DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 4
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya milik Allah S.W.T. Atas segala limpahan rahmat, karunia dan
kekuatan dari nya sehingga makalah dengan judul“Efusi Pleura”dapat diselesaikan. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan pujian dan rasa syukur kepada nya sebanyak tinta yang
dipergunakan untuk menulis kalimatnya. Selawat dan salam kepada Rasulullah SAW.
Sebagai satu-satunya wujud dalam menjalankan aktivitas sehari hari di atas permukaan bumi
ini, juga kepada keluarga beliau, para sahabatnya dan orang-orang mukmin yang senantiasa
istiqamah meniti jalan hidup ini hingga akhir zaman dengan Islam sebagaisatu-satunya
agama yang diridhoi Allah s.w.t.
Terlalu banyak orang yang berjasa dan terlalu banyak orang yang mempunyai andil
kepada penulis selama menyelesaikan makalah ini Kepada mereka tanpa terkecuali, penulis
menghaturkan terima kasih. Semoga menjadi ibadah amal bagi pembaca. Amin.
Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari segi bahasa, sistematika penulisan yang termuat di dalamnya. Oleh karena itu, kritikan
dan saran yang bersifat membangun.
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pleura adalah membrane tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura
parietalis. Kedua lapisan ini bersatu di daerah hilus arteri dan mengadakan penetrasi dengan
cabang utama bronkus, arteri dan vena brakialis, serabut saraf dan pembuluh limfe. Secara
histologist kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial, jaringan ikat, pembuluh darah kapiler
dan pembuluh getah bening
Pleura seringkali mengalami pathogenesis seperti terjadinya efusi cairan, misalnya
hidrotoraks dan pleuritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila rongga pleura berisi
darah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks atau empiema thoracis bila berisi nanah,
pneumotoraks bila berisi udara
Penyebab dari kelainan patologi pada rongga pleura bermacam-macam, terutama karena
infeksi tuberkulosis atau non tuberculosis, keganasan, trauma dan lain-lain. Efusi pleura
merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan. Efusi pleura bukanlah
diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu
penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan di rongga
pleura, jika kondisi ini dibiarkan akan membahayakan jiwa
Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus efusi pleura di seluruh
dunia cukup tinggi menduduki urutan ketiga setelah kanker paru, sekitar 10-15 juta dengan
100-250 ribu kematian tiap tahunnya. Efusi pleura suatu disease entity dan merupakan suatu
gejala penyakit yang serius yang dapat mengancam jiwa penderita. Tingkat kegawatan pada
efusi pleura ditentukan oleh jumlah cairan, kecepatan pembentukan cairan dan tingkat
penekanan paru .Efusi pleura menempati urutan ke empat distribusi 10 penyakit terbanyak
setelah kanker paru yaitu dengan jumlah 76 dari 808 orang dengan prevalensi 9,14%
Berdasarkan data yang dilaporkan Departemen Kesehatan tahun 2006 menyebutkan di
Indonesia kasus efusi pleura 2,7 % dari penyakit infeksi saluran napas dengan Case Fatality
Rate (CFR) 1, Sedangkan Sulawesi Selatan dilaporkan kejadian efusi pleura 16 % dari
penderita infeksi saluran napas.Tingginya kasus efusi pleura disebabkan keterlambatan
penderita untuk memeriksakan kesehatan sejak dini sehingga menghambat aktivitas sehari-
hari dan kematian akibat efusi pleura masih sering ditemukan.4,5.Oleh karena ada
peningkatan jumlah penderita maka menjadi masalah khusus untuk kita semua, terutama bagi
dunia keperawatan karena efusi pleura masih menjadi masalah kesehatan yang tinggi,
sehingga masalah kesehatan ini harus segera ditangani dengan serius
2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Efusi pleuras?
2. Bagaimana patofisiologi efusi pleura ?
3. Bagaimana menifikasi klinis dari efusi pleura?
4. Bagaimana penatalaksanaan farmakologi dan nonfarmakologi?
5. Bagaimana asuhan keperawatan tentang efusi pleura?
6. Bagaimana diagnosa efusi pleura?
7. Bagaimana implementasi efusi pleura?
8. Bagaimana Evaluasi dari efusi pleura?
3. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari efusi pleura.
2. Untuk mengetahui bagaimana menifikasi klinis dari efusi pleura.
3. Untuk mengetahui menifikasi klinis dari efusi pleura.
4. Untuk mengetahui penatalaksanaan farmakologi dan nonfarmakologi
5. Untuk mengetahui asuhan keperawatan tentang efusi pleura.
6. Untuk mengetahui diagnosis efusi pleura
7. Untuk mengetahui bagaimana implementasi dari efusi pleura.
8. Untuk mengetahui Evaluasi dari efusi pleura.
BAB II
PENDAHULUAN
A.KONSEP TEORITIS
2.1 Definisi
Efusi Pleura adalah suatu keadaan ketika rongga pleura dipenuhi oleh cairan (terjadi
penumpukan cairan dalam rongga pleura) (Somantri, 2009). Menurut Smeltzer dan Bare
efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak diantara
permukaan viseral dan parietal, adalah proses penyakit primer yang jarang terjadi tetapi
biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Definisi lain dari efusi pleura
merupakan suatu kelainan yang mengganggu sistem pernapasan. Efusi pleura bukanlah
diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gejala atau komplikasi dari suatu
penyakit (Muttaqin,2008). Efusi pleura merupakan keadaan terdapat cairan dalam jumlah berlebihan
didalam rongga pleura. Pada kondisi normal, rongga ini hanya berisi sedikit cairan (5 sampai 15 ml)
ekstrasel yang melumasi permukaan pleura. Peningkatan produksi atau penurunan pengeluaran cairan
akan mengakibatkan efusi pleura (Kowalak, 2011).
