Anda di halaman 1dari 28

Case Report Session

STROKE HEMORAGIK

Oleh :
Miqdad Arya Putra
1840312276

Pembimbing :
dr. Restu Susanti, Sp.S, M.Biomed

BAGIAN ILMU PENYAKIT SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2019

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’aalamiin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT penulis


ucapkan atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan ilmu, akal, pikiran, dan waktu,
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Case Report Session “Stroke
Hemoragik”. Makalah Case Report Session ini merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan tahap kepaniteraan klinik ilmu penyakit saraf di Fakultas Kedokteran
Universitas Andalas.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada dr. Restu Susanti, Sp.S, M.Biomed,
sebagai preseptor yang telah membimbing penulis dalam penulisan makalah Case
Report Session ini.
Tentunya penulisan makalah Case Report Session ini sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari berbagai pihak demi kesempurnaan makalah ini. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Padang, Oktober 2019

Penulis

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke adalah gangguan fungsi saraf otak yang timbul secara mendadak
(beberapa detik atau secara cepat/beberapa jam) dengan gejala atau tanda sesuai dengan
daerah yang terganggu, sehingga dapat menimbulkan defisit neurologis atau kematian.
Penderita stroke dapat mengalami keterbatasan fungsi organ (impairment) seperti
hemiparesis, afasia, disartria, disfagia, dan lain sebagainya sehingga menyebabkan
ketidakmampuan (disability) berjalan, berpakaian, berkomunikasi, dan lain-lain.
Kondisi ini menyebabkan keterbatasan peran sosial pada penderita stroke, didefinisikan
sebagai terganggunya kemampuan aktualisasi diri untuk berperan secara sosial, budaya,
dan ekonomi dalam keluarga, seperti tidak dapat berperan sebagai ayah atau tidak dapat
bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga. 1
Pada tahun 2012, stroke merupakan penyebab nomor dua kematian secara
global setelah penyakit jantung dengan prevalensi 11,9.1 Angka kematian dan
kecacatan akibat stroke pada tahun 1990 – 2010 mengalami peningkatan yakni masing-
masing sebesar 26% dan 19%.2 Kasus stroke menjadi urutan ketiga sebagai penyebab
utama kematian setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara
berkembang. Negara berkembang berkontribusi sebesar 85,5% dari total kematian
akibat stroke diseluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara-negara
yang sedang berkembang. Penderita stroke baru terdapat sekitar 13 juta penduduk
setiap tahun, dimana 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan. 1
Prevalensi stroke di Indonesia tahun 2007 menunjukkan angka 8,3 per 1000
penduduk. Namun pada tahun 2013 prevalensinya meningkat menjadi 12,1 per 1000
penduduk. Prevalensi stroke diberbagai provinsi di Indonesia rata-rata mengalami
peningkatan pada tahun 2013 bila dibandingkan dengan tahun 2007. 3 Berdasarkan
penelitian didapatkan bahwa insiden stroke adalah 200 per 100.000 penduduk. Angka
ini dapat dibagi berdasarkan kelompok usia. Pada kelompok usia 35 – 44 tahun
insidennya 0,2 %; kelompok usia 45 – 54 tahun 0,7%; kelompok usia 55 – 64 tahun
1,8%; kelompok usia 65 – 74 tahun 2,7%; kelompok usia 75 – 84 tahun 10,4%; dan
kelompok usia 85 tahun keatas 13,9%.4
Seseorang dapat menderita stroke apabila terpapar faktor risiko penyebab
timbulnya stroke. Adapun faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian stroke
3
dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dan faktor
risiko yang dapat dimodifikasi. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi
usia, jenis kelamin, riwayat stroke dalam keluarga, dan adanya riwayat stroke
sebelumnya. Beberapa faktor risiko stroke yang dapat dimodifikasi yaitu hipertensi (25-
40%), kurang aktivitas fisik (25%), obesitas (25%), diabetes melitus, dislipidemia,
riwayat penyakit jantung, dan merokok. 5
1.2 Tujuan Penulisan
Penulisan case report ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami mengenai
kasus stroke hemoragik.
1.3 Metode Penulisan
Penulisan case report ini disusun berdasarkan studi kepustakaan yang merujuk
pada berbagai literatur.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stroke Hemoragik
Menurut World Health Organization (WHO), stroke adalah sindrom klinis
yang ditandai dengan adanya defisit neurologis serebral fokal atau global yang
berkembang secara cepat dan berlangsung selama minimal 24 jam atau menyebabkan
kematian mendadak disebabkan oleh kelainan vaskular, baik perdarahan spontan pada
otak (stroke hemoragik) maupun suplai darah yang inadekuat pada bagian otak (stroke
iskemik) sebagai akibat aliran darah yang rendah, trombosis, atau emboli yang
berkaitan dengan penyakit pembuluh darah (arteri dan vena), jantung, dan darah. 1
Stroke hemoragik terjadi akibat kelemahan struktur pembuluh darah otak yang
menyebabkan pecahnya pembuluh darah di otak. Darah menumpuk dan menekan
jaringan otak yang berada disekitarnya.1 Stroke ini dapat dibagi berdasarkan lokasi lesi
di otak. Tipe pertama adalah perdarahan intrakranial, yaitu terjadinya ekstravasasi
darah dalam jaringan otak (parenkim). Paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang
dipicu oleh hipertensi dan ruptur dari salah satu arteri kecil yang menembus ke dalam
jaringan otak yaitu di basal ganglia kapsula interna. Tipe kedua adalah perdarahan
subaraknoid, yaitu terjadinya ekstavasasi darah diruang subaraknoid. Jenis ini memiliki
2 kausa utama yaitu ruptur aneurisma sakular yang sebagian besar terletak disirkulasi
Willisi dan malformasi arteriovenous. 5
Klasifikasi stroke berdasarkan penyebab adalah:3
1. Stroke iskemik atau stroke non hemoragik, berupa TIA, trombosis dan
emboli.
2. Stroke hemoragik, terdiri atas:
- Perdarahan Intra Serebral (PIS)
- Perdarahan Sub Arachnoid (PSA)
Faktor resiko terjadinya stroke di bagi atas;6
1. Yang tidak dapat di ubah, seperti; usia, jenis kelamin, ras, riwayat
keluarga, riwayat TIA atau stroke sebelumnya, penyakit jantung koroner,
fibrilasi atrium.
2. Yang dapat di ubah, seperti hipertensi, diabetes mellitus, merokok,
penyalahgunaan obat dan alkohol, kontrasepsi oral, hematokrit yang
meningkat, bruit karotis asimtomatis, hiperurisemia dan dislipidemia.

