Anda di halaman 1dari 7

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN MENINGITIS

a. Pengkajian
1) Identitas Pasien
a) Umur : biasanya agen infeksi meningitis purulenta mempunyai kecenderungan
pada golongan umur tertentu diantaranya :
- Neonatus : E. Coli, S. Beta hemolitikus, dan Listeria monositogenes
- < 5 th/balita : H. Influenza, Meningococcus dan Pneumococcus
- 5-20 tahun : Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis,
Streptococcus, dan Pneumococcus
- >20 th : Meningococcus, Pneumococcus, Stafilococcus, Streptococcus,
Listeria
Rentang usia dengan angka mortilitas tinggi adalah bayi sampai balita (6
bulan-4 tahun) karena mekanisme pertahanan atau imunitas belum banyak
berkembang.
b) Jenis kelamin : laki-laki mempunyai jumlah yang lebih banyak dari pada
perempuan dalam kasus meningitis, yang diakrenakan adanya faktor
predisposisi dalam kasus meningitis.
c) Pekerjaan : Meningitis sering terjadi pada masyarakat dengan keadaan sosio-
ekonomi rendah, pengahasilan tidak mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari.
d) Alamat : Meningitis banyak terjadi di negara-negara berkembang karena angka
kematian dan kecatatan yang masih tinggi. Perumahan tidak memenuhi syarat
kesehatan minimal, hidup, tinggal atau tidur yang saling berdesakan.Hygiene
dan sanitasi yang buruk meningkatkan angka terjadinya meningitis.

2) Riwayat Kesehatan Pasien


a) Keluhan utama : suhu badan tinggi, kejang, kaku kuduk dan penurunan tingkat
kesadaran.
b) Riwayat Penyakit Sekarang : pada pengkajian klien dengan meningitis
didapatkan keluhan yang berhubungan dengan akibat infeksi dan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK), diantaranya sakit kepala dan demam. Sakit kepala
dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan akibat dari iritasi
meningen. Demam ada dan tetap tinggi selama perjalanan penyakit.
c) Riwayat Penyakit Terdahulu : infeksi jalan napas bagian atas, ototos media,
anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, tindakan bedah syaraf, riwayat
trauma kepala, pengaruh imunologis.
d) Pengkajian psiko-sosio-spiritual:ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal dan pandangan
terhadap dirinya yang salah (gangguan citra diri). Pada kilen anak perlu
diperhatikan dampak hospitaslisasi dan family center.

3) Pemeriksaan Fisik
a) Peningkatan suhu lebih dari normal yaitu 38-41 ‘C, dimulai dari fase sistemik,
kemerhan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan tersebut dihubungkan
dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah mengganggu pusat
pengatur suhu tubuh.
b) Penurunan denyut nadi, berhubungan dengan tanda peningkatan TIK.
c) Peningkatan frekuensi pernafasan, berhubungan dengan laju metabolisme
umum dan adanya infeksi pada sistem pernapasan sebelum mengalami
meningitis.

B1 (Breathing)
a) Inspeksi adanya batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu
napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang disertai adanya gangguan
pada sistem pernapasan.
b) Palapasi thorax apabila terdapat deformitas tulang dada.
c) Auskultasi adanya bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan
meningitis tuberkolosa dengan penyebaran primer dari paru.

B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler dilakukan pada klien meningitis tahap
lanjut apabila sudah mengalami renjatan (syok). Pada klien meningitis
meningokokus terjadi infeksi fulminating denga tanda-tanda septicemia: demam
tinggi yang tiba-tiba muncul, lesi purpura yang menyebar (sekitar wajah dan
ekstrimitas), syok, dan tanda-tanda koagulasi intravascular diseminata.