Jadi efusi pleura adalah pengumpulan cairan dalam rongga pleura yang terletak
diantara permukaan visceral, parietal, adalah proses penyakit primer yang yang jarang terjadi
tetapi biasanya menurunkan penyakit sekunder terhadap penyakit lain.
2. Etiologi :
Transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah transudat.
Transudat terjadi apabila terjadi ketidak seimbangan antara tekanan kapiler hidrostatik dan
koloid osmotic, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura melebihi reabsorbsinya
oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terjadi pada:
1. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik
2. Meningkatnya tekanan kapiler pulmoner
3. Menurunnya tekanan koloid osmotic dalam pleura
4. Menurunnya tekanan intra pleura
Eksudat
Eksudat merupakan cairan yang berbentuk melalui membrane kapiler yang permeabelnya
abnormal dan berisi protein berkonsentrasi tinggi dibandingkan protein transudat. Bila terjadi
proses peradangan maka permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga
sel mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboid dan terjadi pengeluaran cairan dalam
rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering adalah mikobakterium
tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis eksudativa tuberkulosa. Protein yang terdapat
dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening ini (misalnya pada
pleuritis tuberculosis) akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat.
Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi transudat,
eksudat dan hemoragik (Muttaqin, 2008):
1. Transudat dapat disebabkan oleh kegagalan jantung kongestif (gagal jantung
kiri) sindrom nefrotik, asites (oleh karena sirosis hepatis), sindroma vena kava
superior, tumor dan sindrom Meigs.
2. Eksudat disebabkan oleh infeksi, TB, pneumonia, tumor, infark paru, radiasi,
dan penyakit kolagen.
3. Efusi hemoragik dapat disebabkan oleh adanya tumor, trauma, infark paru,
tuberkulosis dan kanker paru.
Berdasarkan lokasi cairan yang terbentuk, efusi dibagi menjadi unilateral dan
bilateral. Efusi unilateral tidak mempunyai kaitan yang spesifik dengan penyakit
penyebabnya akan tetapi efusi bilateral ditemukan pada penyakit kegagalan jantung
kongestif, sindrom nefrotik, asites, infark paru, lupus eritematosus sistemik, tumor dan TB.
penyakit yang dapat menyebabkan efusi pleura (perhimpunan dokter spesialis penyakit
dalam, 2009):
1. Pleuritis karena Virus dan Mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang.bila terjadinya jumlahnya tidak
banyak dan kejadiannya hanya sepintas saja. Jenis-jenis virusnya adalah echo virus,
Coxsackie group, Chlamydia, rickettsia dan mikoplasma. Cairan efusi biasanya eksudat dan
berisi leukosit antara 100-6.000 per cc. Gejala penyakit dapat dengan sakit kepala, demam
malaise, mialgia, sakit dada, sakit perut. Kadang-kadang ditemukan juga gejala perikarditis.
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan virus dalam cairan efusi dan mendeteksi antibodi
terhadap virus dalam cairan efusi.
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan parenkim
paru dan menyebar secara hematogen dan jarang melalui penetrasi diafragma, dinding dada,
atau esofagus.
Aerob: streptococcus pneumonia, streptococcus milleri, stafilokokus aureus,
haemophilus spp, escherichia coli, klebsiella, pseudomonas spp.
Anaerob: bacteroides spp, peptostreptokokus, fusobacterium. Pemberian kemoterapi
dengan ampisilin 4x1 gram dan metronidazol 3x500 mg hendaknya sudah dimulai sebelum
kultur dan sensitivitas bakteri didapat.terapi lain yang lebih penting adalah mengalirkan
cairan efusi yang terinfeksi tersebut keluar dari rongga pleura yang efektif.
3. Pleuritis Tuberculosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang serosantokrom dan bersifat eksudat.
Penyakit ini kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus
subpleura yang robek atau melalui aliran getah bening. Sebab lain dapat juga dari robeknya
perkijuan ke arah saluran getah bening yang menuju rongga pleura, iga atau kolumna
vertebralis. Dapat juga secara hematogen yang menimbulkan efusi pleura bilateral. Cairan
efusi yang biasanya serous, kadang bisa juga hemoragik. Jumlah leukosit antara 500-2.000
per cc. Mula-mula yang dominan adalah sel polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfosit.
Cairan efusi sangat sedikit mengandung kuman Tuberkulosis, tapi adalah karena reaksi
hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein. Pada dinding pleura dapat ditemukan adanya
granuloma.
Diagnosis utama berdasarkan adanya kuman tuberkulosis dalam cairan efusi (biakan)
atau dengan biopsi jaringan pleura. Pada daerah-daerah dimana frekuensi tuberculosis paru
tinggi dan terutama pada pasien usia muda, sebagian besar efusi pleura adalah karena
pleuritis tuberkulosa walaupun tidak ditemukan adanya granuloma pada biopsi jaringan
pleura.
Pengobatan dengan obat-obatan anti tuberculosis ( rifampisin, INH,
Pirazinamid/etambutol,/streptomisin ) memakan waktu 6-12 bulan. Pengobatan ini
menyebabkan cairan efusi dapat diserap kembali, tapi untuk menghilangkannya eksudat ini
dengan cepat dapat dilakukan torakosentesis. Umumnya cairan di resolusi dengan sempurna
tapi kadang-kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistematik. ( prednisone 1 mg/kg
BB selama 2 minggu kemudian dosis diturunkan secara perlahan ).
1. Pleuritis Fungi
Biasanya terjadi karena penjalaran infeksi fungi dari jaringan paru. Jenis fungi
penyebab pleuritis adalah: Aktinomikosis, Coccidiomycosis, Aspergillus, Kriptokokus, dll.
Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap
organisme fungi. Penyebaran fungi ke organ tubuh lain alamat jarang. Pengobatan dengan
amfoterisin B memberikan respons yang baik. Prognosis penyakit ini relatif baik.
2. Pleuritis Parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura adalah amoeba. Bentuk
tropozoitnya datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke parenkim paru dan
rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi akibat peradangan. Disamping ini dapat
juga terjadi empiema karena amoeba yang cairannya warna khas merah coklat. Disini parasit
masuk ke rongga pleura secara migrasi dari parenkim hati. Bisa juga karena robekan dinding
abses amuba pada hati ke arah rongga pleura. Efusi parapneumonia karena amuba dari abses
hati sering terjadi daripada empiema amuba.
3. Efusi pleura karena kelainan intra abdominal.
Efusi pleura dapat terjadi karena steril karena reaksi infeksi dan peradangan yang terdapat
dibawah diafragma seperti pankreas atau eksaserbasi akut pankreatitis kronik, abses ginjal,
abses hati dan abses limpa.
Biasanya efusi terjadi karena pada pleura kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah
karena perpindahan cairan yang mengandung enzim pankreas ke rongga pleura melalui
saluran getah bening. Efusi ini bersifat eksudat serosa, dan hemoragik. Kadar amilase dalam
efusi lebih tinggi daripada serum.
Efusi pleura juga sering 48-72 jam pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi
terhadap obstruksi intestinal atau pasca atelektasis. Biasanya terjadi unilateral dan jumlah
efusi tidak banyak. Cairan biasanya bersifat eksudat dan mengumpul pada sisi operasi
biasanya bersifat maligna dan kebanyakan akan sembuh secara spontan.
4. Sirosis hati
Efusi pleura dapat terjadi karena pasien dengan sirosis hati. Kebanyakan efusi pleura
timbul bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan antara cairan pleura dan
asites, karena terdapat hubungan fungsional antara rongga pleura dan rongga abdomen
melalui saluran getah bening atau jaringan otot diafragma. Kebanyakan efusi menempel
pleura kanan ( 70% ) dan bisa juga terjadi bilateral.
Torakosentesis kadang-kadang diperlukan untuk mengurangi sesak nafas tapi bila asistennya
padat sekali cairan pleura akan timbul lagi dengan cepat. Dalam hal ini perlu dilakukan terapi
peritoneocentesis di samping terapi dengan diuretic dan terapi terhadap penyakit asalnya.
5. Sindrom Meigh
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium disertai asites dan
efusi pleura. Patogenesis ini masih belum diketahui betul. Bila tumor ovarium tersebut
dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis
disertai asites dan eksudat cairan pleura sering dikatakan sebagai neoplasma dan
metastasisnya.
6. Dialisis peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialisis peritoneal. Efusi
terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga pleura
terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan sesamanya komposisi antara cairan
pleura dengan cairan dialisat.
4. Efusi pleura karena kolagen
a. Lupus eritematosus
Pleuritis adalah salah satu gejala yang timbul belakangan pada penyakit lupus
eritematosus sistemik (SLE). Dengan terjadinya efusi pleura yang kadang-kadang
mendahului gejala sistemik lainnya, diagnosis SLE ini menjadi lebih jelas. Hampir55% dari
SLE disertai pleuritis dan 25% daripada juga dengan efusi pleura.
a. Gangguan kardiovaskuler
Payah jantung adalah sebab banyak timbulnya efusi pleura. Penyebab lain:
perikarditis kontritiva dan sindrom vena cava superior. Patogenesisnya adalah akibat
terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler pulmonal akan
menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga
akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi cairan ke pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga menyebabkan
efusi pleura yang bilateral tapi yang agak sulit menerangkan adalah kenapa efusi pleuranya
lebih sering terjadi pada sisi kanan. Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan
jantungnya teratasi dengan istirahat, digitalis, diuretic, dll. Dan efusi pleura juga segera
menghilang. Kadang-kadang torakosentesis diperlukan juga bila pasien amat sesak.
b. Emboli pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal. Keadaan ini dapat
disertai dengan infark paru ataupun tanpa infark. Emboli dapat menyebabkan menurunnya
aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim paru
dan memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah ( warna merah). Pada bagian paru
yang iskemik terdapat juga kerusakan pleura viseralis, keadaan ini kadang-kadang disertai
pleuritik yang berarti pleura parietalis juga ikut terkena. Disamping itu permeabilitas antara
satu ataupun kedua bagian pleura meningkat, sehingga cairan efusi mudah terbentuk. Adanya
nyeri pleuritik dan efusi pleura pada emboli pulmonal tidak berarti infark
Paru juga harus terjadi. Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak
dan biasanya sembuh secara spontan. Efusi pleura dengan infark paru jumlah cairan efusinya
lebih banyak dan waktu penyembuhan juga lebih lama. Pengobatan ditujukan terhadap
emboli nya yakni dengan memberikan obat antikoagulan dan mengontrol keadaan
trombositnya.
c. Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom nefrotik,
malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta edema anasarka. Efusi ini terjadi karena
rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan osmotik
darah. Efusi ini terjadi kebanyakan bilateral dan cairannya bersifat transudat. Pengobatan
adalah dengan memberikan diuretic dan restriksi pemberian garam. Pengobatan yang terbaik
adalah dengan memberikan infus albumin.