5
Gambar 1. Pembagian stroke hemoragik
a. Hipertensi
Merupakan faktor resiko yang potensial, karena pada hipertensi
dapat meyebabkan pecahnya atau menyempitnya pembuluh darah otak. Jika
pembuluh darah otak pecah maka terjadi perdarahan dan jika menyempit
akan menyebabkan penurunan aliran darah ke otak sehingga sel otak dapat
mengalami kematian.6,13
b. Diabetes mellitus
Pada pasien diabetes mellitus akan terjadi penebalan dinding
pembuluh darah otak yang berukuran besar. Hal ini jelas akan mengganggu
aliran darah otak , yang pada akhirnya menyebabkan infark sel otak. 6,13
c. Penyakit Jantung
Penyakit jantung koroner dengan infark jantung, penyakit jantung
rematik, dan gangguan irama jantung dapat menimbulkan GPDO dengan
jalan menimbulkan hambatan aliran darah ke otak, karena jantung
melepaskan gumpalan darah atau sel-sel jaringan yang mati ke dalam aliran
darah yang disebut emboli.6,13
d. Hiperkolesterolemia
Tingginya kadar kolesterol LDL dengan rendahnya HDL dapat
meningkatkan terjadinya aterosklerosis, penebalan dinding pembuluh darah

6
yang diikuti dengan penurunan elastisitas pembuluh darah, akibatnya terjadi
gangguan aliran darah otak.6,13
e. Merokok
Merokok dapat meningkatkan konsenterasi fibrinogen. Hal ini akan
memudahkan terjadinya penebalan dinding pembuluh darah dan
peningkatan viskositas pembuluh darah, yang akhirnya mempengaruhi
aliran darah ke otak. Selain itu, merokok dapat menyebabkan resiko infark
jantung.6,13
f. Lain-lain
Diantaranya obesitas, peningkatan asam urat, penyakit paru, dan
penyakit darah.

2.1.1 Perdarahan Subarachnoid (PSA)


Perdarahan subaraknoid (PSA) menduduki 7-15% dari seluruh kasus GPDO.
Insiden PSA di negara maju sebesar 10-15 kasus setiap 100.000 penduduk. 62%
timbul pertama kali pada usia 40-60 tahun, kejadian mati mendadak karena PSA
sebesar 2% dari seluruh kasus, sebagian besar (9%) terjadi pada umur dibawah 45
tahun. Pada AVM (Atrio Vena Malformasi) laki-laki lebih banyak dari perempuan.8
2.1.1.1 Definisi
Perdarahan subarkniod adalah keadaan terdapatnya/masuknya darah kedalam
ruang subarknoid baik dari tempat lain (PSA sekunder) atau sumber perdarahan
berasal dari rongga subaraknoid itu sendiri (PSA primer). 8
2.1.1.2 Klasifikasi
1. PSA spontan primer, yakni PSA yang bukan akibat trauma atau perdarahan
intraserebral.
2. PSA sekunder, yakni perdarahan yang berasal di luar subaraknoid
umpamanya dari perdarahan intraserebral atau dari tumor otak. 9

