Anda di halaman 1dari 44

LABORATORI UM DASAR TEKNIK ELEKTRO

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA

LAPORAN RESMI
PERCOBAAN I
PRAKTIKUM RANGKAIAN LISTRIK

NAMA : I KETUT ADI JUNANTARA


NIM : 1705541116
KELOMPOK : D5

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
PERCOBAAN I
HUKUM OHM DAN RANGKAIAN RESISTOR
SERI-PARALEL

1.1 Tujuan Percobaan


1. Mendefinisikan hubungan antara tegangan, arus dan resistansi dalam suatu
rangkaian.
2. Mempelajari hubungan melalui percobaan.
3. Mengembangkan hubungan antara resistansi total dan resistor individu
ketika mereka dihubungkan secara seri atau paralel.

1.2 Alat dan Bahan


1. Board mount rack BR - 3
2. Papan Percobaan NO – 01 Hukum Ohm
3. DC power supply 0-10 V, 2A max .
4. Multimeter digital
5. Kabel koneksi.

1.3 Dasar Teori


1.3.1 Hukum Ohm
Hukum Ohm yaitu hukum dasar yang menyatakan hubungan antara Arus
Listrik (I), Tegangan (E) dan Hambatan (R). Hukum Ohm dalam bahasa Inggris
disebut dengan “Ohm’s Laws”. Hukum Ohm pertama kali diperkenalkan oleh
seorang fisikawan Jerman yang bernama Georg Simon Ohm (1789-1854) pada
tahun 1825. Georg Simon Ohm mempublikasikan Hukum Ohm tersebut pada
Paper yang berjudul “The Galvanic Circuit Investigated Mathematically” pada
tahun 1827. Pada dasarnya bunyi hukum Ohm adalah
“Besar arus listrik (I) yang mengalir melalui sebuah penghantar atau
Konduktor akan berbanding lurus dengan beda potensial / tegangan (E) yang
diterapkan kepadanya dan berbanding terbalik dengan hambatannya (R)”.
Hukum Ohm memiliki lambang "Ω", ada tiga hal yang berkaitan dengan
hukum ohm yaitu hambatan listrik, tegangan listrik dan kuat arus listrik.
Hambatan Listrik (R) adalah perbandingan antara tegangan listrik dari suatu
komponen elektronik dengan arus listrik yang melewatinya, Tegangan Listrik (E)
adalah perbedaan potensi listrik antara dua titik dalam rangkaian listrik dan
terakhir Kuat Arus Listrik adalah banyaknya muatan listrik yang mengalir dalam
suatu penghantar setiap satu satuan waktu. Secara matematis hukum Ohm
diekspresikan dengan persamaan:

𝑉 = 𝐼. 𝑅 .................................................. ....(1.1)

Dimana:

I = Arus Listrik (Ampere)


V = Tegangan Listrik (Volt)
R = Hambatan Listrik (Ohm)
Hukum ohm adalah berlaku tidak hanya di sirkuit DC , tetapi juga di
sirkuit AC. Sebuah rangkaian DC dengan tegangan input V dan beban resistansi R
ditunjukkan pada Gambar 1.1

Gambar 1.1 Contoh Sirkuit DC.


1.3.2 Tegangan
Muatan listrik , karena adanya medan elektrostatik, memiliki potensi yang
didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Kerja muatan
dapat didefinisikan sebagai untuk memindahkan muatan lain dengan daya tarik
atau tolak. Tegangan pada dasarnya perbedaan potensial antara dua titik. Sebuah
analogi akan bergerak di dalam air pipa. Air mengalir dari titik pada tekanan
tinggi ke titik pada tekanan rendah. Satuan pengukuran tegangan adalah Volt .
Tegangan disimbolkan huruf E. Tegangan (Satuan Volt) adalah tekanan listrik
yang merupakan suatu gaya potensial atau perbedaan muatan listrik pada dua
tempat yang berbeda. Tegangan (dalam hukum ohm ditulis dengan simbol E ada
juga yang V) diukur dengan satuan volt (V). Adanya perbedaan potensial atau
tegangan dapat menyebabkan arus listrik mengalir melalui suatu penghantar yang
menghubungkan antara satu titik yang berpotensial tinggi (+) ke titik lain yang
berpotensial rendah (-). Berikut adalah tabel yang menjelaskan tentang tegangan
dan satuannya. Satuan dari tegangan adalah volt, dengan simbol V/E.
Tabel 1.1 Tegangan dan Satuannya
Tegangan Satuan Satuan dalam Skala Kecil Satuan dalam Skala Besar
Simbol V µV mV kV MV
Sebutan Volt Micro-Volt Mili-Volt Kilo-Volt Mega-Volt
Pengali 1 0,000001 0,001 1.000 1.000.000

1.3.3 Arus
Arus adalah gerakan elektron. Arah aliran muatan positif didefinisikan
sebagai arah positif arus. Simbol arus adalah I satuan arus adalah ampere (A).
Satu ampere didefinisikan sebagai gerakan dari satu coulomb muatan yang
melintasi konduktor per detik. Arus adalah muatan yang mengalir dalam satuan
waktu, atau agar lebih mudah memahaminya arus merupakan sebuah muatan yang
bergerak, ketika muatan bergerak maka akan muncul arus, sebaliknya muatannya
berhenti maka tidak akan ada arus yang dihasilkan atau menghilang. Muatan itu
sendiri akan bergerak jika ada pengaruh energi dari luar yang mempengaruhinya.
Arus terdiri dari 2 macam, yaitu :
1. Listrik Arus Searah (Direct Current /DC)
Arus listrik DC (Direct Current) merupakan arus listrik searah. Pada
awalnya aliran arus pada listrik DC dikatakan mengalir dari ujung positif menuju
ujung negatif.

Gambar 1.2 Arus DC (Direct Current)

Semakin kesini pengamatan-pengamatan yang dilakukan oleh para ahli


menunjukkan bahwa pada arus searah merupakan arus yang alirannya dari negatif
(elektron) menuju kutub positif. Nah aliran-aliran ini menyebabkan timbulnya
lubang-lubang bermuatan positif yang terlihat mengalir dari positif ke negatif.

2. Listrik Arus Bolak-Balik (Alternating Current/AC)


Arus listrik AC (alternating current), merupakan listrik yang besarnya dan
arah arusnya selalu berubah-ubah dan bolak-balik. Arus listrik AC akan
membentuk suatu gelombang yang dinamakan dengan gelombang sinus atau lebih
lengkapnya sinusoida. Di Indonesia sendiri listrik bolak-balik (AC) dipelihara dan
berada dibawah naungan PLN, Indonesia menerapkan listrik bolak-balik dengan
frekuensi 50Hz. Tegangan standar yang diterapkan di Indonesia untuk listrik
bolak-balik 1 (satu) fasa adalah 220 volt. Tegangan dan frekuensi ini terdapat
pada rumah anda, kecuali jika anda tidak berlangganan listrik PLN.

