Anda di halaman 1dari 44

LABORATORIUM

SISTEM TELEKOMUNIKASI
TEKNIK ELEKTRO UNIVERSITAS UDAYANA

PERCOBAAN II
PENGOLAHAN DIGITAL SINYAL WAKTU KONTINYU

Nama : I PUTU ANDREAN WIRANATA


NIM : 1605541051
Tanggal Pratikum : 24 April 2018

PROGRAM STUDI TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS UDAYANA
2018
PERCOBAAN 2
PENGOLAHAN DIGITAL SINYAL WAKTU KONTINYU

2.1 Tujuan
1. Mempelajari hubungan dalam domain waktu antara sinyal waktu kontinyu
xa(t) dan sinyal waktu diskrit x[1] yang dibangkitkan oleh sampling
periodik xa(t)
2. Menginvestigasi hubungan antara frekuensi sinyal sinusoidal xa(t) dengan
perioda sampling.
3. Menginvestigasi hubungan antara Continuous Time Fourier Transform
(CTFT) pada sinyal waktu kontinyu band terbatas (limited) dan Discrete
Time Fourier Transform (DTFT) dari sinyal diskrit.
4. Mendesain filter lowpass analog

2.2 Peralatan
1. Program MATLAB 2012 ke atas.
2. PC/Laptop.

2.3 Dasar Teori


Sinyal Analog adalah sinyal kontinyu yang mempunyai puncak positif dan
puncak negatif dimana karakteristik dari sinyal tersebut akan berubah-ubah sesuai
dengan informasi yang dibawanya. Karakteristik yang akan berubah-ubah adalah
amplitudo dan frekuensi. Pada umumnya sinyal analog digambarkan dalam
bentuk gelombang sinus dimana mempunyai tiga variabel, yaitu:
 Amplitudo : Menggambarkan tinggi gelombang.
 Frekuensi : Jumlah gelombang yang dihasilkan per detik.
 Fasa : Besarnya sudut yang terbentuk pada gelombang.
Pada sinyal kontinyu, independent variable terjadi terus-menerus dan
kemudian sinyal dinyatakan sebagai sebuah kesatuan nilai dari independent
variable. Sebaliknya, sinyal diskrit hanya menyatakan waktu diskrit dan
mengakibatkan independent variable hanya merupakan himpunan nilai diskrit.
Fungsi sinyal dinyatakan sebagai x dengan menyertakan variabel dalam tanda (.).
Untuk membedakan antara sinyal waktu kontinyu dengan sinyal waktu diskrit
digunakan simbol t untuk menyatakan variabel kontinyu dan simbol n untuk
menyatakan variabel diskrit. Sebagai contoh sinyal waktu kontinyu dinyatakan
dengan fungsi x(t) dan sinyal waktu diskrit dinyatakan dengan fungsi x(n).
Sinyal kontinu menggunakan bilangan riil sebagaimana sinyal diskrit
menggunakan bilangan bulat. Karena menggunakan bilangan riil, maka kita bisa
mendapatkan nilai sinyal kapanpun. Hal ini tentu saja berbeda dengan sinyal
diskrit. Contoh sinyal kontinu adalah Rekaman suara manusia di pita magnetik,
Pengukuran suhu ruangan yang tidak dilakukan secara sampling. Sinyal kontiim
dinyatakan dalam bentuk garis yang utuh, bukan garis vertikal seperti sinyal
diskrit.

2.3.1 Sinyal Waktu Kontinyu


Sinyal Waktu Kontiniyu merupakan sebuah sinyal x(t) yang
dapat dikatakan sebagai sinyal waktu kontinyu atau sinyal analog ketika memiliki
nilai riil pada keseluruhan rentang waktu t yang ditempatinya. Berikut ini
ditunjukkan dua contoh sederhana pada sinyal kontinyu yang memiliki
fungsi step dan fungsi ramp. Sebuah fungsi step dapat diwakili dengan suatu
bentuk persamaan matematis yaitu:

{ …………………………..(2.1)

Di sini fungsi step memiliki arti bahwa amplitudo pada u(t) bernilai nol pada t < 0
dan bernilai satu untuk semua t ≥ 0

Gambar 2.1 (a) Fungsi Step, (b) Fungsi Ramp

Untuk suatu sinyal waktu kontinyu x(t), hasil kali x(t)*u(t) sebanding dengan x(t)
untuk t>0 dan sebanding dengan nol untuk t<0. Perkalian pada sinyal x(t) dengan
sinyal u(t) mengeliminasi suatu nilai non-zero (bukan nol) pada x(t) untuk
nilai t<0. Fungsi ramp r(t) didefinisikan secara matematis sebagai:

{ ……………………………(2.2)

Untuk t> 0, slope (kemiringan) pada r(t) adalah senilai 1. Sehingga pada kasus
ini r(t) merupakan unit slope, yang mana merupakan alasan bagi r(t) untuk dapat
disebut sebagai unit ramp function. Jika ada variabel K sedemikian hingga
membentuk Kr(t), maka slope yang dimilikinya adalah K untuk t > 0.

2.3.2 Transformasi Sinyal


Salah satu teknik untuk menganalisis sinyal adalah mentransformasikan
(alih bentuk) sinyal yang semula analog menjadi diskrit dalam domain waktu, dan
kemudian diubah ke dalam domain frekuensi.
Transformasi adalah teknik atau formula matematis yang digunakan untuk
mengubah representasi persamaan matematika dari satu bentuk ke bentuk
representasi yang lain. Adanya transformasi mengharuskan juga adanya inverse
transformasi untuk melakukan hal yang sebaliknya. Transformasi diperlukan
sebagai alat bantu untuk memecahkan persoalan matematika yang rumit.
Sinyal dapat di transformasikan sesuai dengan kebutuhan. Transformasi
yang dapat digunakan diantaranya transformasi furrier, transformasi z.
Asumsikan ga(t) adalah sinyal waktu kontinyu yang disample secara
kontinyu pada t=nT menghasilkan sekuen g[n], yaitu:
[ ] (2.3)
Dengan T adalah perioda sampling. Kebalikannya dari T disebut dengan frekuensi
sampling (FT), yaitu 1/T. Representasi domain frekuensi dari g a(t) diperoleh dari
transformasi Fourier waktu kontinyu Ga(jΩ), yaitu:
∫ (2.4)
Dimana representasi domain frekuensi dari g[n] diperoleh dengan transformasi
Fourier Diskrit ,
∑ (2.5)
Relasi antara Ga(jΩ) dengan , diberikan oleh :
∑ | (2.6)