7
2.1.1.3 Etiologi10
Perdarahan subaraknoid terjadi karena:
1. Pecahnya aneurisma, aneurisma tersebut biasanya kongenital dan 90% terjadi
di sekitar sirkulus willisi pada dasar otak:
Arteri komunikans posterior
Kompleks arteri komunikan anterior
Arteri serebri media
Aneurisma sedikit terdapat pada arteri oftalmika, sinus kavernosus, dan arteri
basilaris.
2. AVM (Arteri Vena Malformasi) yang pecah.
3. Hemangioma pecah
4. Sekunder terhadap perdarahan intraserebral
2.1.1.4 Patofisiologi
Aneurisma hampir selalu terletak dipercabangan arteri, aneurisma itu
manifestasi akibat suatu gangguan perkembangan emrional, sehingga dinamakan
juga aneurisma sakular (berbentuk seperti saku) kongenital. Aneurisma berkembang
dari dinding arteri yang mempunyai kelemahan pada tunika medianya. Tempat ini
merupakan tempat dengan daya ketahanan yang lemah (lokus minoris resaistensiae),
yang karena beban tekanan darah tinggi dapat menggembung dan terbentuklah
aneurisma. Aneurismna dapat juga berkembang akibat trauma, yang biasanya
langsung bersambung dengan vena, sehingga membentuk ”shunt” arterivenous.
Apabila oleh lonjakan tekanan darah atau karena lonjakan intraabdominal,
aneurisma intraserebral itu pecah, maka terjadilah perdarahan yang menimbulkan
gambaran penyakit yang menyerupai perdarahan intraserebral akibat pecahnya
aneurisma Charcot-Bouchard. Pada umumnya faktur presipitasi tidak jelas, oleh
karena tidak teringat oleh penderita.9
2.1.1.5 Tanda dan gejala klinik
Sebelum muncul tanda dan gejala klinis yang mendadak dan hebat sebenarnya
sudah ada berbagai tanda peringatan yang pada umumnya tidak memperoleh
perhatian sepenuhnya oleh penderita maupun dokter yang merawatnya. 11
- Rangsangan meningeal : Kaku kuduk Brudzinky, dll
- Nyeri kepala yang hebat dan mendadak, mual, muntah, fotofobia.
- Gangguan kesadaran bervariasi: ringan sampai koma
- Gejala motorik dan sensorik: sesuai lesi
8
- Keringat meningkat, mengigil, takikardi, stress ulser
- Funduskopi: Edem papil 10%
- Sekitar perdarahan: Vasospasme>> iskemik>> infark
Peringkat klinis:
Tingkat I : Asimtomatik
Tingkat II : Nyeri kepala hebat tanpa defisit neurologik kecuali paralisis nervus
kranialis
Tingkat III : Somnolen dan defisit ringan
Tingkat IV : Stupor, hemiparese/ hemiplegi, dan mungkin ada rigiditas awal dan
gangguan vegetatif
Tingkat V : Koma, rigiditas reserebrasi, dan kemudian meninggal dunia.
2.1.1.6 Pemeriksaan penunjang
1. Darah,urin,feses rutin
2. Profil lipid
3. LP
4. CT Scan dengan kontras
5. MRI
6. Angiorafi
2.1.1.7 Penatalaksanaan
a. Terapi Umum
- Breathing : menjaga jalan nafas dengan memposisikan kepala sedikit

ekstensi untuk mencegah lidah jatuh kebelakang, pemberian oksigen 2-3

liter/menit

- Brain : mengurangi edema (intake dengan output diseimbangkan)

memenuhi intake cairan dengan pemberian isotonis, seperti asering

12jam/kolf, atasi gelisah dan kejang

- Bladder : pasang kateter untuk miksi dan mengetahui output ureum.

- Bowel : memenuhi asupan makanan (diet rendah garam), kalori

dan elektrolit

- Burn : demam diatasi dengan pemberian antiseptik

9
b. Terapi Khusus
- Analgetik
- Kortikosteroid IV dengan dosis rendah
- Antikonvulsan profilak : perlu di pertimbangkan
- Anti hipertensi
- Anti fibrinolitik
- Antagonis calsium : anti iskemia dan anti vasokontriksi
- Operasi bila perlu
2.1.1.8 Komplikasi11
- Perdarahan ulang (rekuren)
- Hidrosefalus
- Vasospasme
- Edem serebri
2.1.1.9 Prognosis
Bergantung kepada:
1. Etiologi: lebih buruk pada aneurisma
2. Lesi tunggal/ multipel: aneurisma multipel lebih buruk
3. Lokasi aneurisma/ lesi: pada a.komunikan anterior dan a.serebri anterior
lebih buruk, karena sering perdarahan masuk ke intraserebral atau ke
ventrikel (perdarahan ventrikel)
4. Umur: prognosis jelek pada usia lanjut
5. Gejala: bila kejang memperburuk gejala /prognosis
6. Kesadaran: bila koma lebih dari 24 jam, buruk hasil akhrinya
7. Spasme, hipertensi,dan perdarahan ulang semuanya merugikan bagi
prognosis.
2.1.2 Perdarahan Intra Serebral (PIS)
Perdarahan intraserebral (PIS) merupakan salah satu bagian dari stroke
hemoragik di samping perdarahan subaraknoidal (PSA). Perdarahan intraserebral
(PIS) meliputi 10% dari seluruh kasus gangguan peredaran darah otak (GPDO),
terjadi di hemisfer serebri (80%) dan batang otak serta serebelum (20%). Sebuah
penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa stroke hemoragik merupakan 8-13%
dari semua stroke di USA, 20-30% stroke di Jepang dan China. Sedangkan di Asia
Tenggara menurut penelitian stroke (Misbach, 1997) menunjukkan stroke

