Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Elektrolit merupakan senyawa didalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel


yang bermuatan (ion) positif atau negatif. Keseimbangan keduanya disebut sebagai
elektronetralitas. Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh
elektrolit. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh
manusia adalah fungsi utama empat elektrolit mayor yaitu natrium (Na+), kalium (K+),
klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3).1

Gangguan elektrolit merupakan kondisi saat kadar elektrolit didalam tubuh seseorang
menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan kadar elektrolit dapat menimbulkan berbagai
gangguan pada fungsi organ didalam tubuh seperti kardiovaskular, saraf dan fungsi
neuromuskular.2

Gangguan elektrolit yang umum dan sering terjadi yaitu hipo/hipernatremia,


hipo/hiperkalinemia, hipo/hiperkalsemia, dan hipo/hiperklorinemia. Hipo terjadi apabila
konsentrasi elektrolit dalam tubuh menurun lebih dari beberapa miliekuivalen dibawah nilai
normal dan hiper bila konsentrasinya meningkat diatas normal.3

Kebutuhan cairan dan elektrolit adalah suatu proses dinamik karena metabolisme
tubuh membutuhkan perubahan yang tetap dalam berespons terhadap stressor fisiologis
dan lingkungan. Keseimbangan cairan adalah esensial bagi kesehatan. Dengan
kemampuannya yang sangat besar untuk menyesuaikan diri, tubuh mempertahankan
keseimbangan, biasanya dengan proses-proses faal (fisiologis) yang terintegrasi yang
mengakibatkan adanya lingkungan sel yang relatif konstan tapi dinamis. Kemampuan
tubuh untuk mempertahankan keseimbangan cairan ini dinamakan “homeostasis”

1
BAB II

TINAJUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Elektrolit merupakan senyawa didalam larutan yang berdisosiasi menjadi partikel yang
bermuatan (ion) positif atau negatif. Keseimbangan keduanya disebut sebagai
elektronetralitas. Sebagian besar proses metabolisme memerlukan dan dipengaruhi oleh
elektrolit. Pemeliharaan tekanan osmotik dan distribusi beberapa kompartemen cairan tubuh
manusia adalah fungsi utama empat elektrolit mayor yaitu natrium (Na+), kalium (K+),
klorida (Cl-) dan bikarbonat (HCO3).1
Gangguan elektrolit merupakan kondisi saat kadar elektrolit didalam tubuh seseorang
menjadi tidak seimbang. Ketidakseimbangan kadar elektrolit dapat menimbulkan berbagai
gangguan pada fungsi organ didalam tubuh seperti kardiovaskular, saraf dan fungsi
neuromuskular.2
Tabel 1. Kadar Elektrolit dalam Cairan Ekstrasel dan Intrasel3

Plasma Cairan Interstitial Cairan Intraseluler


Elektrolit
(mEq/L) (mEq/L) (mEq/L)
Na+ 140 148 13
K+ 4,5 5,0 140
Ca2+ 5,0 4,0 1x10-7
Mg2+ 1,7 1,5 7,0
Cl- 104 115 3,0
HCO3 24 27 10
SO42+ 1,0 1,2 -
PO42- 2,0 2,3 107
Protein 15 8 40
Anion Organik 5,0 5,0 -

A. Natrium
Natrium merupakan kation terbanyak dalam cairan ekstrasel, jumlahnya bisa
mencapai 60 mEq/kgBB dan sebagian kecil (sekitar 10-14 mEq/L) berada dalam cairan
intrasel. Ekskresi natrium terutama dilakukan oleh ginjal untuk mempertahankan homeostasis
natrium yang sangat diperlukan untuk mempertahankan volume cairan tubuh.1

2
Nilai rujukan natrium:4
- Serum bayi : 134-150 mmol/L
- Serum anak dan dewasa : 135-145 mmol/L
- Urin anak dan dewasa : 40-220 mmol/24 jam
- Cairan serebrospinal : 136-150 mmol/L
- Feses : <10 mmol/hari
 Hiponatremia
Kondisi hiponatremia terjadi apabila kadar natrium plasma <135-145 mEq /L dan
biasanya berkaitan dengan hipo-osmolaritas.1
Kehilangan natrium klorida pada cairan ekstrasel atau penambahan air yang
berlebihan pada cairan ekstrasel akan menyebabkan penurunan konsentrasi natrium.
Kehilangan natrium klorida primer biasanya terjadi pada dehidrasi hipo-osmotik seperti pada
keadaan berkeringat selama aktivitas berat yang berkepanjangan, berhubungan dengan
penurunan volume cairan ekstrasel seperti diare, muntah dan penggunaan diuretik
berlebihan.1

Hiponatremia juga dapat disebabkan oleh beberapa penyakit ginjal yang


menyebabkan gangguan fungsi glomerulus dan tubulus pada ginjal, penyakit addison, serta
retensi air yang berlebihan (ovehidrasi hipo-osmotik) akibat hormon antidiuretik. Selain itu,
respon fisiologis dari hiponatremia adalah tertekannya pengeluaran ADH dari hipotalamus
(osmolaritas urin rendah).3

 Hipernatremia

Kondisi hipernatremia terjadi apabila kadar natrium plasma meningkat diatas normal
(135-145 mEq /L) dan biasanya berkaitan dengan hiper-osmolaritas. Hipernatremi paling
sering terlihat pada pasien lemah yang tidak dapat minum, sangat tua dan pasien dengan
gangguan kesadaran.1
Hipernatremia dapat disebabkan oleh kehilangan cairan (yang disebabkan oleh diare,
muntah, diuresis, diabetes insipidus, dan keringat berlebihan), asupan air yang kurang serta
asupan natrium yang berlebihan.5