Gambar 1.3 Arus AC (Alternating Current)


1.3.4 Resistansi
Resistansi adalah sifat bahan untuk menahan arus. Hal ini mirip dengan
relasionship antara jumlah air bergerak di dalam pipa dan diameter pipa. Sebagai
diameter pipa menjadi lebih kecil, air lebih banyak perlawanan dan lebih sedikit
air mengalir pada waktu tertentu. Simbol untuk resistansi adalah R dan satuan
pengukuran resistansi adalah Ω (Ohm). Satu ohm didefinisikan sebagai jumlah
resistensi ketika salah satu ampere arus mengalir dalam konduktor dengan
potensial satu volt diterapkan pada konduktor. Hubungan antara arus, tegangan
dan resistensi didefinisikan oleh Hukum Ohm itu, yaitu:
E = R x I ....... .......................................... ...(1.2)
I = E / R .................................................. ...(1.3)
R = E / I .................................................. ...(1.4)

Dimana:
E = Tegangan / Volt (V)
I = Arus / Ampere (A)
R = Hambatan / Ohm (Ω)
Resistansi (dalam hukum Ohm ditulis dengan simbol R) adalah tahanan
dari suatu bahan konduktor untuk menghambat aliran arus listrik. Setiap logam
yang digunakan sebagai penghantar mempunyai karakteristik hambatan yang
berbeda.
Besar tahanan pada suatu konduktor dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :
a. Luas penampang
b. Panjang penghantar
c. Jenis bahan
d. Temperatur
Jadi, luas penampang dan panjang konduktor yang sama, nilai tahanannya
bisa berbeda jika bahan dan tahanan jenisnya berbeda. Berikut adalah tabel yang
menjelaskan tentang tahanan dan satuannya.
Tabel 1.2 Tabel Ohm
Resistansi Satuan Satuan dalam Skala Kecil Satuan dalam Skala Besar
Simbol Ω µΩ mΩ kΩ MΩ
Sebutan Ohm Micro-Ohm Mili-Ohm Kilo-Ohm Mega-Ohm
Pengali 1 0,000001 0,001 1.000 1.000.000

Luas penampang konduktor yang kecil mempunyai tahanan yang lebih


besar dibanding konduktor dengan penampang yang lebih besar. Konduktor yang
lebih panjang mempunyai tahanan yang lebih besar dibanding dengan konduktor
yang pendek meskipun luas penampangnya sama. Konduktor dengan temperatur
yang tinggi mempunyai nilai tahanan yang lebih besar dibanding dengan
konduktor dengan temperatur yang rendah. Berikut ini gambar ilustrasinya :

Gambar 1.4 Luas Penampang dan Panjang Penghantar

Gambar 1.5 Temperatur Tahanan

Hukum ohm berlaku tidak hanya di sirkuit DC , tetapi juga di sirkuit AC . Sebuah
rangkaian DC dengan tegangan input V dan beban resistansi R ditunjukkan pada Gambar
1.6.
Gambar 1.6 contoh sirkuit DC

1.3.5 Daya listrik


Daya listrik adalah tingkat waktu kerja yang dilakukan oleh Arus listrik.
Daya disimbolkan huruf P. Satuan pengukuran daya adalah watt (W).
Rumus mencari daya :
P = I2 x R = E2 / R = E x I .................................(1.5)

Catatan:
Persamaan di atas sama berlaku untuk sirkuit DC. Namun, dalam sirkuit
AC, daya selanjutnya diidentifikasi sebagai salah satu kekuatan yang efektif, daya
nyata (VI Cos ᵩ Watt) dan daya reaktif (VI Sin ᵩ V ars).
Sumber energi seperti tegangan listrik akan menghasilkan daya listrik
sedangkan beban yang terhubung dengannya akan menyerap daya listrik tersebut.
Dengan kata lain, daya listrik adalah tingkat konsumsi energi dalam sebuah sirkuit
atau rangkaian listrik. Kita mengambil contoh lampu pijar dan heater (pemanas),
Lampu pijar menyerap daya listrik yang diterimanya dan mengubahnya menjadi
cahaya sedangkan heater mengubah serapan daya listrik tersebut menjadi panas.
Semakin tinggi nilai watt-nya semakin tinggi pula daya listrik yang
dikonsumsinya.
Sedangkan berdasarkan konsep usaha, yang dimaksud dengan daya listrik
adalah besarnya usaha dalam memindahkan muatan per satuan waktu atau lebih
singkatnya adalah jumlah energi listrik yang digunakan tiap detik. Berdasarkan
definisi tersebut
1.3.6 Resistor
Resistor adalah komponen elektronika yang memang didesain memiliki
dua kutup yang nantinya dapat digunakan untuk menahan arus listrik apabila di
aliri tegangan listrik antara kedua kutub tersebut. Resistor biasanya banyak
digunakan sebagai bagian dari sirkuit elektronik. Tak cuma itu, komponen yang
satu ini juga yang paling sering digunakan di antara komponen lainnya. Resistor
adalah komponen yang terbuat dari bahan isolator yang didalamnya mengandung
nilai tertentu sesuai dengan nilai hambatan yang diinginkan.
Bentuk dari resistor sendiri saat ini ada bermacam-macam. Yang paling
umum dan sering di temukan di pasaran adalah berbentuk bulat panjang dan
terdapat beberapa lingkaran warna pada body resistor. Ada 4 lingkaran yang ada
pada body resistor. Lingkaran warna tersebut berfungsi untuk menunjukan nilai
hambatan dari resistor.

Gambar 1.7 Macam-Macam Jenis Resistor

Karakteristik utama resistor adalah resistansinya dan daya listrik yang


dapat dihantarkan. Sementara itu, karakteristik lainnya adalah koefisien suhu,
derau listrik (noise) dan induktansi. Resistor juga dapat kita integrasikan kedalam
sirkuit hibrida dan papan sirkuit, bahkan bisa juga menggunakan sirkuit terpadu.
Ukuran dan letak kaki resistor tergantung pada desain sirkuit itu sendiri, daya
resistor yang dihasilkan juga harus sesuai dengan kebutuhan agar rangkaian tidak
terbakar.
1.3.6.1 Fungsi Resistor
Fungsi resistor yang umumnya kita tahu itu adalah sebagai penghambat
arus listrik yg melewati sebuah rangkaian. Sedikit mengenai macam-macam
transistor. Bila dilihat berdasarkan nilainya, maka komponen ini bisa dibagi
menjadi tiga jenis. Pertama adalah Fixed Resistor, yaitu resistor yang memiliki
nilai hambatan tetap. Kedua adalah Variable Resistor, yaitu resistor yang
mempunyai nilai hambatan yang bisa berubah-ubah. Ketiga adalah Resistor Non
Linier, yaitu resistor yang disebabkan oleh pengaruh / faktor dari lingkungan
seperti cahaya atau suhu, akan membuat nilai hambatannya menjadi tidak linier.