B3 (Brain)
Pemeriksaan focus dan lebih lengkap disbanding pengkajian pada system lain
a) Tingkat kesadaran
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis berkisar antara letargi,
stupor, dan semikomatosa.
b) Fungsi serebri
Status mental : observasi penampilan dan tingkah laku, nilai gaya bicara dan
observasi ekspresi wajah dan aktivitas motoric. Pada klien meningitis
ahaplanjut biasanya ststus mental mengalami perubahan.
c) Pemeriksaan saraf kranial
- Saraf I : pada klien meningitis tidak ada kelainan.
- Saraf II : pemeriksaan ketajaman penglihatan pada kondisi normal dan
pemeriksaan papilledema pada meningitis supuratif yang disertai abses
serebri dan efusi subdural yang menyebabkan peningkatan TIK.
- Saraf III, IV, dan VI : pemeriksaan fungsi dan reaksi pupil tanpa
kelainanpada klien meningitis tanpa penurunan kesadaran.
- Saraf V : tidak didapatkan paralisis otot wajah dan reflek kornea tidak ada
kelainan.
- Saraf VII : persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah simetris.
- Saraf VIII : tidak ditemukan tili konduktif dan tuli persepsi.
- Saraf IX dan X : kemampuan menelan baik.
- Saraf XI : tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
d) Sistem motorik
Kekuatan otot menurun, pada meningitis tahap lanjut kontrolkeseimbangan
dan koordinasi mengalami perubahan.
e) Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamen, atau
periosteum derajat refleks pada respon normal. Refles patologis terjadi pada
klien dengan tingkat kesadaran koma.
f) Gerakan involunter
Tidak ditemukan adanya tremor, kedutan syaraf, dan dystonia. Pada keadaan
tertentu biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak dengan
meningitis yang disertai peningktan suhu tubuh yang tinggi.
g) Sistem sensorik
Pemeriksaan terkait peningkatan tekanan intrakranial, tanda tanda
peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulent dan edema serebri
diantaranya perubahan TTV (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardia),
pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat
kesadaran. Adanya ruam merupakan ciri mencolok adanya meningitis
meningokokal (Neisseria meningitis).

B4 (Bladder)
Pemeriksaan pada sistem perkemihan didapatkan berkurangnya volume keluaran
urine. Hal tersebut berhubungan dengan penurunan perfusi dan penurunan curah
jantung ke ginjal.

B5 (Bowl)
Mual hingga muntah karena peningkatan produksi asam lambung. Pada klien
meningitiss pemenuhan nutrisi menurun karena anoreksia dan adanya kejang.

B6 (Bone)
Adanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besar (lutut dan pergelangan kaki).
Petekia dan lesi purpura yang didahului oleh ruam. Pada kasus berat klien dapat
ditemukan ekimosis yang besar pada wajah dan ekstrimitas. Klien sering
mengalami penurunan kekuatan otot dan kelemahan fisik sehingga mengganggu
aktivitas sehari-hari.
b. Diagnosa
1) Resiko Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak berhubungan dengan edema
serebral dan penyumbatan aliran darah
2) Nyeri akut berhubungan dengan cedera agen biologis (infeksi)
3) Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi

NO ETIOLOGI MASALAH DIAGNOSA


1. Mikrooganisme masuk ke aliran Resiko Resiko Ketidakefektifan
darah (bakteri, virus, jamur, Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Otak
protozoa) Perfusi Jaringan berhubungan dengan
↓ Otak edema serebral dan
Masuk ke serebral melalui penyumbatan aliran darah
pembuluh darah

Tromboemboli

Menyebar ke CSS menyebabkan
peningkatan TIK

Reaksi local meningen
menyebabkan meningitis

Kerusakan adrenal

Kolaps pembuluh darah

Hiperfusi

Penurunan kesadaran

Resiko Ketidakefektifan Perfusi
Jaringan Otak
NO ETIOLOGI MASALAH DIAGNOSA
2. Meningitis Nyeri Akut Nyeri akut berhubungan
↓ dengan cedera agen
Reaksi inflamasi biologis (infeksi)

Vasodilatasi pembuluh darah

Peningkatan permeabilitas kapiler

Sel darah merah keinstentinal

Rubor / kemerahan dengan
penumpukan CSS

Edema otak

Menekan syaraf arteri dan kapiler di
dalam otak

Nyeri

NO ETIOLOGI MASALAH DIAGNOSA


3. Meningitis Hipertermi Hipertermi berhubungan
↓ dengan proses infeksi
Bakteri mengeluarkan zat pirogen
endogen

Merangsang pengeluaran
prostaglandin pada thermostat
hipotalamus (sitokin)

Merangsang kerja berlebihan dari
prostaglandin E2 di hipotalamus

Instabilitas termoregulasi

Mengigil dan Suhu tubuh
meningkat

Hipertermi

DAFTAR PUSTAKA
Judit. M., Wilkinson & Nancy, R. (2012). Buku Saku Diagnosis Keperawatan 2012-2014
Edisi 9. Jakarta: EGC.

Nurarif. A. H., & Kusuma, H. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis NANDA & NIC-NOC. Yogyakarta: MediAction.

Price, S. A., & M, Lorraine. (2015). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6 Vol 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai