Farmakoterapi Terapan Kelompok 1 Kelas A2
Farmakoterapi Terapan Kelompok 1 Kelas A2
KELOMPOK I
DIABETES MELITUS
Disusun oleh:
PROFESI APOTEKER
SEMARANG
2019
TUGAS FARMAKOTERAPI TERAPAN
KELOMPOK I
Kasus :
Seorang pasien, laki-laki, 55 tahun, mendatangi poli penyakit dalam sebuah rumah
sakit. Pasien mengeluhkan lemas badannya lemas dan tidak bertenaga. Data hasil
pemeriksaan awal yang dilakukan oleh perawat adalah sebagai berikut:
a. BB : 85 kg
b. TB : 158 cm
c. TD : 140/95 mmHg
d. Keadaan umum : compos mentis
Pasien telah didiagnosa mengalami DM tipe 2 semenjak 6 bulan yang lalu. Selama ini
pasien diterapi dengan metformin 500 mg, 2 kali sehari, dc. Pasien diminta dokter
untuk melakukan pemeriksaan laboratorium dan hasilnya adalah sebagai berikut:
a. FBG 200 mg/dl
b. HbA1C 8,5%
c. LDL 200 mg/dl
d. Trigliserida 125 mg/dl
Dokter dan apoteker berkolaborasi untuk menentukan terapi yang tepat untuk pasien
tersebut di atas.
Pertanyaan
1. Bagaimanakah fisiologi hormon insulin?
2. Jelaskan patofisiologi DM tipe 2 beserta pengobatannya !
3. Hubungkan keluhan yang dialami pasien dengan patofisiologi DM tipe 2 !
4. Bagaimana penatalaksanaan terapi untuk pasien tersebut di atas? Uraikan secara
lengkap !
5. Berdasarkan jawaban pertanyaan nomor 3, siapkan obat untuk pasien selama 1
bulan dan lakukan simulasi penyerahan obat !
Jawaban Tugas
1. Fisiologi Hormon Insulin
Insulin merupakan hormon yang di produksi oleh pankreas. Glukosa oral akan
merangsang sekresi insulin. Glukosa akan masuk ke dalam sel beta melalui glucose
transporter 2 (GLUT2). Glukosa dalam sel akan mengalami fosforilasi oleh
glukokinase. Metabolisme glukosa yang diinduksi oleh glukokinase menyebabkan
perubahan ATP/ADP. ATP/ADP yang jumlahnya banyak di dalam sel dapat
menutup kanal ion K+ sehingga terjadi deolarisasi sel beta. Akibat dari depolarisasi
sel beta kanal Ca++ akan terbuka sehingga Ca++ dari luar sel akan masuk ke dalam
sel. Ca++ yang tinggi akan merangsang sekresi insulin sehingga insulin dilepaskan
dari sel beta, kemudian insulin bersama glukosa akan masuk ke aliran darah dan di
edarkan ke seluruh tubuh (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).
2
(Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007).
4
yaitu metformin (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).
c. Otot :
Gangguan kinerja insulin yang multiple di intramioselular, akibat gangguan
fosforilasi tirosin sehingga timbul gangguan transport glukosa dalam sel otot
terjadi penurunan sintesis glikogen, dan penurunan oksidasi glukosa (Soelistijoe,
dkk., 2015).
Pengobatan :
Biguanid : mekanisme menurunkan produksi glukosa di hepar dan
meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose terhadap insulin. Obatnya
yaitu metformin (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, 2007).
Tiazolidindion : mekanisme meningkatkan sensitivitas insulin dalam jaringan
otot, hati, dan lemak secara tidak langsung. Obatnya yaitu pioglitazon dan
rosiglitazon (Wells, dkk., 2015).
d. Sel lemak :
Sel lemak yang resisten terhadap efek antilipolisis dari insulin, menyebabkan
peningkatan proses lipolysis dan kadar asam lemak bebas (FFA=Free Fatty
Acid) dalam plasma. Peningkatan FFA akan merangsang proses
glukoneogenesis, dan mencetuskan resistensi insulin di liver dan otot. FFA juga
akan mengganggu sekresi insulin. Gangguan yang disebabkan oleh FFA ini
disebut sebagai lipotoxocity (Soelistijoe, dkk., 2015).