6. Efusi pleura neoplasma
Neoplasma primer atau sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura dan umumnya
menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak nafas dan
nyeri dada. Gejala lain adalah akumulasi cairan nya kembali dengan cepat walaupun
dilakukan torakosentesis berkali-kali.
Efusi bersifat eksudat tapi sebagian kecil (10%) bisa sebagai transudat. Warna efusi
bisa serosantokrom ataupun hemoragik (terdapat lebih dari 100.000 sel eritrosit per cc). Di
Dalam cairan ditemukan sel-sel limfosit (yang dominan 0 dan banyak sel mesotelial.
Pemeriksaan sitologi terhadap jenis-jenis neoplasma.
Terdapat beberapa teori tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma yakni:
Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatkan permeabilitas pleura terhadap
air dan protein.
Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena
dan getah bening sehingga rongga pleura gagal dalam memindahkan cairan dan
protein.
Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hypoproteinemia
Efusi pleura karena neoplasma biasanya unilateral tetapi bisa juga bilateral karena
obstruksi saluran getah bening, adanya metastasis dapat mengakibatkan pengaliran cairan
dari rongga pleura via diafragma. Keadaan efusi pleura dapat bersifat maligna. Keadaan ini
ditemukan 10-20% karsinoma bronkus, 8% dari limfoma maligna dan leukemia. jenis-jenis
neoplasma yang menyebabkan efusi pleura:
a. Mesotelioma
Mesothelioma adalah tumor primer yang berasal dari pleura. Tumor ini jarang
ditemukan bila tumor masih terlokalisasi biasanya tidak menimbulkan efusi pleura sehingga
dapat digolongkan sebagai tumor jinak. Sebaliknya bila ia tersebar ( difus )digolongkan
sebagai tumor ganas karena dapat menimbulkan efusi pleura yang maligna.
b. Karsinoma bronkus
Jenis karsinoma ini adalah yang terbanyak menimbulkan efusi pleura. Tumor bisa
ditemukan dalam permukaan pleura karena penjalaran langsung dari paru-paru melalui
pembuluh getah bening. Efusi dapat juga terjadi tanpa adanya pleura yang terganggu yakni
dengan cara obstruksi pneumonitis atau menurunnya aliran getah bening. Terapi operasi
terhadap tumornya masih dapat dipertimbangkan tetapi bila pada pemeriksaan sitologi sudah
ditemukan cairan pleura pasien tidak dapat dioperasi lagi. Untuk mengurangi keluhan sesak
nafasnya dapat dilakukan torakosentesis secara berulang-ulang. Tapi sering timbul lagi
dengan cepat sebaiknya dipasang pipa torakotomi pada dinding dada ( risikonya timbul
empiema ).tindakan lain untuk mengurangi timbulnya lagi cairan adalah dengan pleurodesis
memakai zat-zat seperti tetrasiklin, talk, sitostatika, kuinakrin
c. Neoplasm metastatic
Jenis-jenis neoplasma yang sering bermetastasis kepleura dan menimbulkan efusinya
adalah karsinoma payudara (terbanyak , ovarium, lambung, ginjal, pankreas, dan bagian-
bagian organ lain dalam abdomen. Efusi pada pleura yang terjadi dapat bilateral. Gambaran
foto mungkin tidak terlihat bayangan metastasis di jaringan baru karena implantasi dapat
mengenai pleura viseralis saja. Pengobatan terhadap neoplasma metastatic ini sama dengan
karsinoma bronkus yakni dengan kemoterapi dan penanggulangan terhadap efusi pleuranya.
d. Limfoma maligna
Kasus-kasus limfoma maligna ( non Hodgkin dan Hodgkin ) ternyata 30% bermetastasis
ke pleura dan juga menimbulkan efusi pleura. Di Dalam cairan efusi tidak selalu terdapat
sel-sel ganas seperti pada neoplasma lainnya. Biasanya ditemukan sel-sel limfosit karena sel
ini ikut dalam aliran darah dan aliran getah bening melintasi rongga pleura. Diantara sel-sel
lain yang bermigrasi inilah kadang-kadang ditemukan sel-sel yang ganas limfoma malignum.
Terdapat beberapa jenis efusi berdasarkan penyebabnya yakni:
Bila efusi terjadi dari implantasi sel-sel limfoma pada permukaan pleura,
cairannya adalah eksudat berisi sel limfosit yang banyak dan sering
hemoragik.
Bila efusi terjadi karena obstruksi saluran getah bening, cairannya bisa
transudat atau eksudat dan ada limfosit.
Bila efusi terjadi karena obstruksi duktus torasikus, cairannya akan
berbentuk pilus.
Bila efusi terjadi karena infeksi pleura pada pasien limfoma maligna karena
menurunnya resistensi terhadap infeksi, efusi akan berbentuk empiema akut
atau kronik.
Seperti pada neoplasma lainnya, efusi pleura yang berulang (efusi maligna ) pada
limfoma maligna kebanyakan tidak responsif terhadap tindakan trakeostomi dan instalasi
dengan beberapa zat kimia. Keadaan dengan efusi maligna ini mempunyai prognosis yang
buruk.
1. Trauma
Efusi pleura dapat terjadi akibat trauma yakni trauma tumpul, laserasi, luka tusuk pada
dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau karena pemakaian alat waktu tindakan
esofagoskopi. Jenis cairan dapat berupa serosa ( eksudat/transudat ), hemotoraks, kilotoraks,
dan empiema. Analisis cairan efusi dapat menentukan lokalisasi trauma, misal pada ruptur
esophagus kadar pH nya rendah ( lebih kurang 6,5 ) karena terkontaminasi dengan asam
lambung, kadar amilase dalam cairan pleura meningkat karena adanya air ludah ( saliva )
yang tertelan dan masuk kedalam rongga pleura.
2. Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah polyserositis yang terdiri dari efusi
pleura, efusi perikardium, dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme penumpukan cairan ini
belum diketahui betul tapin diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat peningkatan
permeabilitas jaringan pleura, perikard atau peritoneum. Yang agak unik adalah cairan masih
juga terjadi walaupun pasien menjalani hemodialisis kronik ( uremia nya berkurang ). Disini
cairan malah dapat berubah dari serosa menjadi hemoragik dan seterusnya terjadi konstriktif
pleura/pericardium. Asal darah tidak jelas betul tapi diperkirakan karena efek
antikoagulan/heparin pada pleura/pericardium. Bila sudah terjadi konstriktif
pleura/pericardium penatalaksanaannya adalah dengan dekortikasi. Sebagian besar efusi
pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak nafas, sakit dada atau
batuk. Jumlah efusi bisa sedikit atau banyak, unilateral atau bilateral.. kadang-kadang dengan
dialysis yang teratur efusi dapat terserap perlahan-lahan. Torakosentesis sewaktu-waktu
masih diperlukan.
3. Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian dari penyakit miksedema.
Efusi dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama. Cairan bersifat eksudat dan
mengandung protein dengan konsentrasi tinggi. Limfedema secara kronik dapat terjadi pada
tungkai, muka, tangan dan efusi pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Beberapa
pasien dapat juga kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan. Patogenesis efusi pleura
bersifat eksudat ini belum diketahui betul, tapi diperkirakan karena adanya kegagalan aliran
getah bening. Di Daerah timur tengah terutama pada bangsa yahudi penyakit diturunkan
sebagai secara autosomal resesif dari orang tua ke anaknya.
Gejala penyakit berupa serangan demam yang berulang, rasa sakit abdominal dan pleuritis.
Pleuritis disini dapat memberikan rasa nyeri pleuritik dan efusi pleura. Pengobatan bersifat
suportif saja dan operasi sebaiknya dihindarkan.
4. Reaksi hipertensif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin,metil sergid, practolol kadang-kadang memberikan
reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang dan kemudian juga akan
menimbulkan efusi pleura. Bila proses menjadi kronik bisa terjadi fibrosis paru atau pleura.
Pengobatan dengan hidrazin, prokainamid dan kadang-kadang dengan difenilhidantoin dan
isoniazid sering juga menimbulkan pleuritis dan perikarditis. Radang dan efusi yang timbul
dapat menghilang bila pemberian obat-obatan tersebut dihentikan.
3. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya efusi pleura bergantung pada keseimbangan antara cairan dan
protein dalam rongga pleura. Dalam keadaan normal cairan pleura dibentuk secara lambat
sebagai filtrasi melalui pembuluh darah kapiler. Filtrasi ini terjadi karena perbedaan tekanan
osmotic plasma dan jaringan interstisial submesotelial, kemudian melalui sel mesotelial
masuk kedalam rongga pleura. Selain itu cairan pleura dapat melalui pembuluh limfe sekitar
pleura. Pada umumnya efusi karena penyakit pleura hampir mirip plasma (eksudat),
sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma (transudat). Efusi
yang berhubungan dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas pleura
parietalis sekunder (akibat samping )terhadap peradangan atau adanya neoplasma.
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh peradangan. Bila
proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk pus/nanah, sehingga terjadi
empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh darah sekitar pleura dapat
menyebabkan hemotoraks. Proses terjadinya pneumotoraks karena pecahnya alveoli dekat
pleura parietalis sehingga udara akan masuk kedalam rongga pleura. Proses ini sering
disebabkan oleh trauma dada atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastis lagi
seperti pada pasien emfisema paru.
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain bukan primer
paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom nefrotik, dialysis peritoneum,
hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan, perikarditis konstriktiva, keganasan , atelektasis
paru dan pneumotoraks .
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan permeabilitas
kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel mesotelial berubah menjadi bulat atau
kuboid dan terjadi pengeluaran cairan dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa
yang paling sering adalah karena mikobakterium tuberkulosis dan dikenal sebagai pleuritis
eksudativa tuberkulosa. Sebab lain seperti para pneumonia, parasit(amuba, paragonimiasis,
ekinokokus), jamur, pneumonia atipik(virus, mikoplasma, fever, legionella), keganasan
paru, proses imunologik seperti pleuritis lupus, pleuritis rheumatoid, sarkoidosis, radang
sebab lain seperti pancreatitis, asbestosis, pleuritis uremia dan akibat radiasi.
Klien dengan pleura normal pun dapat terjadi efusi pleura ketika terjadi payah/gagal
jantung kongestif. Saat jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal
keseluruh tubuh maka akan terjadi peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang
selanjutnya timbul hipertensi kapiler sistemik dan cairan yang berada dalam pleura, ditambah
dengan adanya penurunan reabsorbsi cairan tadi oleh kelenjar limfe pleura mengakibatkan
penggumpalan cairan yang abnormal/berlebihan. Hipoalbuminemia (misal pada klien
nefrotik sindrom, malabsorbsi natau keadaan lain dengan asites dan edema anasarka) akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan cairan pleura dan reabsorpsi yang
berkurang. Hal tersebut dikarenakan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskular
yang mengakibatkan cairan akan lebih mudah masuk kedalam rongga pleura.