1.3.6.2 Rangkaian Resistor Seri


Rangkaian resistor seri adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari 2 buah
atau lebih resistor yang disusun secara sejajar atau berbentuk seri. Dengan
Rangkaian seri ini kita bisa mendapatkan nilai resistor pengganti yang kita
inginkan.
Rumus dari Rangkaian Seri Resistor adalah :
Rtotal = R1 + R2 + R3 + ….. + Rn .............................. (1.6)

Dimana :
Rtotal = Total Nilai Resistor
R1 = Resistor ke-1
R2 = Resistor ke-2
R3 = Resistor ke-3
Rn = Resistor ke-n

Jumlah hambatan total rangkaian seri sama dengan jumlah hambatan tiap-
tiap komponen (resistor).
Berikut ini adalah gambar resistor bentuk rangkaian seri :

Gambar 1.8 Rangkaian Resistor Seri

1.3.6.3 Rangkaian Resistor Paralel


Rangkaian resistor paralel adalah sebuah rangkaian yang terdiri dari 2
buah atau lebih resistor yang disusun secara berderet atau berbentuk paralel. Sama
seperti dengan rangkaian seri, rangkaian paralel juga dapat digunakan untuk
mendapatkan nilai hambatan pengganti. Perhitungan rangkaian paralel sedikit
lebih rumit dari rangkaian seri.
Rumus dari Rangkaian Paralel Resistor adalah :
1/Rtotal = 1/R1 + 1/R2 + 1/R3 + ….. + 1/Rn .................... (1.7)

Dimana :
Rtotal = Total Nilai Resistor
R1 = Resistor ke-1
R2 = Resistor ke-2
R3 = Resistor ke-3
Rn = Resistor ke-n

Jumlah kebalikan hambatan total rangkaian paralel sama dengan jumlah


dari kebalikan hambatan tiap- tiap komponen (resistor).
Berikut ini adalah gambar resistor bentuk rangkaian paralel
Gambar 1.9 Rangkaian Resistor Paralel
1.4 Cara Kerja
1.4.1 Hukum OHM
1. Pasang board percobaan (hukum Ohm , No- 01) ke Board-mount

Gambar 1.10 Hukum OHM pada Percobaan

2. Jaga S1 dan S2 switch di board off.


3. Mengatur Catu daya ke 10V dan menghubungkan output ke terminal listrik
(+,-) dari papan.
4. Mengacu pada gambar 1.10 , menghubungkan ammeter ke tempat yang
dimitasikan "A", dan menghubungkan voltmeter ke tempat yang
dinotasikan " V ". voltmeter harus terbaca 10V.
5. Hidupkan saklar S1 ON untuk memasukkan 10 ohm resistor ke sirkuit.
Periksa pembacaan Ammeter. Buktikan bahwa hukum ohm adalah
terpenuhi.
6. Matikan S1 off dan hidupkan S2 l . Lihat apabila ammeter menunjukkan
nilai yang benar . Pembacaan saat ini harus 10V / 20 Ὠ = 0,5 A.
7. Matikan S2 off dan menghidupkan S1. Mengubah output DC setiap kali
untuk 2, 3, dan 5V dan pastikan saat mengikuti perubahan sesuai dengan
hukum ohm itu.
8. Sesuaikan tegangan input sehingga ammeter menunjukkan 1A.
menggunakan multimeter digital, mengukur tegangan yang meliputi
ammeter. Jelaskan pengukuran tegangan.
Catatan :
Pertimbangkan resistansi internal dari ammeter yang kira-kira 0,2 ohm.
Nilai ini termasuk hambatan shunt.
9. Hitung daya yang dikonsumsi dalam beban resistor 10 dan 20 ohm ketika
10V diterapkan di masing-masing beban resistor. Bandingkan hasil dengan
daya dihitung dari arus yang diukur pada setiap resistor. Pertimbangkan
persamaan berikut.
P = E2 / R = I2 R = E x I.............................(1.8)

1.4.2 Rangkaian Resistor Seri dan Paralel


1. Konfigurasi "Hukum Ohm" sebagaimana tercantum pada tabel di bawah.
Isi kolom "resistansi terukur" dengan nilai baru yang diperoleh dari
multimeter digital. Voltmeter dan ammeter di papan regular tidak perlu
digunakan.
Tabel 1.3 Pengukuran Resistansi
Saklar Jumper yang Resistor yang Yang terukur
diperlukan dihubungkan resistensi
S1 on Tidak ada R1 10 ohm
S1, S2 on Kedua ujung R3 R1, R2 paralel
S1, S2 on Jumper R1 dan (R2 + R3)
dihilangkan secara parallel

2. Buktikan pengukuran di atas dengan menghubungkan voltmeter dan


ammeter seperti yang ditunjukkan oleh garis putus-putus pada Gambar
1.10, dengan menggunakan hukum ohm dan nilai yang diukur dari
tegangan dan arus. Gunakan tegangan input 5V DC.

Tabel 1.4 Pengukuran Arus


Switch Jumper yang Resistor yang Arus yang akan
diperlukan dihubungkan diukur
S1,S2 on Kedua ujung R3 Dua10Ὠ secara
paralel
S1,S2 on Jumper dihilangkan 10dan20 ohm
secara paralel

Catatan:
Resistansi paralel Total harus diperoleh dari
5
𝑅𝑇 =
𝐼𝑇𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟
1.5 Data Hasil Percobaan
1.5.1 Pengukuran Nilai Arus S1 On dan S2 Off
Tabel 1.5 Hasil Pengukuran Nilai Arus S1 On dan S2 Off
Diketahui Pengukuran
Resistansi (Ω) Tegangan (V) Arus (A)
10 10 1
10 5 0,5
10 3 0,3
10 2 0,2

1.5.2 Pengukuran Nilai Arus S1 Off dan S2 On


Tabel 1.6 Hasil Pengukuran Nilai Arus Off dan S2 On
Diketahui Pengukuran
Resistansi (Ω) Tegangan (V) Arus (A)
20 10 0,5
20 5 0,25
20 3 0,15
20 2 0,10

1.5.3 Pengukuran Resistansi dari Rangkaian Seri dan Paralel


Tabel 1.7 Hasil Pengukuran Resistansi dari Rangkaian Paralel

Jumper yang Resistor


Saklar Resistor
Diperlukan Terukur (Ω)
S1 On, S2 Off Tidak ada R1 10
Kedua ujung
R1, R2 Paralel 5
R3
S1, S2 On
Jumper
R1 dan (R2 + R3) Paralel 7
dihilangkan

1.5.4 Pengukuran Arus dari Rangkaian Paralel Tegangan (Vin = 5 V)


Tabel 1.8 Hasil Pengukuran Arus dari Rangkaian Paralel Tegangan 5V

Jumper yang
Saklar Resistor Arus Terukur (A)
Diperlukan

R3 R1 dan R2 Paralel 0,95


S1, S2 On
Tidak Ada R1 dan (R2+R3) Paralel 0,75

1.5.5 Pengukuran Resistansi dari Rangkaian Seri


Tabel 1.9 Hasil Pengukuran Resistansi dari Rangkaian Seri

Jumper yang Titik Resistansi


Saklar Resistor
Diperlukan Pengukuran Terukur (Ω)

R3 R1 dan R2 Seri Terminal a-f 20


S1 On,
S2 Off
Tidak Ada R1, R2, R3 Seri Terminal a-f 30

1.5.6 Pengukuran Arus dari Rangkaian Seri Tegangan (Vin = 10 V)


Tabel 1.10 Hasil Pengukuran Arus dari Rangkaian Seri (Vin = 10 V)

