebanyakan Guillan Barre sindrom berat memiliki kemungkinan
adanya gastroenteritis Campylobacter jejuni sebelumnya.17 Pasien yang mengalami neuropati
akson motorik akut diikuti Enteritis jejuni C memiliki antibodi imunoglobulin G (IgG) terhadap
GM1.18 Studi otopsi menunjukkan adanya deposisi aksolemmal IgG pada akar spinal anterior
pada pasien neuropati aksonal motorik, menunjukkan bahwa IgG, yang berikatan secara efektif
dengan komplemen, merupakan faktor penting dalam perkembangan penyakit. Temuan ini
menunjukkan bahwa GM1 adalah autoantigen untuk Antibodi IgG pada pasien dengan neuropati

6
akson motorik akut terkait dengan C jejuni enteritis. Antibodi anti-GD1a IgG juga berkaitan
dengan neuropati motorik aksonal akut setelah Infeksi C jejuni.20 Anak dalam keadaan parah,
sindrom Guillain-Barré yang progresif, kemungkinan besar memiliki produksi autoantibodi,
dengan persentase tinggi dari antibodi ini, dapat berikatan pada saraf dan menyebabkan gagal
pernapasan.
Itu ditunjukkan oleh penelitian RCT yang keduanya, yaitu imunoglobulin intravena dan
TPE efektif pada anak-anak dalam pengobatan Guillan Barré Sindrom.21,22 Kedua modalitas
perawatan tersebut mempersingkat waktu pemulihan dan peningkatan skor disabilitas ketika
diberikan dalam tahap awal penyakit.

Sistematik review menunjukkan tidak ada bukti hasil yang lebih baik dengan salah satu
dari 2 modalitas pengobatan. 23 Tetapi lebih banyak penelitian dengan randomized controlled

7
study terbaru lebih menyukai plasmaparesis dengan subjek anak-anak dengan Guillain-Barré
sindrom progesif dan menggunakan ventilasi mekanik.1 Dada et al juga menyarankan
pertukaran plasma menjadi lebih diunggulkan dari pada imunoglobulin intravena sebagai
modalitas pengobatan pada pasien dalam keadaan Guillan Barre sindrom yang berat dan bukti
elektromiografi terdapat keterlibatan aksonal. Dalam seri kasus pediatrik lain, hasil pasien yang
diobati dengan pertukaran plasma menjadi lebih baik.2 Pertukaran plasma dianggap bekerja
dengan menghilangkan sirkulasi autoantibodi,25 sedangkan imunoglobulin intravena, selain
fungsi lain yang terkait dengan sistem komplemen,juga dianggap bekerja melalui pemblokiran
produksi antibodi.18 Untuk kasus yang resisten terhadap rejimen pengobatan, modalitas
kombinasi digunakan. Kombinasi di mana pertukaran plasma diikuti oleh imunoglobulin
intravena telah dipelajari, tetapi terapi modalitas ini tidak memberi hasil yang signifikan.12 Juga,
dalam penelitian lain, intravena imunoglobulin diikuti oleh pertukaran plasma dibandingkan
dengan imunoglobulin intravena saja, didapatkan tidak ada manfaat yang signifikan dari
pengobatan pertukaran plasma yang diterapkan setelah perawatan imunoglobulin intravena.13
Meskipun terapi ini telah digunakan selama bertahun-tahun, prognosis pasien dengan progress
yang cepat dan berat, tidak berubah, dan tingkat angka kematian tetap sekitar 10%.26 Total dari 9
pasien masuk, kami menerapkan metode “zipper”,cepat pulih tanpa sekuel neurologis terlepas
dari kenyataan bahwa mereka awalnya diperlukan perawatan intensif dan ventilasi mekanis.
Tidak ada perbedaan signifikan yang ditemukan antara intravena imunoglobulin dan
terapi pertukaran plasma pada terapi sebelumnya pada penelitian randomize control trial.3 Ini
karena keduanya tidak bisa mengontrol semua komponen seluler dan sistem kekebalan humoral
sebagai pengobatan tunggal. Dalam metode”zipper”, pertukaran plasma menghilangkan antibodi
secara intensif dari plasma, Mengontrol hipersitokinemia, menurunkan degranulasi leukosit, dan
menghambat aktivasi makrofag dan fagositosis. Selain itu, infus imunoglobulin intravena
dimulai pada akhir sesi pertukaran plasma, memblok reseptor Fc dan mencegah pembentukan
serangan membrane kompleks dengan menghambat aktivasi komplemen.7 Karena plasma
dibersihkan dari autoantibodi setelah pertukaran plasma, transisi autoantibodi dari jaringan ke
plasma dimulai.27 Diterangkan pada sebuhan penelitian, penghapusan autoantibodi oleh
pertukaran plasma dapat merangsang rebound sintesis autoantibodi.12 Imunoglobulin intravena
diberikan segera setelah pertukaran plasma, ini menetralkan autoantibodi yang
diregenerasi. Gerakan antibodi dari jaringan untuk plasma selesai dalam 24 jam.27 Inilah alasan
mengapa kita lebih memilih untuk memulai sesi pertukaran plasma berikutnya 24 jam setelah
infus imunoglobulin intravena di metode “zipper”.
Beberapa peneliti juga mempelajari urutan pengobatan dengan pertukaran plasma diikuti
oleh imunoglobulin intravena, tetapi pengobatan ini tampaknya tidak memberi manfaat
tambahan 12,28 Metode kami berbeda dari strategi sebelumnya, dengan pertukaran plasma
berturut-turut dan sesi immunoglobulin intravena lewat satu sama lain seperti 2 kerah ritsleting.
Namun demikian, dalam penelitian sebelumnya, pengobatan kombinasi adalah didefinisikan
sebagai 5 sesi pertukaran plasma setelah 5 hari imunoglobulin intravena atau 5 hari imunisasi
intravena Imunoglobulin setelah sesi pertukaran plasma (Gambar 1).13

8
Akumulasi data tentang pengobatan Guillain-Barré sindrom telah diperoleh secara
substansial dari studi orang dewasa karena uji coba terkontrol yang dikontrol pada anak-anak
jumlahnya terbatas. Pasien kami dilepaskan dari ventilator mekanik rata-rata 7 hari dan keluar
dari rumah sakit rata-rata 18 hari. Dalam penelitian orang dewasa sebelumnya, pasien
imunoglobulin intravena dipisahkan dari ventilator mekanik rata-rata 26 hari, pertukaran plasma
diterapkan pada pasien rata-rata 29 hari, dan terapi kombinasi diterapkan pada pasien 18
hari.12 Dari aspek ini, metode “zipper” lebih efektif dari kedua perawatan dan juga terapi
kombinasi sebelumnya.
Dalam studi sebelumnya, pasien dirawat dengan imunoglobulin intravena dikeluarkan
dari rumah sakitar rata-rata 53 hari, pasien yang dirawat dengan pertukaran plasma rata-rata 63
hari, dan pasien diobati dengan terapi kombinasi pada 51 hari.12 Pada kelompok pasien kami,
pasien berarti keluar dari rumah sakit adalah 18 hari. Dalam hal sekuel neurologis, persentase
pasien tidak dapat berjalan tanpa bantuan setelah 48 minggu adalah 16,7%, 16,5%, dan 13,7%
pada pertukaran plasma, imunoglobulin intravena, dan plasma pertukaran kombinasi dengan
kelompok imunoglobulin intravena.12 Waktu rata-rata untuk berjalan tanpa bantuan adalah 49,
51, dan 40 hari pada pertukaran plasma, imunoglobulin intravena dan pertukaran plasma
kombinasi dengan kelompok imunoglobulin intravena.12 Pada kelompok pasien strategi
“Zipper”, rata-rata waktu berjalan tanpa bantuan adalah 24 hari, dan semua pasien berhasil
berjalan tanpa bantuan (Tabel 3).
Karena RCT dan metaanalisis pasien dewasa, kami membandingkan hasil pasien kami
dengan yang diperoleh dari penelitian ini. Pada kasus kecil, kasus pediatrik termasuk sindrom
Guillain-Barré berat pasien yang membutuhkan dukungan ventilasi mekanik, pasien dilepaskan

9
dari ventilator mekanik rata-rata 28,5 hari dan waktu rata-rata pasien untuk berjalan tanpa
bantuan adalah 117 hari.29 Pasien dalam penelitian dengan karakteristik mirip dipisahkan dari
ventilator mekanik pada rata-rata 7 hari dan berjalan tanpa bantuan rata-rata 24 hari. Pada kasus
pediatrik yang lain, tingkat kematian 11,5% dan rata-rata hari untuk berjalan tanpa bantuan
adalah 42 hari.30
Dalam serangkaian kasus pediatrik prospektif, dilaporkan bahwa tipe paling umum dari
sindrom Guillain-Barré adalah peradangan akut polineuropati demielinasi motoric dan akson
motorik akut neuropati dikaitkan dengan hasil yang buruk.31 Kebutuhan ventilasi Mekanik
dicatat dalam 24,2% dan 13,7% akut neuropati akson motorik dan demyelinasi inflamasi akut
masing-masing pada pasien polineuropati. Meskipun penelitian ini tidak hanya mencakup pasien
sindrom Guillain-Barré yang berat, keseluruhan rawat inap rata-rata di rumah sakit adalah 16
hari, dan itu 22 hari pada pasien neuropati motorik aksonal akut.31 Electrophysiologic ditemukan
semua pasien dalam kelompok penelitian kami konsisten dengan neuropati akson motorik akut,
dan rerata tinggal di rumah sakit dari pasien ini adalah 18 hari (Tabel 1). Mengingat pasien kami
dalam keadaan tingkat berat, dapat dikatakan bahwa metode “zipper” mempercepat waktu
pemulihan.
Durasi keluhan pasien kami lebih pendek, kurang dari 2 hari. Diketahui bahwa baik
imunoglobulin intravena dan pertukaran plasma lebih efektif pada kasus awal.32 Saat kasus yang
parah, pengobatan dimulai segera pada pasien kami. Hasil yang luar biasa dalam hal ini pasien
yang terkena GBS membuktikan pentingnya waktu perawatan.
Keuntungan cepat dalam skor MRC juga mencerminkan efisiensi metode “zipper” (Tabel
2, Gambar 2). Penyebab kematian yang paling penting dalam penelitian sebelumnya adalah
infeksi rumah sakit karena berkepanjangan rawat inap perawatan intensif. Tidak ada pasien kami
yang mengalami infeksi di rumah sakit, dan tidak ada kematian yang diamati. Terlepas dari
kenyataan bahwa prognosis untuk Guillain-Barré syndrome pada pasien anak-anak sekitar 10%
kematian telah dilaporkan dalam penelitian terbaru. Kematian dilaporkan terutama pada pasien
yang mengalami gangguan pernapasan. Efisiensi dan dukungan ventilator mekanik yang
diperlukan selama perjalanan penyakit. Dalam sebuah penelitian terbaru tentang pediatric Hasil
Guillain-Barré sindrom, hanya dilaporkan 47% dari pasien sepenuhnya pulih dan 24,3% dari
pasien terikat kursi roda pada bulan ketiga perawatan.31

10
Sebelum metode “zipper”, 4 pasien Guillain-Barré sindrom diikuti di unit kami. Semua
pasien ini dipindahkan dari layanan rawat inap anak karena sangat progesif dan di bawah
perawatan imunoglobulin intravena dan kebutuhan ventilator mekanik. Usia rata-rata ini pasien
adalah 6,5 (2-10) tahun, dan mereka secara klinis memburuk pada hari ketiga perawatan
imunoglobulin intravena. Pengobatan imunoglobulin intravena diselesaikan untuk 5 hari pada
pasien ini, dan kemudian 5 sesi pertukaran plasma dilakukan berturut-turut. Pasien-pasien ini
berventilasi mekanis selama rata-rata 23 hari, dan rata-rata mereka lama tinggal di rumah sakit
adalah 60 hari. Dua dari pasien ini trakeostomi, dan salah satunya masih terikat kursi roda
setelah tahun pertama perawatan. Mengingat pengalaman dan literatur, dapat dikatakan bahwa
metode “Zipper” aman dan efektif untuk kelompok pasien ini, meskipun diterapkan pada
sejumlah terbatas pasien.
Meskipun biaya menggunakan 2 perawatan sekaligus tampaknya meningkatkan biaya 2
kali lipat, dapat dengan mudah berspekulasi bahwa biaya kumulatif diasumsikan lebih rendah
karena penurunan perawatan intensif dan durasi rumah sakit, selain tidak ada sekuel
neurologis. Sifat retrospektif dari penelitian ini adalah keterbatasan dalam hal perhitungan
biaya. Diasumsikan menguntungkan metode “zipper” terhadap biaya kumulatif yang mencakup
periode perawatan dan rehabilitasi perlu dibuktikan dengan studi skala besar spektif.