10
perdarahan 26% terdiri dari lobus 10%, ganglionik 9%, serebelar 1%, brain stem
2%, dan perdarahan sub arachnoid 4%.12
2.1.2.1 Definisi dan Epidemiologi
Perdarahan intraserebral adalah perdarahan yang terjadi akibat pecahnya
pembuluh darah otak intraserebral sehingga darah keluar dari pembuluh darah dan
masuk ke dalam jaringan otak dan menyebabkan timbulnya tekanan intrakranial
sehingga terjadi penekanan pada struktur otak dan pembuluh darah otak secara
menyeluruh yang pada akhirnya akan terjadi kematian sel saraf sehingga timbul
klinis defisit neurologis.8
Usia rata-rata kejadian perdarahan intraserebral yaitu pada umur 55 tahun,
interval 40-75 tahun/ jenis kelamin. Insiden pada laki-laki sama dengan pada wanita.
Angka kematian 60-90 %.9
2.1.2.2 Etiologi9
Penyebab perdarahan intraserebral dibagi atas:
1. Perdarahan intraserebral primer
Perdarahan intraserebral primer (perdarahan intraserebral hipertensif)
disebabkan oleh hipertensif kronik yang menyebabkan vaskulopati serebral
dengan akibat pecahnya pembuluh darah otak.
2. Perdarahan intraserebral sekunder
Perdarahan intraserebral sekunder (bukan hipertensif) terjadi antara lain
akibat anomali vaskular kongenital, koagulopati, tumor otak, vaskulopati non
hipertensif (amiloid serebral), vaskulitis, post stroke iskemik dan obat anti
koagulan.
Di perkirakan hampir 50% penyebab perdarahan intraserebral adalah
hipertensi kronik, 25% karena anomali kongenital dan sisanya penyebab lain. Faktor
risiko untuk perdarahan intraserebral adalah hipertensi, kelainan jantung,
hiperkolesterolemia, diabetes mellitus, obesitas, polisitemia vera, merokok, usia
lanjut, dan herediter.
Perdarahan intraserebral ini juga dicetuskan oleh stress fisik, emosi,
peningkatan tekanan darah mendadak yang mengakibatkan pecahnya pembuluh
darah intraserebral. Sekitar 80 % kasus terjadi pada orang sehat dalam keadaan aktif,
20 % sisanya terdapat manifestasi yang mendahuluinya, seperti TIA atau stroke non-
hemoragik ringan.

11
2.1.2.3 Patofisiologi
Hipertensi kronik menyebabkan terjadinya perubahan patologik pada dinding
pembuluh darah arteriola berupa hipohialinosis dan nekrosis fibrinoid. Kedua hal ini
dapat melemahkan muskularis arteriol. Hipertensi yang terus berlangsung akan
mendesak dinding pembuluh darah yang lemah dan membuat herniasi atau pecahnya
tunika intima yang kemudian menjadi aneurisma atau terjadi robekan-robekan. Hal
ini meninbulkan perdarahan yang dapat berlanjut sampai 6 jam dan jika volumenya
besar akan merusak struktur anatomi otak dan menimbulkan gejala klinik.
Jika perdarahan yang ditimbulkan ukurannya kecil maka massa darah hanya
dapat merasuk dan menyela di antara selaput akson massa putih “dissecan splitting”
tanpa merusaknya. Pada keadaan ini absorpsi darah akan diikuti oleh pulihnya
fungsi-fungsi neurologis. Sedangkan pada perdarahan yang luas terjadi destruksi
massa otak, peninggian TIK, dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak
pada falx cerebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat di sebabkan karena kompresi batang otak, hemisfer otak, dan
perdarahan batang otak sekunder. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada
sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, pons. Elemen-elemen vasoaktif
darah yang keluar serta cascade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi
menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena darah dan sekitarnya lebih
tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis. Apabila volume
darah lebih dari 60cc, maka risiko kematian sebesar 93% pada perdarahan dalam dan
71% perdarahan lobar. Sedangkan bila terjadi perdarahan serebelal dengan volume
antara 30-60 cc diperkirakan kemungkinan kematian sebesar 75%. Volume darah 5
cc dan terdapat di pons sudah berakibat fatal.
2.1.2.4 Gejala Klinik
Secara umum gejala perdarahan pada otak adalah:
1. Sakit kepala, muntah, pusing, vertigo, dan gangguan kesadaran.
2. Defisit neurologis tergantung lokasi perdarahan
3. Bila perdarahan kapsular maka ditemukan: hemiparese kontralateral,
hemiplegi, koma.
4. Defisit hemisensorik
5. Hemiparese atau hemiplegi kontralateral
6. Afasia, anosmia, dan mutisme bisa mengenai hemisfer yang dominant