∑ ( ) ∑ ( ) (2.7)

Atau dapat dinyatakan sebagai:


∑ (2.8)

2.3.3 Teorema Sampling


Teorema sampling merupakan bagian dari analisa Fourier, dimana sinyal
sistem waktu diskrit diperoleh dari sinyal system waktu kontinu. Tujuan utama
pada proses ini agar informasi tidak kehilangan sama sekali. Jika sinyal waktu
kontinu adalah band yang terbatas, yang tidak mengandung sinyal lain yang
besarnya diatas frekuensi tertentu.Ini dapat dilakukandengan
melewatkansinyalmelaluilow pass filter.seperti pada gelombang suara yang
ditransmisikan pada telepon berkabel, dimana batasan frekuensinya diatas 4KHz.
Teknik sampling adalah bagian dari metodologi statistika yang
berhubungan dengan pengambilan sebagian dari populasi.
Jika sampling dilakukan dengan metode yang tepat, analisis statistik dari suatu
sampel dapat digunakan untuk menggeneralisasikan keseluruhan populasi.
Asumsikan ga(t) adalah sinyal bandlimited dengan Ga(jΩ) = 0 untuk |Ω| >
Ωm. Kemudian ga(t) dihitung dengan mensamplenya pada ga(nt), n = 0,1,2,3,4,5,
...... jika,
(2.9)

Dengan mengetahui {g[n]} = {ga(nT)}, kita dapat memulihkan ga(t) dengan


membangkitkan deret impulse gp(t), yaitu:
∑ (2.10)
dan melewatkan gp(t) ke filter lowpass ideal Hr(jΩ) dengan gain T dan frekuensi
cutoff Ωc > Ωm dan Ωc < ΩT- Ωm, sehingga:
Ωm< Ωc<(ΩT - Ωm) (2.11)
Frekuensi tertinggi Ωm yang terkandung dalam ga(t) disebut dengan Frekuensi
Nyquist, yang dinyatakan sebagai:
ΩT > 2 Ωm (2.12)
dan 2 Ωm disebut dengan Nyquist rate. Jika rate sampling lebih besar dari rate
Nyquist maka disebut dengan Oversampling, dan sebaliknya disebut dengan
Undersampling. Jika rate sampling sama dengan rate Nyquist maka disebut
dengan Critical sampling.

2.3.4 Proses Filterisasi


Agar mendapatkan sinyal asli yang diinginkan akan sangat diperlukan
peran tapis (filter) dalam pengolahan sinyal. Filter berfungsi untuk menyeleksi
sinyal yang dapat diloloskan ke proses selanjutnya. Proses penyeleksian filter
pada pembatasan frekuensi sinyal. Noise yang dimaksud mengganggu sinyal
biolistrik tubuh memiliki frekuensi yang mengganggu frekuensi dari sinyal
biolistrik yang diharapkan, sehingga dengan menggunakan filter pada frekuensi
yang tepat, noise tersebut dapat dihilangkan.
Filter dalam rangkaian elektronika dikenal terdapat dua kelompok, yakni
filter pasif dan filter aktif. Filter pasif merupakan filter yang hanya tersusun dari
komponen pasif yakni R (resistor, L (inductor) dan C (kapasitor). Sedangkan filter
aktif menggunakan komponen R,L dan C sebagai penyusunnya dengan tambahan
komponen aktif yakni op-amp atau transistor.
Filter adalah adalah sebuah rangkaian yang dirancang agar melewatkan
suatu pitra frekuensi tertentu seraya memperlemah semua isyarat di luar pita ini.
Pengertian lain dari filter adalah rangkaian pemilih frekuensi agar dapat
melewatkan frekuensi yang diinginkan dan menahan (couple)/membuang (by
pass) frekuensi lainnya.
Response impulse Hr(t) dari filter lowpass ideal secara sederhana
diperoleh dengan inverse transformasi Fourier dari response frekuensinya H r(jΩ),
yaitu:
| |
{ (2.13)
| |
Maka:

∫ (2.14)

Dan deretan impulse diperoleh dengan:


∑ [ ] (2.15)
Selanjutnya, output filter lowpass ideal ̂ diketahui dengan mengkonvolusi
gp(t) dengan response impulse hr(t).
̂ ∑ [ ] (2.16)
Substitusi persamaan 2.12 ke dalam persamaan 2.14 dan asumsikan Ω c = ΩT/2 =
π/T, maka akan diperoleh:
[ ]
̂ ∑ [ ] (2.17)

2.3.5 Spesifikasi Filter


Filter merupakan sebuah rangkaian yang dirancang untuk melewatkan
suatu pitra frekuensi tertentu seraya memperlemah semua isyarat di luar pita ini.
Pengertian lain dari filter adalah rangkaian pemilih frekuensi agar dapat
melewatkan frekuensi yang diinginkan dan menahan (couple)/membuang (by
pass) frekuensi lainnya.
Spesifikasi filter biasanya dinyatakan dalam bentuk respon magnituda.
Sebagai contoh, magnitude |Ha(jΩ)| dari filter lowpass analog ditunjukan pada
Gambar 2.3. Dalam passband, dinyatakan dengan 0 <Ω < Ωp, magnitudenya
adalah:
| | untuk | | (2.18)
atau dengan kata lain, magnitude mendekati 1 dengan error ±. Dalam stopband
dinyatakan dengan Ωs ≤ |Ω| ≤ ∞, magnitudenya:
| | | | (2.19)
Frekuensi Ωp dan Ωs masing-masing disebut dengan passband edge frequency
dan stopband edge frequency. Batas toleransi maksimum dalam passband dan
stopband dan disebut dengan ripples.