Kesimpulan
Tidak ada konsensus tentang perawatan khusus anak-anak dengan sindrom Guillain-
Barré berat yang ditandai dengan keterlibatan aksonal. Juga jelas bahwa ada kebutuhan
modalitas pengobatan baru karena mortalitas tinggi yang persisten dan gejala sisa pada korban
meskipun dengan strategi pengobatan klasik. Metode “zipper” sebagai modalitas pengobatan
baru tampaknya mengurangi angka kematian, mempercepat pelepasan dari ventilasi mekanik dan
mempersingkat masa inap di rumah sakit dengan hasil yang luar biasa di pasien neuropati
motorik aksonal akut yang membutuhkan perawatan intensif. Administrasi pertukaran plasma
dan intravenaimunoglobulin bersama mungkin hampir dua kali lipat biaya terapi
imunomodulator di Guillain-Barré syndrome tetapi pada kenyataannya total biaya diharapkan
lebih rendah karena dari ventilasi mekanik yang diperpendek, perawatan intensif, dan
mengurangi sekuel neurologis, khususnya untuk pasien tersebut dengan varian axonal dari
sindrom Guillain-Barré yang kemampuannya cenderung lebih parah dengan pemulihan yang

11
tertunda. Metode “zipper: Hacettepe sebagai imunomodulasi yang menjanjikan, perlu stratefu
RCT lebih lanjut secara acak untuk berbagai indikasi untuk membuktikan efisensinya.

12
CRITICAL APPRAISAL

Judul Journal A Novel Treatment Strategy for Severe Guillain-Barre´ Syndrome: Zipper
Method

Nama Journal Journal of Child Neurology


Penulis Selman Kesici et, al
Tahun 2019

13
ANALISIS JURNAL (CAPS RCT 2019)

1.Apakah penelitian ini Tidak Pada penelitian ini populasi yang diteliti,
membahas masalah yang Dapat intervensi, dan luaran yang inginkan di jelaskan.
jelas ? dijelaskan Pada bagian metode
Hint : [√]
a. Populasi yang diteliti
b. Intervensi
c. Pembanding
d. Luaran yang diinginkan
pada bagian abstrak

2. Apakah pembagian Tidak Tercantum pada bagian metode


perlakuan terhadap pasien [√ ]

14
dilakukan secara acak?
Hint :
a. Bagaimana jalannya
penelitian

3. Apakah semua pasien Ya Tercantum pada metode


yang mengikuti penelitian [√]
dicatat dnegan bernar
hingga akhir penelitian ?

4.Apakah dilakukan Tidak Dijelaskan metode


bilnding terhadap pasien, [ √ ]
petugas kesehatan, dan
peneliti?

5. Apakah kedua kelompok Tidak Karena pada penelitian ini tidak dilakukan
sama pada awal penelitian? dapat kelompok pembanding, tetapi karakteristik pada
(faktor-faktor lain yang dijelaskan setiap sampel sama dijelaskan pada hasil.
dapat mempengaruhi hasil [√]
penelitian seperti usia, jenis
kelamin, dan status sosial)
6. Selain intervensi yang Tidak Karena pada penelitian ini tidak dilakukan
diberikan sesuai kelompok, dapat kelompok pembanding, tetapi smua perlakuan
apakah kedua kelompok dijelaskan intervensi pada setiap sampel sama, dijelaskan
diperlakukan sama? [√] pada metode.

7. Seberapa besar efek Terdapat pada bagian hasil.


pengobatan?