12
2.1.2.5 Pemeriksaan Rutin
Kimia darah : GDR, ureum, kreatinin
Urin lengkap : protein, reduksi, sediment, bilirubin, urobilin, keton
Pemeriksaan elektrolit: natrium, kalium, klorida
Analisa gas darah : PCO2, PO2
Profil lipid : kolesterol total, kolesterol HDL, kolesterol LDL, trigliserida
Elektrokardiografi
2.1.2.6 Pemeriksaan Penunjang
Rontgen thorak
CT-Scan / MRI
Ekokardiografi
2.1.2.7 Penatalaksanaan
1. Terapi umum : 6B
a. Breathing
b. Brain
c. Bladder
d. Bowel
e. Burn
2. Terapi khusus.
a. Anti edem.
Manitol 20% bolus 1 gr/ kg berat badan dalam 20-30 menit, dilanjutkan
dengan dosis 0,25-0,5 gr/kgBB/jam sampai maksimal 48 jam. Target
osmolaritas 300-320 mosm/l atau dengan gliserol 10 % 10 ml/kgBB IV.
Pemberian steroid tidak diberikan secara rutin, bila ada indikasi harus diikuti
dengan pengamatan yang cepat.
b. Obat homeostasis:
Transamic acid 6 gram/hari IV ( 2 minggu), berperan sebagai anti
inflamasi dan mencegah peradangan ulang.
c. Anti hipertensi:
Bila tekanan darah systole > 230 mmHg atau tekanan darah diastolik >40
mmHg diberikan : Nikardipin 5-15 mg/ jam infus kontiniu atau Diltiazem 5-40
mg/kg BB/menit infus kontinyu. Bila tekanan sistolik 180-230 mmHg atau tekanan
sistolik 105-140 mmHg, atau tekanan darah arterial rata-rata 130 mmHg berikan :
Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2 menit ulangi atau gandakan setiap 10 menit
13
sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal bolus diikuti oleh Labetalol
drip 2-8 mg /menit atau Nikardipin 5- 15 mg/ jam infuse kontinyu Diltiazem 5-40
mg/kg/menit infuse kontiniyu atau Nimodipin. Bila tekanan darah sistolik <180
mmHg atau tekanan diastole < 105 mmHg, tangguhkan pemberian obat anti
hipertensi.
d. Bila terdapat kejang diatasi sementara dengan Diazepam IV perlahan atau
dengan antikonvulsan yang lain.
e. Neurotropik agent : Piracetam 4 x 300 mg.
f. Tindakan bedah dilakukan dengan pertimbangan usia atau skala Glasgow >
4, atau hanya dilakukan dengan : perdarahan serebelum dengan diameter lebih
dari 3 cm dilakukan kraniotomi dekompresi, hidrosepalus akut akibat
perdarahan intra ventrikel atau serebelum dapat dilakukan VP shunting,
perdarahan lobus diatas 60 cc dengan tanda- tanda peningkatan tekanan
intrakranial akut disertai dengan ancaman herniasi.
g. Rehabilitasi ; penderita perlu perawatan lanjutan secara intensif dan di
mobilisasi sesegera mungkin bila klinis neorologis dan hemodinamik stabil.
Perubahan posisi badan dan ektemitas setiap 2 jam untuk mencegah dekubitus.

14
BAB 3
LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN :
Nama : Tn. AW
No.RM : 01.06.22.29
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 46 tahun
Alamat : Padang Panjang
Pekerjaan : Swasta

Allonamnesis :
Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit Sekarang :


 Penurunan kesadaran sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit, terjadi tiba-tiba
saat pasien beristirahat. Dimana saat dipanggil keluarga, pasien masih membuka
mata dan menyahut.
 Nyeri kepala (+), sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, nyeri dirasakan di
seluruh bagian kepala, nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk, tidak menjalar, dan
mengganggu aktivitas. Karena nyeri kepala pasien dibawa ke RS Ibnu Sina dan
dirawat selama 1 hari. Keluhan tidak berkurang sehingga pasien dirujuk ke
RSUP Dr. M. Djamil.
 Nyeri kepala disertai muntah-muntah sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
frekuensi >5 kali, berisi cairan dan makanan yang dimakan, muntah tidak
menyemprot.
 Lemah anggota gerak sebelah kanan (+), tiba-tiba sejak 2 hari sebelum masuk
rumah sakit.
 Bicara pelo (+), sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
 Pandangan kabur (+), sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.
 Mulut mencong (-)
 Pandangan ganda (-)
 Kejang (-)