Gambar 2.3 Spesifikasi respon magnitude filter lowpass analog

2.3.6 Transformasi Fourier


Transformasi Fourier merupakan sebuah model transformasi yang
difungsikan untuk memindahkan sinyal domain spasial atau sinyal domain waktu
menjadi sinyal domain frekuensi. Di dalam pengolahan suara, transformasi
Fourier banyak digunakan untuk mengubah domain spasial pada suara menjadi
domain frekuensi. Analisa-analisa dalam domain frekuensi banyak digunakan
seperti filtering. Dengan menggunakan transformasi Fourier, sinyal atau suara
dapat dilihat sebagai suatu objek dalam domain frekuensi.
Analisis Fourier ada dua macam, yaitu untuk fungsi periodik
menggunakan Deret Fourier, sedangkan untuk fungsi non periodik menggunakan
Transformasi Fourier. Pada prinsipnya analisis Fourier untuk sinyal waktu-diskrit
dapat dianalogikan dengan sinyal waktu-kontinyu sebab fungsi diskrit dan
kontinyu perbedaannya hanya pada pendefinisian pada waktunya saja, fungsi
kontinyu terdefinisi untuk semua waktu, sedangkan fungsi diskrit hanya
terdefinisi untuk waktu tertentu saja, sehingga notasinya pun diubah, seperti t
menjadi n dan bentuk integral ( ∫ ) menjadi sigma ( Σ ).

Adapun deret Fourier berdasarkan waktu yaitu :


1. Deret Fourier Untuk Waktu Kontinyu
Menurut teori Fourier setiap fungsi periodik dengan frekuensi ω0 dapat
diekspresikan sebagai perjumlahan dari fungsi sinus ataupun kosinus.
Fungsi Periodik: Xp = Xp (t + T0)………………….....……..(2.20)

Deret Fourier:

Xp (t) = a0 + 2 ∑ ………(2.21)

𝞈0 = ………………………………...(2.22)

Koefisien Fourier

.........(2.23)
2. Deret Fourier Untuk Waktu Diskrit
Deret Fourier untuk sinyal diskrit dengan perioda N dapat ditulis:

………………………(2.24)
Dengan Ck adalah:

………………………..(2.25)

Transformasi Fourier dari x(n) didefinisikan sebagai :

…………………………(2.26)

Secara fisis, X(ω) menyajikan isi frekuensi sinyal x(n). Dengan kata lain,
X(ω) adalah dekomposisi x(n) menjadi komponen-komponen
frekuensinya. Invers dari transformasi Fourier diskrit dapat dinyatakan
dengan :

…………………………..(2.27)
2.3.7 Aliasing
Aliasing adalah fenomena bergesernya frekuensi tinggi gelombang seismik
menjadi lebih rendah yang diakibatkan pemilihan interval sampling yang terlalu
besar (kasar). Aliasing adalah fenomena yang terjadi ketika frekuensi sampling
(Fs) adalah kurang dari dua kali frekuensi maksimum (Fin) dari sinyal untuk
menjadi sampel. Dengan kondisi tersebut, setiap sinyal dengan frekuensi lebih
besar dari Fs/2 muncul pada output sebagai sinyal dengan frekuensi Fs/2-Fin.
Sebagai contoh, jika frekuensi sampling 2000 Hz, dan input frekuensi 1001 Hz,
maka sinyal pada output akan memiliki frekuensi 1001 - (2000 / 2) = 1 Hz.
Atau efek Aliasing terjadi karena frekuensi sinyal maksimum (Fin) lebih
besar dari ½ frekuensi sampel (Fs). Untuk menghindari efek Aliasing maka
frekuensi sampel (Fs) harus dua kali lebih besar daripada frekuensi sinyal
maksimum (Fin). Apabila efek Aliasing terjadi maka kita tidak dapat mengetahui
frekuensi sinyal yang sebenarnya.
Persamaan Efek Aliasing :
.............................(2.13)

Gambar 2.4 Efek Aliasing


2.3.8 Transformasi Z
Transformasi Z memainkan peran yang sama dalam analisis sinyal waktu
diskret dan sistem LTI (Invarian Waktu Linear) sebagai transformasi Laplace
dalam analisis waktu kontinu dan sistem LTI. Sebagai contoh, di dalam domain-Z
(bidang–Z kompleks) konvolusi dua sinyal domain waktu ekivalen dengan
perkalian transformasi-Z yang berhubungan.
Transformasi Z merupakan sebuah transformasi yang berfungsi untuk
mengubah suatu sinyal dari domain waktu diskrit ke domain Z, yaitu bentuk
.Transformasi Z bilateral dari deret x(n) didefinisikan sebagai berikut.

∑ ………………………(2.28)

Dimana z merupakan variable bernilai kompleks. Untuk deret sembarang


x(n), kumpulan nilai z dimana X(z) ada disebut dengan Region of Convergence
(ROC), dan didefinisikan sebagai berikut:

| | …………………………(2.29)

Karena transformasi Z adalah deret pangkat tak berhingga, transformasi ini


hanya berlaku untuk nilai-nilai yang deretnya konvergen. Daerah konvergensi
(ROC) X(z) adalah himpunan seluruh nilai z agar X(z) mencapai nilai berhingga.
Jadi setiap waktu kita menyebutkan transformasi z kita menunjukkan ROC-nya.

A. Sifat-Sifat Penting Transformasi Z


a. Linearity
[ ]

b. Sample shifting
[ ]

c. Frequency shifting

[ ] ( ) | |
d. Folding
[ ] ⁄
e. Complex conjugation
[ ]
f. Differentiation in the z-domain

[ ]

g. Multiplication

[ ] ∮ ⁄

h. Convolution
[ ]

B. Inverse Transformasi Z
Inverse Transformasi Z dapat digunakan untuk mendapatkan kembali
deret, x(n), pada domain waktu diskrit dari domain Z, X(z). Bentuk formal untuk
mendapatkan nilai inverse Transformasi Z adalah:

∮ ……………………….(2.31)

Cara lain mencari untk inverse transformasi Z adalah menggunakan


partial-fraction expansion terutama apabila X(z) merupakan fungsi rasional z.

………………….(3.32)

diasumsikan n > m dan seluruh pole pk sederhana, maka:

……………(3.33)

dimana

| |
2.4 Langkah Percobaan
2.4.1 Sampling Sinyal Sinusoidal
Percobaan ini akan meng-investigasi sampling sinyal sinusoidal waktu
diskrit xa(t) di beberapa rate sampling.