Luas efusi yang mengancam volume paru, sebagian akan bergantung pada kekakuan
relatif paru dan dinding dada. Pada volume dalam batas pernafasan normal dinding dada
cenderung recoil keluar sementara paru-paru cenderung untuk recoil kedalam.
Pathway/WOC
4. Manifestasi Klinik
Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul
ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan
semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita
tidak menunjukkan gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
a. batuk kadang berdarah
b. demam, menggigil
c. demam subfebril (pada TB)
d. pernafasan yang cepat
e. Lemas progresif disertai penurunan BB
f. Asites (pada sirosis hati)
g. Asistesis dengan tumor di pelvis (pada sindrom meig)
5. Pemeriksaan Penunjang
2. Selang dada dan drainase water –seal mungkin diperlukan untuk pneumotoraks
(kadang merupakan akibat torasentesis berulang).
Water Seal Drainase
WSD (Water Seal Drainage) adalah suatu unit yang bekerja sebagai drain untuk
mengeluarkan udara dan cairan melalui selang dada.
Indikasi :
Pneumotoraks karena ruptured bleb, luka tusuk tembus.
Hemothorax karena robekan pleura, kelebihan antikoagulan, pasca bedah
thorax
Efusi pleura
Empiema Karena penyakit paru serius dan kondisi inflamasi
b. Basal
Letak selang pada interkostal V-V1 atau interkostal VIII-IX mid aksiller
Fungsi: untuk mengeluarkan cairan dari rongga pleura
Jenis WSD:
1. Sistem 1 botol .sistem drainase ini paling sederhana dan sering digunakan pada
pasien dengan simple pneumotoraks
2. Sistem dua botol pada system ini tol pertama mengumpulkan cairan/drainase dan
botol kedua adalah botol water seal
3. Sistem tiga botol , botol penghisap control ditambahkan ke sistem dua
botol.sistem tiga botol ini paling aman untuk mengatur jumlah penghisapan.
Kebocoran dari organ lain dapat menyebabkan efusi pleura. Ini biasa nya terjadi ketika
kamu mengalami gagal jantung kongestif.congestive ini ketika jantung tidak memompa
darah ke seluruh tubuh dengan benar.begitu juga oleh penyakit hati atau ginjal, yaitu
ketika cairan menumpuk di tubuh bocor ke dalam rongga pleura
2. Kanker
biasanya kanker paru paru adalah pemicu terjadinya efusi pleura tetapi jenis kanker lain
yang tak langsung bisa terhubung ke paru paru juga bisa menyebabkan pleura
3. Infeksi
Beberapa penyakit yang menyebabkan efusi pleura adalah pneumonia atau tuberculosis
4. Kondisi autoimun
Lupus atau rheumatoid arthritis adalah beberapa penyakit yang juga bisa menjadi pemicu
5. Emboli
Ini adalah penyumbatan di arteri salah satu paru paru yang dapat menyebabkan efusi
pleura.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Asuhan Keperawatan
hubungan kerjasama dengan klien, keluarga atau masyarakat untuk mencapai tingkat
yaitu proses keperawatan. Proses keperawatan dipakai untuk membantu perawat dalam
yang ada, dimana keempat komponennya saling mempengaruhi satu sama lain yaitu :
pengkajian, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang membentuk suatu mata rantai
1. Pengkajian
Pengumpulan Data
a. Identitas Pasien
Pada tahap ini perawat perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai,
b. Keluhan Utama
pertolongan atau berobat ke rumah sakit. Biasanya pada pasien dengan efusi
pleura didapatkan keluhan berupa sesak nafas, rasa berat pada dada, nyeri
pleuritik akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisir terutama pada
Pasien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya tanda-tanda
seperti batuk, sesak nafas, nyeri pleuritik, rasa berat pada dada, berat badan
menurun dan sebagainya. Perlu juga ditanyakan mulai kapan keluhan itu
Perlu ditanyakan apakah pasien pernah menderita penyakit seperti TBC paru,
pneumonia, gagal jantung, trauma, asites dan sebagainya. Hal ini diperlukan
penyakit yang disinyalir sebagai penyebab efusi pleura seperti Ca paru, asma,
f. Riwayat Psikososial
g. Pemeriksaan fisik
.
head toe toe
- Tidak terlihat
adanya lesi
- Penyebaran
2. Rambut rambut merata
- warna rambut
hitam
- Rambut
berminyak
- Konjungtiva
anemis
- tidak ada
- sklera tidak nyeri tekan
3. Mata
ikterik
- pupil isokor
- Tidak ada
pergerakan cuping
hidung -tidak ada nyeri tekan
- Tidak ada lesi
4. Hidung
-Tidak ada edema
simetris
-bibir tampak
kering
5. Mulut
-gigi tampak
kuning
-tampak kotoran
disela-sela gigi
-mulutnya bau
-tampak pecah
Simetris
Tidak ada nyeri tekan
-daun telinga
Elastic
6. Telinga
-tidak ada
serumen
dengan
sekitarnya
- terdapat
vena jugularis
- terdapat
sternomastoid
-asimetris(dada
-terdapat tarikan
dinding dada
-terdapat bantu
-terdapat
5 5 Tidak ada nyeri tekan suara
vasikuler
di
paru-paru
kanan
-Turgor kulit
kembelai dalam
-tekstur kulit
Halus
-terdapat bekas
kanan.