3
B. Kalium
Sekitar 98% jumlah kalium dalam tubuh berada didalam cairan intrasel. Konsentrasi
kalium intrasel sekitar 145 mEq/L dan kalium ekstrasel 4-5 mEq/L (sekitar 2%). Kalium
dikeluarkan dari tubuh melalui traktus gastrointestinal <5%, kulit dan urin mencapai 90%.1
Nilai rujukan kalium:4
- Serum bayi : 3,6-5,8 mmol/L
- Serum anak : 3,5-5,5 mmol/L
- Serum dewasa : 3,5-5,3 mmol/L
- Urin anak : 17-57 mmol/24 jam
- Urin dewasa : 40-80 mmol/24 jam
- Cairan lambung : 10 mmol/L
 Hipokalemia
Hipokalemia terjadi apabila kadar kalium <3,5 mEq/L. Kekurangan ion kalium dapat
menyebabkan frekuensi denyut jantung melambat.4 Penyebab hipokalemia dapat dibagi,
sebagai berikut:1
a. Asupan kalium kurang
Terjadi pada pasien yang tidak dapat makan dan minum dengan baik melalui
mulut atau disertai dengan masalah lain seperti pada pemberian diuretik atau
pemberian diet rendah kalori pada program penurunan berat badan.
b. Asupan kalium berlebihan
Pengeluaran kalium yang berlebihan terjadi melalui saluran cerna seperti
muntah-muntah, melalui ginjal seperti pemakaian diuretik, kelebihan hormon
mineralokortikoid primer/hiperaldosteronisme primer (sindrom bartter atau
sindrom gitelman) atau melalu keringat yang berlebihan.
Diare, tumor kolon (adenoma vilosa) dan pemakaian pencahar menyebabkan
kalium keluar bersama bikarbonat pada saluran cerna bagian bawah (asidosis
metabolik).
c. Kalium masuk kedalam sel
Dapat terjadi pada alkalosis ekstrasel, pemberian insulin, peningkatan aktivitas
beta-adrenergik (pemakaian β2-agonis), paralisis periodik hipokalemik dan
hipotermia.

4
 Hiperkalemia
Hiperkalemia terjadi apabila kadar kalium >5,3 mEq/L. peningkatan kalium plasma 3-
4 mEq/L dapat menyebabkan aritmia jantung, konsentrasi yang lebih tinggi lagi dapat
menimbulkan henti jantung atau fibrilasi jantung.4 Hiperkalemia dapat disebabkan oleh:1
a. Keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel, terjadi pada keadaan asidosis
metabolik, defisit insulin, katabolisme jaringan meningkat, pemakaian obat
penghambat β-adrenergik dan pseudohiperkalemia.
b. Berkurangnya ekskresi kalium melalui ginjal, terjadi pada keadaan
hiperaldosteronisme, gagal ginjal, deplesi volume sirkulasi efektif, pemakaian
siklosporin atau koreksi ion kalium berlebihan dan pada kasus yang mendapat
terapi angiotensin-converting enzyme inhibitor dan potassium sparing diuretics.
C. Kalsium
Ion kalsium terlibat dalam fungsi biologis hampir semua penting, termasuk kontraksi
otot, pelepasan neurotransmitter dan hormon, pembekuan darah dan metabolisme tulang,
serta kelainan pada keseimbangan kalsium dapat mengakibatkan derangements fisiologis
yang mendalam.5
Asupan kalsium pada orang dewasa rata-rata 600-800 mg/d. Penyerapan kalsium
terjadi diusus terutama diusus kecil proksimal. Ginjal bertanggung jawab untuk sebagian
besar ekskresi kalsium. Nilai normal kalsium yaitu 8,8-10,2 mg/dL.5
 Hipolkasemia
Terjadi jika konsentrasi ion Ca2+ <8,5 mEq/L (atau penurunan kalsium terionisasi
<4,2 mg/dL). 90% kalsium terikat dalam albumin, sehingga kondisi hipokalsemia biasanya
terjadi pada pasien dengan hipoalbuminemia. Hiperkalsemia disebabkan karena
hipoparatiroidism kongenital, idiopatik, defisiensi vitamin D, defisiensi 125(OH)2D3 pada
gagal ginjal kronik dan hiperfosfatemia.5
 Hiperkalsemia
Terjadi jika konsentrasi ion Ca2+ >10,5 mEq/L (atau peningkatan kalsium terionisasi
>4,8 mg/dL). Penyebab tersering adalah hiperparatiroidism dan keganasan.5
D. Klorida
Klorida merupakan anion utama dalam cairan ekstrasel. Jumlah klorida dalam tubuh
ditentukan oleh keseimbangan antara klorida yang masuk dan keluar.1

Nilai rujukan klorida:4

5
- Serum bayi baru lahir : 94-112 mmol/L
- Serum anak : 98-105 mmol/L
- Serum dewasa : 95-105 mmol/L
- Urin : 110-250 mmol/24 jam
- Feses : 2 mmol/24 jam

 Hipoklorinemia
Terjadi jika pengeluaran klorida melebihi pemasukan. Penyebab hipoklorinemia
umumnya sama dengan hiponatremia, tetapi pada alkalosis metabolik dengan hipoklorinemia,
defisit klorida tidak disertai defisit natrium. Hipoklorinemia juga bisa terjadi pada gangguan
yang berkaitan dengan retensi bikarbonat, contohnya pada asidosis respiratori kronik dengan
kompensasi ginjal.1

 Hiperklorinemia
Terjadi jika pemasukan melebihi pengeluaran pada gangguan mekanisme homeostasis
dari klorida. Hiperklorinemia dapat dijumpai pada kasus dehidrasi, asidosis tubular ginjal,
gagal ginjal akut, asidosis metabolik yang disebabkan karena diare yang lama dan kehilangan
natrium bikarbonat, diabetes insipidus, hiperfungsi status adrenokortikal dan penggunaan
larutan salin yang berlebihan dan alkalosis respiratorik.1