1. Buatlah script Matlab berikut dan simpan hasilnya dengan nama “P2_1”.
% Program P2_1
% Ilustrasi dalam proses sampling domain waktu
clf;
t = 0:0.0005:1;
f = 13;
xa = cos(2*pi*f*t);
subplot(2,1,1)
plot(t,xa);grid
xlabel('Time, msec');ylabel('Amplitude');
title('Continuous-time signal x_{a}(t)');
axis([0 1 -1.2 1.2])
subplot(2,1,2);
T = 0.1;
n = 0:T:1;
xs = cos(2*pi*f*n);
k = 0:length(n)-1;
stem(k,xs); grid
xlabel('Time index n');ylabel('Amplitude');
title('Discrete-time signal x[n]');
axis([0 (length(n)-1) -1.2 1.2])
Kode Program 2.1 Sampling Sinyal Sinusoidal

2. Jalankan program P2_1 untuk menghasilkan sinyal waktu kontinyu dan


sinyal versi ter-sample.
3. Dari script diatas, berapakah frekuensi (Hz) sinyal sinusoidal dan
berapakah periode sampling (detik).
4. Jalan program P2_1 untuk 4 (empat) nilai periode sampling baru, masing-
masing 2 (dua) lebih rendah dan 2 (dua) lainnya lebih tinggi dari periode
sampling di script. Amati hasilnya dan jelaskan.
5. Ulangi program P2_1 dengan merubah frekuensi sinyal menjadi 3Hz dan
7Hz. Amati dan jelaskan hasil yang diperoleh.
2.4.2 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu
Pada percobaan ini, kita akan membangkitkan sinyal kontinyu equivalen
ya(t) dari sinyal diskrit yang dihasilkan oleh program P2_1 untuk meng-investigasi
hubungan antara frekuensi sinyal sinusoidal xa(t) dengan periode sampling. Untuk
menghasilkan sinyal rekonstruksi ya(t), sinyal x[n] dilewatkan melalui filter low-
pass menggunakan persamaan :

hr(t) = ∫ = ∫ = , - ≤t≤ ….(2.21)

1. Buat script Matlab dan simpan dengan nama “P2_2”.


% Program P2_2
% Ilustrasi efek aliasing dalam domain
clf;
T = 0.1;f = 13;
n = (0:T:1)';
xs = cos(2*pi*f*n);
t = linspace(-0.5,1.5,500)';
ya = sinc((1/T)*t(:,ones(size(n))) -
(1/T)*n(:,ones(size(t)))')*xs;
plot(n,xs,'o',t,ya);grid;
xlabel('Time, msec');ylabel('Amplitude');
title('Reconstructed continuous-time signal
y_{a}(t)');
axis([0 1 -1.2 1.2]);

Kode Program 2.2 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu


2. Jalankan program P2_2 untuk membangkitkan sinyal waktu diskrit x[n]
dan sinyal kontinyu equivalennya ya(t), dan menampilkannya bersama-
sama.
3. Berapa range t dan nilai peningkatan waktu dalam script P2_2?. Berapa
range t pada gambar / grafik yang dikeluarkan oleh simulasi? Selanjutnya
ubahlah range t, dan jalankan kembali program P2_2. Jelaskan hasil
rekonstruksi sinyal yang dihasilkan.
4. Kembalikan range sinyal t ke kondisi semula. Selanjutnya, ubahlah
frekuensi sinyal sinusoidal menjadi 3Hz dan 7Hz. Apakah terdapat
perbedaan antara sinyal diskrit equivalen dengan yang dihasilkan pada
langkah 1. Jika tidak, jelaskan.
2.4.3 Effect of Sampling in the Frequency Domain
Percobaan ini akan meneliti hubungan antara Continuous Time Fourier
Transform (CTFT) pada sinyal waktu kontinyu band terbatas (limited) dan
Discrete Time Fourier Transform (DTFT) dari sinyal diskrit. Dalam hal untuk
mengkonversi sinyal waktu kontinyu xa(t) menjadi sinyal waktu diskrit equivalen
x[n], diperlukan xa(t) harus band limited dalam domain frekuensi. Untuk
mengilustrasikan efek sampling dalam domain frekuensi, percobaan ini
menggunakan sinyal waktu kontinyu eksponensial dengan CTFT yang band
limited.
1. Buat script Matlab dan simpan dengan nama “P2_3”.
% Program P2_3
% Ilustrasi efek aliasing dalam domain frekuensi
clf;
t = 0:0.005:10;
xa = 2*t.*exp(-t);
subplot(2,2,1)
plot(t,xa);grid
xlabel('Time, msec');ylabel('Amplitude');
title('Continuous-time signal x_{a}(t)');
subplot(2,2,2)
wa = 0:10/511:10;
ha = freqs(2,[1 2 1],wa);
plot(wa/(2*pi),abs(ha));grid;
xlabel('Frequency, kHz');ylabel('Amplitude');
title('|X_{a}(j\Omega)|');
axis([0 5/pi 0 2]);
subplot(2,2,3)
T=1;
n = 0:T:10;
xs = 2*n.*exp(-n);
k = 0:length(n)-1;
stem(k,xs);grid;
xlabel('Time index n');ylabel('Amplitude');
title('Discrete-time signal x[n]');
subplot(2,2,4)
wd = 0:pi/255:pi;
hd = freqz(xs,1,wd);
plot(wd/(T*pi), T*abs(hd));grid;
xlabel('Frequency, kHz');ylabel('Amplitude');
title('|X(e^{j\omega})|');
axis([0 1/T 0 2])

Kode Program 2.3 Effect of Sampling in the Frequency Domain


2. Jalankan program P2_3 untuk membangkitkan dan menampilkan sinyal
waktu diskrit dan sinyal kontinyu ekivalennya, dan kaitan dengan
transformasi Fourier. Apakah tampak ada efek aliasing ?
3. Ulangi jalankan program P2_3 dengan meningkatkan periode sampling
menjadi 1.5. Apakah terjadi efek aliasing?
4. Modifikasi program P2_3 untuk kasus xa(t) = dan ulangi pertanyaan
2 dan 3.