System
10. integumen
1. Status Kesehatan Umum
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji, bagaimana penampilan pasien secara umum,
ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap
petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan
pasien. Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi badan berat badan pasien.
2. Sistem Respirasi
Inspeksi pada pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga
mediastinum ke arah hemithorax kontralateral yang diketahui dari posisi trakea dan ictus
Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya > 250 cc.
Disamping itu pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal
Suara perkusi redup sampai peka tergantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak
mengisi penuh rongga pleura, maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis
lengkung dengan ujung lateral atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini
disebut garis Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang
jelas di punggung.
Auskultasi Suara nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin
ke atas makin tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkim paru,
mungkin saja akan ditemukan tanda-tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar
batas atas cairan. Ditambah lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta
mengucapkan kata-kata i maka akan terdengar suara sengau, yang disebut egofoni
3. Sistem Cardiovascular
Pada inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS –
5 pada linea mid clavicula kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
jantung (health rate) dan harus diperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya denyut
jantung, perlu juga memeriksa adanya thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi untuk
menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini bertujuan
untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk
menentukan suara jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III
yang merupakan gejala payah jantung serta adakah murmur yang menunjukkan
4. Sistem Pencernaan
Pada inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi
perut menonjol atau tidak, umbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
Auskultasi untuk mendengarkan suara peristaltik usus dimana nilai normalnya 5-35
kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, ada
massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien,
apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympanic,
adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika
urinaria, tumor).
5. Sistem Neurologis
Pada inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji Disamping juga diperlukan pemeriksaan
GCS. Adakah compos mentis dan somnolen atau comma. refleks patologis, dan bagaimana
dengan refleks fisiologisnya. Selain itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti
6. Sistem Muskuloskeletal
Pada inspeksi perlu diperhatikan adakah edema pretibial, palpasi pada kedua
ekstremitas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemeriksaan capillary refil
time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan pemeriksaan kekuatan otot kemudian
7. Sistem Integumen
Inspeksi mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit,
pada Px dengan efusi biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O . Pada palpasi perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat,
2
demam). Kemudian texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit untuk mengetahui
h. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Radiologi
Pada fluoroskopi maupun foto thorax PA cairan yang kurang dari 300 cc tidak bisa
Pada efusi pleura subpulmonal, meski cairan pleura lebih dari 300 cc,
frenicocostalis tampak tumpul, diafragma kelihatan meninggi. Untuk memastikan
dilakukan dengan foto thorax lateral dari sisi yang sakit (lateral dekubitus) ini akan
memberikan hasil yang memuaskan bila cairan pleura sedikit (Hood Alsagaff, 1990,
786-787).
2. Biopsi Pleura
Biopsi ini berguna untuk mengambil spesimen jaringan pleura dengan melalui biopsi
jalur percutaneous. Biopsi ini digunakan untuk mengetahui adanya sel-sel ganas atau
i. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan Biokimia
Secara biokimia efusi pleura terbagi atas transudat dan eksudat yang perbedaannya
Transudat Eksudat
pleura :
adenocarcinoma
sering dijumpai pada pankreatitis atau pneumonia. Bila eritrosit > 100000
d. Bakteriologis
Jenis kuman yang sering ditemukan dalam cairan pleura adalah pneumo coccus, E-
terhadap kuman tahan asam hanya dapat menunjukkan yang positif sampai
20 %
DO : klien terlihat
bergerak tidak nyaman
Tidak nyaman
Resiko Trauma
Penentuan diagnosa keperawatan harus berdasarkan analisa data dari hasil pengkajian,
Beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan efusi pleura
antara lain :
sekunder terhadap penumpukkan cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucker,
dkk, 1998).
dengan peningkatan metabolisme tubuh, pencernaan nafsu makan akibat sesak nafas
4. Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan sesak
terpajan informasi
2. Intervensi
1. Diagnosa Keperawatan I
Kriteria hasil : Irama, frekuensi dan kedalaman pernafasan dalam batas normal, pada
pemeriksaan sinar X dada tidak ditemukan adanya akumulasi cairan, bunyi nafas
terdengar jelas.
Rencana tindakan :
yang terjadi.
Rasional : Dengan mengkaji kualitas, frekuensi dan kedalaman pernafasan, kita dapat
c. Baringkan pasien dalam posisi yang nyaman, dalam posisi duduk, dengan kepala tempat
Rasional : Penurunan diafragma memperluas daerah dada sehingga ekspansi paru bisa
maksimal.
d. Observasi tanda-tanda vital (suhu, nadi, tekanan darah, RR dan respon pasien).
Rasional : Peningkatan RR dan tachicardi merupakan indikasi adanya penurunan fungsi paru.
Rasional : Auskultasi dapat menentukan kelainan suara nafas pada bagian paru-paru.
f. Bantu dan ajarkan pasien untuk batuk dan nafas dalam yang efektif.
Rasional : Menekan daerah yang nyeri ketika batuk atau nafas dalam. Penekanan otot-otot
g. Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian O dan obat-obatan serta foto thorax.
2
Rasional : Pemberian oksigen dapat menurunkan beban pernafasan dan mencegah terjadinya
sianosis akibat hipoksia. Dengan foto thorax dapat dimonitor kemajuan dari berkurangnya
2. Diagnosa Keperawatan II
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh sehubungan dengan
Kriteria hasil : Konsumsi lebih 40 % jumlah makanan, berat badan normal dan hasil
Rasional : Bising usus yang menurun atau meningkat menunjukkan adanya gangguan
Rasional : Bau mulut yang kurang sedap dapat mengurangi nafsu makan.