Pengobatan :
Tiazolidindion : mekanisme meningkatkan sensitivitas insulin dalam jaringan
otot, hati, dan lemak secara tidak langsung. Obatnya yaitu pioglitazon dan
rosiglitazon (Wells, dkk., 2015).
e. Usus :
GLP-1 dan resisten terhadap GIP. Disamping hal tersebut incretin segera dipecah
oleh keberadaan ensim DPP-4, sehingga hanya bekerja dalam beberapa menit
(Soelistijoe, dkk., 2015).
Pengobatan :
Alfa glukosidase inhibitor : mekanisme mencegah pemecahan sukrosa dan
karbohidrat kompleks dalam jumlah kecil usus, memperpanjang penyerapan
karbohidrat. Obatnya yaitu acarbose dan miglitol (Wells, dkk., 2015).
f. Sel Alfa Pankreas :
Sel alfa berfungsi dalam sintesis glukagon yang dalam keadaan puasa kadarnya
di dalam plasma akan meningkat. Peningkatan ini menyebabkan HGP (Hepatic
Glucose Production) dalam keadaan basal meningkat secara signifikan dibanding
individu yang normal (Soelistijoe, dkk., 2015).
Pengobatan :
GLP-1 Agonis : mekanisme meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi
produksi glukosa hati. Obat tersebut juga meningkatkan rasa kenyang,
5
memperlambat pengosongan lambung, dan dapat menurunkan berat badan.
Obatnya yaitu exenatid dan liraglutid (Wells, dkk., 2015).
DPP-4 inhibitor : mekanisme mengurangi eningkatan glukagon postprandial
dan merangsang sekresi insulin yang bergantung pada glukosa. Obatnya yaitu
sitaglitin, saxagliptin, linagliptin, dan alogliptin (Wells, dkk., 2015).
Amylin : mekanisme menekan sekresi glukagon prospandial tinggi,
meningkatkan rasa kenyang, dan memerlambat empedu lambung. Obatnya
yaitu pramlintide (symlin) (Wells, dkk., 2015).
g. Ginjal :
Terjadi peningkatan ekspresi gen SGLT-2
Pengobatan :
SGLT-2 inhibitor : mekanisme penghambatan SGLT-2 menurunkan ambang
tubular ginjal untuk reabsorpsi glukosa, dan glukosuria terjadi pada
konsentrasi glukosa plasma yang rendah. Obatnya yaitu canagliflozin dan
dapagliflozin (Wells, dkk., 2017).
h. Otak :
Terjadi hiperinsulinemia yang merupakan mekanisme kompensasi dari resistensi
insulin. Pada golongan ini asupan makanan justru meningkat akibat adanya
resistensi insulin yang juga terjadi di otak (Soelistijoe, dkk., 2015).
Pengobatan :
GLP-1 Agonis : mekanisme meningkatkan sekresi insulin dan mengurangi
produksi glukosa hati. Obat tersebut juga meningkatkan rasa kenyang,
memperlambat pengosongan lambung, dan dapat menurunkan berat badan.
Obatnya yaitu exenatid dan liraglutid (Wells, dkk., 2015).
Amylin : mekanisme menekan sekresi glukagon prospandial tinggi,
meningkatkan rasa kenyang, dan memerlambat empedu lambung. Obatnya
yaitu pramlintide (symlin) (Wells, dkk., 2015).