Jumper yang Arus


Saklar Resistor
Diperlukan Terukur (A)

Kedua Ujung R3 R1 dan R2 Seri 0,5


S1 Off, S2 On
Tidak Ada R1, R2, R3 Seri 0,35
1.6 Analisa Data Hasil Percobaan
1.6.1 Pengukuran Nilai Arus S1 On dan S2 Off

Gambar 1.11 Rangkaian Pengganti Untuk Percobaan Nilai Arus S1 On dan S2 Off

A. Perhitungan Secara Teori


Sesuai dengan Hukum Ohm, untuk mencari besarnya nilai arus yang
mengalir pada rangkian dengan resistor 10 ohm dan parameter tegangan yang
berbeda, maka secara teori perhitungan besarnya nilai arus dapat dihitung sebagai
berikut. Berdasarkan data hasil pada tabel 1.5, secara teori nilai arus dapat
dihitung dengan persamaan 1.1.
1. Pengukuran nilai arus dengan nilai R = 10 Ω , V = 10 V
I = V/R = 10/10 = 1 A
2. Pengukuran nilai arus dengan nilai R = 10 Ω , V = 5 V
I = V/R = 5/10 = 0,5 A
3. Pengukuran nilai arus dengan nilai R = 10 Ω , V = 3 V
I = V/R = 3/10 = 0,3 A
4. Pengukuran nilai arus dengan nilai R = 10 Ω , V = 2 V
I = V/R = 2/10 = 0,2 A

Berdasarkan hasil perhitungan nilai arus yang didapat, dapat dibuatkan


tabel sebagai berikut.
Tabel 1.11 Hasil Perhitungan Arus S1 On dan S2 Off
Diketahui Perhitungan
Resistansi (Ω) Tegangan (V) Arus (A)
10 10 1
10 5 0,5
10 3 0,3
10 2 0,2

Berdasarkan tabel 1.11, dapat dihitung persentase kesalahan arus pada data
pengukuran dapat dihitung dengan persamaan dibawah.

1. Pada tegangan 10V


1−1
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0%
1
2. Pada tegangan 5V
0,5 − 0,5
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0%
0,5
3. Pada tegangan 3V
0,3 − 0,3
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0%
0,3
4. Pada tegangan 2V
0,2 − 0,2
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0%
0,2
Berdasarkan perhitungan persentase kesalahan tersebut, dapat dibuatkan
tabel perhitungan persentase kesalahan sebagai berikut.
Tabel 1.12 Perhitungan Persentase Kesalahan Arus S1 On dan S2 Off
Pengukuran Perhitungan
Diketahui Dicari Diketahui Dicari Persentase
Resistansi Tegangan Arus Resistansi Tegangan Arus Kesalahan
(Ω) (V) (A) (Ω) (V) (A)
10 10 1 10 10 1 0%
10 5 0,5 10 5 0,5 0%
10 3 0,3 10 3 0,3 0%
10 2 0,2 10 2 0,2 0%

B. Analisa Grafik

Gambar 1.12 Grafik Perbandingan Arus Secara Teori dan Pengukuran S1 On dan S2 Off
Berdasarkan pada gambar 1.12 yaitu grafik perbandingan arus secara teori
dan pengukuran S1 on dan S2 off dengan resistor 10 ohm dapat dilihat bahwa garis
yang berwarna merah merupakan perhitungan secara teori dan garis yang
berwarna biru merupakan hasil pengukuran. Terlihat pada grafik perbandingan
arus secara teori dan pengukuran S1 on dan S2 off dengan resistor 10 Ω ini terdapat
perbedaan yang tidak terlalu signifikan yang dapat dilihat pada perhitungan
persentase kesalahan antara hasil pengukuran dengan hasil perhitungan secara
teori. Dari hasil pengukuran dan perhitungan secara teori, perentase kesalahan
yang di dapat pada tegangan 10 V adalah 0%, tegangan 5 V adalah 0% tagangan
3 V adalah 0%, dan tegangan 2 V adalah 0%. Hal ini membuktikan bahwa alat
ukur yang digunakan saat percobaan sudah presisi serta cara pengukuran arus
yang dilakukan sudah sesuai dengan teori, dimana untuk pengukuran arus
amperemeter dipasang seri dengan alat listrik yang akan di ukur. Terminal positif
dari amperemeter di hubungkan dengan kutub positif dari sumber arus listrik.
Pada gambar 1.12 dapat dilihat hubungan Hukum Ohm, dimana arus berbanding
lurus dengan tegangan dan berbanding terbalik dengan hambatan. Dengan nilai
resistor yang konstan, semakin besar nilai tegangan maka nilai arus pun semakin
besar sehingga di dapat grafik berbanding lurus. Jadi percobaan yang dilakukan
sudah sesuai dengan teori.

1.6.2 Pengukuran Nilai Arus S1 Off dan S2 On

S2

Gambar 1.13 Rangkaian Pengganti Untuk Percobaan Nilai Arus S1 Off dan S2 On
A. Perhitungan Secara Teori
Berdasarkan data hasil pada tabel 1.6, secara teori nilai arus dapat dihitung
dengan persamaan 1.1.
1. Pengukuran nilai arus dengan R = 20 Ω , V = 10 V
I = V/R = 10/20 = 0,5 A
2. Pengukuran nilai arus dengan R = 20 Ω , V = 5 V
I = V/R = 5/20 = 0,25 A

3. Pengukuran nilai arus dengan R = 20 Ω , V = 3 V


I = V/R = 3/20 = 0,15 A
4. Pengukuran nilai arus dengan R = 20 Ω , V = 2 V
I = V/R = 2/20 = 0,1 A

Berdasarkan hasil pengukuran yang ada pada tebel 1.6 dan hasil
perhitungan yang ada, dapat dibuatkan tabel perbandingan sebagai berikut.
Tabel 1.13 Hasil Pengukuran dan Perhitungan Arus S1 Off dan S2 On
Diketahui Pengukuran
Resistansi (Ω) Tegangan (V) Arus (A)
20 10 0,5
20 5 0,25
20 3 0,15
20 2 0,10

Berdasarkan tabel 1.13, Perhitiungan persentase kesalahan dari


pengukuran arus dengan R = 20 Ω dengan kondisis S1 off dan S2 on dapat dihitung
sebagai berikut.