2.4.3 Desain Filter Low-pass Analog


Tahap pertama dalam mendesain filter adalah menentukan orde filter (N)
dan frekuensi cut-off (Ωc). Parameter ini dihitung menggunakan fungsi Matlab
“buttord” untuk filter Butterworth, “cheb1ord” untuk filter Chebyshev Tipe 1,
“cheb2ord” untuk tipe 2, dan “ellipord” untuk filter elliptic. Ωc adalah frekuensi
cut-off 3 dB untuk filter Butterworth, pass-band edge untuk filter Chebyshev
Type 1, stop-band edge untuk filter Chebyshev Type 2, dan pass-band edge untuk
filter elliptic.
1. Buat script Matlab dan simpan dengan nama “P2_4”.
% Program P2_4
% Disain filter lowpass analog
clf;
Fp = 3500;Fs = 4500;
Wp = 2*pi*Fp; Ws = 2*pi*Fs;
[N, Wn] = buttord(Wp, Ws, 0.5, 30,'s');
[b,a] = butter(N, Wn, 's');
wa = 0:(3*Ws)/511:3*Ws;
h = freqs(b,a,wa);
plot(wa/(2*pi), 20*log10(abs(h)));grid
xlabel('Frequency, Hz');ylabel('Gain, dB');
title('Gain response');
axis([0 3*Fs -60 5]);

Kode Program 2.4 Desain Filter Low-pass Analog

2. Perhatikan script diatas, berapakah pass-band ripple (Rp) dalam dB dan


minimum stop-band attenuation (Rs) dalam dB. Berapakah frekuensi
pass-band dan stop-band edge (Hz) ?
3. Jalankan program P2_4 dan perhatikan display grafik yang dihasilkan.
Apakah filter yang dirancang sudah memenuhi spesifikasi ? Berapakah
orde filter (N) dan frekuensi cut-off (Hz) dari filter yang telah dirancang?
Data Hasil Percobaan
2.5.1 Sampling Sinyal Sinusoidal ‘P2_1’
A. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T= 0.1 s

Gambar 2.5 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 13 Hz T = 0.1 s


B. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.01 s

Gambar 2.6 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 13 Hz T =0.01 s

C. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.05 s

Gambar 2.7 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 13 Hz T = 0.05 s


D. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.3 s

Gambar 2.8 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 13 Hz T = 0.3 s

E. Data Hasil Sampling F = 13 Hz T = 0.5 s

Gambar 2.9 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 13 Hz T = 0.5 s

F. Data Hasil Sampling T= 0.1 s dan F = 3 Hz

Gambar 2.10 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 3 Hz


G. Data Hasil Sampling T= 0.1 s dan F = 7 Hz

Gambar 2.11 Sampling Sinyal Sinusoidal F = 7 Hz

2.5.2 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu


A. Data Hasil Range T = 0.1 s dan F = 13 Hz

Gambar 2.12 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.1 s dan F = 13 Hz

B. Data Hasil Range T = 0.2 s dan F = 13 Hz

Gambar 2.13 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.2 s dan F = 13 Hz


C. Data Hasil Range T = 0.5 s dan F = 13 Hz

Gambar 2.14 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.5 s dan F = 13 Hz

D. Data Hasil Range T = 0.1 s dan F = 3 Hz

Gambar 2.15 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.1 s dan F = 3 Hz

E. Data Hasil Range T = 0.1 s dan F = 7 Hz

Gambar 2.16 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu T = 0.1 s dan F = 7 Hz


2.5.3 Effect of Sampling in the FrequencyDomain ‘P2_3’
A. Data Hasil Sampling T = 1.0 s

Gambar 2.17 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1.0 s

B. Data Hasil Sampling T = 1.5 s

Gambar 2.18 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1.5 s


C. Data Hasil Sampling xa(t) = dengan T = 1.0 s

Gambar 2.19 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = T = 1.0 s

D. Data Hasil Sampling xa(t) = dengan T = 1.5 s

Gambar 2.20 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = T = 1.5 s


2.5.4 DesainFilter Lowpass Analog P2_4

Gambar 2.21 Desain Filter Low-pass Analog

N (Orde) 18
ωp (Frekuensi Passband) 2.1991e+04
ωs (Frekuensi Stopband) 2.8274e+04
ωn (Frekuensi Cut-Off) 2.3338e+04
2.6 Analisa Data

2.6.1 Sampling Sinyal Sinusoidal ‘P2_1’


Suatu proses sampling dapat dilakukan dengan cara men-sampling sebuah
sinyal analog dalam suatu periode waktu tertentu yang disebut dengan periode
pencacahan (Ts). Kebalikan dari periode pencacahan adalah frekuensi sampling
(Fs) yaitu . Semakin tingginya frekuensi sampling, atau semakin kecilnya

periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin menyerupai sinyal
analog asli. Sinyal hasil sampling sering kali disebut juga istilah Pulse Amplitude
Modulation (PAM). Namun, semakin tinggi frekuensi sampling membawa
konsekuensi pada harga keseluruhan pada proses pencacahan semakin tinggi
sebaliknya, menggunakan frekuensi sampling rendah akan menurunkan harga
proses pencacahan tetapi mengandung konseskuensi pada represensitasi sinyal
PAM yang kurang dapat mewakili sinyal analog asli. Karena itu secara natural
akan muncul pertanyaan berupa jumlah frekuensi minimal yang dapat digunakan
agar hasil pengkodean digital nantinya dapat dikendalikan ke bentuk dari sinyal
analog. Hal tersebut sesuai dengan Teorema Nyquist, dimana frekuensi sampling
harus minimal 2 kali frekuensi tertinggi (bukan bandwidth) yang dikandung oleh
sinyal asli.
A. Sampling T = 0.1 s F = 13 Hz

Gambar 2.22 Sampling Sinyal Sinusoidal T= 0.1 s

Berdasarkan gambar 2.22 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 13 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 13 Hz = 26 Hz.
Pada hasil percobaan gambar 2.22 dengan periode T = 0,1 s. Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis untuk memperoleh frekuensi sampling
akan diperoleh hasil sebagai berikut:

Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau


semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Jika dilihat dari teori seharusnya frekuensi
sampling sebesar dua kali frekuensi maksimum dimana besar frekuensi sampling
seharusnya adalah 26 Hz. Data diatas menunjukan Frekuensi sampling (Fs)
sebesar 10 Hz. Hasil Fs itu tidak bernilai dua kali frekuensi maksimum sehingga
hasil sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal analog
aslinya.
B. Sampling T = 0.01 s F = 13 Hz

Gambar 2.23 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0,01 s

Berdasarkan gambar 2.23 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 13 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 13 Hz = 26 Hz.
Pada hasil percobaan gambar 2.23 dengan periode T = 0,01 s. Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis untuk memperoleh frekuensi sampling
akan diperoleh hasil sebagai berikut :
Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau
semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Data diatas menunjukan frekuensi sampling (Fs)
sebesar 100 Hz. Hasil Fs itu tidak bernilai dua kali frekuensi maksimum sehingga
hasil sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal analog
aslinya.
C. Sampling T = 0.05 s F = 13 Hz