3. Hubungan keluhan yang dialami pasien dengan patofisiologi DM tipe 2
Pasien mengeluhkan badan terasa lemas dan tidak bertenaga, hal tersebut
berhubungan dengan hasil laboratorium HbA1C dan FBG (Fasting Plasma
Glucose). Nilai HbA1C untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu
sebelumnya sehingga dapat melihat hasil terapi dan rencana perubahan terapi
(Soelistijoe, dkk., 2015). Nilai HbA1C pada pasien 8,5 % lebih dari sama dengan
6,5% dan nilai FBG 200 mg/dL lebih dari sama dengan 126 mg/dL menunjukkan
bahwa pasien belum ada perbaikan kadar gula darah (Soelistijoe, dkk., 2015).
Peningkatan kadar glukosa darah pada pasien DM tipe 2 akibat dari resistensi
insulin atau gangguan sekresi insulin. Resistensi insulin dan gangguan sekresi
insulin mengakibatkan glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel otot, jaringan
adiposa atau hepar sehingga tidak terbentuk energi (Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007). Hal tersebut yang
mengakibatkan pasien merasa lemas dan tidak bertenaga.
6
4. Penatalaksanaan terapi
a. Terapi Farmakologi
Tekanan darah pasien 140/95 mmHg lebih dari 140/80 mmHg sehingga
pasien direkomendasikan untuk menggunakan terapi farmakologi antihipertensi
golongan ACEI yaitu kaptopril. Kaptopril menunjukkan efek positif terhadap
lipid darah dan mengurangi resistensi insulin sehingga sangat baik untuk
7
hipertensi ada diabetes, dislipidemia, dan obesitas (Departemen Farmakologi dan
Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007). Kaptopril yang
digunakan yaitu dosis 12,5 mg 2 kali sehari (Ikatan Apoteker Indonesia, 2015).
Kaptopril diminum 1 jam sebelum makan karena makanan dapat mengurangi
absorpsi obat (Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2007).
8
5. Penyerahan obat
a) Glucovance (Ikatan Apoteker Indonesia, 2015)
Bentuk sediaan: tablet mengandung metformin 500mg dan glibenklamid 2,5mg
Aturan pakai : 2 kali sehari dengan makanan (Ikatan Apoteker Indonesia,
2015)
Jumlah : 60 tablet
b) Kaptopril (Ikatan Apoteker Indonesia, 2015)
Bentuk sediaan: tablet mengandung captopril 12,5 mg
Aturan pakai : 2 kali sehari 1 jam sebelum makan (Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007)
Jumlah : 60 tablet
c) Simvastatin (American Diabetes Association, 2004; Departemen Kesehatan RI,
2005)
Bentuk sediaan: tablet mengandung simvastatin 40 mg
Aturan pakai : 1 kali sehari sebelum tidur (DIH Ed. 17, 2009)
Jumlah : 30 tablet
9
Simvastatin di minum 1 kali sehari sebelum tidur bapak, obat ini untuk
menurunkan kadar kolesterol bapak. Apakah bapak sudah paham dengan
yang saya jelaskan?
P: Iya mbak saya paham
Glucovance 2 kali sehari diminum pada saat makan, Katopril 2 kali sehari
diminum 1 jam sebelum makan, dan Simvastatin diminum 1 kali sehari
sebelum tidur kan mbak?
A: Iya bapak benar, maaf bapak sebelumnya obat metformin yang pertama kali
dari dokter di minum gak ya pak?
P: Saya minum obat terus kok mbak
A: Bapak sehari makannya berapa kali? Olahraga gak pak?
P: Olahraga saya mbak hampir setiap hari kalo habis solat subuh saya jalan-
jalan, saya to mbak sehari makannya bisa sampai 4 kali soalnya suka sering
laper
A: Sehari bapak makan 4 kali itu makan berat atau bagaimana pak?
