Anda di halaman 1dari 20

MODUL 1

SINYAL DISKRIT, SAMPLING, DAN ALIASING

1. Pengertian sinyal

Sinyal adalah suatu besaran fisis yang berubah terhadap waktu, ruang, ataupun
dapat berubah terhadap variabel bebas lainnya, yang dimaksud dengan variabel
bebas disini adalah sinyal dapat dikatakan sebagai sinyal kontinyu (dinyatakan
dengan x(n)), sinyal diskrit (dinyatakan dengan x(t)), dan lain-lain

2. Macam-Macam Sinyal

Terdapat 2 tipe dasar sinyal, yaitu:


1. Sinyal waktu kontinyu (continous-time signal)
2. Sinyal waktu diskrit (discrete-time signal)

Sinyal waktu kontinyu


Suatu sinyal x(t) dikatakan sebagai sinyal waktu-kontinyu atau sinyal analog
ketika memiliki nilai pada setiap saat.

Sinyal waktu diskrit


Suatu sinyal x(kT) dikatakan sebagai sinyal waktu-diskrit ketika memiliki
nilai pada rentang waktu tertentu.
Perbedaan sinyal analog vs digital
Macam ragam sinyal uji
Untuk memudahkan analisis suatu respon, digunakan beberapa sinyal uji dengan
fungsi waktu sederhana. Pemilihan sinyal uji harus mendekati bentuk input
sistem pada kondisi kerjanya.
Sinyal-Sinyal Pengujian :
1. fungsi step : berguna untuk menguji respon terhadap ganguan yang muncul tiba-
tiba, dan juga melihat kemampuan sistem kontrol dalam memposisikan respon.
2. fungsi ramp : fungsi berubah bertahap terhadap waktu, berguna untuk melihat
kemampuan sistem kontrol dalam melacak target yang bergerak dengan
kecepatan konstan.
3. fungsi impuls : berguna untuk menguji respon terhadap gangguan sesaat yang
muncul tiba-tiba dan untuk menguji sistem yang responnya berubah dalam selang
waktu yang sangat singkat.
4. fungsi parabolic: berguna untuk kebutuhan akan akselerasi dan pengujian
kemampuan sistem kontrol untuk melacak obyek yang bergerak dengan
kecepatan berubah-ubah.
5. fungsi sinusoidal : berguna untuk menguji respon sistem yang menerima input
berupa sinyal sinusoidal.
3. sinyal diskrit

Sinyal analog diubah menjadi sinyal digital dengan analog-to-digital converter (ADC).
Pada proses ADC terdapat tiga tahap, yaitu :

1. Sampling
2. Kuantisasi
3. Koding
Analog to Digital Converter (ADC) adalah pengubah input analog menjadi kode –
kode digital. ADC banyak digunakan sebagai Pengatur proses industri, komunikasi
digital dan rangkaian pengukuran/ pengujian. Umumnya ADC digunakan sebagai
perantara antara sensor yang kebanyakan analog dengan sistim komputer seperti sensor
suhu, cahaya, tekanan/ berat, aliran dan sebagainya kemudian diukur dengan
menggunakan sistim digital (komputer). ADC (Analog to Digital Converter) memiliki
2 karakter prinsip, yaitu kecepatan sampling dan resolusi.

Sinyal analog Xa(t) diubah menjadi sinyal diskrit pada sebuah sampler
menghasilkan sinyal waktu diskrit x(n). Sinyal waktu diskrit kemudian dikuantisasi
untuk menghasilkan sinyal bernilai digital Xq(n).

Proses sampling adalah proses pencuplikan nilai dari suatu sinyal kontinyu,
dimana terdapat nilai pada setiap waktu (waktu yang digunakan adalah waktu analog),
dimana nilainya tertentu untuk setiap waktu tertentu (waktu yang digunakan adalah

waktu domain digital). adalah sinyal inputan yang disampling dengan sampling

rate , yang menghasilkan .

sendiri masih dalam bentuk analog. Dari bentuk analog ini, dikonversi menuju

bentuk waktu diskret dengan converter. Impuls train adalah sinyal kontinyu yang
mempunyai nilai tidak nol pada t=nT dengan n adalah bilangan bulat (integer).

Bila dihubungkan dengan Transformasi Fourier, tiap memiliki hasil

transformasi berupa , yang memiliki spectrum dari

waktu , dimana adalah domain waktu diskret. Setiap ,

memiliki hasil transformasi berupa . Setiap , memiliki hasil transformasi

berupa , dimana terdapat spectrum untuk setiap .


Dalam proses sampling ini terkadang terjadi aliasing. Aliasing adalah kondisi

dimana spectrum untuk tiap pada tiap saling bertumpuk satu dengan yang
lain. Untuk mencegah aliasing, maka frekuensi sampling di atur sehingga mencapai 2

kali frekuensi maksimum pada . Makin besar frekuensi samplingnya, maka


sinyal terhindar dari aliasing.

Kecepatan pengambilan sampel (frekuensi sampling) dari sinyal analog yang


akan dikonversi haruslah memenuhi kriteria Nyquist yaitu:

fs > 2 finmax

dimana frekuensi sampling (Fs) minimum adalah 2 kali frekuensi sinyal analog yang
akan dikonversi (Finmax). Misalnya bila sinyal analog yang akan dikonversi
mempunyai frekuensi sebesar 100Hz maka frekuensi sampling minimum dari ADC
adalah 200Hz. Atau bila dibalik, bila frekuensi sampling ADC sebesar 200Hz maka
sinyal analog yang akan dikonversi harus mempunyai frekuensi maksimum 100Hz.
Apabila kriteria Nyquist tidak dipenuhi maka akan timbul efek. Disebut aliasing karena
frekuensi tertentu terlihat sebagai frekuensi yang lain (menjadi alias dari frekuensi
lain).
Modul II

Konvolusi Diskrit

1. Pendahuluan
Konvolusi dikenal juga dengan cross corelation adalah operasi antar dua fungsi
sehingga menghasilkan fungsi ketiga yang merupakan modifikasi dari kedua fungsi
aslinya. Secara matematis, konvolusi adalah integral yang mencerminkan jumlah
lingkupan dari sebuah fungsi a yang digeser atas fungsi b sehingga menghasilkan
fungsi c. Konvolusi dilambangkan dengan asterisk ( *). konvolusi terus dievaluasi pada
setiap pergeseran n dengan perkalian x[k] dan h[n-k] untuk semua nilai n, yang berjalan
dari minus tak berhingga (-∞) sampai plus tak berhingga (+∞).
Proses konvolusi sangat berguna untuk menggambarkan beberapa efek yang
terjadi secara luas dalam pengukuran , seperti pengaruh dari low-pass filter pada sinyal
listrik atau pengaruh spektral bandpass pada spektrometer dalam bentuk spektrum.

2. Konvolusi sinyal waktu diskrit


Konvolusi dari dua buah sinyal waktu diskrit, x[n] dan h[n] secara matematis
dinyatakan dalam rentang batas :

3. Menghitung Konvolusi secara Grafis

Jika dua buah sinyal diskrit x[n] dan h[n] mempunyai representasi sebagai
berikut:
Agar dapat menyelesaikan permasalahan ini dilakukan tahapan – tahapan berikut :
1. Gambarkan terlebih dahulu bentuk sinyal x[k] yang sama dengan x[n] dan h[k]
yang sama dengan h[n]

2. Cerminkan / putar sinyal h[k], sehingga menjadi h[n-k]

3. Susun sinyal x[x] dan h[n-k], lalu lakukan perkalian x[x] dan h[n-k] pada setiap
pergeseran n.
Hitung untuk n=0 y[0]= = 1*1 =1. Gambarkan y[0]=1
4. Geser h[n-k] ke kanan 1 step, lalu hitung untuk n=1 y[1]=1*1+1*2=3.
Selanjutnya gambarkan y[1]=3.

