Anda di halaman 1dari 39

PERCOBAAN II

PENGOLAHAN DIGITAL SINYAL WAKTU KONTINYU

2.1 Tujuan
1. Mempelajari hubungan dalam domain waktu antara sinyal waktu kontinyu
xa(t) dan sinyal waktu diskrit x[1] yang dibangkitkan oleh sampling
periodik xa(t).
2. Menginvestigasi hubungan antara frekuensi sinyal sinusoidal xa(t) dengan
perioda sampling.
3. Menginvestigasi hubungan antara Continuous Time Fourier Transform
(CTFT) pada sinya waktu kontinyu band terbatas (limited) dan Discrete
Time Fourier Transform (DTFT) dari sinyal diskrit.
4. Mendesain Filter Low-pass Analog.

2.2 Peralatan
1. Program MATLAB 2012 ke atas.
2. PC atau Laptop.

2.3 Dasar Teori


2.3.1 Pengolahan Sinyal
Pengolahan sinyal adalah suatu operasi matematik yang dilakukan
terhadap suatu sinyal sehingga diperoleh informasi yang berguna. Dalam hal ini
terjadi suatu transformasi. Pengolahan sinyal analog memanfaatkan komponen-
komponen analog, misalnya dioda, transistor, op-amp dan lainnya. Pengolahan
sinyal secara digital menggunakan komponen - komponen digital, register,
counter, dekoder, summuninh, mikrokontroler, dan lainya. Secara umum,
Pemrosesan sinyal merupakan oprerasi yang dirancang untuk mengekstrak,
meningkatkan, menyimpan dan mengirimkan informasi yang bermanfaat.
Pengolahan sinyal secara umum dipetakan menjadi dua macam yaitu
pengolahan sinyal analog dan pengolahan sinyal digital.
2.3.2 Pengolahan Sinyal Digital
Pengolahan Sinyal Digital adalah Pemrosesan sinyal yang mempunyai
kaitan dengan penyajian dan perubahan bentuk dan manipulasi dari sisinya dan
informasi dalam bentuk digital. Namun, secara umum pengolajan sinyal
merupakan operasi yang dirancang untuk meng-ekstrak, meningkatkan,
menyimpan, dan mengirimkan informasi yang bermanfaat.

Input ADC DAC Output


Sinyal • Sampling • Dequatizing Sinyal
Analog • Quatizing • Decoding Analog
• Coding

Gambar 2.1 Proses/Pengolahan Sinyal ADC dan DAC

Pemrosesan sinyal digital dapat dilakukan terhadap sinyal Analog


maupun Sinyal Digital. Blok ADC mengubah sinyal analog menjadi digital
sedangkan blok DAC mengubah sinyal digital menjadi sinyal Analog. Proses
pengolahan sinyal secara digital memiliki bentuk sedikit berbeda. Komponen
utama sistem ini berupa sebuah processor digital yang mampu bekerja apabila
inputnya berupa sinyal digital. Untuk sebuah input berupa sinyal analog perlu
proses awal bernama digitalisasi melalui perangkat yang bernama analog-to-
digital converter (ADC), dimana sinyal analog harus melalui proses sampling,
quantizing dan coding. Demikian juga output dari processor digital harus melalui
peragkat digital-toanalog converter (DAC) agar outputnya kembali menjadi
bentuk analog. Ini bisa kita amati pada perangkat seperti PC, digital sound system,
dsb.

2.3.3 Sinyal Waktu Kontinyu


Sinyal kontinyu mempunyai puncak positif dan puncak negatif dimana
karakteristik dari sinyal tersebut akan berubah-ubah sesuai dengan informasi yang
dibawanya. Suatu sinyal x(t) dikatakan sebagai sinyal waktu kontinyu atau sinyal
analog ketika memiliki nilai riil pada keseluruhan rentang waktu t yang
ditempatinya. Berikut ini ditunjukkan dua contoh sederhana pada sinyal kontinyu
yang memiliki fungsi step dan fungsi ramp. Sebuah fungsi step dapat diwakili
dengan suatu bentuk persamaan matematis yaitu:

1, 𝑡 ≥ 0
𝑢(𝑡) = { …………………………….(2.1)
0, 𝑡 < 0

Di sini fungsi step memiliki arti bahwa amplitudo pada u(t) bernilai nol
pada t < 0 dan bernilai satu untuk semua t ≥ 0

Gambar 2.2 (a) Fungsi Step, (b) Fungsi Ramp

Untuk suatu sinyal waktu kontinyu x(t), hasil kali x(t)*u(t) sebanding
dengan x(t) untuk t>0 dan sebanding dengan nol untuk t<0. Perkalian pada
sinyal x(t) dengan sinyal u(t) mengeliminasi suatu nilai non-zero (bukan nol)
pada x(t) untuk nilai t<0. Fungsi ramp r(t) didefinisikan secara matematis sebagai:
𝑡, 𝑡 ≥ 0
𝑟(𝑡) = { …………………………….(2.2)
0, 𝑡 < 0

Untuk t> 0, slope (kemiringan) pada r(t) adalah senilai 1. Sehingga pada
kasus ini r(t) merupakan unit slope, yang mana merupakan alasan bagi r(t) untuk
dapat disebut sebagai unit ramp function. Jika ada variabel K sedemikian hingga
membentuk Kr(t), maka slope yang dimilikinya adalah K untuk t > 0.

2.3.4 Transformasi Sinyal


Asumsikan ga(t) adalah sinyal waktu kontinyu yang disampel secara
kontinyu pada t = nT menghasilkan sequence g[n], yaitu :

g[n] = g a (nT) , − ∞ < 𝑛 < ∞……………….(2.3)

Dengan T adalah periode sampling. Kebalikan dari T disebut dengan


frekuensi sampling (FT), yaitu 1/T. Representasi domain frekuensi dari ga(t)
diperoleh dari transformasi Fourier waktu kontinyu Ga(jΩ), yaitu :


Ga (jΩ) = ∫−∞ g a (t) e−jΩt dt……………………(2.4)

Dimana representasi domain frekuensi dari g[n] diperoleh dengan


transformasi Fourier Diskrit G( ejω ).

G( ejω ) = ∑∞
𝑛= −∞ g [n]( e
−jωn
)…………………….(2.5)

Relasi antara Ga( jΩ ) dengan G( ejω ), diberikan oleh :

1
G( ejω ) = T ∑∞
k= −∞ Ga ( jΩ − jkΩT )|Ω=ω/T……………….(2.6)

Atau dapat dinyatakan sebagai :


1
G( ejΩt ) =T ∑∞
k= −∞ Ga ( jΩ − jkΩT ) ………………….(2.7)
2.3.5 Teorema Sampling
Teorema sampling merupakan bagian dari analisa Fourier, dimana sinyal
sistem waktu diskrit diperoleh dari sinyal sistem waktu kontinyu. Tujuan utama
pada proses ini agar informasi tidak kehilangan sama sekali.
Asumsikan ga(t) adalah sinyal band-limited dengan Ga(jΩ) = 0 untuk |Ω| >
Ωm. Kemudian ga(t) dihitung dengan mensampelnya pada ga(nt), n = 0,1,2,3,4,5,

...... jika, ΩT >Ωm dengan ΩT = . Dengan mengetahui {g[n]} = {ga(nT)}, kita
T

dapat memulihkan ga(t) dengan membangkitkan deret impulse gp(t), yaitu :


g p (t) = g a (t) p(t) = ∑∞
n= −∞ g a (nT) δ(t − nT)….……(2.8)

Dan melewatkan gp(t) ke filter, low-pass ideal Hr (jΩ) dengan gain T dan
frekuensi cut-off Ωc > Ωm dan Ωc< ΩT - Ωm, sehingga : Ωm < Ωc < (ΩT- Ωm).
Frekuensi tertinggi Ωm yang terkandung dalam ga(t) disebut dengan frekuensi
Nyquist, yang diyatakan sebagai ΩT > 2Ωm, dan 2Ωm disebut dengan Nyquist rate.
Jika rate sampling lebih besar dari rate Nyquist maka disebut dengan
oversampling, dan sebaliknya disebut dengan undersampling. Jika rate sampling
sama dengan rate Nyquist maka disebut dengan critical sampling.

2.3.6 Proses Filterisasi


Semua teknik pemfilteran analog low-pass, high-pass, band-pass, dan
band-stop dapat diimplementasikan di domain digital bila sinyalnya di-sampling
dengan tepat. Sampel sinyal ini dikirim melalui struktur filter digital untuk
melakukan pemfilteran.
Filter digital diklasifikasi menjadi filter FIR (Finite Impulse Response)
dan IIR (Infinite Impulse Response). Masing-masing filter ini dapat melakukan hal
yang serupa dengan filter analog.
Input analog → h(t) → output analog
Input analog → A/D → h(n) → D/A → output analog
Filter analog mengambil input analog dan menghasilkan output analog.
Filter digital, dengan adanya perangkat pencuplikan dan konverter, melakukan hal
yang sama dengan filter analog. Pada kasus pemfilteran digital, fungsi transfernya
akan berupa model filter FIR ataupun IIR. Sinyal keluarannya dapat ditulis
sebagai persamaan perbedaan agar model filter dapat diimplementasikan ke
hardware digital.
Response impulse hr(t) dari filter low-pass ideal secara sederhana diperoleh
dengan inverse transformasi Fourier dari response frekuensinya Hr(jΩ), yaitu :
T, |Ω| ≤ Ω

Hr(jΩ) = 0, |Ω| > Ω….…………....…......…(2.9)

Maka,

1 ∞ T Ωc sin(Ωc t)
hr(t) =

∫−∞ Hr (j Ω) ejΩt dt = 2π ∫−Ωc ejΩt = ΩT t/2
, -∞≤n≤∞..(2.10)

Dan deretan pulse diperoleh dengan :

gp(t) = ∑∞
𝑛= −∞ g[n] δ(t − nT)………………………(2.11)

Selanjutnya, output filter low-pass ideal ĝa(t) diketahui dengan


mengkonvolusi gp(t) dengan response impulse hr(t).

ĝa(t) = ∑∞
𝑛= −∞ g[n] hr (t − nT)……………………(2.12)

Substitusi persamaan 2.10 kedalam persamaan 2.12 dan asumsikan Ωc =


ΩT/2 = π/T, maka akan diperoleh :

sin[π(t−nT)/T]
ĝa(t) = ∑∞
𝑛= −∞ g[n] …………………(2.13)
π(t−nT)/T
2.3.7 Spesifikasi Filter
Spesifikasi filter biasanya dinyatakan dalam bentuk respon magnituda.
Sebagai contoh, magnituda |Ha(jΩ)| dari filter low-pass analog ditunjukan pada
Gambar 2.2. Dalam pass-band, dinyatakan dengan 0 < Ω < Ωp, magnitudanya
adalah :

1 − 𝛿𝑝 ≤ |Ha (𝑗Ω)| ≤ 1 + 𝛿𝑝 untuk |Ω| ≤ Ωp………….(2.14)

Atau dengan kata lain, magnituda mendekati 1 dengan error ±ôp. Dalam
stop-band dinyatakan dengan 0 < Ω < Ωp, magnitudanya :

|Ha (𝑗Ω)| ≤ δs , Ωs ≤ |Ω| ≤ ∞……………………..(2.15)

Frekuensi Ωp dan Ωs masing-masing disebut dengan pass-band edge


frequency dan stop-band edge frequency. Batas toleransi maksimum dalam
passband dan stopband 𝛿𝑝 dan 𝛿𝑠 disebut dengan ripples.

Gambar 2.3 Spesifikasi Respon Magnituda Filter Low-pass Analog

2.3.8 Continous Time Fourier Transform (CTFT)


Sinyal periodik waktu kontinyu f(t) dengan periode T dinyatakan sebagai
bentuk weighted sum pada complex exponential:
jkΩ0
f(t) = ∑∞
𝑘=−∞ 𝐹 k e t , untuk semua nilai t .....................(2.16)

Dimana: Fk = Koefisien-koefisien ekspansi


Ω0 = Frekuensi fundamental
2.3.9 Discrete Time Fourier Series (DTFT)
Untuk sinyal periodik waktu diskrit x(n) dengan periode N. Kita kenal
frekuensi digital 0 ~ 2π. Ekspansinya dinyatakan dalam:
1 jkω0n
X(n) = 𝑁 ∑𝑁−1
𝑘=0 𝑋 (𝑘)𝑒 ………………..(2.17)
jkω0n
X(k) = ∑𝑁−1
𝑘=0 𝑋 (𝑛)𝑒 …………………(2.18)

Dimana: 𝜔0 = Frekensi Fundamental


= 2/sampling rate
= 2𝜋/N
2.4 Langkah Percobaan
2.4.1 Sampling Sinyal Sinusoidal
Percobaan ini akan meng-investigasi sampling sinyal sinusoidal waktu
diskrit xa(t) di beberapa rate sampling.

1. Buatlah script Matlab berikut dan simpan hasilnya dengan nama “P2_1”.
% Program P2_1
% Ilustrasi dalam proses sampling domain waktu
clf;
t = 0:0.0005:1;
f = 13;
xa = cos(2*pi*f*t);
subplot(2,1,1)
plot(t,xa);grid
xlabel('Time, msec');ylabel('Amplitude');
title('Continuous-time signal x_{a}(t)');
axis([0 1 -1.2 1.2])
subplot(2,1,2);
T = 0.1;
n = 0:T:1;
xs = cos(2*pi*f*n);
k = 0:length(n)-1;
stem(k,xs); grid
xlabel('Time index n');ylabel('Amplitude');
title('Discrete-time signal x[n]');
axis([0 (length(n)-1) -1.2 1.2])
Kode Program 2.1 Script Matlab untuk Sampling Sinyal Sinusoidal

2. Jalankan program P2_1 untuk menghasilkan sinyal waktu kontinyu dan


sinyal versi ter-sample.
3. Dari script diatas, berapakah frekuensi (Hz) sinyal sinusoidal dan
berapakah periode sampling (detik).
4. Jalan program P2_1 untuk 4 (empat) nilai periode sampling baru, masing-
masing 2 (dua) lebih rendah dan 2 (dua) lainnya lebih tinggi dari periode
sampling di script. Amati hasilnya dan jelaskan.
5. Ulangi program P2_1 dengan merubah frekuensi sinyal menjadi 3Hz dan
7Hz. Amati dan jelaskan hasil yang diperoleh.
2.4.2 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu
Pada percobaan ini, kita akan membangkitkan sinyal kontinyu equivalen
ya(t) dari sinyal diskrit yang dihasilkan oleh program P2_1 untuk meng-investigasi
hubungan antara frekuensi sinyal sinusoidal xa(t) dengan periode sampling. Untuk
menghasilkan sinyal rekonstruksi ya(t), sinyal x[n] dilewatkan melalui filter low-
pass menggunakan persamaan :

1 ∞ T Ω sin(Ωc t)
hr(t) = 2π ∫−∞ Hr (j Ω) ejΩt dt = 2π ∫−Ωc ejΩt = , -∞ ≤ t ≤ ∞….(2.21)
c ΩT t/2

A. Buat script Matlab dan simpan dengan nama “P2_2”.


% Program P2_2
% Ilustrasi efek aliasing dalam domain
clf;
T = 0.1;f = 13;
n = (0:T:1)';
xs = cos(2*pi*f*n);
t = linspace(-0.5,1.5,500)';
ya = sinc((1/T)*t(:,ones(size(n))) -
(1/T)*n(:,ones(size(t)))')*xs;
plot(n,xs,'o',t,ya);grid;
xlabel('Time, msec');ylabel('Amplitude');
title('Reconstructed continuous-time signal
y_{a}(t)');
axis([0 1 -1.2 1.2]);
Kode Program 2.2 Script Matlab untuk Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu

B. Jalankan program P2_2 untuk membangkitkan sinyal waktu diskrit x[n]


dan sinyal kontinyu equivalennya ya(t), dan menampilkannya bersama-
sama.
C. Berapa range t dan nilai peningkatan waktu dalam script P2_2?. Berapa
range t pada gambar / grafik yang dikeluarkan oleh simulasi? Selanjutnya
ubahlah range t, dan jalankan kembali program P2_2. Jelaskan hasil
rekonstruksi sinyal yang dihasilkan.
D. Kembalikan range sinyal t ke kondisi semula. Selanjutnya, ubahlah
frekuensi sinyal sinusoidal menjadi 3Hz dan 7Hz. Apakah terdapat
perbedaan antara sinyal diskrit equivalen dengan yang dihasilkan pada
langkah 1. Jika tidak, jelaskan.
2.4.3 Effect of Sampling in the Frequency Domain
Percobaan ini akan meneliti hubungan antara Continuous Time Fourier
Transform (CTFT) pada sinyal waktu kontinyu band terbatas (limited) dan
Discrete Time Fourier Transform (DTFT) dari sinyal diskrit. Dalam hal untuk
mengkonversi sinyal waktu kontinyu xa(t) menjadi sinyal waktu diskrit equivalen
x[n], diperlukan xa(t) harus band limited dalam domain frekuensi. Untuk
mengilustrasikan efek sampling dalam domain frekuensi, percobaan ini
menggunakan sinyal waktu kontinyu eksponensial dengan CTFT yang band
limited.
1. Buat script Matlab dan simpan dengan nama “P2_3”.
% Program P2_3
% Ilustrasi efek aliasing dalam domain frekuensi
clf;
t = 0:0.005:10;
xa = 2*t.*exp(-t);
subplot(2,2,1)
plot(t,xa);grid
xlabel('Time, msec');ylabel('Amplitude');
title('Continuous-time signal x_{a}(t)');
subplot(2,2,2)
wa = 0:10/511:10;
ha = freqs(2,[1 2 1],wa);
plot(wa/(2*pi),abs(ha));grid;
xlabel('Frequency, kHz');ylabel('Amplitude');
title('|X_{a}(j\Omega)|');
axis([0 5/pi 0 2]);
subplot(2,2,3)
T=1;
n = 0:T:10;
xs = 2*n.*exp(-n);
k = 0:length(n)-1;
stem(k,xs);grid;
xlabel('Time index n');ylabel('Amplitude');
title('Discrete-time signal x[n]');
subplot(2,2,4)
wd = 0:pi/255:pi;
hd = freqz(xs,1,wd);
plot(wd/(T*pi), T*abs(hd));grid;
xlabel('Frequency, kHz');ylabel('Amplitude');
title('|X(e^{j\omega})|');
axis([0 1/T 0 2])

Kode Program 2.3 Script Matlab untuk Effect of Sampling in the Frequency Domain
2. Jalankan program P2_3 untuk membangkitkan dan menampilkan sinyal
waktu diskrit dan sinyal kontinyu ekivalennya, dan kaitan dengan
transformasi fourier. Apakah tampak ada efek aliasing ?
3. Ulangi jalankan program P2_3 dengan meningkatkan periode sampling
menjadi 1.5. Apakah terjadi efek aliasing?
2
4. Modifikasi program P2_3 untuk kasus xa(t) = e−πt dan ulangi pertanyaan
2 dan 3.

2.4.3 Desain Filter Low-pass Analog


Tahap pertama dalam mendesain filter adalah menentukan orde filter (N)
dan frekuensi cut-off (Ωc). Parameter ini dihitung menggunakan fungsi Matlab
“buttord” untuk filter butterworth, “cheb1ord” untuk filter chebyshev Tipe 1,
“cheb2ord” untuk tipe 2, dan “ellipord” untuk filter elliptic. Ωc adalah frekuensi
cut-off 3 dB untuk filter butterworth, pass-band edge untuk filter chebyshev Type
1, stop-band edge untuk filter chebyshev Type 2, dan pass-band edge untuk filter
elliptic.
1. Buat script Matlab dan simpan dengan nama “P2_4”.
% Program P2_4
% Disain filter lowpass analog
clf;
Fp = 3500;Fs = 4500;
Wp = 2*pi*Fp; Ws = 2*pi*Fs;
[N, Wn] = buttord(Wp, Ws, 0.5, 30,'s');
[b,a] = butter(N, Wn, 's');
wa = 0:(3*Ws)/511:3*Ws;
h = freqs(b,a,wa);
plot(wa/(2*pi), 20*log10(abs(h)));grid
xlabel('Frequency, Hz');ylabel('Gain, dB');
title('Gain response');
axis([0 3*Fs -60 5]);
Kode Program 2.4 Script Matlab untuk Desain Filter Lowpass Analog

2. Perhatikan script diatas, berapakah pass-band ripple (Rp) dalam dB dan


minimum stop-band attenuation (Rs) dalam dB. Berapakah frekuensi
pass-band dan stop-band edge (Hz) ?
3. Jalankan program P2_4 dan perhatikan display grafik yang dihasilkan.
Apakah filter yang dirancang sudah memenuhi spesifikasi ? Berapakah
orde filter (N) dan frekuensi cut-off (Hz) dari filter yang telah dirancang?
2.5 Data Hasil Percobaan
2.5.1 Sampling Sinyal Sinusoidal ‘P2_1’
A. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T= 0.1 s

Gambar 2.4 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 13 Hz T = 0.1 s

B. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.01 s

Gambar 2.5 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 13 Hz T =0.01 s

C. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.05 s

Gambar 2.6 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 13 Hz T = 0.05 s


D. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.2 s

Gambar 2.7 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 13 Hz T = 0.2 s

E. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.4 s

Gambar 2.8 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 13 Hz T = 0.4 s

F. Data Hasil Sampling T = 0.1 s dan F = 3 Hz

Gambar 2.9 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 3 Hz T=0.1 s


G. Data Hasil Sampling T= 0.1 s dan F = 7 Hz

Gambar 2.10 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 7 Hz T= 0.1 s

2.5.2 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu


A. Data Hasil Range T = 0.1 s dan F = 13 Hz

Gambar 2.11 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.1 s dan F = 13 Hz

B. Data Hasil Range T = 0.1 s dan F = 3 Hz

Gambar 2.12 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.1 s dan F = 3 Hz


C. Data Hasil Range T = 0.1 s dan F = 7 Hz

Gambar 2.13 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.1 s dan F = 7 Hz

2.5.3 Effect of Sampling in the FrequencyDomain ‘P2_3’


A. Data Hasil Sampling T = 1.0 s

Gambar 2.14 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1.0 s

B. Data Hasil Sampling T = 1.5 s

Gambar 2.15 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1.5 s


2
C. Data Hasil Sampling xa(t) = e−πt dengan T = 1.0 s

2
Gambar 2.16 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e−πt T = 1.0 s

2
D. Data Hasil Sampling xa(t) = e−πt dengan T = 1.5 s

2
Gambar 2.17 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e−πt T = 1.5 s
2.5.4 DesainFilter Lowpass Analog P2_4

Gambar 2.18 Desain Filter Low-pass Analog


2.6 Analisa Data

2.6.1 Sampling Sinyal Sinusoidal ‘P2_1’


Proses sampling dilakukan dengan men-sampling sinyal analog dalam
periode waktu tertentu disebut dengan periode pencacahan (Ts). Kebalikan dari
1
periode pencacahan adalah frekuensi sampling (Fs) yaitu Fs = Ts . Semakin tinggi

frekuensi sampling, atau semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil
sampling akan semakin menyerupai sinyal analog asli. Sinyal hasil sampling
sering kali disebut juga istilah Pulse Amplitude Modulation (PAM). Namun,
semakin tinggi frekuensi sampling membawa konsekuensi pada harga keseluruhan
pada proses pencacahan semakin tinggi sebaliknya, menggunakan frekuensi
sampling rendah akan menurunkan harga proses pencacahan tetapi mengandung
konseskuensi pada represensitasi sinyal PAM yang kurang dapat mewakili sinyal
analog asli. Karena itu secara natural akan muncul pertanyaan berupa jumlah
frekuensi minimal yang dapat digunakan agar hasil pengkodean digital nantinya
dapat dikendalikan ke bentuk dari sinyal analog. Hal tersebut sesuai dengan
teorema nyquist, dimana frekuensi sampling harus minimal 2 kali frekuensi
tertinggi (bukan bandwidth) yang dikandung oleh sinyal asli.
A. Sampling T = 0.05 s F = 13 Hz

Gambar 2.19 Sampling Sinyal Sinusoidal T= 0.05 s

Berdasarkan gambar 2.19 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 13 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 13 Hz = 26 Hz.
Pada hasil percobaan gambar 2.19 dengan periode T = 0,05 s. Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis untuk memperoleh frekuensi sampling
akan diperoleh hasil sebagai berikut:
1 1
Fs = = = 20 Hz
Ts 0,05
Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau
semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Jika dilihat dari teori seharusnya frekuensi
sampling sebesar dua kali frekuensi maksimum dimana besar frekuensi sampling
seharusnya adalah 26 Hz. Data diatas menunjukan Frekuensi sampling (Fs)
sebesar 20 Hz. Hasil Fs itu tidak bernilai dua kali frekuensi maksimum sehingga
hasil sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal analog
aslinya.
B. Sampling T = 0.01 s F = 13 Hz

Gambar 2.20 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0,01 s

Berdasarkan gambar 2.20 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 13 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 13 Hz = 26 Hz.
Pada hasil percobaan gambar 2.20 dengan periode T = 0,01 s. Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis untuk memperoleh frekuensi sampling
akan diperoleh hasil sebagai berikut :

1 1 100
Fs = = = = 100Hz
Ts 0,01 1
Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau
semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Data diatas menunjukan frekuensi sampling (Fs)
sebesar 100 Hz. Hasil Fs itu tidak bernilai dua kali frekuensi maksimum sehingga
hasil sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal analog
aslinya.

C. Sampling T = 0.1 s F = 13 Hz

Gambar 2.21 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0,1 s

Berdasarkan gambar 2.21 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 13 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 13 Hz = 26 Hz.
Pada hasil percobaan gambar 2.21 dengan periode T = 0,1 s. Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis untuk memperoleh frekuensi sampling
akan diperoleh hasil sebagai berikut :

1 1 10
Fs = = = = 10 Hz
Ts 0,1 1

Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau


semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Jika dilihat dari teori seharusnya frekuensi
sampling sebesar dua kali frekuensi maksimum dimana besar frekuensi sampling
seharusnya adalah 26 Hz. Data diatas menunjukan Frekuensi sampling (Fs)
sebesar 10 Hz. Hasil Fs itu belum terlalu tinggi sehingga hasil sampling dari
sinyal tersebut belum menyerupai sinyal analog aslinya.

