Anda di halaman 1dari 13

TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN

KELOMPOK I

DIABETES MELITUS

Dosen Pengampu: Kiki Damayanti, M.Farm., Apt

Disusun oleh:

1. Khusnul Khotimal (19405021062)


2. Nouvia Gusty A.F. (19405021063)
3. Riska Febrianti (19405021064)
4. Deddy Setyawan (19405021065)

PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS WAHID HASYIM

SEMARANG

2019
TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN

KELOMPOK I

Kasus :

Seorang pasien, laki-laki, 55 tahun, mendatangi poli penyakit dalam sebuah rumah
sakit. Pasien mengeluhkan lemas badannya lemas dan tidak bertenaga. Data hasil
pemeriksaan awal yang dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut:
a. BB : 85 kg
b. TB : 158 cm
c. TD : 140/95 mmHg
d. Keadaan umum : compos mentis
Pasien telah didiagnosa mengalami DM tipe 2 semenjak 6 bulan yang lalu. Selama ini
pasien diterapi dengan metformin 500 mg, 2 kali sehari, dc. Pasien diminta dokter
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan hasilnya adalah sebagai berikut:
a. FBG 200 mg/dl
b. HbA1C 8,5%
c. LDL 200 mg/dl
d. Trigliserida 125 mg/dl
Dokter dan apoteker berkolaborasi untuk menentukan terapi yang tepat untuk pasien
tersebut di atas.
Pertanyaan
1. Bagaimanakah fisiologi hormon insulin?
2. Jelaskan patofisiologi DM tipe 2 beserta pengobatannya !
3. Hubungkan keluhan yang dialami pasien dengan patofisiologi DM tipe 2 !
4. Bagaimana penatalaksanaan terapi untuk pasien tersebut di atas? Uraikan secara
lengkap !
5. Berdasarkan jawaban pertanyaan nomor 3, siapkan obat untuk pasien selama 1
bulan dan lakukan simulasi penyerahan obat !

Jawaban Tugas
1. Fisiologi Hormon Insulin
Insulin merupakan hormon yang di produksi oleh pankreas. Glukosa oral akan
merangsang sekresi insulin. Glukosa akan masuk ke dalam sel beta melalui glucose
transporter 2 (GLUT2). Glukosa dalam sel akan mengalami fosforilasi oleh
glukokinase. Metabolisme glukosa yang diinduksi oleh glukokinase menyebabkan
perubahan ATP/ADP. ATP/ADP yang jumlahnya banyak di dalam sel dapat
menutup kanal ion K+ sehingga terjadi deolarisasi sel beta. Akibat dari depolarisasi
sel beta kanal Ca++ akan terbuka sehingga Ca++ dari luar sel akan masuk ke dalam
sel. Ca++ yang tinggi akan merangsang sekresi insulin sehingga insulin dilepaskan
dari sel beta, kemudian insulin bersama glukosa akan masuk ke aliran darah dan di
edarkan ke seluruh tubuh (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

2
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007).

Insulin dalam darah beredar sebagai monomer kemudian di alirkan ke seluruh


tubuh melalui cairan ekstrasel. Degradari insulin terjadi di hepar, ginjal, dan otak
oleh enzim glutation insulin transhidrogenase yang memecah jembatan disulfida
dan enzim proteolitik yang memecah enzim asam amino. Di dalam sel otot dan
adiposa, insulin masuk ke dalam reseptor alfa di luar sel kemudian ke reseptor beta
didalam sel. Selanjutnya akan merangsang fosforilase intrasel yang kompleks,
berakhir dengan pembentukan transorter glukosa (GLUT4). GLUT4 di
translokasikan (menepi) ke dinding sel, glukosa plasma masuk ke dalam sel melalui
GLUT4. Glukosa dalam sel digunakan untuk metabolisme atau disimpan sebagai
glikogen atau trigliserida (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

(Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas


Indonesia, 2007).
3
2. Patofisiologi DM tipe 2
Kegagalan sel beta pancreas serta resistensi insulin merupakan patofisiologi
kerusakan sentral dari DM tipe-2. Delapan organ penting dalam gangguan toleransi
glukosa pada DM tipe 2 disebut ominous octet (Soelistijo, dkk., 2015).

(Soelistijo, dkk., 2015).