2.2 Epidemiologi
Gangguan elektrolit sering terjadi pada pasien rawat inap dan terkait dengan
peningkatan morbiditas dan mortalitas. Gangguan elektrolit yang umum dan sering terjadi
yaitu hipo/hipernatremia, hipo/hiperkalinemia, hipo/hiperkalsemia, dan
hipo/hiperklorinemia.6
Pada beberapa penelitian, gangguan elektrolit yang paling banyak dijumpai yaitu
hiponatremia diikuti dengan hipokalemia dan kadar klorida yang rendah. Pasien dengan
hipernatremia, memiliki tingkat mortalitas 7 kali lipat dibandingkan dengan pasien rawat inap
yang sesuai usia.7 Dalam penelitian yang dilakukan oleh Herrod et al, pada 1383 pasien
bedah menunjukkan bahwa pasien dengan disnatremia memiliki mortalitas yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan pasien dengan kadar natrium yang normal.8,9

6
2.3 Etiologi
Gangguan elektrolit paling sering disebabkan oleh hilangnya cairan tubuh melalui
muntah yang berkepanjangan, diare atau berkeringat serta luka bakar. Obat-obatan tertentu
juga dapat menyebabkan gangguan elektrolit seperti diuretik dan obat-obatan pencahar.
Dalam beberapa kasus, penyakit yang mendasari seperti penyakit ginjal akut atau kronis.10

2.4 Faktor Risiko


Body mass index (BMI) dan fungsi ginjal, penyakit komorbid seperti diabetes melitus
tipe 2, hipertensi dan gagal jantung merupakan faktor risiko potensial untuk terjadi gangguan
elektrolit. Selain itu, gangguan elektrolit juga dapat terjadi pada keadaan gangguan makan
seperti anoreksia atau bulimia, gangguan tiroid dan paratiroid, gangguan kelenjar adrenal,
kecanduan alkohol, luka bakar, patah tulang dan sirosis.6

2.5 Patofisiologi
 Hiponatremia
Hiponatremia disebabkan karena retensi air dan kehilangan natrium. Pada retensi air
biasanya dihasilkan dari kerusakan ekskresi air dan jarangnya pemasukan air yang
menyebabkan SIAD (sindrom antidiuresis). Pada kehilangan natrium, bisa terjadi melalui
pencernaan (seperti diare dan muntah ataupun penyakit pada usus) dan urin.1,3
 Hipernatremia
Hipernatremia dapat disebabkan karena kehilangan air murni (contoh: diabetes
insipidus), kehilangan cairan disertai pembuangan natrium (contoh: diare) dan peningkatan
ambilan sodium (contoh: salt poisoning). Hipernatremia mengakibatkan penurunan volume
sel sebagai akibat dari keluarnya cairan dari sel untuk menjaga osmolaritas dari dalam dan
luar sel. Hipernatremia berat dapat menginduksi penyusutan sel otak sehingga dapat
menyebabkan robeknya pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan perdarahan otak,
kejang, paralisis dan ensefalopati.1,3
 Hipokalemia
Pada kondisi normal, keseimbangan ion intraselular dan ekstraselular yang mengatur
voltase potensial istirahat sel (-90 mV) diatur oleh ion Na+ dan K+ tubuh. Tetapi pada
Hipokalemia Periodik Paralisis, dimana kadar kalium ekstraseluler yang lebih rendah
mengakibatkan keseimbangan potensial kalium berubah lebih negatif sehingga Na+ lebih
banyak masuk ke intraselular dan kalium terlambat dan sedikit masuk ke ekstraselular. Hal

7
ini mengakibatkan potensial sel berada pada voltase -50 mV dan menyebabkan gangguan
elektrik dan otot tidak dapat dieksitasi.1,3

 Hiperkalemia
Pada pasien gagal ginjal terjadi gangguan pada fungsi ginjal, sehingga ginjal tidak
mampu mengekskresikan kalium dalam tubuh, sehingga menyebabkan kalium dalam tubuh
meningkat. Selain itu, pada pasien penyakit addison juga dapat menyebabkan hiperkalemia.
Yaitu ketika terganggunya fungsi kelenjar adrenal dalam memproduksi berbagai hormon,
salah satunya aldosteron. Hormon aldosteron membantu mengatur jumlah natrium dan cairan
ginjal, serta mengeluarkan kalium melalui urin. Jika produksi hormon aldosteron berkurang,
maka berdampak pada meningkatnya jumlah kalium dalam tubuh.1,3
 Hipokalsemia
Keseimbangan kalsium diatur oleh hormon paratiroid (PTH) dan vitamin D. Hormon
paratiroid bergantung pada Calcium Sensing Receptor (CSR) untuk mendeteksi adanya
kelebihan kalsium serum dan merangsang PTH yang akan meningkatkan kasium darah.
Apabila CSR ini tidak ada, maka akan terjadi hipokalsemia.5
 Hiperkalsemia
Saat kadar kalsium dalam darah meningkat, tubuh akan menghasilkan hormon lebih
sedikit. Bila tingkat kalsium dalam darah meningkat terlalu tinggi, kelenjar tiroid akan
menghasilkan kalsitonin, yaitu hormon yang memperlambat pelepasan kalsium dari tulang.5
 Hipoklorinemia
Dapat disebabkan oleh drainase nasogastrik, muntah, diare dan juga pemakaian
diuretik yang akan mengakibatkan hipoklorida.1,3
 Hiperklorinemia
Dapat terjadi selama proses koreksi alkalosis oleh ginjal, pada saat asidosis tubulus
distal ginjal serta pemberian resusitasi cairan akut yang akan berpengaruh pada peningkatan
kadar klorida sehingga menyebabkan hiperklorinemia.1,3