1. Pada tegangan 10V


0,5 − 0,5
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0%
0,5
2. Pada tegangan 5V
0,25 − 0,25
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0%
0,25
3. Pada tegangan 3V
0,15 − 0,15
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0%
0,15
4. Pada tegangan 2V
0,1 − 0,1
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0%
0,1

Berdasarkan perhitungan persentase kesalahan, maka dapat dibuatkan


tabel perhitungan persentase kesalahan sebagai berikut :
Tabel 1.14 Perhitungan Persentase Kesalahan Arus S1 Off dan S2 On
Pengukuran Perhitungan
Persentase
Diketahui Dicari Diketahui Dicari
Resistansi Tegangan Arus Resistansi Tegangan Arus Kesalahan
(Ω) (V) (A) (Ω) (V) (A)
20 10 0,5 20 10 0,5 0%

20 5 0,25 20 5 0,25 0%

20 3 0,15 20 3 0,15 0%

20 2 0,1 20 2 0,1 0%

B. Analisa Grafik
Gambar 1.14 Grafik Perbandingan Arus Secara Teori dan Pengukuran S1 Off dan S2 On

Berdasarkan gambar 1.14 yaitu grafik perbandingan arus secara teori dan
pengukuran S1 off dan S2 on dengan resistor 20 ohm dapat dilihat bahwa garis
yang berwarna merah merupakan perhitungan secara teori dan garis yang
berwarna biru merupakan hasil pengukuran. Pada gambar 1.14 terlihat bahwa
perbandingan nilai arus secara teori dan pengukuran tidak ada perbedaan yang
dapat dilihat dari persentase kesalahan. Dari hasil pengukuran dan perhitungan
secara teori, perentase kesalahan yang di dapat pada tegangan 10 V adalah 0%,
tegangan 5 V adalah 0 % tagangan 3 V adalah 0%, dan tegangan 2 V adalah 0%.
Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur yang digunakan saat percobaan sudah
presisi serta cara pengukuran arus yang dilakuakn sudah sesuai dengan teori,
dimana untuk pengukuran arus amperemeter dipasang seri dengan alat listrik yang
akan di ukur. Terminal positif dari amperemeter di hubungkan dengan kutub
positif dari sumber arus listrik.
Pada gambar 1.14 dapat dilihat hubungan Hukum Ohm, dimana arus
berbanding lurus dengan tegangan dan berbanding terbalik dengan hambatan.
Dengan nilai resistor yang konstan, semakiin besar nilai tegangan maka nilai arus
pun semakin besar sehingga di dapat grafik berbanding lurus. Jadi percobaan yang
dilakukan sudah sesuai dengan teori.
1.6.3 Pengukuran Resistansi dari Rangkaian Seri dan Paralel

Gambar 1.15 Rangkaian Pengganti Untuk Pengukuran Resistansi dari Rangkaian Paralel

Tabel 1.15 Hasil Pengukuran Resistansi dari Rangkaian Paralel

Jumper yang Resistor


Saklar Resistor
Diperlukan Terukur (Ω)
S1 On, S2 Off Tidak ada R1 10
Kedua ujung
R1, R2 Paralel 5
R3
S1, S2 On
Jumper
R1 dan (R2 + R3) Paralel 7
dihilangkan
A. Perhitungan Secara Teori
1. Untuk R1
Pada percobaan ini, ditentukan besarnya nilai R1 pada rangkaian
adalah 10 Ω.
2. Untuk R1 dan R2 Paralel
Diketahui R1 dan R2 paralel dengan nilai R1 adalah 10 Ω dan R2 adalah
10 Ω. Jadi untuk mencari Rtotal dapat dihitung dengan persamaan
berikut.

1 1 1
= +
𝑅𝑡𝑜𝑡 𝑅1 𝑅2
10
𝑅𝑡𝑜𝑡 = = 5Ω
2

3. Untuk R1 dan (R2 + R3) Paralel


Diketahui besarnya nilai R1 adalah 10 Ω, nilai R2 adalah 10 Ω dan nilai
R3 adalah 10 Ω. untuk mencari Rtotal pada R2 + R3 seri dapat dihitung
dengan persamaan sebagai berikut.
𝑅2,3 = 𝑅2 + 𝑅3
= 10 + 10
= 20 Ω

Sehingga perhitungan Rtotal menggunakan persamaan sebagai berikut.

1 1 1
= +
𝑅𝑡𝑜𝑡 𝑅1 𝑅2,3
1 1
= +
10 20
2+1 3
= =
20 20
20
𝑅𝑡𝑜𝑡 = = 6,67 Ω
3

Berdasarkan hasil perhitungan nilai resistansi pada rangkaian paralel


secara teori dapat dibuatkan tabel sebagai berikut.
Tabel 1.16 Hasil Pengukuran Resistansi Dari Rangkaian Paralel Secara Teori

Jumper yang Resistansi


Saklar Resistor
Diperlukan Perhitungan (Ω)
S1 On, S2 Off Tidak ada R1 10

Kedua ujung R3 R1, R2 Paralel 5


S1, S2 On
Jumper R1 dan (R2+R3)
6,67
dihilangkan Paralel
Berdasarkan perhitungan nilai resistansi, dapat dibuat tabel perbandingan
nilai resistansi pada rangkaian seri dan paralel hasil pengukuran dengan teori
sebagai berikut.
Tabel 1.17 Perbandingan Resistansi pada Rangkaian Paralel Hasil Pengukuran dan Teori

Resistansi yang Diukur


Jumper yang (Ω)
Saklar Resistor
Diperlukan
Pengukuran Teori

S1 On, S2 Off Tidak ada R1 10 10


Kedua ujung
R1, R2 Paralel 5 5
R3
S1, S2 On
Jumper R1 dan
7 6,67
dihilangkan (R2+R3) Paralel

Berdasarkan perbandingan antara teori dan pengukuran maka dapat


dihitungan persentase kesalahan dari pengukuran resistansi pada rangkaian paralel
untuk Vin = 5V dapat dihitung dengan persamaan berikut.
1. Perhitungan persentase kesalahan R1
10 − 10
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0 %
10
2. Perhitungan persentase kesalahn R1 dan R2 Paralel
5−5
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0 %
5

3. Perhitungan persentase kesalahan R1 dan (R2 + R3) Paralel


6,67 − 7
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 4,94 %
6.67

Berdasarkan perhitungan besarnya persentase kesalahan pengukuran


resistansi pada rangkaian seri dan paralel dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.18 Persentase Kesalahan Pengukuran Resistansi pada Rangkaian Seri dan Paralel

Resistansi Terukur (Ω) Persentase


Jumper yang
Saklar Resistor Kesalahan
Diperlukan
Pengukuran Teori (%)
S1 On,
Tidak ada R1 10 10 0%
S2 Off
Kedua ujung R1, R2
5 5 0%
R3 Paralel
S1, S2
R1 dan
On Jumper
(R2+R3) 7 6,67 4,94 %
dihilangkan
Paralel

B. Analisa Grafik

Gambar 1.16 Grafik Perbandingan Resistansi Hasil Pengukuran dan Teori

Berdasarkan gambar 1.16 yaitu grafik pengukuran resistansi pada


rangkaian seri dan paralel dapat dilihat bahwa garis yang berwarna biru
merupakan hasil perhitungan secara teori dan garis putus-putus yang berwarna
merah merupakan hasil pengukuran. Terlihat pada grafik pengukuran resistansi
pada rangkaian seri dan paralel tidak ada perbedaan antara hasil pengukuran
dengan hasil perhitungan secara teori pada kondisi R1 (S1 On, S2 Off) dan kondisi
R1, R2 Paralel (S1 dan S2 On), namun pada kondisi R1 dan (R2+R3) Paralel (S1 Off,
S2 On) terdapat perbedaan. Hal ini dapat dilihat pada persentase kesalahan antara
hasil pengukuran dengan hasil perhitungan secara teori. Berdasarkan hasil
perhitungan secara teori maupun hasil pengukuran terdapat perbedaan hasil yang
tidak terlalu signifikan. Pada kondisi R1 (S1 On, S2 Off) persentase kesalahan
sebesar 0 % dan pada kondisi R1, R2 Paralel (S1 dan S2 On) persentase kesalahan
sebesar 0 %, sedangkan perbedaan hasil antara teori maupun pengukuran terjadi
pada kondisi R1 dan (R2+R3) Paralel (S1 Off, S2 On) dengan persentase kesalahan
sebesar 4,94 %. Hal ini terjadi karena panasnya alat saat praktikum, maupun alat
ukur yang kurang di kalibrasi saat melakukan pengukuran.