15
 BAB dan BAK normal

Riwayat Penyakit Dahulu :


 Riwayat HT tidak diketahui dan pasien belum pernah berobat sebelumny.
 Riwayat DM, penyakit jantung, dan stroke sebelumnya disangkal.
 Riwayat trauma di kepala sebelumnya disangkal.
Riwayat penyakit keluarga :
 Riwayat HT pada keluarga (+), yaitu ayah dan ibu pasien.
 Riwayat Stroke pada keluarga (+), yaitu ayah pasien.
 Riwayat DM dan penyakit jantung pada keluarga disangkal.
Riwayat pribadi dan sosial :
 Pasien bekerja sebagai seorang wiraswasta.
 Pasien seorang perokok aktif, menghabiskan 1 bungkus rokok/hari.

PEMERIKSAAN FISIK
Umum
Keadaan umum : Sakit berat
Kesadaran : Somnolen GCS E3M5V3
Tekanan darah : 170/100 mmHg
Nadi/ irama : 100x/menit
Pernafasan : 22x/menit
Suhu : 36,8
Keadaan gizi : Baik
Tinggi badan : 165 cm
Berat badan : 65 kg
Turgor kulit : Baik
Kulit dan kuku : anemis tidak ada, sianosis tidak ada
Kelenjar getah bening : tidak terdapat pembesaran KGB
Paru
Inspeksi : simetris kiri dan kanan
Palpasi : fremitus sama kiri dan kanan
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler, rh -/-, wh -/-

16
Jantung
Inspeksi : ictus cordis tak terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba 1 jari medial LMCS RIC V
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : s1 s2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : tidak tampak membuncit
Palpasi : supel, hepar dan lien tak teraba, NT (-)
Perkusi : timpani
Auskultasi : bising usus (+) normal
Korpus vertebrae
Inspeksi : deformitas tidak ada
Palpasi : gibus tidak ada
Status neurologikus
1. Tanda rangsangan selaput otak
 Kaku kuduk : ada
 Brudzinsky I : tidak ada
 Brudzinsky II : tidak ada
 Tanda Kernig : ada
2. Tanda peningkatan tekanan intrakranial
 Pupil isokor, diameter 3mm/3mm , reflek cahaya +/+, refleks kornea +/+
 Muntah proyektil tidak ada
3. Pemeriksaan nervus kranialis
N. I (Olfaktorius)
Penciuman Kanan Kiri
Subjektif Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Objektif (dengan bahan) Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

17
N. II (Optikus)
Penglihatan Kanan Kiri
Tajam penglihatan Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Lapangan pandang Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Melihat warna Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Funduskopi Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

N. III (Okulomotorius)
Kanan Kiri
Bola mata Bulat, ortho Bulat, ortho
Ptosis Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Gerakan bulbus Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Strabismus Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Nistagmus Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Ekso/endotalmus (-) (-)
Pupil
 Bentuk Bulat Bulat
 Refleks cahaya (+) (+)
 Refleks akomodasi Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

 Refleks konvergensi Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

N. IV (Trochlearis)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke bawah Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Sikap bulbus Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Diplopia Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

N. VI (Abdusen)
Kanan Kiri
Gerakan mata ke lateral Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Sikap bulbus Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Diplopia Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

18
N. V (Trigeminus)
Kanan Kiri
Motorik Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
 Membuka mulut
 Menggerakkan rahang
 Menggigit
 Mengunyah
Sensorik Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
 Divisi oftalmika
- Refleks kornea (+) (+)
- Sensibilitas
 Divisi maksila Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
- Refleks masetter
- Sensibilitas
 Divisi mandibula Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
- Sensibilitas

N. VII (Fasialis)
Kanan Kiri
Raut wajah Datar Datar
Sekresi air mata Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Fisura Palpebra Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Menggerakkan dahi Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Menutup mata Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Mencibir/ bersiul Tidak bisa dinilai
Memperlihatkan gigi Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Sensasi lidah 2/3 depan Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Hiperakusis Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

19
N. VIII (Vestibularis)
Kanan Kiri
Suara berbisik Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Detik arloji Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Rinne tes Tidak bisa dinilai
Weber tes Tidak bisa dinilai
Schwabach tes Tidak bisa dinilai
- Memanjang
- Memendek
Nistagmus Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
- Pendular
- Vertikal
- Siklikal
Pengaruh posisi kepala Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

N. IX (Glossopharyngeus)
Kanan Kiri
Sensasi lidah 1/3 belakang Tidak bisa dinilai
Refleks muntah (Gag Rx) Ada

N. X (Vagus)
Kanan Kiri
Arkus faring Tidak bisa dinilai
Uvula Tidak bisa dinilai
Menelan Tidak bisa dinilai
Suara Tidak bisa dinilai
Nadi Teratur, 100x/menit