Patofisiologi DM tipe 2 disebabkan oleh delapan hal (ominous octet) sebagai


berikut :
a. Kegagalan sel beta pankreas sehingga terjadi penurunan sekresi insulin
(Soelistijoe, dkk., 2015).
Pengobatan :
 Sulfonilurea : mekanisme merangsang sekresi insulin dari granul sel-sel beta
Langerhans pankreas. Obatnya yaitu glibenkamid, gliplizid, gliklazid, dan
glimepirid (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007).
 Meglitinid : mekanisme menstimulasi sekresi insulin dari sel beta pankreas.
Obatnya yaitu reaglinid dan nateglinid (Wells, dkk., 2017).
 GLP-1 Agonis : mekanisme meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi
produksi glukosa hati. Obat tersebut juga meningkatkan rasa kenyang,
memperlambat pengosongan lambung, dan dapat menurunkan berat badan.
Obatnya yaitu exenatid dan liraglutid (Wells, dkk., 2015).
 DPP-4 inhibitor : mekanisme mengurangi eningkatan glukagon postprandial
dan merangsang sekresi insulin yang bergantung pada glukosa. Obatnya yaitu
sitaglitin, saxagliptin, linagliptin, dan alogliptin (Wells, dkk., 2015).
b. Liver:
Pada penderita DM tipe-2 terjadi resistensi insulin yang berat dan memicu
gluconeogenesis sehingga produksi glukosa dalam keadaan basal oleh liver
(HGP=hepatic glucose production) meningkat (Soelistijoe, dkk., 2015).
Pengobatan :
 Biguanid : mekanisme menurunkan produksi glukosa di hepar dan
meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Obatnya

4
yaitu metformin (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).
c. Otot :
Gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular, akibat gangguan
fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot
terjadi penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa (Soelistijoe,
dkk., 2015).
Pengobatan :
 Biguanid : mekanisme menurunkan produksi glukosa di hepar dan
meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Obatnya
yaitu metformin (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).
 Tiazolidindion : mekanisme meningkatkan sensitivitas insulin dalam jaringan
otot, hati, dan lemak secara tidak langsung. Obatnya yaitu pioglitazon dan
rosiglitazon (Wells, dkk., 2015).
d. Sel lemak :
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty
Acid) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini
disebut sebagai lipotoxocity (Soelistijoe, dkk., 2015).
Pengobatan :
 Tiazolidindion : mekanisme meningkatkan sensitivitas insulin dalam jaringan
otot, hati, dan lemak secara tidak langsung. Obatnya yaitu pioglitazon dan
rosiglitazon (Wells, dkk., 2015).
e. Usus :
GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah
oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit
(Soelistijoe, dkk., 2015).
Pengobatan :
 Alfa glukosidase inhibitor : mekanisme mencegah pemecahan sukrosa dan
karbohidrat kompleks dalam jumlah kecil usus, memperpanjang penyerapan
karbohidrat. Obatnya yaitu acarbose dan miglitol (Wells, dkk., 2015).
f. Sel Alfa Pankreas :
Sel alfa berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya
di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP (Hepatic
Glucose Production) dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding
individu yang normal (Soelistijoe, dkk., 2015).
Pengobatan :
 GLP-1 Agonis : mekanisme meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi
produksi glukosa hati. Obat tersebut juga meningkatkan rasa kenyang,