D. Sampling T= 0.2 s F = 13 Hz

Gambar 2.22 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0.2 s

Berdasarkan gambar 2.22 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 13 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 13 Hz = 26 Hz.
Hasil percobaan pada gambar 2.22 dengan periode T = 0,2 s. Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis untuk memperoleh frekuensi sampling
akan diperoleh hasil sebagai berikut :

1 1 10
Fs = = = = 5 Hz
Ts 0,2 2

Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau


semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Jika dilihat dari teori seharusnya frekuensi
sampling sebesar dua kali frekuensi maksimum dimana besar frekuensi sampling
seharusnya adalah 26 Hz. Data diatas menunjukan frekuensi sampling (Fs)
sebesar 5 Hz. Hasil Fs itu tidak bernilai dua kali frekuensi maksimum sehingga
hasil sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal analog
aslinya.
E. Sampling T = 0.4 s F = 13 Hz

Gambar 2.23 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0.4 s

Berdasarkan gambar 2.23 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 13 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 13 Hz = 26 Hz.
Hasil percobaan pada gambar 2.23 dengan periode T = 0,4 s. Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis untuk memperoleh frekuensi sampling
akan diperoleh hasil sebagai berikut :

1 1 10
Fs = = = = 2.5 Hz
Ts 0,4 4

Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau


semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Jika dilihat dari teori seharusnya frekuensi
sampling sebesar dua kali frekuensi maksimum dimana besar frekuensi sampling
seharusnya adalah 26 Hz. Data diatas menunjukan frekuensi sampling (Fs)
sebesar 5 Hz. Hasil Fs itu tidak bernilai dua kali frekuensi maksimum sehingga
hasil sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal analog
aslinya.
F. Sampling F = 3 Hz T = 0.1 s

Gambar 2.24 Sampling Sinyal Sinusiodal F = 3 Hz

Berdasarkan gambar 2.24 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 3 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 3 Hz = 6 Hz.
Besar periode sampling yang seharusnya adalah :
1 1
Ts = = = 0.17 𝑠
Fs 6
Hasil percobaan pada gambar 2.24 dengan frekuensi F = 3 Hz. Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis akan dperoleh hasil sebagai berikut :
1 1
Ts = = = 0,33 s
Fs 3
Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau
semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Data diatas menunjukan periode sampling (Ts)
sebesar 0,33 s. Sedangkan besar periode sampling yang seharusnya adalah 0.17 s.
Hasil Ts itu tidak bernilai setengah dari periode maksimumnya sehingga hasil
sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal analog
aslinya.
G. Sampling F = 7 Hz T = 0.1 s

Gambar 2.25 Sampling Sinyal Sinusiodal F = 7 Hz

Berdasarkan gambar 2.25 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 3 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 7 Hz = 14 Hz.
Besar periode sampling yang seharusnya adalah :
1 1
Ts = = = 0.07 𝑠
Fs 14
Hasil percobaan pada gambar 2.25 dengan frekuensi F = 7 Hz Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis akan dperoleh hasil sebagai berikut :

1 1
Ts = = = 0,14 s
Fs 7

Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau


semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Data diatas menunjukan periode sampling (Ts)
sebesar 0,14 s. Sedangkan besar periode sampling yang seharusnya adalah 0.07 s.
Hasil Ts itu tidak bernilai setengah dari periode maksimumnya sehingga hasil
sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal analog
aslinya.
H. Perbandingan Sinyal Sampling dengan Nilai Periode Berbeda

(a) (b)

(c) (d)

(e)
Gambar 2.26 Sampling Sinyal Sinusoidal Dengan Nilai (a) T = 0,01 s, (b) T = 0,05 s,
(c) T = 0,1 s, (d) T = 0,2 s, (e) T = 0,4 s

Pada percobaan sampling sinyal sinusoidal dengan nilai periode (Ts)


berbeda, yang dapat dilihat pada gambar 2.26. Dapat disimpulkan bahwa nilai
frekuensi sampling berbanding terbalik dengan periode sinyal. Maka semakin
besar nilai T maka nilai frekuensi sampling akan semakin rendah. Sehingga,
sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau semakin kecil periode
sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin menyerupai sinyal analog asli.
I. Perbandingan Sinyal Sampling dengan Nilai Frekuensi Berbeda

(a) (b) (c)


Gambar 2.27 Sampling Sinyal Sinusoidal Dengan Nilai (a) F = 13 Hz, (b) F = 3 Hz, (c) F = 7 Hz

Pada percobaan sampling sinyal sinusoidal dengan nilai frekuensi (Fs)


berbeda, yang dapat dilihat pada gambar 2.27. Dapat disimpulkan bahwa nilai
frekuensi sampling berbanding terbalik dengan periode sinyal. Maka semakin
besar nilai T maka nilai frekuensi sampling akan semakin rendah. Sehingga,
sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau semakin kecil periode
sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin menyerupai sinyal analog asli.

2.6.2 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu ‘P2_2’


Aliasing adalah fenomena bergesernya frekuensi tinggi gelombang seismik
menjadi lebih rendah yang diakibatkan pemilihan interval sampling yang terlalu
besar (kasar). Aliasing dapat menghasilkan efek dipping yang semu. Secara
spasial Aliasing dapat menyisakan artifact (noise) setelah proses migrasi atau
dikenal migration artifact. Efek aliasing terjadi karena frekuensi sinyal
maksimum Fmax lebih besar dari ½ frekuensi sampel (Fs). Untuk menghindari efek
aliasing maka frekuensi sampel Fs harus dua kali lebih besar daripada frekuensi
sinyal maksimum Fmax. Apabila aliasing terjadi maka tidak dapat mengetahui
frekuensi sinyal yang sebenarnya. (Frekuensi aliasing = frekuensi pencuplikan –
frekuensi sinyal ).
A. Perbandingan antara periode yang sama dengan frekuensi yang berbeda.

