Anda di halaman 1dari 6

EPILEPSI

Definisi
Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dan International Bureau for
Epilepsy (IBE) pada tahun 2005 epilepsi didefinisikan sebagai suatu kelainan otak yang ditandai
oleh adanya faktor predisposisi yang dapat mencetuskan kejang epileptik, perubahan
neurobiologis, kognitif, psikologis dan adanya konsekuensi sosial yang diakibatkannya. Definisi
ini membutuhkan sedikitnya satu riwayat kejang epilepsi sebelumnya.
Definisi operational ILAE 2014 :
 Minimal 2 unprovoked seizure, yang terpisah >24jam
 1 unprovoked seizure dan kemungkinan adanya seizure yang serupa (60%) dengan
rekurensi sebelumnya, yang terpisah >10 tahun
 Terdiagnosis epilepsy syndrome

Epidemiologi
 Insiden epilepsi di negara maju 50/100.000 sementara di negara berkembang 100/100.000
 Insiden tertinggi terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun (262/100.000 kasus)
 Diduga terdapat sekitar 50 juta orang dengan epilepsi didunia(WHO, 2012).
 Epilepsi lobus temporal (TLE) merupakan jenis epilepsi fokal kompleks yang paling
sering terjadi.
 Epilepsi Fokal yang kompleks merupakan bagian terbesar dari epilepsi refrakter.
 Fokus epilepsi atau zona epileptogenik di lobus temporal, tepatnya pada bangunan
hipokampus dan badan amigdala, serta sebagian dari permukaan lobus

Etiologi
1. pilepsi idiopatik : penyebabnya tidak diketahui, meliputi ± 50% dari penderita epilepsi
anak dan umumnya mempunyai predisposisi genetik, awitan biasanya pada usia > 3
tahun. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan ditemukannya alat – alat
diagnostik yang canggih kelompok ini makin kecil
2. Epilepsi simptomatik: disebabkan oleh kelainan/lesi pada susunan saraf pusat. Misalnya :
post trauma kapitis, infeksi susunan saraf pusat (SSP), gangguan metabolik, malformasi
otak kongenital, asphyxia neonatorum, lesi desak ruang, gangguan peredaran darah otak,
toksik (alkohol,obat), kelainan neurodegeneratif.
3. Epilepsi kriptogenik: dianggap simtomatik tetapi penyebabnya belum diketahui, termasuk
disini adalah sindrom West, sindron Lennox-Gastaut dan epilepsi mioklonik

Anatomi
Hipokampus terdiri atas Cornu Amonis (CA) 1, CA2, serta CA3, CA4. Girus dentata
akan meneruskan impuls menuju CA3. CA3 terdiri atas stratum radiatum, stratum lucidum,
stratum pyramidale, dan stratum orien. Struktur CA1 terdiri atas stratum lacunosum, stratum
radiatum, stratum pyramidale, dan stratum orien. CA4 terdiri atas stratum pyramidale, stratum
moleculare, serta stratum granulosum. CA 2 terdiri atas sel piramida serupa dengan CA3

Klasifikasi
Patofisiologi
Dasar serangan epilepsi ialah gangguan fungsi neuron-neuron otak dan transmisi pada
sinaps. Ada dua jenis neurotransmitter, yakni neurotransmitter eksitasi yang memudahkan
depolarisasi atau lepas muatan listrik dan neurotransmitter inhibisi (inhibitif terhadap penyaluran
aktivitas listrik saraf dalam sinaps) yang menimbulkan hiperpolarisasi sehingga sel neuron lebih
stabil dan tidak mudah melepaskan listrik. Di antara neurotransmitter-neurotransmitter eksitasi
dapat disebut glutamate, aspartat, norepinefrin dan asetilkolin sedangkan neurotransmitter
inhibisi yang terkenal ialah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin. Jika hasil pengaruh
kedua jenis lepas muatan listrik dan terjadi transmisi impuls atau rangsang. Dalam keadaan
istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik tertentu dan berada dalam keadaan
polarisasi. Aksi potensial akan mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan
melepas muatan listrik.
Keadaan patologik, dapat merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga
membran mudah dilampaui oleh ion Ca dan Na dari ruangan ekstra ke intra seluler. Influks Ca
akan mencetuskan letupan depolarisasi membran dan lepas muatan listrik berlebihan, tidak
teratur dan terkendali. Lepas muatan listrik demikian oleh sejumlah besar neuron secara sinkron
merupakan dasar suatu serangan epilepsi. Suatu sifat khas serangan epilepsi ialah bahwa
beberapa saat serangan berhenti akibat pengaruh proses inhibisi. Diduga inhibisi ini adalah
pengaruh neuron-neuron sekitar sarang epileptic. Selain itu juga sistem-sistem inhibisi pra dan
pasca sinaptik yang menjamin agar neuron-neuron tidak terus-menerus berlepas muatan
memegang peranan. Keadaan lain yang dapat menyebabkan suatu serangan epilepsi terhenti ialah
kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang penting untuk fungsi otak.