5
memperlambat pengosongan lambung, dan dapat menurunkan berat badan.
Obatnya yaitu exenatid dan liraglutid (Wells, dkk., 2015).
 DPP-4 inhibitor : mekanisme mengurangi eningkatan glukagon postprandial
dan merangsang sekresi insulin yang bergantung pada glukosa. Obatnya yaitu
sitaglitin, saxagliptin, linagliptin, dan alogliptin (Wells, dkk., 2015).
 Amylin : mekanisme menekan sekresi glukagon prospandial tinggi,
meningkatkan rasa kenyang, dan memerlambat empedu lambung. Obatnya
yaitu pramlintide (symlin) (Wells, dkk., 2015).
g. Ginjal :
Terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2
Pengobatan :
 SGLT-2 inhibitor : mekanisme penghambatan SGLT-2 menurunkan ambang
tubular ginjal untuk reabsorpsi glukosa, dan glukosuria terjadi pada
konsentrasi glukosa plasma yang rendah. Obatnya yaitu canagliflozin dan
dapagliflozin (Wells, dkk., 2017).
h. Otak :
Terjadi hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi
insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya
resistensi insulin yang juga terjadi di otak (Soelistijoe, dkk., 2015).
Pengobatan :
 GLP-1 Agonis : mekanisme meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi
produksi glukosa hati. Obat tersebut juga meningkatkan rasa kenyang,
memperlambat pengosongan lambung, dan dapat menurunkan berat badan.
Obatnya yaitu exenatid dan liraglutid (Wells, dkk., 2015).
 Amylin : mekanisme menekan sekresi glukagon prospandial tinggi,
meningkatkan rasa kenyang, dan memerlambat empedu lambung. Obatnya
yaitu pramlintide (symlin) (Wells, dkk., 2015).
3. Hubungan keluhan yang dialami pasien dengan patofisiologi DM tipe 2
Pasien mengeluhkan badan terasa lemas dan tidak bertenaga, hal tersebut
berhubungan dengan hasil laboratorium HbA1C dan FBG (Fasting Plasma
Glucose). Nilai HbA1C untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu
sebelumnya sehingga dapat melihat hasil terapi dan rencana perubahan terapi
(Soelistijoe, dkk., 2015). Nilai HbA1C pada pasien 8,5 % lebih dari sama dengan
6,5% dan nilai FBG 200 mg/dL lebih dari sama dengan 126 mg/dL menunjukkan
bahwa pasien belum ada perbaikan kadar gula darah (Soelistijoe, dkk., 2015).
Peningkatan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2 akibat dari resistensi
insulin atau gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel otot, jaringan
adiposa atau hepar sehingga tidak terbentuk energi (Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007). Hal tersebut yang
mengakibatkan pasien merasa lemas dan tidak bertenaga.

6
4. Penatalaksanaan terapi
a. Terapi Farmakologi

(Soelistijoe, dkk., 2015)

Pasien didiagnosa mengalami DM tipe 2 semenjak 6 bulan yang lalu dan


sudah menggunakan monoterapi metformin tetapi kadar gula darah pasien masih
tinggi. Apabila penggunaan monoterapi dalam 3 bulan HbA1C > 7 % maka
harus dilakukan kombinasi 2 obat dengan mekanisme yang berbeda (Soelistijoe,
dkk., 2015). Metformin memiliki mekanisme menurunkan produksi glukosa di
hepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2007). Metformin dikombinasikan dengan obat dengan mekanisme
yang berbeda yaitu glibenklamid yang merupakan golongan sulfonilurea (Wells,
dkk., 2017). Sulfonilurea memiliki mekanisme merangsang sekresi insulin dari
granul sel-sel beta Langerhans pankreas (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007). Kombinasi
glibenklamid dengan metformin yaitu obat glucovance (Soelistijoe, dkk., 2015).
Glucovance yang digunakan dosis 2,5 mg/500 mg 2 kali sehari dengan makanan
(Ikatan Apoteker Indonesia, 2015).

Tekanan darah pasien 140/95 mmHg lebih dari 140/80 mmHg sehingga
pasien direkomendasikan untuk menggunakan terapi farmakologi antihipertensi
golongan ACEI yaitu kaptopril. Kaptopril menunjukkan efek positif terhadap
lipid darah dan mengurangi resistensi insulin sehingga sangat baik untuk
7
hipertensi ada diabetes, dislipidemia, dan obesitas (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007). Kaptopril yang
digunakan yaitu dosis 12,5 mg 2 kali sehari (Ikatan Apoteker Indonesia, 2015).
Kaptopril diminum 1 jam sebelum makan karena makanan dapat mengurangi
absorpsi obat (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007).

Hasil data laboratorium pasien menunjukkan nilai LDL 200 mg/dL


menunjukkan bahwa kolesterol pasien sangat tinggi sehingga dianjurkan diberi
terapi golongan statin yaitu simvastatin (Soelistijoe, dkk., 2015). Simvastatin
adalah obat penurun lipid pertama yang harus digunakan untuk menurunkan
kolesterol LDL. Dalam keadaan tidak toleran terhadap statin, direkomendasikan
pemakaian ezetimibe, inhibitor PCSK9, atau bile acid sequestrant monoterapi.
Efeknya dalam regulasi CETP menyebabkan penurunan konsentrasi kolesterol
LDL dan VLDL. Di hepar, statin meningkatkan regulasi reseptor kolesterol LDL
sehingga meningkatkan pembersihan kolesterol LDL. Simvastatin yang
digunakan yaitu 40 mg 1 kali sehari sebelum tidur pada malam hari karena
pembentukan kolesterol terjadi pada malam hari (Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia, 2017). Penggunaan simvastatin pada penurunan kadar
LDL pada pasien diabetes apabila kadar LDL tinggi maka digunakan dosis yang
statin yang tinggi dan pasien juga harus diobati secara agresif (American
Diabetes Association, 2004).