5. Geser h[n-k] ke kanan 1 step, lalu hitung untuk n = 2 à y[1] = 1*1+1*2 + 1*3
= 6. Selanjutnya gambarkan y[2]=6.
6. Geser h[n-k] ke kanan 1 step, lalu hitung untuk n=3à
y[1]=1*1+1*2+1*3+1*2=8. Selanjutnya gambarkan y[3]=8.
7. Geser h[n-k] ke kanan 1 step, lalu hitung untuk n=4à
y[1]=1*1+1*2+1*3+1*2+1*1=9. Selanjutnya gambarkan y[4]=9.
8. Geser h[n-k] ke kanan 1 step, lalu hitung untuk n=5à
y[5]=1*2+1*3+1*2+1*1=8. Selanjutnya gambarkan y[5]=8.
9. Geser h[n-k] ke kanan 1 step, lalu hitung untuk n=6 y[6]=1*3+1*2+1*1=6.
Selanjutnya gambarkan y[6]=6.
10. Geser h[n-k] ke kanan 1 step, lalu hitung untuk n=7 y[7]=1*2+1*1=3.
Selanjutnya gambarkan y[7]=3.
11. Geser h[n-k] ke kanan 1 step, lalu hitung untuk n=8 y[8]=1*1=1. Selanjutnya
gambarkan y[8]=1
Sehingga diperoleh dari posisi akhir sinyal adalah seperti berikut :

Konvolusi diskrit antara dua sinyal x(n) dan h(n) dapat dirumuskan sebagai
berikut: ∑==k allk)-x(k)h(nh(n)* x(n)r(n)(2.5) Komputasi tersebut diselesaikan
dengan merubah indeks waktu diskrit n menjadi k dalam sinyal x[n] dan h[n]. Sinyal
yang dihasilkan x[k] dan h[k] selanjutnya menjadi sebuah fungsi waktu diskrit
k.Langkah berikutnya adalah menentukan h[n-k] dengan h[k] merupakan pencerminan
dari h[k] yang diorientasikan pada sumbu vertikal dan h[n-k] merupakan h[ki] yang
digeser ke kanan dengan sejauh n. Saat pertama kali hasil perkalian x[k]k[n-k]
terbentuk, nilai pada konvolusi x[n]*v[n] pada titik n dihitung dengan menjumlahkan
nilai x[k]h[n-k] sesuai rentang k pada sederetan nilai integer tertentu.
Modul III

Audio Multichanel

Audio adalah suara atau bunyi yang dihasilkan oleh getaran suatu benda pada
rentang frekuensi pendengaran manusia (20 Hz – 20 kHz).

Penilaian kualitas audio tergantung pada tingkat kejernihan dan visualisasiletak


sumber suara. Penilaian ini ada yang bersifat subjective test dan ada pula yang bersifat
objective test.

Sistem audio yang menggunakan banyak kanal dikenal dengan Multichannel


audio. Sistem multichannel yang terstandarisasi yaitu 2.0 (Stereo), 5.1 dan 7.1 Audio
multichannel. Secara umum penulisan Audio Multichannel ditulis dengan cara “m.n”,
m merupakan kanal fullband dan n adalah kanal limited bandwidth (LFE). Sistem
Audio Multichannel bisa memvisualisasikan sumber suara, tetapi menggunakan
bandwidth yang lebih besar.

Teknik untuk merepresentasikan atau menyimpan audio dalam bentuk digitl


disebut dengan Audio Coding, ada beberapa jenis audio coding yang dikembangkan
oleh beberapa perusahaan.