1.6.4 Pengukuran Arus dari Rangkaian Paralel dengan Vin = 5V

Gambar 1.17 Rangkaian Pengganti Untuk Pengukuran Rangkaian Paralel (Vin = 5V)

A. Perhitungan Secara Teori


Secara teori, perhitungan nilai arus yang mengalir pada rangkaian paralel
dengan tegangan input sebesar 5 Volt dapat dihitung dengan persamaan berikut.
1. Untuk R1 dan R2 Paralel, dengan V = 5V
1 1 1 2
= + =
𝑅𝑡𝑜𝑡 10 10 10
10
𝑅𝑡𝑜𝑡 = =5Ω
2
5
I= = 1A
5
2. Untuk R1 dan (R2 + R3) Paralel, dengan V = 5V
𝑅𝑠𝑒𝑟𝑖 = 𝑅2 + 𝑅3 = 20 𝛺
1 1 1
= +
𝑅𝑡𝑜𝑡 𝑅1 𝑅2 + 𝑅3
1 1 1 2 1 3
= + = + =
𝑅𝑡𝑜𝑡 10 20 20 20 20
20
Rtot = = 6,67 Ω
3
V 5V
I= = = 0,75 A
R 6,67 Ω
Berdasarkan hasil perhitungan nilai resistansi pada rangkaian paralel
secara teori dapat dibuatkan grafik sebagai berikut.
Tabel 1.19 Hasil Perhitungan Nilai Arus pada Rangkaian Paralel secara Teori dengan Vin = 5V

Jumper yang Arus secara Teori


Saklar Resistor
Diperlukan (A)
R3 R1 dan R2 Paralel 1
S1, S2 On
Tidak Ada R1 dan (R2+R3) Paralel 0,75

Perbandingan nilai arus pada rangkaian paralel hasil pengukuran dengan


teori untuk Vin = 5V dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.20 Perbandingan Nilai Arus pada Rangkaian Paralel Secara Teori dan Pengukuran dengan
Vin = 5V

Arus yang Terukur (A)


Jumper yang
Saklar Resistor
Diperlukan
Pengukuran Perhitungan

R3 R1 dan R2 Paralel 0,95 1


S1, S2 On
R1 dan (R2+R3)
Tidak Ada 0,75 0,75
Paralel

Berdasarkan tabel diatas perhitungan persentase kesalahan dari


pengukuran arus pada rangkaian paralel untuk Vin = 5V dapat dihitung dengan
persamaan Berikut ini.
1. R1 dan R2 Paralel
1 − 0,95
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 5 %
1

2. R1 dan (R2 + R3) Paralel


0,75 − 0,75
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0 %
0,75
Besarnya persentase kesalahan pengukuran arus pada rangkaian paralel
untuk Vin = 5V dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.21 Persentase Kesalahan Pengukuran Arus pada Rangkaian Paralel untuk Vin = 5V

Arus yang Terukur (A) Persentase


Jumper yang
Saklar Resistor Kesalahan
Diperlukan
Pengukuran Teori (%)
R1 dan R2
R3 0,95 1 5%
Paralel
S1, S2
On R1 dan
Tidak Ada (R2+R3) 0,75 0,75 0%
Paralel

B. Analisa Grafik

Gambar 1.18 Grafik Perbandingan Arus pada Vin = 5V Hasil Pengukuran dan Secara Teori
Rangkaian Paralel

Berdasarkan gambar 1.18 yaitu grafik perbandingan arus pada Vin = 5V antara
hasil pengukuran dengan hasil perhitungan secara teori dapat dilihat bahwa garis yang
berwarna biru merupakan hasil perhitungan secara teori dan garis yang berwarna merah
merupakan hasil pengukuran. Terlihat pada grafik tersebut pengukuran arus saat
praktikum kurang tepat, sehingga terdapat perbedaan antara hasil pengukuran dan hasil
perhitungan secara teori yaitu pada kondisi R1 dan R2 Paralel (S1 dan S2 On), begitupun
pada kondisi R1 dan (R2+R3) Paralel (S1 dan S2 On). Dimana dapat dilihat pada persentase
kesalahan antara hasil pengukuran dengan hasil perhitungan secara teori. Berdasarkan
perbandingan hasil perhitungan secara teori maupun hasil pengukuran persentase
kesalahan pada kondisi R1 dan R2 Paralel (S1 dan S2 On) sebesar 5%. Sedangkan pada
kondisi R1 dan (R2+R3) Paralel (S1 dan S2 On) persentase kesalahan sebesar 0%. Hal ini
terjadi karena panasnya alat saat praktikum, kurang presisinya alat ukur yang digunakan
maupun terjadi karena kurang telitinya praktikan saat melakukan penaksiran hasil
pengukuran.
Sesuai hukum ohm, dimana besarnya arus berbanding lurus dengan
tegangan dan berbanding terbalik dengan resistansi maka semakin kecil resistansi,
semakin besar arus yang mengalir. Hal ini dapat dilihat pada kondisi 1 untuk R1
dan R2 Paralel (S1 dan S2 On) yang menghasilkan resistansi 5 ohm. Arus yang
mengalir pada resistansi tersebut secara teori sebesar 1 A dan secara pengukuran
sebesar 0,95 A. Sedangkan untuk R1 dan (R2+R3) Paralel (S1 dan S2 On) yang
menghasilkan resistansi 6,67 ohm, arus yang mengalir secara teori adalah 0,75 A
dan secara praktik adalah 0,75 A. Dapat dilihat pada gambar 1.18, hubungan
tersebut menghasilkan grafik menurun.

1.6.5 Pengukuran Resistansi pada Rangkaian Seri

Gambar 1.19 Rangkaian Pengganti Untuk Pengukuran Resistansi dari Rangkaian Seri

A. Perhitungan Secara Teori


Perhitungan nilai resistansi pada rangakaian seri adalah sebagai berikut.
1. R1 dan R2 Seri
Untuk perhitungan R1 dan R2 menjadi seri, maka terminal yang
digunakan sebagai resistan meter adalah terminal a dan f, maka yang
diserikan hanya R1 dan R2, dengan menggunakan persamaan berikut.
𝑅1,2 = 𝑅1 + 𝑅2
= 10 + 10
= 20 Ω

2. R1, R2 dan R3 Seri


Untuk perhitungan R1, R2 dan R3 menjadi seri, maka terminal yang
digunakan sebagai resistan meter adalah terminal a dan f, maka yang
diserikan hanya R1, R2 dan R3, dengan menggunakan persamaan berikut.
𝑅1,2,3 = 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3
= 10 + 10 + 10
= 30 Ω

Berdasarkan hasil perhitungan nilai resistansi pada rangkaian seri dengan


secara teori dapat dapat dibuatkan tabel sebagai berikut.