Gambar 2.24 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0,05 s

Berdasarkan gambar 2.24 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 13 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 13 Hz = 26 Hz.
Pada hasil percobaan gambar 2.24 dengan periode T = 0,05 s. Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis untuk memperoleh frekuensi sampling
akan diperoleh hasil sebagai berikut :

Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau


semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Jika dilihat dari teori seharusnya frekuensi
sampling sebesar dua kali frekuensi maksimum dimana besar frekuensi sampling
seharusnya adalah 26 Hz. Data diatas menunjukan Frekuensi sampling (Fs)
sebesar 20 Hz. Hasil Fs itu belum terlalu tinggi sehingga hasil sampling dari
sinyal tersebut belum menyerupai sinyal analog aslinya.
D. Sampling T= 0.3 s F = 13 Hz

Gambar 2.25 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0.3 s

Berdasarkan gambar 2.25 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 13 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 13 Hz = 26 Hz.
Hasil percobaan pada gambar 2.25 dengan periode T = 0,3 s. Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis untuk memperoleh frekuensi sampling
akan diperoleh hasil sebagai berikut :

Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau


semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Jika dilihat dari teori seharusnya frekuensi
sampling sebesar dua kali frekuensi maksimum dimana besar frekuensi sampling
seharusnya adalah 26 Hz. Data diatas menunjukan Frekuensi sampling (Fs)
sebesar 3.3 Hz. Hasil Hasil Fs itu tidak bernilai dua kali frekuensi maksimum
sehingga hasil sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal
analog aslinya.
E. Sampling T = 0.5 s F = 13 Hz

Gambar 2.26 Sampling Sinyal Sinusiodal T = 0.5 s

Berdasarkan gambar 2.26 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 13 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 13 Hz = 26 Hz.
Hasil percobaan pada gambar 2.26s dengan periode T = 0,5 Sehingga
apabila dilakukan perhitungan matematis untuk memperoleh frekuensi sampling
akan diperoleh hasil sebagai berikut :

Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau


semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Jika dilihat dari teori seharusnya frekuensi
sampling sebesar dua kali frekuensi maksimum dimana besar frekuensi sampling
seharusnya adalah 26 Hz. Data diatas menunjukan Frekuensi sampling (Fs)
sebesar 2 Hz. Hasil Hasil Fs itu tidak bernilai dua kali frekuensi maksimum
sehingga hasil sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal
analog aslinya.
F. Sampling F = 3 Hz T = 0.1 s

Gambar 2.27 Sampling Sinyal Sinusiodal F = 3 Hz

Berdasarkan gambar 2.27 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 3 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 3 Hz = 6 Hz.
Besar periode sampling yang seharusnya adalah :

Hasil percobaan pada gambar 2.27 dengan frekuensi F = 3 Hz. Sehingga


apabila dilakukan perhitungan matematis akan dperoleh hasil sebagai berikut :

Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau


semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Data diatas menunjukan Periode sampling (Ts)
sebesar 0,33 s. Sedangkan besar periode sampling yang seharusnya adalah 0.17 s.
Hasil Ts itu tidak bernilai setengah dari periode maksimumnya sehingga hasil
sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal analog
aslinya.
G. Sampling F = 7 Hz T = 0.1 s

Gambar 2.28 Sampling Sinyal Sinusiodal F = 7 Hz

Berdasarkan gambar 2.28 diketahui bahwa besar frekuensi sinyal analog


asli adalah 3 Hz, sehingga besar frekensi sampling yang seharusnya adalah :
Fs = 2 x 7 Hz = 14 Hz.
Besar periode sampling yang seharusnya adalah :

Hasil percobaan pada gambar 2.28 dengan frekuensi F = 7 Hz Sehingga


apabila dilakukan perhitungan matematis akan dperoleh hasil sebagai berikut :

Sehingga, sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau


semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Data diatas menunjukan Periode sampling (Ts)
sebesar 0,14 s. Sedangkan besar periode sampling yang seharusnya adalah 0.07 s.
Hasil Ts itu tidak bernilai setengah dari periode maksimumnya sehingga hasil
sampling dari sinyal tersebut belum menyerupai rekonstruksi sinyal analog
aslinya.
H. Perbandingan Sinyal Sampling dengan Nilai Periode Berbeda

(a) (b) (c)

(d) (e)

Gambar 2.29 Sampling Sinyal Sinusoidal Dengan Nilai (a) T = 0,02 s, (b) T = 0,05 s,
(c) T = 0,1 s, (d) T = 0,2 s, (e) T = 0.5 s

Pada percobaan sampling sinyal sinusoidal dengan nilai periode (Ts)


berbeda, yang dapat dilihat pada gambar 2.29. Dapat disimpulkan bahwa nilai
frekuensi sampling berbanding terbalik dengan periode sinyal. Maka semakin
besar nilai T maka nilai frekuensi sampling akan semakin rendah. Sehingga,
sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau semakin kecil periode
sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin menyerupai sinyal analog asli.
I. Perbandingan Sinyal Sampling dengan Nilai Frekuensi Berbeda

(a) (b) (c)


Gambar 2.30 Sampling Sinyal Sinusoidal Dengan Nilai (a) F = 13 Hz, (b) F = 3 Hz, (c) F =
7 Hz
Pada percobaan sampling sinyal sinusoidal dengan nilai frekuensi (Fs)
berbeda, yang dapat dilihat pada gambar 2.30. Dapat disimpulkan bahwa nilai
frekuensi sampling berbanding terbalik dengan periode sinyal. Maka semakin
besar nilai T maka nilai frekuensi sampling akan semakin rendah. Sehingga,
sesuai dengan teori semakin tinggi frekuensi sampling, atau semakin kecil periode
sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin menyerupai sinyal analog asli.
2.6.2 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Waktu ‘P2_2’
Aliasing adalah fenomena bergesernya frekuensi tinggi gelombang seismik
menjadi lebih rendah yang diakibatkan pemilihan interval sampling yang terlalu
besar (kasar). Aliasing dapat menghasilkan efek dipping yang semu. Secara
spasial Aliasing dapat menyisakan artifact (noise) setelah proses migrasi atau
dikenal migration artifact. Efek Aliasing terjadi karena frekuensi sinyal
maksimum Fmax lebih besar dari ½ frekuensi sampel (Fs). Untuk menghindari efek
Aliasing maka frekuensi sampel Fs harus dua kali lebih besar daripada frekuensi
sinyal maksimum Fmax. Apabila Aliasing terjadi maka tidak dapat mengetahui
frekuensi sinyal yang sebenarnya. (Frekuensi Aliasing = frekuensi pencuplikan –
frekuensi sinyal ).