Sama halnya pada data , dalam kompresi audio ada dua teknik kompresi yang
digunakan yaitu Lossless dan Lossy. Pada teknik lossy ada kemungkinan beberapa data
yang hilang saat proses kompresi.
Multichannel audio membutuhkan bandwith yang lebih besar jika dibandingkan
dengan audio stereo atau mono dalam proses pentransmisiannya. Akan tetapi dengan
kemunculan sistemspatial audio coding permasalahan bandwith dapat diatasi.Spatial
audio Codingsemakin terus berkembang dalam dunia multichannel audio. Dengan
memanfaat sistem pendengaran manusia untuk merepresentasikan letak atau posisi
sumber audio, Spatial Audio Coding mampu menvisualisasikan posisi seperti berada
dalam suatu ruangan. MPEG Surroundsalah satu teknologi multichannel audio
codingyang menerapkan sistem Spatial
Audio Coding. Sistem dari spatial audio codingmemiliki kemampuan backward
compatibily, kompatibel terhadap audio coder yang sudah distandarisasikan.
Memungkinkan sistem untuk kompatibel dengan codec mono atau stereoyang telah
ada. Namun,saat ini masih banyak sistem yang beroperasi padamode mono atau
stereo.Untuk mengoptimalkan kinerja sistem spatial audio coding, muncul metode
close-loop yang diterapkan pada spatial audio coding. Spatial audio coding metode
close-loop memiliki kemampuan untuk menekan error quantisasi pada proses
downmix. Dengan keunggulan tersebut menghasilkan audio multichannelyang lebih
bagus. Namun, merujuk kepada permasalahan sebelumnya yaitu, perangkat saat ini
belum mendukung untuk sistem multichannel, dimana keunggulan sistem ini belum
dapat dilihat apabila masih menggunakan sistem audio untuk stereo atau mono. Untuk
menverifikasi permasalah ini, penulis ingin mengemukan sebuah penelitian dengan
judul “ analisa sinyal downmixspatial audio coding metode close-loop”. Penelitian ini
membahas kualitas sinyal audio downmixpada sistem spatial audio coding metode
close-loop.
Modul IV
Pengolahan Sinyal Digital PadaCitra
1. Pendahuluan

Citra adalah suatu representasi (gambaran), kemiripan, atau imitasi dari suatu
objek. Citra terbagi 2 yaitu ada citra yang bersifat analog dan ada citra yang bersifat
digital. Setiap citra memiliki ukuran dan resolusi yang berbeda- beda. Untuk
mendapatkan ukuran dan resolusi citra yang diinginkan dilakukan kompresi citra.
Kompresi citra adalah proses pemampatan citra yang bertujuan untuk mengurangi
duplikasi data pada citra sehingga memory yang digunakan untuk merepresentasikan
citra menjadi lebih sedikit daripada representasi citra semula. Rasio citra kompresi
adalah ukuran persentase citra yang telah berhasil dimampatkan.
Pemampatan citra bertujuan meminimalkan kebutuhan memori untuk
merepresentasikan citra digital dengan mengurangi duplikasi data di dengan
mengurangi duplikasi data di dalam citra sehingga memori yang dibutuhkan menjadi
lebih sedikit daripada representasi citra semula.
Ada dua tipe pada kompresi data, yaitu :

1. Kompresi tipe lossless.


2. Kompresi tipe lossy.

2. Metode Yang Dipakai Untuk Kompresi Citra

1. Metode Run Length Encoding (RLE)

Metode ini digunakan untuk mengompresi citra yang memiliki kelompok-


kelompok pixel yang berderajat keabuan yang sama. Kompresi citra dengan
metode Run Length Encoding dilakukan dengan membuat rangkaian pasangan nilai
(P,Q) untuk setiap baris pixel, dimana nilai P menyatakan nilai derajat keabuan,
sedangkan nilai Q menyatakan jumlah pixel berurutan yang memiliki derajat keabuan
tersebut.
Kompresi metode RLE adalah menjumlahkan pengulangan byte / karakter yang
sama berturut-turut dan menampilkan hanya sebuah karakter yang mengalami
pengulangan disertai dengan nilai jumlah pengulangan byte / karakter, sedangkan
untuk byte / karakter yang tidak terjadi pengulangan maka karakter tersebut tidak akan
dikompresi, misalkan pada kata ”aaab” yang terjadi pengulangan byte / karakter ’a’
sebanyak 3 kali dan byte / karakter ’b’ tidak mengalami perulangan sehingga kata
tersebut akan dikompresi menjadi ”a3b”.