15
8.Seberapa tepat efek yang Tidak dapat dijelaskan, karena tidak dijelaskan nilai CI
ditimbulkan?
9. Apakah hasil dapat Tidak dapat Ya karena beberapa alasan yaitu:
diterapkan pada populasi dijelaskan  Karakteristik subjek sama
lokal? [√]  Terdapat kasus GBS dengan terapi
- yang masih kurang referensi
mengenai waktu dan dosis
pemberiannya
 Hanya saja tidak semua rumah
sakit dapat melakukan plasma-
paresis dan immuneglobulin
intravena

16
10. Apakah semua hasil Tidak dapat Karena “zipper” method ini walaupun
yang penting secara klinis dijelaskan memiliki hasil yang lebih baik secara klinis
dipertimbangkan? [√] dari pada metode penelitian yang lain,
tetapi secara statistika tidak dapat di
jelaskan apakah hasil yang didapatkan
signifikan atau tidak.

11.Apakah manfaatnya Tidak Karena penggunaan terapi Imunoglobulin


sepadan dengan bahaya dan Dapat di intravena dan Plasmaparesis memiliki biaya
biaya yang dikeluarkan? jelaskan yang banyak dan tidak semua rumah sakit
[√] dapat melakukan terapi ini, namun dengan
adanya hasil yang lebih baik, dan
memepersingkat lama rawat inap dan
penggunaan ventilator mekanik, mungkin
memiliki biaya perawatan yang lebih
rendah dari pada penggunaan ventilator
mekanik dan perawatan inap dalam jangka
waktu yang lama.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. El-Bayoumi MA, El-Refaey AM, Abdelkader AM, El-Assmy MM, Alwakeel AA, El-Tahan
HM. Comparison of intravenous immunoglobulin and plasma exchange in treatment of
mechanically ventilated children with Guillain Barre syndrome: a randomized study. Crit Care.
2011;15(4):R164.

2. Hicks CW, Kay B, Worley SE, Moodley M. A clinical picture of Guillain-Barre syndrome in
children in the United States. Journal of Child Neurol. 2010;25(12):1504-1510.

3. van der Meche FG, Schmitz PI. A randomized trial comparing intravenous immune globulin
and plasma exchange in GuillainBarre syndrome. Dutch Guillain-Barre Study Group. N Engl J
Med. 1992;326(17):1123-1129.

4. Devos D, Magot A, Perrier-Boeswillwald J, et al. Guillain-Barre syndrome during childhood:


particular clinical and electrophysiological features. Muscle Nerve. 2013;48(2):247-251.

5. van den Berg B, Walgaard C, Drenthen J, Fokke C, Jacobs BC, van Doorn PA. Guillain-Barre
syndrome: pathogenesis, diagnosis, treatment and prognosis. Nat Rev Neurol. 2014;10(8): 469-
482.

6. Raphael JC, Chevret S, Hughes RA, Annane D. Plasma exchange for Guillain-Barre
syndrome. Cochrane Database Syst Rev. 2012; 7:CD001798.

7. Hughes RA, Swan AV, van Doorn PA. Intravenous immunoglobulin for Guillain-Barre
syndrome. Cochrane Database Syst Rev. 2012;7:CD002063.

8. de Jager AE, Minderhoud JM. Residual signs in severe GuillainBarre syndrome: analysis of
57 patients. J Neurol Sci. 1991; 104(2):151-156.

9. Efficiency of plasma exchange in Guillain-Barre syndrome: role of replacement fluids. French


Cooperative Group on Plasma Exchange in Guillain-Barre syndrome. Ann Neurol. 1987;22(6):
753-761.

10. Kleyweg RP, van der Meche FG, Schmitz PI. Interobserver agreement in the assessment of
muscle strength and functional abilities in Guillain-Barre syndrome. Muscle Nerve. 1991;14(11):
1103-1109.

11. Hughes RA, Newsom-Davis JM, Perkin GD, Pierce JM. Controlled trial prednisolone in
acute polyneuropathy. Lancet. 1978;2(8093):750-753.

12. Randomised trial of plasma exchange, intravenous immunoglobulin, and combined


treatments in Guillain-Barre syndrome. Plasma Exchange/Sandoglobulin Guillain-Barre
Syndrome Trial Group. Lancet. 1997;349(9047):225-230.

18
13. Oczko-Walker M, Manousakis G, Wang S, Malter JS, Waclawik AJ. Plasma exchange after
initial intravenous immunoglobulin treatment in Guillain-Barre syndrome: critical reassessment
of effectiveness and cost-efficiency. J Clin Neuromuscul Dis. 2010;12(2):55-61.