20
N. XI (Asesorius)
Kanan Kiri
Menoleh ke kanan Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Menoleh ke kiri Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Mengangkat bahu kanan Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai
Mengangkat bahu kiri Tidak bisa dinilai Tidak bisa dinilai

N. XII (Hipoglosus)
Kanan Kiri
Kedudukan lidah dalam Tidak bisa dinilai
Kedudukan lidah dijulurkan Tidak bisa dinilai
Tremor Tidak bisa dinilai
Fasikulasi Tidak bisa dinilai
Atropi Tidak bisa dinilai

4. Pemeriksaan koordinasi
Cara berjalan Sulit dinilai Tes jari hidung Sulit dinilai
Romberg tes Sulit dinilai Tes hidung jari Sulit dinilai
Reboundphenomen Sulit dinilai Supinasi-pronasi Sulit dinilai
Test tumit lutut Sulit dinilai

5. Pemeriksaan fungsi motorik


a. Badan Respirasi Teratur
Duduk Tidak bisa dinilai
b. Berdiri dan Gerakan spontan Tidak bisa dinilai
berjalan Tremor
Atetosis
Mioklonik
Khorea

21
c. Ekstremitas Superior Inferior
Kanan Kiri Kanan Kiri
Gerakan Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa
dinilai dinilai dinilai dinilai
Kekuatan Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa
dinilai dinilai dinilai dinilai
Tropi Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa
dinilai dinilai dinilai dinilai
Tonus Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa Tidak bisa
dinilai dinilai dinilai dinilai
Lateralisasi Ke kanan

6. Pemeriksaan sensibilitas
Sensibiltas taktil Tidak bisa dinilai
Sensibilitas nyeri Tidak bisa dinilai
Sensiblitas termis Tidak bisa dinilai
Sensibilitas kortikal Tidak bisa dinilai
Stereognosis Tidak bisa dinilai
Pengenalan 2 titik Tidak bisa dinilai
Pengenalan rabaan Tidak bisa dinilai

7. Sistem refleks
a. Fisiologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Kornea Tidak diperiksa Tidak diperiksa Biseps (++) (-)
Berbangkis Tidak diperiksa Tidak diperiksa Triseps (++) (-)
Laring Tidak diperiksa Tidak diperiksa KPR (++) (-)
Masetter Tidak diperiksa Tidak diperiksa APR (++) (-)
Dinding Tidak diperiksa Tidak diperiksa Bulbokver
perut nosus
 Atas Cremaster
 Tengah Sfingter
 Bawah

22
b.Patologis Kanan Kiri Kanan Kiri
Lengan (-) (-) Babinski (-) (-)
Hoffmann- (-) (-) Chaddocks (-) (-)
Tromner
Oppenheim (-) (-)
Gordon (-) (-)
Schaeffer (-) (-)
Klonus paha (-) (-)
Klonus kaki (-) (-)

8. Fungsi otonom
- Miksi : uninhibited bladder
- Defekasi : belum bisa dinilai
- Sekresi keringat : baik

9. Fungsi luhur :
Kesadaran Tanda Dementia
Reaksi bicara Tidak bisa dinilai Reflek glabela Tidak bisa dinilai
Fungsi Tidak bisa dinilai Reflek snout Tidak bisa dinilai
intelek
Reaksi emosi Tidak bisa dinilai Reflek menghisap Tidak bisa dinilai
Reflek memengang Tidak bisa dinilai
Reflek Tidak bisa dinilai
palmomental

Pemeriksaan laboratorium
Darah
Rutin :

23
22-07-2019
Hb : 16 gr/dl
Ht : 48 %
Leukosit : 16.500/mm3
Trombosit : 220.000/mm3

Kimia darah :
22-07-2019
PT/APTT : 10,2/28,9
GDS : 117
Ureum : 32.0 mg/dl
Kreatinin : 0.9 mg/dl
Natrium : 135 mEq
Kalium : 3,3 mEq
Clorida : 101 mEq
pH/pCO2/pO2/HCO3/BE/FiO2
7,51/31,9/141,4/25,9/2,8/664,7

Rencana pemeriksaan tambahan


 EKG : Sinus takikardi
 Brain CT Scan : Perdarahan temporal

Diagnosis :
Diagnosis Klinis : Penurunan kesadaran (somnolen) + hemiparesis dekstra
Diagnosis Topik : Temporal (s) + ruang subarachnoid
Diagnosis Etiologi : Perdarahan intraserebral
Diagnosis Sekunder : Hipertensi esensial

Prognosis :
Quo ad vitam : dubia
Quo ad sanam : dubia ad malam
Quo ad fungsionam : dubia ad malam

24
Terapi :
Umum
Elevasi kepala 30 derajat
IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf
O2 nasal 3 liter/menit
Monitor balance cairan

Khusus
Manitol 20% 200-150-150
Ranitidin 2x1 amp
Paracetamol 3x750 mg
Amlodipin 1x10 mg
Candesartan 1x16 mg
Kodein 3x30 mg