A. Range T = 0,1 s dan F = 13 Hz

Gambar 2.31 Pengaruh Aliasing dalam Domain Range T = 0,1 s dan F = 13

Dalam keadaan diatas diketahui T = 0,1 s dan F = 13 Hz sehingga akan


terjadi perubahan atau pergeseran amplitudo saat perubahan waktu sebesar 0,1 s.
Misalnya 0,1 detik pertama akan membuat amplitudo bergeser dari 1 V menjadi
0,3 V. Perubahan tersebut juga terjadi lagi saat waktu berjalan menjadi 0,2 s dan
membuat amplitudo sebesar 0,8 V begitu seterusnya sesuai perubahan waktu dan
pola akan tetap sama.
B. Range T= 0,2 s dan f= 13 Hz

Gambar 2.32 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Range T = 0,2 s dan f = 13

Dalam keadaan diatas diketahui T = 0,2 s dan F = 13Hz, sehingga akan


terjadi perubahan atau pergeseran amplitudo saat perubahan waktu sebesar 0,2 s.
Misalnya 0,2 detik pertama akan membuat amplitudo bergeser dari 1V menjadi
0,8V. Perubahan tersebut juga terjadi lagi saat waktu berjalan menjadi 0,2s dan
membuat amplitudo sebesar 0,4V begitu seterusnya sesuai perubahan waktu dan
pola akan tetap sama.

C. Range T= 0,5 s dan f= 13 Hz

Gambar 2.33 Pengaruh Aliasing Dalam Domain Range T = 0,2 s dan f = 13

Dalam keadaan diatas diketahui T = 0,5 s dan F = 13Hz, sehingga akan


terjadi perubahan atau pergeseran amplitudo saat perubahan waktu sebesar 0,5 s.
Misalnya 0,5 detik pertama akan membuat amplitudo bergeser dari 1V menjadi -
1V. Perubahan tersebut juga terjadi lagi saat waktu berjalan menjadi 0,5s dan
membuat amplitudo sebesar 1V begitu seterusnya sesuai perubahan waktu dan
pola akan tetap sama.
D. Perbandingan antara periode yang sama dengan frekuensi yang berbeda.

(a) (b) (c)

Gambar 2.34 (a) Range T = 0,1s dan f =13Hz


(b) Range T = 0,1s dan F = 3 Hz
(c) Range T = 0,1s dan F = 7Hz

Dari ketiga data yang diperoleh dengan range periode yang sama sebesar
0,1 dan frekuensi yang berbeda – beda. Mempunyai hasil penggambaran sinyal
yang sangat indentik atau sama tanpa adanya perbedaaan. Sehingga apabila kita
mengacu pada persamaan 2.13
Pada frekuensi 13 Hz :
Frekuensi Aliasing = |Frekuensi Sampling – Frekuensi Sinyal|
= |10 – 13| = 3 Hz
Pada frekuensi 7 Hz :
Frekuensi Aliasing = |Frekuensi Sampling – Frekuensi Sinyal|
= |10 – 7| = 3 Hz
Pada frekuensi 3 Hz :
Frekuensi Aliasing = |Frekuensi Sampling – Frekuensi Sinyal|
= |10 – 3| = 7 Hz
Sedangkan didapatkan gambaran yang sama pada setiap frekuensi tersebut
2.6.3 Effect of Sampling in the Frequency Domain ‘P2_3’
Proses ini mengubah representasi sinyal yang tadinya berupa sinyal
kontinyu menjadi sinyal diskrit. Dapat juga diibaratkan sebagai sebuah saklar
on/off yang membuka dan menutup setiap periode tertentu. Proses sampling
dilakukan dengan men-sampling sinyal analog dalam periode waktu tertentu
disebut dengan periode pencacahan (Ts). Kebalikan dari periode pencacahan
adalah frekuensi sampling (Fs) yaitu . Semakin tinggi frekuensi sampling,

atau semakin kecil periode sampling maka sinyal hasil sampling akan semakin
menyerupai sinyal analog asli. Sinyal hasil sampling sering kali disebut juga
istilah Pulse Amplitude Modulation (PAM). Namun, semakin tinggi frekuensi
sampling membawa konsekuensi pada harga keseluruhan pada proses pencacahan
semakin tinggi sebaliknya, menggunakan frekuensi sampling rendah akan
menurunkan harga proses pencacahan tetapi mengandung konsekuensi pada
representasi sinyal PAM yang kurang dapat mewakili sinyal analog asli. Karena
itu secara natural akan muncul pertanyaan, berapa frekuensi terendah yang dapat
digunakan agar hasil pengkodean digital nantinya dapat dikendalikan ke bentuk
dari sinyal analog. Hal tersebut sesuai dengan Teorema Nyquist yang berbunyi
sebagai berikut “Frekuensi sampling harus minimal 2 kali frekuensi tertinggi
(bukan bandwidth) yang dikandung oleh sinyal asli”.
A. Sampling T= 1,0 s

Gambar 2.35 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1,0 s


Pada hasil percobaan di atas dengan periode T = 1,0 s. Sehingga apabila
dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil sebagai berikut :

(a) (b)
Gambar 2.36 (a) Sinyal Asli, (b) Sinyal Hasil Sampling

Data diatas menunjukan sampling antara sinyal asli menjadi sinyal


sampling dengan T= 1,0
(c) (d)

Gambar 2.36 (c) Perubahan dari Sinyal Waktu Kontinyu menjadi Sinyal Waktu Diskrit,
(d) Perubahan dari Sinyal Waktu Diskrit menjadi Sinyal Waktu Kontinyu

Dari data di atas diperoleh hasil yaitu proses perubahan sinyal akibat
adanya variabel frekuensi. Di mana Fs = 1,0 sesuai dengan proses perhitungan di
atas.
Gambar 2.37 Pengaruh Variabel Frekuensi
B. Sampling T = 1,5 s

Gambar 2.38 Effect of Sampling in the Frequency Domain T = 1,5 s


Pada hasil percobaan di atas dengan periode T = 1,5 s. Sehingga apabila
dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil sebagai berikut :

Gambar 2.39 (a) Sinyal Asli, (b) Sinyal Hasil Sampling


Data diatas menunjukan sampling antara sinyal asli menjadi sinyal
sampling dengan T= 1,5 s

(c) (d)
Gambar 2.39(c) Perubahan dari Sinyal Waktu Kontinyu menjadi Sinyal Waktu Diskrit,
(d) Perubahan dari Sinyal Waktu Diskrit menjadi Sinyal Waktu Kontinyu
Dari data pada gambar 2.39 diperoleh hasil yaitu proses perubahan sinyal
akibat adanya variable frekuensi. Di mana Fs = 0,67 Hz sesuai dengan proses
perhitungan di atas.