8
Gambar1. Patofisiologi Gangguan Elektrolit

2.6 Manifestasi Klinis


Manifestasi gangguan elektrolit diantaranya
1. Hiponatremia
Suatu keadaan kekurangan natrium dalam plasma darah ditandai dengan adanya rasa
kehausan yang berlebihan, letargi, disorientasi, depresi, psikosis, rasa cemas, takut,
bingung, kejang perut, denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, konvulsi, membrane
mukosa kering, kadar natrium dalam plasma kurang dari 135 mEq/lt. dapat terjadi
pada pasien yang mendapat obat diuretic dalam jangka waktu yang lama tanpa
terkontrol, diare jangka panjang. Gejala bergantung derajat kehilangan natrium dan
kadar sodium serum.
2. Hipernatremia
Hipernatremi merupakan suatu kedaan kadar natrium dalam plasma tinggi yang
ditandai dengan adanya mukosa kering, tremor, rigiditas, peningkatan reflex tendon
dalam, rasa haus, turgor kulit buruk dan permukaan kulit membengkak, kulit

9
kemerahan, konvulsi, suhu tubuh naik, kadar natrium dalam plasma lebih dari 148
mEq/lt. Dapat terjadi pada pasien dehidrasi, diare, pemasukan air yang berlebihan
sedangkan intake garam sedikit. Gejala umumnya bermanifestasi pada sistem saraf
pusat seperti perubahan status mental, agitasi, defisit neurologis fokal, kejang, dan
koma.

3. Hipokalemia
Hipokalemi merupakan suatu kekurangan kalium dalam darah ditandai dengan
denyut nadi lemah, tekanan darah menurun, tidak nafsu makan dan muntah-muntah,
letargi, depresi, rewel, bingung, parastesia, reflex tendo dalam menurun, fasikulasi,
nyeri otot dan kelemahan, distensi abdomen, ileu, kram abdomen, mual, muntah,
perut kembung, otot lemah dan lunak, denyut jantung tidak beraturan (aritmia),
penurunan bising usus, kadar kalium plasma menurun kurang dari 3,5 mEq/lt.
defisiensi beratdapat mengakibatkan paralisis respirasi. Kardiovaskular : 1. Aritmia
(bradi-disaritmia, blok AV, takikardi ventrikel. 2. EKG abnormal : amplitude gel. T
menurun, gel. T datar disertai munculnya gel U., depresi ST, gel U. meninggi :
interval PR, QRS dan QT memanjang.

10
4. Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan suatu keadaan yang menunjukkan kadar kalium dalam darah
tinggi yang ditandai dengan adanya mual, hiperaktivitas sistem pencernaan, aritmia,
kelemahan, jumlah urine sedikit sekali, diare, kecemasan, dan irritable, kadar kalium
dalam plasma lebih dari 5,5 mEq/lt. gejala tersering mengenai sistem neurologi dan
kardiovaskular. Gejala neurologi nya yaitu kram otot, kelemahan, paralisis,
parastesia, tetani dan deficit neurologi fokal. Disritmia yang dapat terjadi AV blok
derajat dua dan tiga, takikardi dengan kompleks lebar VF, asistol.

5. Hipokalsemia
Hipokalsemia merupakan kekurangan kadar kalsium dalam plasma darah yang
ditandai dengan adanya kram otot dan kram perut, kejang, parastesia dari ekstremitas

11
dan wajah, spasme carpopedal, stridor, tetani, bingung, kadar kalsium dalam plasma
kurang dari 4,3 mEq/t. kesemutan jari dan sekitar mulut yang dapat disebabkan oleh
pengaruh pengangkatan kelenjar tiroid, kehilangan sejumlah kalsium karena sekresi
intestinal. Gejala biasanya terlihat apabila konsentrasi kalsium serum< 2,5 mg/ dL.
Chvosteksatau trousseaus sign positif.
6. Hiperkalsemia
Hiperkalsemia merupakan suatu keadaan kelebihan kadar kalsium dalam darah, yang
ditandai dengan adanya nyeri pada tulang, relaks asi otot, batu ginjal, mual-mual,
koma dan kadar kalsium dalam darah lebih dari 4,3 mEq/lt. dapat dijumpai pada
pasien yang mengalami pengangkatan kelenjar tiroid dan makan vitamin yang
berlebihan. Gejala biasanya terlihat apabila konsentrasi kalsium serum ≥ 12-15
mg/dL. Gangguan EKG pada interval QT umumnya memendek pada konsentrasi >
13 mg/dL dan interval PR serta QRS memanjang. Blok atrioventrikular juga dapat
terjadi dan berkembang menjadi blok komplit bahkan henti jantung jika konsentrasi
serum > 15-20 mg/dL.

12
7. Hipomagnesemia
Hipomagnesemia merupakan kekurangan kadar magnesium dalam darah yang
ditandai dengan adanya perybahan status mental, kelemahan otot, hiper-refleks,
fasikulasi tetani, ataksia, disfagia, iritabilitas, tremor, kram pada kaki tangan,
takikardi, hipertensi, disorientasi dan konvulsi. Kadar magnesium dalam darah kurang
dari 1,5 mEq/lt. Chvosteksatau trousseaus sign positif. Disaritmia supraventrikular
yatu fibrilasi atrium, takikardi atrial multifocal, takikardi supraventrikular paroksimal.
Disaritmia ventrikel pada ventricular ekstrasistol, VT, torsade de pointes , VF.