25
BAB 4
DISKUSI

Telah dirawat seorang pasien laki-laki, umur 46 tahun dengan


diagnosis perdarahan intraserebral dirawat di bangsal Neurologi RSUP DR. M Djamil
Padang dengan diagnosis klinis: Penurunan kesadaran (somnolen) + hemiparesis
dekstra. Diagnosis topik : temporal (s) + ruang subarachnoid. Diagnosis etiologi :
Perdarahan intraserebral. Diagnosis sekunder : Hipertensi esensial. Diagnosis ini
ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan kecurigaan suatu proses stroke. Stroke adalah
gangguan fungsional otak yang terjadi secara mendadak berupa gangguan klinis fokal
maupun global yang muncul cepat akibat gangguan fungsi otak.
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi pada pasien ini adalah hipertensi.
Hipertensi kronis dapat menyebabkan vaskulopati serebral dengan akibat pecahnya
pembuluh darah. Pasien memiliki riwayat tekanan darah tinggi dengan tekanan darah
sistol 170 mmHg dan kontrol tidak teratur.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran pasien mengalami penurunan
kesadaran. Pada pasien ini juga ditemukan kelemahan anggota gerak kanan. Lesi
vaskular yang terjadi pada arteri yang terkena dapat mengakibatkan kerusakan area di
sekitarnya. Beberapa hari setelah pecahnya pembuluh darah pada otak, pembuluh darah
tersebut akan berkontraksi sehingga membatasi aliran darah ke otak. Jaringan otak
tidak mendapatkan oksigen yang cukup dan dapat menyebakan kematian, seperti pada
stroke iskemik. Vasospasme dapat menyebabkan gejala mirip dengan stroke iskemik,
seperti kelemahan atau hilangnya sensasi pada satu sisi tubuh.
Pada pasien ini dianjurkan melakukan pemeriksaan brain CT-Scan untuk mengetahui
lesi dan lokasi peradarahan. Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi terapi umum dan
khusus. Terapi umum yaitu elevasi kepala 30 derajat, IVFD NaCl 0,9% 8 jam/kolf, O2
nasal 3 liter/menit, dan monitor balance cairan. Terapi khusus yaitu Manitol 20% 200-
150-150, Ranitidin 2x1 amp, Paracetamol 3x750 mg, Amlodipin 1x10 mg, Candesartan
1x16 mg, Kodein 3x30 mg.
Berdasarkan literatur prinsip terapi umumnya adalah breathing, brain, bladder, bowel
dan burn. Pada breathing jaga jalan nafas dengan memposisikan kepala sedikit ekstensi
untuk mencegah lidah jatuh ke belakang dan dengan memberikan oksigen pada pasien.
Pada brain adalah dengan mengurangi edema dengan menyeimbangkan intake dan
26
output. Pada bladder sebaiknya pasang kateter untuk miksi dan mengetahui output
ureum, namun pada kasus ini pasien menolak. Untuk bowel penuhi asupan makanan
(diet rendah garam), kalori dan elektrolit. Sedangkan burn, atasi demam dengan
pemberian antiseptik. Pada pasien diberikan paracetamol 3x750 mg untuk mengatasi
nyeri kepala yang dirasakan pasien. Manitol digunakan sebagai anti edema.

27
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. (2011). The top 10 causes of death. (online


:http://who.int/mediacentre/factsheets/fs310/en/index.html#) diunduh tanggal 12
Maret 2019
2. Hankey GJ (2013). The global and region burden of stroke. Lancet. pp: 239-
240.
3. Alway, D & Cole, J W. (2009). Stroke essentials for primary care: a practical
guide. Trans. Jonatan. Jakarta: EGC. p: 11.
4. Riset Kesehatan Dasar. (2013). Kecendrungan prevalensi stroke per 1000*)
menurut provinsi 2007-2009. Jakarta, pp: 91-130.
5. NSA (National Stroke Association). (2014). Stroke risk factor. p: 2.
6. Price, Sylvia A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta. EGC. Halaman 1167.
7. Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis. Dian Rakyat. 2008; 391-402.
8. AHA (American Heart Assosiation). (2013). Type of stroke, p: 2.
9. Fauci, Braundwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson. (2008). Harrison’s.
Principles of internal medicine 7th edition. United State of American. The
Mcgraw-hill Companies. p: 980.
10. Freigin VL, Forounzafar MH. (2013). Global and region burden of stroke
during 1990-2010 : finding from the global burden of disease study 2010. The
Lancet. 383(9913), pp: 245-255.
11. Goldstein LB, Bushnell CD. (2011). Guideline for primary prevention of stroke:
a guideline for healthcare professionals from american heart association. A
Journal of Cerebral Circulation. 42(2). pp: 517-584.
12. Goldszmidt, A.J, Caplan, L.R. (2009). Esensial stroke. Jakarta : EGC. p: 52.
13. Harsono. (2011). Buku ajar neurologi klinis. Faktor Risiko GPDO. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press. pp: 59-65

28

Anda mungkin juga menyukai