P: Iya mbak saya makan nasi 4 kali sehari, saya juga sering ngemil soalnya
rasanya tu laper terus mbak
A: Wah bapak, ini kan hasil laboratorium kadar gula darah bapak tinggi, berat
badan bapak juga sudah tidak terkontrol. Sebaiknya bapak mengatur pola
makan bapak dengan mengurangi porsi makan bapak, kalo bisa lauk nya
yang tinggi protein pak seperti ikan, ayam, tahu dan tempe. Mulai sekarang
ngemilnyan diganti buah–buahan aja pak, banyakin makan sayur juga.
Bapak sudah bagus pagi-pagi sudah mau jalan-jalan, tetap dilanjutkan ya
pak biar cepat turun kadar gula darahnya
P: Oh gitu ya mbak, terimakasi informasinya mbak
A: Sama-sama bapak, apakah ada yang ingin ditanyakan lagi pak?
P: Gak ada mbak
A: Baik bapak, ini obatnya jangan lupa diminum ya pak, semoga lekas sembuh
P: Baik mbak terimakasi
A: Sama-sama bapak deddy
Hasil Diskusi
10
(Kementrian Kesehatan RI, 2015). Apabila sehari lupa minum obat maka untuk hari
berikutnya obat tetap di minum sesuai jadwal. Untuk meningkatkan kepatuhan
pasien maka pada saat penyerahan obat pasien di beritahu untuk selalu patuh dalam
pengobatan agar gula darah pasien turun.
11
Bagaimana jika pasien sudah menggunakan simvastatin dan dalam waktu 2 minggu
ada penurunan kadar LDL, apakah pemberiannya tetap dilanjutkan atau
diberhentikan?
Jawaban :
Pada pasien dengan risiko sangat tinggi, direkomendasikan target kolesterol LDL
<70 mg/dL atau penurunan setidaknya 50% bila kolesterol LDL awal antara 70 dan
135 mg/dL. Pada pasien dengan risiko tinggi, direkomendasikan target kolesterol
LDL <100 mg/ dL atau penurunan setidaknya 50% bila kolesterol LDL awal antara
100 dan 200 mg/dL. Pada pasien dengan risiko rendah atau menengah,
pertimbangkan target kolesterol LDL <115 mg/dL. Jadi, penggunaan simvastatin
tetap dilanjutkan karena pasien obesitas dan pasien dengan hasil data laboratorium
untuk kadar LDL meningkat maka pemberian simvastatin sebagai terapi
farmakologi untuk membantu memperbaiki gaya hidup pasien tersebut. Terapi
perubahan gaya hidup dan obat penurun kolesterol LDL dimulai ketika konsentrasi
kolesterol LDL terukur di atas target terapi kecuali pada infark miokard akut dan
risiko kardiovaskular rendah (Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular
Indonesia, 2017).
12
DAFTAR PUSTAKA
Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L., Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009, Drug
Information Handbook Edition 17, American Pharmacists Association.
Ikatan Apoteker Indonesia, 2015, ISO Informasi Spesialite Obat Indonesia, Volume 49
2015 s/d 2016, PT ISFI Penerbitan, Jakarta, 253.
Soelistijo, S. A., Novida, H., Rudijanto,A., Soewondo, P., Suastika, K., Manaf, A.,
Sanusi, H., Lindarta, D., Shahab, A., Pramono, B., Langi, Y. A., Purnamasari, D.,
Soetedjo, N. N., Saraswati, M. R., Dwipayana, M. P., Yuwono, A., Sasiarini, L.,
Sugiarta, Sucipto, K. W., dan Zufry, H., 2015, Konsensus Pengelolaan dan
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia, PB. Pekerni, 6-8.
Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., Dipiro, J. T., dan Diiro, C. V., 2017,
Pharmacoterapy Handbook Ninth Edition, Mc Graw Hill Education, 164-166.
Wells, B. G., Schwinghammer, T. L., Dipiro, J. T., dan Dipiro, C. V., 2017,
Pharmacoterapy Handbook Tenth Edition, Mc Graw Hill Education, 256-278.
13