Diagnosis
Anamnesis
 Gejala dan tanda sebelum, selama, dan pascabangkitan
 Faktor pencetus
 Usia awitan, durasi bangkitan, frekuensi bangkitan, interval terpanjang antara bangkitan,
kesadaran antara bangkitan.
 Terapi epilepsi sebelumnya dan respon terhadap OAE sebelumnya
 Penyakit yang diderita sekarang, riwayat penyakit neurologis psikiatrik maupun sistemik
yang mungkin menjadi penyebab maupun komorbiditas.
 Riwayat epilepsi dan penyakit lain dalam keluarga
 Riwayat saat berada dalam kandungan, kelahiran, dan tumbuh kembang
 Riwayat bangkitan neonatal/ kejang demam
 Riwayat trauma kepala, stroke, infeksi susunan saraf pusat (SSP), dll
Pemeriksaan fisik dan neurologis
 Kesadaran
 Tanda-tanda vital
 Status generalis
 Status neurologis
Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan elektro-ensefalografi (EEG)
 Pemeriksaan pencitraan otak
◦ CT Scan dan MRI
◦ Positron Emission Tomography (PET)
◦ Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT)
◦ Magnetic Resonance Spectroscopy (MRS)
 Pemeriksaan laboratorium
◦ Pemeriksaan hematologis
◦ Pemeriksaan kadar OAE
 Lumbal pungsi

Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan
Diagnosis epilepsi sudah dipastikan , Mengurangi atau menghilangkan serangan untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien, Terapi diberikan seawal mungkin, pilihan obat sesuai jenis
epilepsi, Obat diupayakan tunggal, dosis dan efek samping minimal, Dimulai dg dosis rendah
dan dinaikkan bertahap sampai dosis efektif. Bila dg dosis maksimal OAE tidak dapat
mengontrol bangkitan maka ditambahkan OAE kedua.
Resistensi OAE, Sekitar 25-30% penyandang
 Kombinasi OAE
 Mengurangi dosis OAE ( pada OAE induced seizure)
 Terapi bedah
 Dipikirkan penggunaan terapi nonfarmakologis.
Terapi Non Farmakologis
 Stimulasi N.Vagus
 Terapi ajuvan untuk mengurangi frekuensi bangkitan pada penyandang epilepsy refrakter
usia dewasa dan anak-anak yang tidak memenuhi syarat operasi.
 Deep Brain Stimulation
 Diet ketogenik
 Intervensi Psikologi, Relaksasi, behavioral cognitive therapy, dan biofeedback
Penghentian OAE
 OAE dapat di stop 3-5 tahun bebas bangkitan
 Gambaran EEG Normal
 Harus dilakukan bertahap, pada umumnya 25% dari dosis semula, setiap bulan dalam
jangka waktu 3-6 bulan
 Bila dilakukan lebih dari 1 OAE, maka penghentian dimulai dari 1 OAE yang bukan
utama.

Prognosis
 Studi yang dilakukan Wiebe et al menyebutkan 58% pasien TLE bebas kejang setelah
menjalani operasi TLE
 Pasien yang menjalani operasi juga terbukti memiliki kualitas hidup yang lebih baik
 10% kasus yang dioperai mengalami komplikasi yang berat paska operasi dan meninggal

Anda mungkin juga menyukai