b. Terapi Non Farmakologi


 Pengaturan Diet
Diet yang dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang seperti
protein yang terkandung dalam ikan, ayam, tahu dan tempe. Masukan serat
sangat penting bagi pasien DM untuk menghambat penyeraan lemak, makanan
berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi
rasa lapar yang kera dirasakan enderita DM tanpa resiko masukan kalori yang
berlebih. Makanan sumber serat seerti sayur dan buah-buahan segar umumnya
kaya akan vitamin dan mineral.
 Olahraga
Olahraga tidak perlu berat, asalkan dilakukan secara teratur akan sangat bagus
pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan sesuai dengan
kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olahraga yang disarankan
antara lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan aerobik paling tidak
dilakukan 30-40 menit er hari di dahului dengan pemanasan 5-10 menit dan
diakhiri pendinginan antara 5-10 menit.
Olahraga akan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga
meningkatkan penggunaan glukosa (Departemen Kesehatan RI, 2005).

8
5. Penyerahan obat
a) Glucovance (Ikatan Apoteker Indonesia, 2015)
 Bentuk sediaan: tablet mengandung metformin 500mg dan glibenklamid 2,5mg
 Aturan pakai : 2 kali sehari dengan makanan (Ikatan Apoteker Indonesia,
2015)
 Jumlah : 60 tablet
b) Kaptopril (Ikatan Apoteker Indonesia, 2015)
 Bentuk sediaan: tablet mengandung captopril 12,5 mg
 Aturan pakai : 2 kali sehari 1 jam sebelum makan (Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007)
 Jumlah : 60 tablet
c) Simvastatin (American Diabetes Association, 2004; Departemen Kesehatan RI,
2005)
 Bentuk sediaan: tablet mengandung simvastatin 40 mg
 Aturan pakai : 1 kali sehari sebelum tidur (DIH Ed. 17, 2009)
 Jumlah : 30 tablet

Simulasi Penyerahan Obat

Pemeran : Apoteker (A) dan pasien (P)

A: Atas nama bapak deddy


P: Iya mbak saya sendiri
A: Selamat siang bapak deddy, sebelumnya perkenalkan, nama saya Riska
Pebrianti. Saya apoteker yang bertugas hari ini di rumah sakit kasih
P: Oh iya mbak
A: Maaf bapak deddy, usia bapak berapa dan alamatnya dimana ya pak?
P Umur saya 55 tahun, alamat saya Jl. Menoreh Utara XI
A: Baik bapak deddy, ini bapak dapat resep obat dari dokter. Apakah
sebelumnya dokter sudah memberi tau terkait obat?
P: Belum mbak
A Apakah dokter sudah member tahu aturan pakai obatnya bapak?
P Belum juga mbak
A Apakah dokter juga sudah memberitahu harapan setelah bapak
menggunakan obat ini?
P Dokter tidak bilang apa-apa mbak
A: Bapak deddy ini dapat resep dari dokter ada 3 macam obat tablet,
Glucovance, Kaptopril, dan Simvastatin.
Untuk obat Glucovance ini berisi metformin dan glibenklamid. Tablet ini
diminum dua kali sehari pada saat makan ya bapak. Obat ini untuk
menurunkan kadar gula darah bapak
P: Iya mbak
A: Untuk obat Kaptopril diminum 2 kali sehari, diminum 1 jam sebelum makan
ya bapak. Obat ini untuk menurunkan tekanan darah bapak. Obat