2. Metode Huffman

Metode Huffman merupakan salah satu teknik kompresi dengan cara


melakukan pengkodean dalam bentuk bit untuk mewakili data karakter.
Cara kerja atau algoritma metode ini adalah sebagai berikut :

 Menghitung banyaknya jenis karakter dan jumlah dari masing-masing karakter


yang terdapat dalam sebuah file.
 Menyusun setiap jenis karakter dengan urutan jenis karakter yang jumlahnya
paling sedikit ke yang jumlahnya paling banyak.
 Membuat pohon biner berdasarkan urutan karakter dari yang jumlahnya terkecil
ke yang terbesar, dan memberi kode untuk tiap karakter.
 Mengganti data yang ada dengan kode bit berdasarkan pohon biner.
 Menyimpan jumlah bit untuk kode bit yang terbesar, jenis karakter yang
diurutkan dari frekuensi keluarnya terbesar ke terkecil beserta data yang sudah
berubah menjadi kode bit sebagai data hasil kompresi. Contoh teknik kompresi
dengan menggunakan metode Huffman pada file teks. Misalkan sebuah file teks
yang isinya “AAAABBBCCCCCD”. File ini memiliki ukuran 13 byte atau satu
karakter sama dengan 1 byte.
Berdasarkan pada cara kerja di atas, dapat dilakukan kompresi sebagai berikut :

 Mencatat karakter yang ada dan jumlah tiap karakter. A = 4, B = 3, C = 12, D


=1
 Mengurutkan karakter dari yang jumlahnya paling sedikit ke yang paling
banyak yaitu : D, B, A, C
 Membuat pohon biner berdasarkan urutan karakter yang memiliki frekuensi
terkecil hingga yang paling besar.
 Mengganti data yang ada dengan kode bit berdasarkan pohon biner yang dibuat.
Penggantian karakter menjadi kode biner, dilihat dari node yang paling atas
atau disebut node akar : A = 01, B = 001, C = 1, D = 000. Selanjutnya
berdasarkan pada kode biner masing-masing karakter ini, semua karakter dalam
file dapat diganti menjadi : 01010101001001001111110001111111 Karena
angka 0 dan angka 1 mewakili 1 bit, sehingga data bit di atas terdiri dari 32 bit
atau 4 byte (1 byte = 8 bit)
 Menyimpan kode bit dari karakter yang frekuensinya terbesar, jenis karakter
yang terdapat di dalam file dan data file teks yang sudah dikodekan. Cara
menyimpan data jenis karakter adalah dengan mengurutkan data jenis karakter
dari yang frekuensinya paling banyak sampai ke yang paling sedikit, menjadi :
[C,A,B,D] File teks di atas, setelah mengalami kompresi, memiliki ukuran
sebesar 1 + 4 + 4 = 9 byte. Jumlah ini terdiri dari 1 byte kode karakter yang
memiliki frekuensi terendah, 4 jenis karakter = 4 byte dan 4 byte data kode
semua karakter.
3. Metode Kuantisasi
Metode ini bekerja dengan cara mengurangi derajat keabuan, sehingga jumlah
bit yang dibutuhkan untuk merepresentasikan citra berkurang. Akibatnya secara visual
kualitas citra menjadi jelek. Oleh karena itu metode ini termasuk dalam loossy
compression, sehingga citra yang sudah dikompresi sulit didekompresi kembali karena
adanya informasi yang hilang.

Proses kompresi tentunya akan berdampak kepada banyak hal. Yang pertama
adalah ukuran citra hasil kompresi. Ukuran citra diharapkan lebih kecil dari citra asal.
Kedua adalah kualitas citra untuk input terhadap proses berikutnya.
Modul V

Filter Suara

1. Pendahuluan

1. Suara manusia berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah secara
kontinyu terhadap waktu ( sinyal akustik ) yang ditangkap oleh mikrofon
(Mic) diubah kedalam bentuk sinyal listrik, karena fungsi dari mikrofon
sendiri merupakan transduser dari sinyal akustik menjadi sinyal listrik.
2. Suara yang telah dirubah menjadi sinyal listrik dari mikrofon selanjutnya
diproses dengan mengubah ampilitudo gelombang suara/bunyi kedalam
waktu interval tertentu (sampling) sehingga menghasilkan representasi digital
dari suara, yang dikenal dengan proses Analog To Digital Conversion (ADC).
Proses Analog To Digital Conversion (ADC) dapat digambarkan sebagai
berikut :