Gambar 2.40 Pengaruh Variable Frekuensi

C. Sampling xa(t) = dengan T= 1,0 s

Gambar 2.41 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = Dengan T=1.0

Pada hasil percobaan di atas dengan periode T = 1,0 dan xa(t) =


Sehingga apabila dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil sebagai
berikut :
Dalam hal ini akan dibandingkan antara Effect of Sampling in the
Frequency T= 1,0 s dan Effect of Sampling in the FrequencyDomain xa(t) =
dengan T= 1,0 s.

a) b)

Gambar 2.42 Perbandingan (a) Effect of Sampling in the Frequency T=1.0 dan (b) Effect
of Sampling in the FrequencyDomain xa(t) = dengan T=1.0.

Dari data di atas hanya diperoleh perubahan yang terjadi pada hasil sinyal
asli disebabkan karena adanya nilai xa(t) = . Sedangkan, untuk data hasil
sampling dan data Perubahan dari Sinyal Waktu Kontinyu menjadi Sinyal Waktu
Diskrit atau sebaliknya diperoleh hasil yang sama karena nilai T yang tetap.

D. Sampling xa(t) = dengan T = 1,5 s

Gambar 2.43 Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) = T = 1,5 s


Pada hasil percobaan di atas dengan periode T = 1,5 s dan xa(t) =
Sehingga apabila dilakukan perhitungan matematis akan diperoleh hasil
sebagai berikut :

Dalam hal ini akan dibandingkan antara Effect of Sampling in the


Frequency T=1,5 s dan Effect of Sampling in the Frequency Domain xa(t) =
dengan T=1,5 s.

(a) (b)
Gambar 2.44 Perbandingan (a) Effect of Sampling in the Frequency T = 1,5 s dan (b) Effect of
Sampling in the Frequency Domain xa(t) = dengan T = 1,5 s

Dari data di atas hanya diperoleh perubahan yang terjadi pada hasil sinyal
asli disebabkan karena adanya nilai xa(t) = Sedangkan, untuk data hasil
sampling dan data Perubahan dari Sinyal Waktu Kontinyu menjadi Sinyal Waktu
Diskrit atau sebaliknya diperoleh hasil yang sama karena nilai T yang tetap.

2.6.4 DesainFilter Lowpass Analog ‘P2_4’


Filter adalah rangkaian pemilih frekuensi agar dapat melewatkan frekuensi
yang diinginkan dan menahan (couple) atau membuang (by pass) frekuensi
lainnya. Low-Pass Filter (LPF) adalah sebuah rangkaian yang tegangan
keluarannya tetap dari DC naik sampai ke suatu frekuensi cut-off fc. Bersama
naiknya frekuensi di atas fc, tegangan keluarannya diperlemah (turun). Low-Pass
Filter adalah jenis Filter yang melewatkan frekuensi rendah serta meredam atau
menahan frekuensi tinggi.

Gambar 2.45 Desain Low-pass Filter Analog

Tabel 2.2 Nilai N, ωp, ωs, ωn


N (Orde) 18
ωp (Frekuensi Passband) 2.1991e+04
ωs (Frekuensi Stopband) 2.8274e+04
ωn (Frekuensi Cut-Off) 2.3338e+04

Filter ini memiliki ordo N, dimana N adalah integer dan jika N semakin
besar maka respon Filter mendekati respon Filter ideal. Ordo Filter ini ditentukan
oleh jumlah komponen penyimpan energi. Dari hasil di atas hanya terdapat N=1
karena hanya terdapat 1 hasil percobaan yang sudah mendekati hasil respon Filter
ideal. Perhitungannya adalah :

Dimana :
ω : Frekuensi redaman yang diinginkan
ωc : Frekuensi cut off 10 dB

| HN(Jω)|2= 1N= -10N log(10) dB = -10 dB/dec

Jadi setelah frekuensi cut off-nya, Filter Butterworth ini memiliki respon
meredam mendekati 10N dB/ dekade. Berdasarkan tabel diperoleh nilai N adalah
18. Nilai ini sudah cukup besar sehingga respon Filter yang dihasilkan sudah
mendekati respon Filter ideal.
2.7 Simpulan
Dari percobaan yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan, yaitu:
1. Semakin tinggi frekuensi sampling, atau semakin kecil periode sampling
maka sinyal hasil sampling akan semakin menyerupai sinyal analog asli.
2. Semakin rendah frekuensi sinyal sampling atau semakin besar periode
sampling maka sinyal hasil sampling tidak akan menyerupai sinyal analog
asli.
3. Dengan range periode yang sama sebesar dan frekuensi yang berbeda –
beda. Mempunyai hasil penggambaran sinyal yang sangat indentik atau
sama tanpa adanya perbedaaan.
4. Sedangkan dengan range periode yang berubah-ubah dan dengan frekuensi
yang sama. Mempunyai hasil penggambaran sinyak yang berbeda.
5. Effect of Sampling in the Frequency Domain mengakibatkan perubahan
yang terjadi pada hasil sinyal asli disebabkan karena adanya nilai xa(t) =
Sedangkan, untuk data hasil sampling dan data perubahan dari sinyal
waktu kontinyu menjadi sinyal waktu diskrit atau sebaliknya, diperoleh
hasil yang sama karena nilai T yang tetap.
6. Filter Low-pass Analog ini memiliki ordo N, (N Integer) dan jika N
semakin besar maka respon Filter mendekati respon Filter ideal. Ordo
filter ini ditentukan oleh jumlah komponen penyimpan energi.

Anda mungkin juga menyukai