8. Hipermagnesemia
Hipermagnesemia merupakan kelebihan kadar magnesium dalam darah yang ditandai
dengan adanya koma, gangguan pernafasan dan kadar magnesium lebih dari 2,5
mEq/lt. Gejala neurologic yaitu kelemahan otot, paralisis, ataksia. Moderate
hipermagnesemia menyebabkan vasodilatasi, severe hipermagnesemia dapat
menyebabkan hipotensi. Konsentrasi magnesium serum yang terlalu tinggi dapat
menyebabkan penurunan kesadaran, aritmia jantung, hipoventilasi, henti jantung serta
henti nafas.11

2.5 Pemeriksaan Penunjang

13
14
2.7 Penatalaksanaan
1. Hiponatremia
 Penanganan disesuaikan dengan status volume pasien.
 Pasien hiponatremia memerlukan asupan natrium oral atau intravena. Larutan
garam fisiologis dapat digunakan pada awalnya kemudian diganti dengan
larutan hipotonik seperti NaCl 0,45% apabila hipovolemia sudah terkoreksi.
 Pasien dengan volume normal atau hipervolemia biasanya ditangan dengan
retriksi cairan. Jika terjadi overload yang signifikan maka dapat diberikan
diuretik.

2. Hipernatremia
 Ganti kehilangan cairan melalui oral atau melalui selang nasogastrik jika
pasien stabil dan asimptomatik.
 NaCl0,9% atau NaCl 0,9% dalam dextrose 5% untuk menggantikan volume
cairan ekstraseluler pada pasien hipovolemik. Hindari pemberian dextrose 5%
saja karena akan menurunkan kadar natirum terlalu cepat.

3. Hipokalemia
 Pergantian secara oral (slow correction) : 40-6-mEqdapat menaikkan kadar
kalium sebesar 1-1,5 mEq/L.

15
 Pergantian secara intravena dalam bentuk larutan KCl(rapid correction) :
Jika hipokalemia berat atau pasien tidak mampu menggunakan kalium peroral:
- KCl 20 mEq dilarutkan dalam 100 cc NA 0,9%. Pemberian melalui vena
besar dengan kecepatan maksimal 30-40 mEq/L.
- Jika melalui vena perifer : KCl maksimal 60 mEq dilarutkan dalam NS
0,9% 1000 cc dengan kecepatan dikurangi untuk mencegah iritasi
vascular.
Jika ada ancaman cardiac arrest akibat hipokalemia (jika ada aritmia ventrikel
malignan), diperlukan pergantian cepat dari kalium. Berikan infus awal kalium 10 mEq IV
selama 5 menit : ulangi jika perlu.12

4. Hiperkalemia
 Hentikan semua intake kalium atau obat-obatan yang menyebabkan peningkatan
kalium
 Ringan > konsentrasi ion K+ 5-6 mEq/L, keluarkan ion K+ dari tubuh dengan :
- Furosemide40-80 mgIV
- Resin :kayexalate15-30 gr dalam 50-100ml sorbitol 20% baik melalui oral
atau enema retensi.
 Sedang > konsentrasi ion K+ 6-7 mEq/ L : pindahkan ion K+ ke dalam sel dengan
cara :
- Campurkan glukosa 25 mg (50 ml D50) dan insulin 10 unit > berikan
secara IV selama 15-30 menit.
- Sodium bikarbonat 50 mEq IV selama 5 menit
- Nebulizer albuterol 10-20 mg selama 15 menit
 Berat > konsentrasi ion K+ mEq/L disertai perubahan EKG, atasi hiperkalemia
dengan skala prioritas berikut :
Pindahkan ion K+ ke dalam sel dengan :

16
- Calcium chloride (10%) 500-1000 mg(5-10 ml) IV selama 2-5 menit untuk
mengurangi efek potassium pada sel miokardium (menurunkan resiko
fibralsi ventrikel)
- Campurkan glukosa 25 mg (50 ml D50) dan insulin 10 unit> berikan
secara IV selama 15-30 menit.
- Sodium bicarbonate 50 mEq IV selama 5 menit (kurang efektifpada pasien
gagal ginjal tahap akhir)
- Nebulizer albuterol 10-20 mg selama 15 menit
Pacu pengeluaran kalium :
- Diuretic :furosemide 40-80 mgIV
- kayexalate: 15-50mg plus sorbitol peroral atau perrektum
- dialysis
5. Hipomagnesemia
 Untuk hipomagnesemia berat atau asimptomatik > berikan MgSO4 1 sampai 2
gram IV selama 15-20 menit.
 Torsades de pointes yang intermitten dan tidak berhubungan dengan henti
jantung> berikan MgSO4 2 gram IV selama 10 menit
 Pertimbangkan pemberian kalsium sebab hipomagnesemia sering disertai dengan
hipokalsemia.
6. Hipermagnesemia
 Untuk penanganan aritmia letal > calcium chloride 10% sebanyak 5-10 ml(500-
1000 mg) IV, dosis dapat diulangi
 Dialysis merupakan terapi pilihan untuk hipermagnesemia berat. Jika fungsi ginjal
dan kardiovaskular normal. Maka dieresis dengan salin IV ( pemberian
furosemide 1 mg/kgBB dan larutan garam fisiologis).13
7. Hipokalsemia
 Pengobatan sesuai penyakit dasar. Pergantian kalsium bergantungtingkat
keparahan penyakit, progresifitasn dan komplikasi yang timbul.
 Peningkatan asupan diet kalsium : 1000-1500 mg/hari (dewasa)
 Antasida hidroksia lumunium : mengurangi kadar fosfor sebelum mengatasi
hipokalsemia
 Hipokalsemia akut (asimptomatik) :