9
Simvastatin di minum 1 kali sehari sebelum tidur bapak, obat ini untuk
menurunkan kadar kolesterol bapak. Apakah bapak sudah paham dengan
yang saya jelaskan?
P: Iya mbak saya paham
Glucovance 2 kali sehari diminum pada saat makan, Katopril 2 kali sehari
diminum 1 jam sebelum makan, dan Simvastatin diminum 1 kali sehari
sebelum tidur kan mbak?
A: Iya bapak benar, maaf bapak sebelumnya obat metformin yang pertama kali
dari dokter di minum gak ya pak?
P: Saya minum obat terus kok mbak
A: Bapak sehari makannya berapa kali? Olahraga gak pak?
P: Olahraga saya mbak hampir setiap hari kalo habis solat subuh saya jalan-
jalan, saya to mbak sehari makannya bisa sampai 4 kali soalnya suka sering
laper
A: Sehari bapak makan 4 kali itu makan berat atau bagaimana pak?
P: Iya mbak saya makan nasi 4 kali sehari, saya juga sering ngemil soalnya
rasanya tu laper terus mbak
A: Wah bapak, ini kan hasil laboratorium kadar gula darah bapak tinggi, berat
badan bapak juga sudah tidak terkontrol. Sebaiknya bapak mengatur pola
makan bapak dengan mengurangi porsi makan bapak, kalo bisa lauk nya
yang tinggi protein pak seperti ikan, ayam, tahu dan tempe. Mulai sekarang
ngemilnyan diganti buah–buahan aja pak, banyakin makan sayur juga.
Bapak sudah bagus pagi-pagi sudah mau jalan-jalan, tetap dilanjutkan ya
pak biar cepat turun kadar gula darahnya
P: Oh gitu ya mbak, terimakasi informasinya mbak
A: Sama-sama bapak, apakah ada yang ingin ditanyakan lagi pak?
P: Gak ada mbak
A: Baik bapak, ini obatnya jangan lupa diminum ya pak, semoga lekas sembuh
P: Baik mbak terimakasi
A: Sama-sama bapak deddy

Hasil Diskusi

1. Pertanyaan 1 (Dista Ayu Astari/19405021043)


Apabila pasien sehari lupa minum obat, bagaimana menurut anda sebagai apoteker
dan hal apa yang harus dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien minum
obat?
Jawaban :
Ketidakpatuhan pasien DM tipe 2 masih banyak dilakukan baik disengaja atau tidak
disengaja, sehingga perlu memberikan edukasi yang bertujuan untuk mengukur
seberapa pemahaman, pengetahunan,keterampilan pasiendalam menjalankan
regimen terapi dan memonitoring seperti melakukan konseling atau pelayanan
informasi obat pada pasien DM tipe 2 dan melakukan kunjungan dirumah

10
(Kementrian Kesehatan RI, 2015). Apabila sehari lupa minum obat maka untuk hari
berikutnya obat tetap di minum sesuai jadwal. Untuk meningkatkan kepatuhan
pasien maka pada saat penyerahan obat pasien di beritahu untuk selalu patuh dalam
pengobatan agar gula darah pasien turun.

2. Pertanyaan 2 (Dika Destiani/19405021060)


Apabila pasien intoleransi dengan obat simvastatin, obat apa yang di
rekomendasikan?
Jawaban :
Statin merupakan pilihan pertama untuk menurunkan konsentrasi kolesterol LDL
berdasarkan studi yang ada. Atorvastatin dan rosuvastatin termasuk statin intensitas
tinggi. Pada dosis tinggi, atorvastatin dan rosuvastatin berpotensi menurunkan
konsentrasi LDL ˃50%. Dalam pengobatan golonganstatin terdapat beberapa
pilihan antara statin monoterapi dan kombinasi statin dengan non-statin (ezetimibe,
inhibitor PCSK9, bile acid sequestrant) untuk mereduksi konsentrasi kolesterol
LDL menuju target terapi. Namun, tidak semua pasien dapat mentoleransi statin
pada dosis tinggi dilihat dari respons terapi bersifat individual, tidak semua pasien
dapat mencapai reduksi kolesterol LDL 50% dengan terapi statin intensitas tinggi.
Pada keadaan target terapi tidak tercapai dengan terapi statin, direkomendasikan
untuk menambahkan ezetimibe pada statin. Kombinasi statin dengan ezetimibe
meningkatkan efektivitas terapi statin monoterapi sebesar 23-24% dan
meningkatkan jumlah pasien yang mencapai target terapi. Pasien dengan risiko
sangat tinggi (ASCVD dan diabetes) dengan konsentrasi kolesterol LDL ˃140
mg/dL direkomendasikan untuk diterapi dengan kombinasi statin dan inhibitor
PCSK9 (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2017).