Tabel 1.22 Hasil Perhitungan Resistansi pada Rangkaian Seri secara Teori

Jumper yang Resistor yang Titik Resistansi


Saklar
Diperlukan Dihubungkan Pengukuran secara teori (Ω)

R3 R1 dan R2 Seri Terminal a-f 20


S1 On,
S2 Off
Tidak Ada R1, R2, R3 Seri Terminal a-f 30

Berdasarkan tabel diatas, perbandingan nilai resistansi pada rangkaian seri


hasil pengukuran dengan teori untuk dapat dibuatkan tabel sebagai berikut.
Tabel 1.23 Perbandingan Resistansi pada Rangkaian Seri Hasil Pengukuran dan Teori
Jumper Resistansi (Ω)
Resistor yang Titik
Saklar yang
Dihubungkan Pengukuran
Diperlukan Pengukuran Teori

R3 R1 dan R2 Seri Terminal a-f 20 20


S1 On,
S2 Off
Tidak Ada R1, R2, R3 seri Terminal a-f 30 30

Berdasarkan tabel 1.23 perhitungan persentase kesalahan dari pengukuran


resistansi pada rangkaian seri dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut.
1. Untuk R1 dan R2 Seri
20 − 20
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0 %
20

2. Untuk R1, R2, dan R3 Seri


30 − 30
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0 %
30

Berdasarkan perhitungan resistansi rangkaian seri, besarnya persentase


kesalahan pengukuran resistansi pada rangkaian seri dapat dapat dibuatkan tabel
sebagai berikut.
Tabel 1.24 Persentase Kesalahan Pengukuran Resistansi pada Rangkaian Seri

Resistansi (Ω) Persentase


Titik
Saklar Jumper Resistor Kesalahan
Pengukuran
Pengukuran Teori (%)

R1
Terminal
R3 dan R2 20 20 0%
a-f
S1 On, Seri
S2 Off R1, R2
Tidak Terminal
dan 30 30 0%
Ada a-f
R3 seri

B. Analisa Grafik
Gambar 1.19 Resistansi Hasil Pengukuran dan Resistansi Secara Teori pada Rangkain Seri

Berdasarkan gambar 1.19 yaitu grafik perbandingan resistansi hasil


perhitungan secara teori dengan hasil pengukuran dapat dilihat bahwa garis yang
berwarna biru merupakan hasil perhitungan secara teori sedangkan garis berwarna
merah merupakan hasil pengukuran. Dimana pada grafik terlihat bahwa hasil
perhitungan secara teori dengan hasil pengukuran tidak terdapat perbedaan antara
hasil pengukuran dan teori. Berdasarkan perbandingan hasil perhitungan secara
teori maupun hasil pengukuran persentase kesalahan pada kondisi R1 dan R2 Seri
(S1 On dan S2 Off) terdapat persentase kesalahan sebesar 0 % dan pada kondisi R1,
R2 dan R3 seri (S1 On dan S2 Off) terdapat persentase kesalahan sebesar 0 %.
1.6.6 Pengukuran Arus dari Rangkaian Seri Tegangan (Vin = 10 V)

Gambar 1.20 Rangkaian Pengganti Untuk Pengukuran Arus pada Rangkaian Seri (Vin= 10 V)

A. Perhitungan Secara Teori


Perhitungan nilai arus pada rangakaian seri dengan Vin = 10V adalah
sebagai berikut :
1. R1 dan R2 Seri
Untuk perhitungan R1 dan R2 menjadi seri, maka terminal yang
digunakan sebagai resistan meter adalah terminal a dan f. Maka yang
diserikan hanya R1 dan R2, dapat dihitung dengan persamaan berikut.
𝑅1,2 = 𝑅1 + 𝑅2
= 10 + 10 = 20 Ω
𝑉
𝐼=
𝑅
10
𝐼= = 0,5 A
20

2. R1, R2 dan R3 Seri


Untuk perhitungan R1, R2 dan R3 menjadi seri, maka terminal yang
digunakan sebagai resistan meter adalah terminal a dan f, Maka yang
diseri-kan hanya R1, R2 dan R3, dapat dihitung sebagai berikut.
𝑅1,2,3 = 𝑅1 + 𝑅2 + 𝑅3
= 10 + 10 + 10 = 30 𝛺
𝑉 10
𝐼= = = 0,33 A
𝑅 30

Berdasarkan hasil perhitungan nilai arus pada rangkaian seri dengan Vin =
10V secara teori dapat dapat dibuatkan tabel sebagai berikut.
Tabel 1.25 Hasil Pengukuran Arus dari Rangkaian Seri Tegangan (Vin = 10 V) Secara Teori

Jumper yang
Saklar Resistor Arus Teori (A)
Diperlukan

Kedua Ujung R3 R1 dan R2 Seri 0,5


S1 Off,
S2 On
Tidak Ada R1, R2, R3 Seri 0,33

Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan, perbandingan nilai arus


pada rangkaian seri hasil pengukuran dengan teori untuk Vin = 10V dapat
dibuatkan tabel sebagai berikut.
Tabel 1.26 Hasil Pengukuran Arus dari Rangkaian Seri (Vin = 10 V)
Jumper yang Arus Terukur (A)
Saklar Resistor
Diperlukan
Percobaan Teori

Kedua Ujung R3 R1 dan R2 Seri 0,5 0,5


S1 Off,
S2 On
Tidak Ada R1, R2, R3 Seri 0,35 0,33

Berdasarkan tabel 1.26 perhitungan persentase kesalahan dari pengukuran


arus pada rangkaian seri untuk Vin = 10V dapat dihitung dengan persamaan
sebagai berikut.
1. Untuk R1 dan R2 Seri
0,5 − 0,5
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 0 %
0,5

2. Untuk R1, R2, dan R3 Seri


0,33 − 0,35
% 𝐾𝑒𝑠𝑎𝑙𝑎ℎ𝑎𝑛 = | | × 100% = 6 %
0,33

Berdasarkan perhitungan persentase kesalahan, besarnya persentase


kesalahan pengukuran arus pada rangkaian seri untuk Vin = 10 V dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 1.27 Hasil Pengukuran Arus dari Rangkaian Seri (Vin = 10 V)

Arus Terukur (A) Persentase


Jumper yang
Saklar Resistor Kesalahan
Diperlukan
Percobaan Teori (%)
Kedua Ujung
R1 dan R2 Seri 0,5 0,5 0%
S1 Off, R3
S2 On
Tidak Ada R1, R2, R3 Seri 0,35 0,33 6%