Prinsip kerja ADC :

a. Sinyal Analog yang telah difilter (membuang frekuensi tinggi dari source
signal dengan menggunakan Band Limiting Filter).
b. Mengambil sample pada interval waktu tertentu (sampling) sehingga
dihasilkan sinyal waktu diskrit.
c. Menyimpang amplitudo sample dan mengubahnya kedalam bentuk diskrit
(kuantisasi)
d. Merubah bentuk menjadi nilai biner (sinyal digital).
(Bentuk sinyal pada proses konversi sinyal Analog ke Digital)

3. Agar sinyal suara yang masuk lewat microfon sebagai input dapat
didengarkan melalui speaker sebagai output, maka sinyal digital yang berupa
sinyal listrik dirubah kembali menjadi sinyal analog yang dikenal dengan
proses Digital To Analog Converter (DAC). Digital To Analog Converter
biasanya hanya menerima sinyal digital Pulse Code Modulation (PCM) yakni
representasi digital dari sinyal analog, dimana gelombang disampel secara
beraturan berdasarkan interval waktu tertentu, yang kemudian akan diubah ke
biner (Quantisasi). Contoh DAC adalah soundcard, CDplayer, MP3 player,
Ipod dll.

Filter merupakan suatu sistem yang mempunyai fungsi transfer tertentu untuk
meloloskan sinyal masukan pada frekuensi - frekuensi tertentu dan menyaring /
memblokir / melemahkan sinyal masukan pada frekuensi- frekuensi yang lain.
Filter dapat diklasifikasikan menjadi Filter analog dan filter digital

1. Filter analog : sinyal masukan berupa sinyal analog, pada filter


analog dapat dibagi menjadi dua yaitu :
a. Filter pasif : filter yang hanya disusun komponen tahanan,
induktor dan kapasitor.
b. Filter aktif : filter yang disusun komponen op amp atau
transistor ditambah tahanan, induktor, dan kapasitor.
2. Filter digital : sinyal masukan berupa sinyal diskrit, dibedakan
menjadi yaitu :
Berdasarkan adaptasinya :

1. Fixed Filter

2. Adaptive Filter
Dua jenis algoritma adaptif: Least mean Square (LMS)
dan Recursive least Square (RLS). LMS algoritma
didasarkan pada pencarian gradien tipe untuk melacak
karakteristik sinyal waktu bervariasi. Algoritma RLS
menyediakan konvergensi yang lebih cepat dan pelacakan
yang lebih baik dari statistik sinyal varian waktu-dari LMS
algoritma, tetapi komputasi yang lebih kompleks.

Berdasarkan respon impuls, filter digital terbagi menjadi :


 FIR (Finite Impulse Response)
 IIR (Infinite Impulse Response )
Berdasarkan strukturnya filter digital terbagi menjadi :
 Filter Transversal
 Filter Cascade
 Filter Latic

Algoritma Adaptif Filter


Merubah nilai – nilai koefisien berdasarkan input. Dua jenis algoritma adaptif:
Least mean Square (LMS) dan Recursive least Square (RLS). LMS algoritma
didasarkan pada pencarian gradien tipe untuk melacak karakteristik sinyal waktu
bervariasi. Algoritma RLS menyediakan konvergensi yang lebih cepat dan pelacakan
yang lebih baik dari statistic sinyal varian waktu-dari LMS algoritma, tetapi komputasi
yang lebih kompleks.

Algoritma adaptasi terbagi menjadi beberapa bagian yaitu :


a. Algoritma Leaky ( LMS, NLMS, LLMS )
b. Algoritma RLS
c. Algoritma GAL
d. Algoritma Callman

Filter adaptif adalah sistem dengan filter linier yang memiliki fungsi transfer
yang dikendalikan oleh parameter variabel dan sarana untuk menyesuaikan parameter
tersebut sesuai dengan algoritma pengoptimalan . Karena kompleksitas algoritme
pengoptimalan, hampir semua filter adaptif adalah filter digital . Filter adaptif loop
tertutup menggunakan umpan balik dalam bentuk sinyal kesalahan untuk memperbaiki
fungsi transfernya.
MAKALAH
PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL

PRAKTIKUM PENGOLAHAN SINYAL DIGITAL

KHAIRUN HAFIZHAN
1610951005

JURUSAN TEKNIK ELEKTRO


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2019

Anda mungkin juga menyukai