3. Pertanyaan 3 (Shitaresmi Herdyah Pratiwi/19405021056)


Kenapa glibenklamid biberikan nya sebelum makan dan jam berapa sebelum makan
itu?
Jawaban :
Penggunaan glibenklamid adalah 30 menit sebelum makan dengan penggunaan
maksimal 2 kali sehari pada pagi hari sebelum makan pagidan sebelum makan
siang. Diberikan 30 menit sebelum makan bertujuan agar obat dapat merangsang
keluarnya insulin sehingga dapat mengatasi peningkatan gula darah setelah makan
(McEvoy, 2002). Golongan Sulfonilurea mempunyai sifat kinetic berbeda,tetapi
absorpsi melalui saluran cerna cukup efektif. Penggunaan obat dengan makanan dan
keadaan hiperglikemia dapat mengurangi absorpsi. Untuk mencapai kadar optimal
di dalam plasma, sulfonylurea dengan masa paruh pendek akan lebih efektif bila
diminum 30 menit sebelum makan (Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).

4. Pertanyaan 4 (Yusri Haniyah Aprilita/19405021052)

11
Bagaimana jika pasien sudah menggunakan simvastatin dan dalam waktu 2 minggu
ada penurunan kadar LDL, apakah pemberiannya tetap dilanjutkan atau
diberhentikan?
Jawaban :
Pada pasien dengan risiko sangat tinggi, direkomendasikan target kolesterol LDL
<70 mg/dL atau penurunan setidaknya 50% bila kolesterol LDL awal antara 70 dan
135 mg/dL. Pada pasien dengan risiko tinggi, direkomendasikan target kolesterol
LDL <100 mg/ dL atau penurunan setidaknya 50% bila kolesterol LDL awal antara
100 dan 200 mg/dL. Pada pasien dengan risiko rendah atau menengah,
pertimbangkan target kolesterol LDL <115 mg/dL. Jadi, penggunaan simvastatin
tetap dilanjutkan karena pasien obesitas dan pasien dengan hasil data laboratorium
untuk kadar LDL meningkat maka pemberian simvastatin sebagai terapi
farmakologi untuk membantu memperbaiki gaya hidup pasien tersebut. Terapi
perubahan gaya hidup dan obat penurun kolesterol LDL dimulai ketika konsentrasi
kolesterol LDL terukur di atas target terapi kecuali pada infark miokard akut dan
risiko kardiovaskular rendah (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, 2017).

12
DAFTAR PUSTAKA

Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L., Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009, Drug
Information Handbook Edition 17, American Pharmacists Association.

American Diabetes Association, 2004, Nutrition principles and recommendations in


diabetes (Position Statement). Diabetes Care 27.

Departemen Kesehatan Reublik Indonesia, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit


Diabetes Mellitus, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
Departemen Farmakologi dan Teraepeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
2007, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Penerbit FKUI, Jakarta, 481-494.

Ikatan Apoteker Indonesia, 2015, ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia, Volume 49
2015 s/d 2016, PT ISFI Penerbitan, Jakarta, 253.

Kementrian Kesehatan RI. 2015. Laporan Akuntabilitas Kinerja 2015. Direktorat


Jendral Bina Kefarmasiaandan Alat Kesehatan RI. Jakarta.

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2017, Panduan Tata


Laksana Dislipidemia, PP PERKI Indonesia.

Soelistijo, S. A., Novida, H., Rudijanto,A., Soewondo, P., Suastika, K., Manaf, A.,
Sanusi, H., Lindarta, D., Shahab, A., Pramono, B., Langi, Y. A., Purnamasari, D.,
Soetedjo, N. N., Saraswati, M. R., Dwipayana, M. P., Yuwono, A., Sasiarini, L.,
Sugiarta, Sucipto, K. W., dan Zufry, H., 2015, Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, PB. Pekerni, 6-8.

Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., Dipiro, J. T., dan Diiro, C. V., 2017,
Pharmacoterapy Handbook Ninth Edition, Mc Graw Hill Education, 164-166.

Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., Dipiro, J. T., dan Dipiro, C. V., 2017,
Pharmacoterapy Handbook Tenth Edition, Mc Graw Hill Education, 256-278.

13

Anda mungkin juga menyukai