B. Analisa Grafik
Gambar 1.21 Pengukuran Arus dari Rangkaian Seri Tegangna (Vin = 10 V)

Berdasarkan gambar 1.21 yaitu perbandingan arus pada Vin = 10V secara
teori dan hasil pengukuran dapat dilihat bahwa garis berwarna biru merupakan
hasil perhitungan secara teori dan garis yang berwarna merah merupakan hasil
pengukuran. Terlihat pada grafik tersebut terdapat perbedaan antara hasil
perhitungan secara teori dengan hasil pengukuran. Berdasarkan hasil perhitungan
secara teori maupun hasil pengukuran terdapat perbedaan, dimana pada kondisi 1
untuk R1 dan R2 seri (S1 Off, S2 On) terdapat persentase kesalahan 0 % dan pada
kondisi 2 untuk R1, R2 dan R3 seri (S1 Off, S2 On) memiliki persentase kesalahan 6
%. Hal ini terjadi karena panasnya alat saat praktikum, kurang presisinya alat ukur
yang digunakan maupun terjadi karena kurang telitinya praktikan saat melakukan
penaksiran hasil pengukuran. Pada persentase kesalahan 0 %, menunjukkan
bahwa alat ukur yang digunakan saat percobaan sudah presisi serta cara
pengukuran arus yang dilakukan sudah sesuai dengan teori, dimana untuk
pengukuran arus amperemeter dipasang seri dengan alat listrik yang akan di ukur.
Terminal positif dari amperemeter di hubungkan dengan kutub positif dari sumber
arus listrik, sehingga hasil percobaan sudah sesuai dengan teori.
1.7 Kesimpulan
Berdasarkan data hasil percobaan serta analisa data tersebut, dapat
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :
1. Data arus listrik yang di peroleh dari hasil percobaan belum sesuai dengan
perhitungan teori untuk saklar 1 On. Namun untuk saklar 2 On hasil
percobaannya sudah sesuai dengan hasil perhitungan teori. Untuk
kesalahan pada saklar 1 On, hal ini dapat dikarenakan mungkin akibat
kesalahan praktikan atau kerusakan pada alat ukur.
2. Data yang di peroleh melalui hasil pengukuran sudah sesuai dengan
penerapan hukum Ohm. Dimana pada hukum Ohm, besarnya arus listrik
yang mengalir pada suatu rangkaian berbanding lurus dengan tegangan
atau beda potensial pada rangkain tersebut. Hal tersebut dilihat pada
grafik, saat besarnya tegangan meningkat maka besarnya arus juga ikut
meningkat.
3. Dalam pengukuran hasil perhitungan secara teori maupun hasil
pengukuran terdapat perbedaan hasil yang tidak terlalu signifikan.
Perbedaan hasil antara teori maupun pengukuran ini disebabkan karena
kurang presisinya alat ukur yang digunakan, kurang dikalibrasi dan
kurangnya ketelitian praktikan pada saat praktikum.

SYNTAX MATLAB PERCOBAAN 1


EKSPERIMEN 1

1. Pengukuran Nilai Arus S1 On dan S2 Off dengan R = 10 Ω


clc, clear all, close all;
Y = [0.2 0.2; 0.3 0.3; 0.5 0.5; 1 1];
X = [2 3 5 10];
bar(X,Y);
set(gca,'xtick', [2 3 5 10]);
set(gca,'ytick', [0.2 0.3 0.5 1]);
axis ([1.2 11 0 1.1]);
legend ('Biru = Berdasarkan Pengukuran','Merah =
Berdasarkan Teori');
title ({'Grafik Perbandingan Arus Teori dan
Pengukuran'
'I Ketut Adi Junantara-1705541116'});
xlabel ('Tegangan (V)');
ylabel ('Arus (I) (A)');
grid on;

2. Pengukuran Nilai Arus S1 Off dan S2 On dengan R = 20 Ω

clc, clear all, close all;


Y = [0.1 0.1; 0.15 0.15; 0.25 0.25; 0.5 0.5];
X = [2 3 5 10];
bar(X,Y);
set(gca,'xtick', [2 3 5 10]);
set(gca,'ytick', [0.1 0.15 0.25 0.5]);
axis ([1.2 11 0 0.6]);
legend ('Biru = Berdasarkan Pengukuran','Merah =
Berdasarkan Teori');
title ({'Grafik Perbandingan Arus dan Tegangan'
'I Ketut Adi Junantara-1705541116'});
xlabel ('Tegangan (V)');
ylabel ('Arus (I)(A)');
grid on;

3. Pengukuran Resistansi dari Rangkaian Seri dan Paralel


clc, clear all, close all;
A = [10 10; 5 5; 6.67 7];
H = bar (A);
set(gca,'xtick', [1 2 3]);
set(gca,'ytick', [5 6.67 7 10]);
axis([0 4 4 11]);
legend('R total hasil teori','R total hasil
pengukuran');
title({'Pengukuran Resistansi pada Rangkaian Seri
dan Paralel'
'I Ketut Adi Junantara-1705541116'});
xlabel('Kondisi Resistor')
ylabel('Resistansi (Ohm)');
grid on;

4. Pengukuran Arus dari Rangkaian Paralel Tegangan (Vin = 5 V)

clc, clear all, close all;


A = [1 0.95; 0.75 0.75];
H = bar (A);
set(gca,'xtick', [1 2]);
set(gca,'ytick', [0.75 0.75 0.95 1]);
axis([0.5 2.5 0.60 1.05]);
legend('Arus (I) hasil perhitungan secara
teori','Arus (I) hasil pengukuran');
title({'Perbandingan Pengukuran Arus pada Vin = 5V
Secara Teori dan Pengukuran'
'I Ketut Adi Junantara-1705541116'});
xlabel('Kondisi Resistor')
ylabel('Arus (Ampere)');
grid on;

5. Pengukuran Resistansi dari Rangkaian Seri


clc, clear all, close all;
A = [20 20; 30 30];
H = bar (A);
set(gca,'xtick', [1 2]);
set(gca,'ytick', [20 20 30 30]);
axis([0.5 2.5 15 32]);
legend('R total hasil perhitungan secara teori','R
total hasil pengukuran');
title({'Perbandingan Resistansi Hasil Pengukuran
dan Perhitungan pada Rangkaian Seri'
'I Ketut Adi Junantara-1705541116'});
xlabel('Kondisi Resistor (R)')
ylabel('Resistansi (Ohm)');
grid on;

6. Pengukuran Arus dari Rangkaian Seri (Vin = 10 V)

clc, clear all, close all;


A = [0.5 0.5; 0.33 0.35];
H = bar (A);
set(gca,'xtick', [1 2]);
set(gca,'ytick', [0.33 0.35 0.5]);
axis([0 3 0.2 0.6]);
legend('Arus (I) hasil perhitungan secara
teori','Arus (I) hasil pengukuran');
title({'Perbandingan Pengukuran Arus pada Vin = 10V
Secara Teori dan Pengukuran'
'I Ketut Adi Junantara-1705541116'});
xlabel('Kondisi Resistor (R)')
ylabel('Arus (Ampere)');
grid on;
1.8 Daftar Referensi Buku

Suprianto, 10 Oktober 2010. “Pengertian, Rumus, dan Bunyi Hukum Ohm”


http://blog.unnes.ac.id/antosupri/pengertian-rumus-dan-bunyi-hukum-ohm/
(Diakses pada tanggal 25 November 2018)

Didi, 4 April 2016. “Komponen Dasar Elektronika”


http://duniaelektronikaa.blogspot.com/2016/04/komponen-dasar-elektronika.html
(diakses pada tanggal 1 Desember 2018)

Anda mungkin juga menyukai