(a) (b) (c)

Gambar 2.28 (a) Range T = 0,1s dan f =13Hz


(b) Range T = 0,1s dan F = 3 Hz
(c) Range T = 0,1s dan F = 7Hz

Dari ketiga data yang diperoleh dengan range periode yang sama sebesar
0,1 dan frekuensi yang berbeda – beda. Mempunyai hasil penggambaran sinyal
yang sangat indentik atau sama tanpa adanya perbedaaan. Sehingga apabila kita
mengacu pada persamaan berikut.
Pada frekuensi 13 Hz :
Frekuensi Aliasing = |Frekuensi Sampling – Frekuensi Sinyal|
= |10 – 13| = 3 Hz
Pada frekuensi 7 Hz :
Frekuensi Aliasing = |Frekuensi Sampling – Frekuensi Sinyal|
= |10 – 7| = 3 Hz
Pada frekuensi 3 Hz :
Frekuensi Aliasing = |Frekuensi Sampling – Frekuensi Sinyal|
= |10 – 3| = 7 Hz
Sedangkan didapatkan gambaran yang sama pada setiap frekuensi tersebut.
2.6.3 Effect of Sampling in the Frequency Domain ‘P2_3’
Proses ini mengubah representasi sinyal yang tadinya berupa sinyal
kontinyu menjadi sinyal diskrit. Dapat juga diibaratkan sebagai sebuah saklar
on/off yang membuka dan menutup setiap periode tertentu. Proses sampling
dilakukan dengan men-sampling sinyal analog dalam periode waktu tertentu
disebut dengan periode pencacahan (Ts). Kebalikan dari periode pencacahan
1
adalah frekuensi sampling (Fs) yaitu = 𝑇𝑠 . Semakin tinggi frekuensi sampling,

atau semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Sinyal hasil sampling sering kali disebut juga
istilah Pulse Amplitude Modulation (PAM). Namun, semakin tinggi frekuensi
sampling membawa konsekuensi pada harga keseluruhan pada proses pencacahan
semakin tinggi sebaliknya, menggunakan frekuensi sampling rendah akan
menurunkan harga proses pencacahan tetapi mengandung konsekuensi pada
representasi sinyal PAM yang kurang dapat mewakili sinyal analog asli. Karena
itu secara natural akan muncul pertanyaan, berapa frekuensi terendah yang dapat
digunakan agar hasil pengkodean digital nantinya dapat dikendalikan ke bentuk
dari sinyal analog. Hal tersebut sesuai dengan Teorema Nyquist yang berbunyi
sebagai berikut “Frekuensi sampling harus minimal 2 kali frekuensi tertinggi
(bukan bandwidth) yang dikandung oleh sinyal asli”.

A. Sampling T= 1,0 s

Gambar 2.29 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1,0 s


Pada hasil percobaan di atas dengan periode T = 1,0 s. Sehingga apabila
dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil sebagai berikut :

1 1
𝐹𝑠 = 𝑇𝑠 = 1,0 = 1,0 𝐻𝑧

(a) (b)
Gambar 2.30 (a) Sinyal Asli, (b) Sinyal Hasil Sampling

Data diatas menunjukan sampling antara sinyal asli menjadi sinyal


sampling dengan T= 1,0

(a) (b)
Gambar 2.31 (a) Perubahan dari Sinyal Waktu Kontinyu menjadi Sinyal Waktu Diskrit,
(b) Perubahan dari Sinyal Waktu Diskrit menjadi Sinyal Waktu Kontinyu

Dari data di atas diperoleh hasil yaitu proses perubahan sinyal akibat
adanya variabel frekuensi. Di mana Fs = 1,0 sesuai dengan proses perhitungan
diatas

Gambar 2.32 Pengaruh Variabel Frekuensi


B. Sampling T = 1,5 s

Gambar 2.33 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1,5 s

Pada hasil percobaan di atas dengan periode T = 1,5 s. Sehingga apabila


dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil sebagai berikut :
1 1
Fs = Ts = = 0, 67Hz
1,5

(a) (b)
Gambar 2.34 (a) Sinyal Asli, (b) Sinyal Hasil Sampling

Data diatas menunjukan sampling antara sinyal asli menjadi sinyal


sampling dengan T= 1,5 s
(a) (b)
Gambar 2.35 (a) Perubahan dari Sinyal Waktu Kontinyu menjadi Sinyal Waktu Diskrit,
(b) Perubahan dari Sinyal Waktu Diskrit menjadi Sinyal Waktu Kontinyu

Dari data pada gambar 2.35 diperoleh hasil yaitu proses perubahan sinyal
akibat adanya variable frekuensi. Di mana Fs = 0,67 Hz sesuai dengan proses
perhitungan di atas.

Gambar 2.36 Pengaruh Variable Frekuensi

2
C. Sampling xa(t) = e−πt dengan T= 1,0 s

2
Gambar 2.37 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e−πt Dengan T=1.0
Pada hasil percobaan di atas dengan periode T = 1,0 dan xa(t) = 𝑒 −𝜋𝑡2
Sehingga apabila dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil sebagai
berikut :
1 1
Fs = = = 1 Hz
Ts 1

Dalam hal ini akan dibandingkan antara effect of sampling in the frequency
2
T= 1,0 s dan effect of sampling in the frequency domain xa(t) = e−πt dengan T=
1,0 s.

(a) (b)
Gambar 2.38 Perbandingan (a) Effect of Sampling in the Frequency T=1.0 dan (b) Effect
2
of Sampling in the FrequencyDomain xa(t) = e−πt dengan T=1.0.