17
- Ca glukonate 10%10 ml (90 mg atau 2 mmol) diencerkan dalam 50 ml
D5% atau NS 0,9% secara IV dalam 24 jam
- Dilanjutkan pemberian infuse 10 ampul ca gluconate (900 mg calsium )
dalam 1000 cc D5% atau NS 0,9% dalam 24 jam
 Hipokalsemia kronik
- Suplemen kalsium 1000-1500 mg/hari dalam dosis terbagi. Ca carbonate :
250 mg kalsium elemental dalam tablet 650 mg
- Vitamin D2 datau D3 25.000-100.000 U/hari
- Kalsitriol [1,2(OH)2D] 0,23-2 gr/hari
8. Hiperkalsemia
 Penanganan dilakukan pada pasien simptomatik (umumnya jika konsentrasi serum
> 12 mg/dL) atau jika konsentrasi serum 15m g/dL
 Terapi diberikan dengan tujuan mengembalikan volume intravascular dan
memicu eksresi kalsium melalui urin. Jika pasien memiliki fungsi kardiovaskular
dan ginjal yang normal, berikaninfus NaCl 0,9% sebanyak 300-500 ml/jam hingga
deficit terpenuhi dan terjadi dieresis (produksi urine 200-300 ml/jam). Apabila
rehidrasi adekuat sudah tercapai maka turunkan laju NaCl menjadi 100-200
ml/jam
 Lakukan juga pemantauan terhadap kadar magnesium dan kalium karena dapat
mempengaruhi kedua ion tersebut.14,15

18
19
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Secara normal, tubuh bisa mempertahankan diri dari ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Namun, ada kalanya tubuh tidak bisa mengatasinya. Hal ini terjadi apabila
kehilangan terjadi dal am total banyak sekaligus, seperti pada muntah-muntah, diare,
berkeringat, berkeringat luar biasa, terbakar, luka/perdarahan dan sebagainya.

Cairan dan elektrolit (zat terlarut) didalam tubuh merupakan suatu kesatuan yang
tidak terpisahkan. Bentuk gangguan keseimbangan cairan disebut ovdrhidrasi, sebaliknya
kekurangan cairan disebut dehidrasi. Zatterlarut yang ada dalam cairan tubuh terdiri dari
elektrolit dan nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut yang tidak terurai dalam
larutan dan tidak bermuatan listrik, seperti protein, urea, glukosa, oksigen, karbondioksida
dan asam-asam organic. Se dangkan elektrolit tubuh mencak up natrium, kalium, kalsium,
magnesium, klorida, bikarbonat, fosfat, sulfat. Elektrolit yang utama yang sering
menyebabkan gangguan pada hemodinamik tubuh adalah natrium, kalium dan kalsium.

Pada pasien yang mengalami gangguan cairan dan elektrolit sebaiknya segera
ditangan segera sebagian besar dalam tubuh manusia terdiri dari cairan dan elektrolit dan
apabila tidak segera ditangan akan menyebabkan kematian.

20
BAB IV

STATUS PASIEN

Nomor RM : 044616
Tanggal Masuk : 27 Juli 2019
Ruang :2

ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Sutinem
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Pensiunan
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Jalan krakatau No. 30

ANAMNESIS PENYAKIT
Keluhan Utama : BAB berdarah
Telaah : Os datang dengan keluhan BAB berdarah yang dialami sejak 1 hari yang
lalu, darah berwarna merah kehitaman, BAB bersifat cair, darah lebih banyak daripada
ampas. Os mengalami penurunan kesadaran dalam perjalanan ke Rumah Sakit. SelainBAB
berdarah, keluhan lain juga dirasakan berupamual (+) dan muntah (+). Lalu dijumpai luka
pada bagian belakang sejak ± 2 bulan yang lalu, BAK (+) N.
RPT : DM (+), Stroke (+), CHF (+)
RPK : Tidak dijumpai penyakit serupa pada keluarga
RPO : Penggunaan obat DM yang tidak teratur dan obat-obatan lain yang kurang
jelas.

Jantung Sesak Napas : (-) Edema : (-)

Angina Pektoris : (-) Palpitasi : (-)

Saluran Batuk-batuk : (-) Asma, Bronkitis : (-)

21
Pernapasan Dahak : (-) Lain-lain : (-)

Saluran Nafsu Makan : menurun Penurunan BB : (-)

Pencernaan Keluhan Menelan : (-) Keluhan Defekasi :BAB berdarah (+)

Keluhan Perut : (+) mual, nyeri perut Lain-lain : (-)

Saluran Sakit BAK : (-) BAK Tersendat :(-)

Urogenital Mengandung batu : (-) Keadaan Urin :N

Lain-lain : (-)

Sendi dan Sakit Pinggang : (-) Keterbatasan Gerak :(+)

Tulang Keluhan persendian : (-) Lain-lain : (-)

Endokrin Haus/Polidipsi : (+) Gugup : (-)

Poliuri : (-) Perubahan Suara : (-)

Polifagi : (-) Lain-lain : (-)

Saraf Pusat Sakit Kepala : (-) Oyong : (-)

Lain-lain : (-)

Darah dan Pucat : (+) Perdarahan : (-)

Pembuluh Petechiae : (-) Purpura : (-)

Darah Lain-lain : (-)

22
Sirkulasi Claudicatio : (-) Lain-lain : (-)

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

Kesadaran Umum Keadaan Penyakit

Sensorium : Apatis Pancaran Wajah : lemah

Tekanan Darah : 38/30 mmHg Sikap Paksa : (+)

Nadi : 152 x/menit Refleks Fisiologis : TDP

Pernapasan : 20 x/menit Refleks Patologis : TDP

Temperatur : 36oC

Anemia (+/+), Ikterus (-/-), Dispnoe (-), Sianosis (-), Edema (-/-), Purpura (-),

Turgor Kulit : baik

KEPALA

Mata : dalam batas normal

Telinga : dalam batas normal

Hidung : dalam batas normal

Mulut : Lidah : DBN

Gigi Geligi : DBN

Tonsil/Faring : DBN

LEHER

Pembesaran kelenjar limfa (-)