14. Shahrizaila N, Yuki N. Guillain-Barre syndrome animal model: the first proof of molecular
mimicry in human autoimmune disorder. J Biomed Biotechnol. 2011;2011:829129.

15. Lawn ND, Wijdicks EF. Fatal Guillain-Barre syndrome. Neurology. 1999;52(3):635-638. 6
Journal of Child Neurology XX(X)

16. Shahrizaila N, Yuki N. The role of immunotherapy in GuillainBarre syndrome:


understanding the mechanism of action. Expert Opin Pharmacother. 2011;12(10):1551-1560.

17. Rees JH, Soudain SE, Gregson NA, Hughes RA. Campylobacter jejuni infection and
Guillain-Barre syndrome. N Engl J Med. 1995;333(21):1374-1379.

18. Yuki N, Watanabe H, Nakajima T, Spath PJ. IVIG blocks complement deposition mediated
by anti-GM1 antibodies in multifocal motor neuropathy. J Neurol Neurosurg Psychiatry.
2011;82(1):87-91.

19. Hafer-Macko C, Hsieh ST, Li CY, et al. Acute motor axonal neuropathy: an antibody-
mediated attack on axolemma. Ann Neurol. 1996;40(4):635-644.

20. Ho TW, Willison HJ, Nachamkin I, et al. Anti-GD1a antibody is associated with axonal but
not demyelinating forms of GuillainBarre syndrome. Ann Neurol. 1999;45(2):168-173.

21. Hughes RA, Raphael JC, Swan AV, van Doorn PA. Intravenous immunoglobulin for
Guillain-Barre syndrome. Cochrane Database Syst Rev. 2006;1:CD002063.

22. Raphael JC, Chevret S, Hughes RA, Annane D. Plasma exchange for Guillain-Barre
syndrome. Cochrane Database Syst Rev. 2002; 2:CD001798.

23. Hughes RA, Swan AV, Raphael JC, Annane D, van Koningsveld R, van Doorn PA.
Immunotherapy for Guillain-Barre syndrome: a systematic review. Brain. 2007;130(pt 9):2245-
2257.

24. Dada MA, Kaplan AA. Plasmapheresis treatment in GuillainBarre syndrome: potential
benefit over IVIg in patients with axonal involvement. Ther Apher Dial. 2004;8(5):409-412.

25. Creange A, Belec L, Clair B, Degos JD, Raphael JC, Gherardi RK. Circulating transforming
growth factor beta 1 (TGF-beta1) in Guillain-Barre syndrome: decreased concentrations in the
early course and increase with motor function. J Neurol Neurosurg Psychiatry. 1998;64(2):162-
165.

19
26. Merkies IS, Schmitz PI, Samijn JP, van der Meche FG, van Doorn PA. Fatigue in immune-
mediated polyneuropathies. European Inflammatory Neuropathy Cause and Treatment (INCAT)
Group. Neurology. 1999;53(8):1648-1654.

27. Vriesendorp FJ, Mayer RF, Koski CL. Kinetics of anti-peripheral nerve myelin antibody in
patients with Guillain-Barre syndrome treated and not treated with plasmapheresis. Arch Neurol.
1991; 48(8):858-861.

28. Hughes RA, Wijdicks EF, Barohn R, et al. Practice parameter: immunotherapy for Guillain-
Barre syndrome: report of the Quality Standards Subcommittee of the American Academy of
Neurology. Neurology. 2003;61(6):736-740.

29. Ortiz-Corredor F, Pena-Preciado M. Use of immunoglobulin in severe childhood Guillain-


Barre syndrome. Acta Neurol Scand. 2007;115(4):289-293.

30. Kalra V, Sankhyan N, Sharma S, Gulati S, Choudhry R, Dhawan B. Outcome in childhood


Guillain-Barre syndrome. Indian J Pediatr. 2009;76(8):795-799.

31. Kalita J, Kumar M, Misra UK. Prospective comparison of acute motor axonal neuropathy
and acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy in 140 children with Guillain-
Barre syndrome in India. Muscle Nerve. 2018;57(5): 761-765.

32. Agrawal S, Peake D, Whitehouse WP. Management of children with Guillain-Barre


syndrome. Arch Dis Child Educ Pract Ed. 2007;92(6):161-168.

20

Anda mungkin juga menyukai