Dari data di atas hanya diperoleh perubahan yang terjadi pada hasil sinyal
2
asli disebabkan karena adanya nilai xa(t) = e−πt . Sedangkan, untuk data hasil
sampling dan data perubahan dari sinyal waktu kontinyu menjadi sinyal waktu
diskrit atau sebaliknya diperoleh hasil yang sama karena nilai T yang tetap.
2
D. Sampling xa(t) = e−πt dengan T = 1,5 s

2
Gambar 2.39 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e−πt T = 1,5 s

Pada hasil percobaan di atas dengan periode T = 1,5 s dan xa(t) =


2
e−πt Sehingga apabila dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil
sebagai berikut :
1 1
Fs = = = 0,67 Hz
Ts 1,5

Dalam hal ini akan dibandingkan antara effect of sampling in the frequency
2
T=1,5 s dan effect of sampling in the frequency domain xa(t) = e−πt dengan
T=1,5 s.

(a) (b)
Gambar 2.40 Perbandingan (a) Effect of Sampling in the Frequency T = 1,5 s dan (b) Effect of
2
Sampling in the Frequency Domain xa(t) = e−πt dengan T = 1,5 s
Dari data di atas hanya diperoleh perubahan yang terjadi pada hasil sinyal
2
asli disebabkan karena adanya nilai xa(t) = e−πt Sedangkan, untuk data hasil
sampling dan data perubahan dari sinyal waktu kontinyu menjadi sinyal waktu
diskrit atau sebaliknya diperoleh hasil yang sama karena nilai T yang tetap.

2.6.4 Desain Filter Lowpass Analog ‘P2_4’


Filter adalah rangkaian pemilih frekuensi agar dapat melewatkan frekuensi
yang diinginkan dan menahan (couple) atau membuang (by pass) frekuensi
lainnya. Low-Pass Filter (LPF) adalah sebuah rangkaian yang tegangan
keluarannya tetap dari DC naik sampai ke suatu frekuensi cut-off fc. Bersama
naiknya frekuensi di atas fc, tegangan keluarannya diperlemah (turun). Low-pass
filter adalah jenis filter yang melewatkan frekuensi rendah serta meredam atau
menahan frekuensi tinggi.

Gambar 2.41 Desain Low-pass Filter Analog (P2_4)

Filter ini memiliki ordo N, dimana N adalah integer dan jika N semakin
besar maka respon filter mendekati respon filter ideal. Ordo filter ini ditentukan
oleh jumlah komponen penyimpan energi. Dari hasil di atas hanya terdapat N=1
karena hanya terdapat 1 hasil percobaan yang sudah mendekati hasil respon filter
ideal. Perhitungannya adalah :
ω
=1
ωc
Dimana :
ω : Frekuensi redaman yang diinginkan
ωc : Frekuensi cut off 10 dB
1
| HN(Jω)|2= 1+101N= -10N log(10) dB = -10 dB/dec

Jadi setelah frekuensi cut off-nya, filter butterworth ini memiliki respon
meredam mendekati 10N dB/ dekade. Berdasarkan tabel diperoleh nilai N adalah
18. Nilai ini sudah cukup besar sehingga respon filter yang dihasilkan sudah
mendekati respon filter ideal.
2.7 Simpulan
1. Dengan range perioda yang sama besar dan frekuensi yang berbeda – beda
akan mempunyai hasil penggambaran sinyal yang sangat indentik atau
sama tanpa adanya perbedaaan.
2. Effect of Sampling in the Frequency Domain mengakibatkan perubahan
yang terjadi pada hasil sinyal asli yang disebabkan karena adanya efek
aliasing. Aliasing akan meyebabkan pergeseran frekuensi sehingga
diperoleh perbedaan frekuensi dari perubahan sinyal waktu kontinyu
menjadi sinyal waktu diskrit.
3. Aliasing diakibatkan oleh pemilihan interval sampling yang terlalu besar
(kasar) sehingga frekuensi tinggi gelombang seismic bergeser menjadi
lebih rendah. Dengan range periode yang sama dan frekuensi yang
berbeda-beda akan memiliki frekuensi aliasing yang sama.
4. Filter Low-pass Analog ini memiliki orde N, (N Integer) dan jika N
semakin besar maka respon filter mendekati respon filter ideal. Pada
respon lowpass filter, frekeuensi passband memiliki nilai yang lebih kecil
dibandingkan dengan frekuensi cut-off dan frekuensi stopband dimana
frekuensi stopband memiliki nilai yang paling besar sedangkan nilai
frekuensi cut-off terletak diantara nilai frekuensi passband dan stopband.
5. Frekuensi yang berbeda-beda dan range perioda yang sama besar akan
menghasilkan gambar sinyal yang sangat identik tanpa adanya perbedaan.
Sedangkan dengan range periode yang berubah-ubah dan dengan frekuensi
yang sama. Mempunyai hasil penggambaran sinyal yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Bease-Uwe Meyer. 2007. Digital Signal Processing with Field Programmable


Gate Arrays. Berlin: Spinger.

Karris, Steven T. 2007. Signals and Systems with MATLAB Computing and
Simulink Modeling, Third Edition. United States of America: Orchad Publication.

Chandra 10 Oktober 2014


https://www.scribd.com/doc/242536157/Makalah-Pengolahan-Sinyal-pdf

EffrinaYanti Hamid, 17 Januari 2018


http://et.stei.itb.ac.id/wp-content/uploads/sites/212/2017/01/ET3005-Bab-2-Sem-
I-1718-mhs.pdf

Rizal. 1 Juni 2009. Diktat Pengolahan Sinyal.


http://rizal.blog.undip.ac.id/files/2009/07/1_Dipakai_diktat-pengolahan-sinyal-
_uts.pdf.

Anda mungkin juga menyukai