Anda di halaman 1dari 2

Nama: Miftachul Jannah

NIM : 161.0062
Prodi : S1 Keperawatan/4B

GEMPA BUMI FLORES

Gempa Bumi Flores terjadi pada 12 Desember 1992, pada pukul 13:29 WITA. Gempa
bumi ini berkekuatan 7,8 skala richter di lepas pantai Flores, Indonesia. Sehingga gempa bumi
ini menyebabkan tsunami setinggi 36 meter yang menghancurkan rumah di pesisir pantai
flores. Gempa ini membunuh 2.100 korban jiwa, 500 orang hilang, 447 orang luka-luka, 5000
orang mengungsi dan menghancurkan 18.000 rumah, 113 sekolah, 90 tempat ibadah.
Kabupaten yang terkena gempa ini yaitu Kabupaten Sikka, Kabupaten Ngada,
Kabupaten Ende, dan Kabupaten Flores Timur. Kota yang paling parah yaitu Kota Maumere
karena lebih dari 1.000 bangunan yang hancur dan rusak.
Gempa ini memiliki pusat gempa di kedalaman 35 kilometer barat laut Kota Maumere.
Gempa tersebut memicu longsor di bawah laut sehingga menyebabkan tsunami yang hebat.
Peristiwa gempa disertai tsunami ini tidak terdekomentasi dengan baik di negeri ini karena saat
itu minim perhatian dari ilmuwan Indonesia dan Indonesia belum memiliki ahli tsunami,
sehingga riset soal tsunami Flores lebih banyak dilakukan ahli-ahli jepang. Perhatian dari
ilmuwan Indonesia terhadap tsunami baru bangkit setelah tsunami Aceh.
Tunami yang muncul menyebabkan bencana yang cukup besar di sepanjang pantai utara
Pulau Flores termasuk pulau-pulaunya, mulai sekitar Tanjung Palaboko (bagian barat) sampai
Tanjung Bunga (bagian timur). Tsunami berupa gelombang air laut yang menyapu daratan yang
terletak pada jarak lk 75-300 m dari garis pantai, menyebabkan kerusakan bangunan, kapal yang
sedang berlayar terdampar ke darat, dan ponton bermuatan semen yang terdampar di dasar laut telah
terangkat ke darat. Di samping kerusakan tersebut, telah terjadi pula amblesan di dua lokasi di sekitar
Teluk Hading (Larantuka) dengan panjang kl. 1-1,2 km, lebar 100-150 m, dan tinggi 25-40 m. Kejadian
tsunami ini juga telah menimbulkan korban jiwa paling banyak di Pulau Babi dan Tanjung Bunga.

Retakan dan nendatan terpantau muncul akibat gempa bumi Flores ini. Fenomena ini umum
dijumpai terutama pada badan jalan yang terletak di atas batuan yang relatif kurang kompak (aluvium
dan bahan rombakan), dan bangunan (rumah, jembatan) yang kontruksinya kurang memadai.
Retakan pada batua tanah dan badan jalan umumnya berarah 220-230°, yaitu searah dengan struktur
umum Pulau Flores. Sebagaian kecil relatif berarah barat-timur. Retakan dan rubuhnya bangunan
rumah umumnya terjadi pada bangunan yang sudah tua dan bangunan yang konstruksinya tidak
tahan terhadap guncangan, dan jembatan yang retak atau terputus. Retakan pada jembatan umumnya
terjadi pada bagian ujung.

Gerakan tanah sebagai hasil dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan
bergeraknya massa tanah dan batuan ke daerah yang lebih rendah terjadi pada gempa Flores 1992.
Gerakan tanah (longsoran) ini terutama disebabkan oleh kondisi tanah/batuan dan topografi yang
terjal. Longsoran umumnya terjadi di bagian selatan dan bagian tengah Maumere yang menyebabkan
timbunan tanah/batuan di sepanjang badan jalan. Material longsoran berupa batuan vulkanik bersifat
lepas, berukuran pasir sampai lapilli, tebal lebih dari 30 m, menutupi perbukitan di sekitarnya. Lokasi
longsoran tepatnya berada pada jalan menuju Ende antara Hepang-Lekebai-Koting sepanjang kl. 17
km pada sekitar 20 lokasi, dengan lebar 20-70 m, panjang 10-40 m, kemiringan lereng 30°- 70°. Jalan
ini untuk sementara terputus. Lokasi lainnya di jalan antara Maumere-Hepang-Lela-Sika- Wukur
sepanjang 29 km pada 17 lokasi, dengan lebar 30-100 m, panjang 10-50 m, dan kemiringan lereng
30°-60°. Longsoran yang terjadi di bagian utara terbatas di beberapa tempat, umumnya berupa
runtuhan batu yang menimpa badan jalan, namun masih dapat dilalui oleh kendaraan. Ke arah barat,
sebelum desa Mange Panda, jalan terputus total karena jembatannya rusak berat. Lokasi runtuhan
batu ini berada di sepanjang jalan antara Maumere Wolomarang-Mangepanda pada km 22,200 –
22,300, dan jalan antara Maumere-Konga-Larantuka pada km 50-57.

Menurut saya gempa yang memiliki kekuatan di atas 7 skala richter dapat menyebabkan
tsunami karena gempa ini merupakan gempa tektonik di bawah permukaan laut dengan
kekuatan 7,8 skala richter. Gempa dan tsunami tersebut menyebabkan bencana yang cukup
besar sehingga menyebabkan banyak korban dan kerugian yang sangat besar. Seperti yang bu
merina katakan bahwa Indonesia sangat ketinggalan dengan jepang, tentang ahli tsunami telah
dibuktikan oleh peristiwa gempa di flores.

Anda mungkin juga menyukai