Kaku kuduk (-), lain-lain (-)

23
THORAX DEPAN

Inspeksi

Bentuk : Fusiformis

Pergerakan : Simetris, tidak ada ketinggalan bernafas

Palpasi : stem fremitus kanan=kiri

Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Paru

Batas Paru-Hati R/A : TDP

Peranjakan : TDP

Jantung

Batas atas jantung : TDP

Batas kiri jantung : TDP

Batas kanan jantung : TDP

Auskultasi

Paru

Suara pernafasan : Vesikuler (+/+)

Suara tambahan : (-/-)

Jantung

M1>M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, lain-lain (-)

HR : 152x/menit

ABDOMEN

Inspeksi

Bentuk : simetris

24
Palpasi

Dinding Abdomen : nyeri tekan epigatrium (+)

Perkusi

Pekak Beralih : TDP

Auskultasi

Peristaltik usus : (+) ↑↑

Lain-lain : (-)

Pinggang

Nyeri ketuk sudut kostovertebra (-)

ANGGOTA GERAK ATAS

Deformitas sendi : DBN

Lokasi : DBN

Jari tabuh : DBN

Tremor ujung jari : DBN

Telapak tangan sembab : DBN

Sianosis : DBN

Eritema palmaris : DBN

ANGGOTA GERAK BAWAH Kiri Kanan

Edema : (-) (-)

Arteri femoralis : TDP TDP

Arteri tibialis posterior : TDP TDP

Arteri dorsalis pedis : TDP TDP

Refleks KPR : TDP TDP

25
Refleks APR : TDP TDP

Refleks Fisiologis : TDP TDP

Refleks Patologis : TDP TDP

PEMERIKSAAN LABORATORIUM (17 Juli 2019)

PEMERIKSAAN Hasil NilaiRujukan


Hemoglobin 10,65 L: 13-16 g/dl
P: 12-14 g/dl

Eritrosit (RBC) 3,20 4,50-6,60 .106/µL


Leukosit (WBC) 17.600 5-10 .10/µ
Hematokrit 29,9 L: 40-48%
P: 37-43%

Trombosit (PLT) 196.100 150-450 .103/µL


MCV 93,3 81-99 fL
MCH 33,3 27,0-31,0 pg
MCHC 35,6 31,0-37,0 g/dL
RDW 17,1 11,5-14,5 %
 Limfosit 9,88 15,20-43,30 %
 Monosit 5,44 5,50-13,70 %
 Neutrofil 83,56 43,50-73,50 %
 Eosinofil 0,25 0,80-8,10 %
 Basofil 0,87 0,20-1,50 %

PEMERIKSAAN Hasil NilaiRujukan


Kimia Klinik
 SGOT 27 L: < 35 U/L
P: < 31 U/L
 SGPT 17 L: < 45 U/L
P: < 34 U/L
 Ureum 72 < 50 mg/dL

26
 Kreatinin 0,9 L: 0,8-1,3 mg/dL
P: 0,6-1,2 mg/dL
 Asam Urat 6,4 L: < 7 mg/dL
P: 5,7 mg/dL
 Glukosa 132 < 200 mg/dL
Sewaktu
Elektrolit
 Natrium 124 135-145 mmol/L
 Kalium 3,8 3,5-5,5 mmol/L
 Klorida 81 96-106 mmol/L

PEMERIKSAAN FOTO THORAX (17 Juli 2019)

Concl :

Kardiomegali.

PEMERIKSAAN EKG (17 Juli 2019)

Komentar: ST elevasi

Kesan: Abnormal EKG

RESUME MEDIS

ANAMNESIS

Keluhan Utama : BAB berdarah


Telaah : Os datang dengan keluhan BAB berdarah yang dialami sejak 1 hari yang
lalu, darah berwarna merah kehitaman, BAB bersifatcair, darah lebih banyak daripada ampas.
Os mengalami penurunan kesadaran dalam perjalanan ke Rumah Sakit. SelainBAB berdarah,
keluhan lain juga dirasakan berupa mual (+) dan muntah (+). Lalu dijumpai luka pada bagian
belakang sejak ± 2 bulan yang lalu, BAK (+) N.
RPT : DM (+), Stroke (+), CHF (+)
RPK : Tidak dijumpai penyakit serupa pada keluarga

27
RPO : Penggunaan obat DM yang tidak teratur dan obat-obatan lain yang kurang
jelas.

STATUS PRESENS

Keadaan umum

Keadaan : Lemah

Penyakit : Berat

Keadaan Gizi : Cukup

PEMERIKSAAN FISIK

Sensorium : Apatis

Tekanandarah :38/30 mmHg

Nadi : 152x/menit

Pernapasan : 20x/menit

Temperatur : 36oC

Kepala : Normocephali

Mata : Anemis (+/+), Ikterik (-/-)

T/H/M : DBN

Thorax

Inspeksi : Simetris fusiformis

Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri

Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru

Auskultasi : SP Vesikuler (+/+), ST: (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Simetris

Palpasi : Soepel, nyeri tekan epigastrium (+)

Perkusi : Tympani

Auskultasi : Bising usus (+) ↑↑

28
Ekstremitas

Atas : 4/4

Bawah : 4/4

Laboratorium Rutin

Darah

Hb: 10,65 g/dL, Eritrosit: 3,20.106/µL, Leukosit: 17.600, Ht: 29,9%, Ureum: 72 mg/dL,
Natrium 124 mmol/L, Klorida 81 mmol/L