Rasional : Makanan dalam porsi kecil tidak membutuhkan energi, banyak selingan
memudahkan reflek.
Rasional : Diet TKTP sangat baik untuk kebutuhan metabolisme dan pembentukan
antibodi karena diet TKTP menyediakan kalori dan semua asam amino esensial.
albumin dan pemberian vitamin dan suplemen nutrisi lainnya (zevit, ensure, social,
Rasional : Peningkatan intake protein, vitamin dan mineral dapat menambah asam lemak
dalam tubuh.
3. Diagnosa Keperawatan III
Cemas atau ketakutan sehubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan
Tujuan : Pasien mampu memahami dan menerima keadaannya sehingga tidak terjadi
kecemasan.
Kriteria hasil : Pasien mampu bernafas secara normal, pasien mampu beradaptasi
dengan keadaannya. Respon non verbal klien tampak lebih rileks dan santai, nafas teratur
Rencana tindakan :
a. Berikan posisi yang menyenangkan bagi pasien. Biasanya dengan semi fowler.
Rasional : pasien mampu menerima keadaan dan mengerti sehingga dapat diajak
Rasional : Pemanfaatan sumber koping yang ada secara konstruktif sangat bermanfaat
Rasional : Tindakan yang tepat diperlukan dalam mengatasi masalah yang dihadapi klien
Rasional : Rasa cemas merupakan efek emosi sehingga apabila sudah teridentifikasi
4. Diagnosa Keperawatan IV
Gangguan pola tidur dan istirahat sehubungan dengan batuk yang menetap dan nyeri
pleuritik.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan pola tidur dan kebutuhan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil : Pasien tidak sesak nafas, pasien dapat tidur dengan nyaman tanpa
mengalami gangguan, pasien dapat tertidur dengan mudah dalam waktu 30-40 menit dan
pasien beristirahat atau tidur dalam waktu 3-8 jam per hari.
Rencana tindakan :
Rasonal : Posisi semi fowler atau posisi yang menyenangkan akan memperlancar
peredaran O dan CO .
2 2
b. Tentukan kebiasaan motivasi sebelum tidur malam sesuai dengan kebiasaan pasien
sebelum dirawat.
Rasional : Mengubah pola yang sudah menjadi kebiasaan sebelum tidur akan
pasien.
5. Diagnosa Keperawatan V
Kriteria hasil : Terpenuhinya aktivitas secara optimal, pasien kelihatan segar dan
Rencana tindakan :
a. Evaluasi respon pasien saat beraktivitas, catat keluhan dan tingkat aktivitas
istirahat.
informasi.
Tujuan : Pasien dan keluarga tahu mengenai kondisi dan aturan pengobatan.
Kriteria hasil :
b. PX dan keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala yang memerlukan evaluasi
medik.
c. Px dan keluarga mengikuti program pengobatan dan menunjukkan perubahan pola hidup
Rencana tindakan :
Rasional : Penyakit paru yang ada seperti PPOK berat, penyakit paru infeksi dan keganasan
c. Kaji ulang tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik cepat (contoh, nyeri dada
d. Kaji ulang praktik kesehatan yang baik (contoh, nutrisi baik, istirahat, latihan).
Rasional : Mempertahankan kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat
mencegah kekambuhan.
3. Implementasi
pasien. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan rencana
keperawatan diantaranya :
keterampilan interpersonal, teknikal dan intelektual dilakukan dengan cermat dan efisien
pada situasi yang tepat, keamanan fisik dan psikologis klien dilindungi serta
Pada tahap implementasi ini merupakan aplikasi secara kongkrit dari rencana
intervensi yang telah dibuat untuk mengatasi masalah kesehatan dan perawatan yang
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan, dimana evaluasi adalah
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
Tujuan dari evaluasi ini adalah untuk menilai apakah tujuan dalam rencana keperawatan
tercapai dengan baik atau tidak dan untuk melakukan pengkajian ulang (YUS. Midar H, dkk,
1989).
nafas, nyeri dada sehingga dapat melaporkan segera ke dokter atau perawat yang
merawatnya.
seperti merokok, minum minuman beralkohol dan pasien juga menunjukkan pengetahuan
1. Kesimpulan
Efusi pleura merupakan pengumpulan cairan dalam spasium pleural yang terletak di
antara permukaan viseral dan parietal. Efusi pleura adalah proses penyakit primer yang
jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Efusi
pleura mungkin merupakan komplikasi gagal jantung kongestif, tuberkulosis, pneumonia
infeksi paru (terutama virus), sindrom nefrotik, penyakit jaringan ikat, dan tumor neoplastik.
Karsinoma bronkogenik adalah malignansi yang paling umum berkaitan dengan efusi
pleura. Ukuran efusi akan menentukan keparahan gejala. Efusi pleura yang luas akan
menyebabkan sesak napas.
2. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca agar dapat
menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini sehingga sedikit banyak
bisa menambah pengetahuan pembaca. Disamping itu kami juga mengharapkan saran dan
kritik dari para pembaca sehingga kami bisa berorientasi lebih baik pada makalah kami
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
NS. Andra safari wijaya, S. Kep NS. Yesi ssi mariza putrid, S.Kep. 2013.KMB 1
keperawatan medikal bedah (keperawatan dewasa). Bengkulu Nuha medika
https://www.scribd.com/doc/129560455/MAKALAH-ASKEP-EFUSI-PLEURA-docx