Foto thorax

Cardiomegali

Diagnosis

PSMBB + Syndrome Dyspepsia + CHF + Hiponatremi

Penatalaksanaan

Tirah Baring
Diet MII
IVFD NaCl 0,9% 20 gtt/i
IVFD NaCl 3% 500cc
Inj. Ozid 1 vial/12 jam dalam Nacl 0,9% 100 cc
Inj. Transamine 500 mg/8 jam (iv)
Inj. Vit. K 1 amp/24 jam (IM)
Inj. Cefotaxime 1 gr/12 jam (IV)
Inj. Raivas 4mg/12 jam (IV)
Metronidazole tab 500mg/8 jam

Rencana Penjajakan Diagnostik


Darah lengkap dan elektrolit
RFT
LFG
KGD

29
Hasil Follow-up

Tanggal S O A P
17 Juli 2019 BAB berdarah TD:38/30 mmHg PSMBB + IVFD NaCl 0,9%
(+), penurunan HR: 152 x/menit CHF 20 gtt/i
kesadaran (+) RR: 20 x/menit Inj. Ozid 1 vial/12
T : 36oC jam dalam Nacl
0,9% 100 cc
Inj. Transamine
500 mg/8 jam (iv)
Inj. Vit. K 1
amp/24 jam (IM)
Inj. Cefotaxim 1
gr/12 jam (IV)
18 Juli 2019 BAB berdarah TD: 116/69 PSMBB + Tirah Baring
(+), lemas (+) mmHg Dispepsia + Diet MII
HR: 102 x/menit Hiponatremi + IVFD NaCl 0,9%
RR: 21 x/menit CHF 20 gtt/i
T : 36,3oC IVFD NaCl 3%
Na: 124 mEq/L 500cc
Inj. Ozid 1 vial/12
jam dalam Nacl
0,9% 100 cc
Inj. Transamine
500 mg/8 jam (iv)
Inj. Vit. K 1
amp/24 jam (IM)
Inj. Cefotaxime 1
gr/12 jam (IV)
Inj. Raivas 4mg/12
jam (IV)
Metronidazole tab
500mg/8 jam

30
DAFTAR PUSTAKA

1. Yaswir, Rismawati., Ira Ferawati. 2012. Fisiologi dan Gangguan Keseimbangan


Natrium, Kalium dan Klorida serta Pemeriksaan Laboratarium. Jurnal Kesehatan
Andalas. http://jurnal.fk.unand.ac.id
2. Hoorn EJ, Rivadeneira F, van Meurs JB, et al. Mild Hyponatremia as a Risk Factor for
Fractures: The Rotterdam Study. J Bone Miner Res.2011;26:1822-1828.
3. Darwis D, Moenajat Y, Nur B.M, Madjid A.S, Siregar P, Aniwidyaningsih W, dkk,
’Fisiologi Keseimbangan Air dan Elektrolit’ dalam Gangguan Keseimbangan Air-
Elektrolit dan Asam-Basa, Fisiologi, Patofisiologi, Diagnosis dan Tatalaksana, ed. ke-2,
FK-UI, Jakarta, 2008, hh. 29-114.
4. Scott M.G., LeGrys, V.A. and Klutts J, ‘Electrochemistry and Chemical Sensors and
Electrolytes and Blood Gases’’ In: Tietz Text Book of Clinical Chemistry and Molecular
Diagnostics, 4th Ed. Vol.1, Elsevier Saunders Inc., Philadelphia, 2006, pp. 93-1014.
5. Rashida, Diya. 2017. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit. Fakultas
Kedokteran Udayana. Denpasar, Bali. http://simdos.unud.ac.id
6. Liamis, George et al. 2013. Electrolyte Disorders in Community Subjects: Prevalence
and Risk Factors. Department of Epidemiology, Erasmus Medical Center, Rotterdam,
The Netherlands; Drug Safety Unit, Inspectorate of Health Care, The Hague, The
Netherlands; and cDepartment of Internal Medicine, Erasmus Medical Center,
Rotterdam, The Netherlands. The American Journal of Medicine.
7. Alshayeb HM, Showkat A, Babar F, Mangold T, Wall BM. Severe Hypernatremia
Correction Rate and Mortality in Hospitalized Patients. Am JMed Sci. 2011; 341: 356-
60.
8. Herrod PJ, Awad S, Redfern A, Morgan L, Lobo DN. Hypo- and Hypernatraemia in
Surgical Patients: is there room for improvement? World J Surg. 2010; 34:495-99.
9. Mahajan, Pallavi and Ashima Badyal. 2018. Prevalence of Electrolyte Abnormalities in
Emergency Patients. Vol.06. Issue 02. Page 36-40. Journal of Medical Science and
Clinical Research.
10. Juffrie, M. 2004. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit pada Penyakit Saluran
Cerna. Volume 6. No. 1. Sari Pediatri.
11. Stoelting RK, Rathmell JP, Flood P, Shafer S. Intravenous Fluids and Electrolytes.
Dalam Handbook of Pharmacology and Physiology in Anesthetic Practice 3rd ed.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health. 2015; 17 : h. 341 – 49.

31
12. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick JD. Management of Patients with Fluid and
Electrolyte Disturbances. Dalam Morgan & Mikhail’s Clinical Anesthesiology 5th ed.
New York: Mc-Graw Hill. 2013; 4 (49): h. 1107 – 40.
13. Hines RL, Marschall KE. Fluid, Electrolytes, and Acid-Base Disorders. Dalam
Handbook for Stoelting’s Anesthesia and Co-Existing Disease 4th ed. Philadelphia:
Elsevier Inc. 2013; 18: h.216 – 230.
14. Voldby AW, Branstrup B. Fluid Therapy in the Perioperative Setting. Journal of
Intensive Care. 2016; 4 : h.27 – 39.
15. Hahn RG. Crystalloid Fluids. Dalam Clinical Fluid Therapy in the Perioperative Setting.
Cambridge: Cambridge University Press. 2012; 1 : h. 1 – 10.

32

Anda mungkin juga menyukai