Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah proses

pengubahan sikap dan tata laku seorang atau kelompok orang dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Kita sebagai

manusia sangatlah membutuhkan pendidikan. Manfaat pendidikan yang dapat

diperoleh dalam kehidupan sehari-hari seperti membaca, menulis, menghitung,

memberikan ilmu pengetahuan yang diperoleh kepada orang lain, dan

mengembangkan bakat yang dimiliki baik dalam bidang akademik maupun non

akademik.

Tujuan pendidikan yang ingin dicapai dapat dikategorikan menjadi tiga

bidang yakni bidang kognitif (penguasaan intelektual), bidang afektif (berhubungan

dengan sikap dan nilai), serta bidang psikomotorik (kemampuan keterampilan

bertindak, berperilaku). Ketiganya tidak berdiri sendiri, tetapi merupakan suatu

kesatuan yang tidak terpisahkan, bahkan membentuk hubungan hirarkir. Sebagai

tujuan yang hendak dicapai ketiganya harus nampak sebagai hasil belajar siswa di

kelas. Oleh sebab itu ketiga aspek tersebut harus dipandang sebagai hasil belajar

siswa dari proses pembelajaran (Sudjana,2009:49).

Permasalahan yang sering muncul dalam dunia pendidikan adalah lemahnya

kemampuan siswa dalam menggunakan kemampuan berpikirnya untuk


menyelesaikan masalah. Siswa cenderung diberikan berbagai informasi yang

menuntut hafalan saja. Banyak sekali pengetahuan dan informasi yang dimiliki siswa

tetapi sulit untuk dihubungkan dengan situasi yang mereka hadapi. Mereka dapat

menyelesaikan masalah, namun pengetahuan mereka seperti tidak relevandengan apa

yang mereka hadapi. Ketika siswa mengikuti pendidikan, harapan mereka menjadi

manusia yang tidak hanya cerdas tetapi mampu menyelesaikan persoalan yang akan

mereka hadapi dikemudian hari.

Matematika merupakan salah satu bidang studi yang menduduki peranan

penting dalam dunia pendidikan. Hal ini dapat dilihat dari porsi waktu pelajaran

matematika di sekolah lebih banyak dibandingkan pelajaran lain. Selain itu, dalam

pelaksanaannya pelajaran matematika diberikan di semua jenjang pendidikan dari

sekolah dasar sampai pada perguruan tinggi. Hal ini disebabkan oleh fungsi

matematika dari tahun ke tahun berkembang semakin meningkat sesuai dengan

tuntunan perkembangan zaman. Tuntutan zaman mendorong manusia untuk lebih

kreatif dalam mengembangkan atau menerapkan matematika sebagai ilmu dasar.

Salah satu hambatan dalam pembelajaran matematika adalah pada umumnya

siswa menganggap matematika itu sulit untuk dipahami. Hanya kalangan siswa-siswa

tertentu yang mampu memahami pelajaran matematika, dan yang terjadi saat ini

pelajaran matematika tidak begitu diminati oleh siswa. Masih banyak siswa yang

pasif dalam proses pembelajaran dan malu bertanya apabila memiliki kesulitan dalam

menghadapi soal-soal matematika.


Berdasarkan studi Trends in Mathematics and Science (TIMSS) tahun 2011

siswa SMP Kelas VIII mendapat peringkat 36 dari 49 negera didunia. Hasil studi

Program for Internatinal Student Assesment (PISA) juga menunjukkan bahwa siswa

Indonesia mendapat peringkat 64 dari 65 negara di dunia. Hal ini berturut-turut terjadi

selama sepuluh tahun belakangan. Tidak jauh berbeda, hasil TIMSS 2015 yang baru

dipublikasikan desember 2016 lalu menunjukkan prestasi siswa Indonesia bidang

matematika mendapat peringkat 45 dari 50 negara dengan skor 397. Siswa Indonesia

menguasai soal yang bersifat rutin, komputasi sederhana, dan mengukur pengetahuan

kemampuan mengintegrasikan informasi, serta memberi kesimpulan (Rahmawati,

2016).

Hasil studi TIMSS dan PISA di atas menunjukkan bahwa, secara umum

prestasi matematika siswa Indonesia masih tergolong lemah. Dasar penilaian

matematika dalam TIMSS dikategorikan ke dalam dua domain, yaitu isi dan kognitif.

Domain isinya adalah bilangan, aljabar, geometri data, dan peluang. Sedangkan

domain kognitifnya adalah pengetahuan, penerapan, dan penalaran (Pratikno,2013:

3). Siswa Indonesia rata-rata hanya menguasai domain kognitif pertama yaitu

pengetahuan dan belum sampai pada taraf penerapan dan penalaran.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika kelas VIII di SMPN 3

Bombana, diketahui bahwa hasil belajar matematika siswa masih sangat rendah. Hal

ini disebabkan karena kurangnya konsentrasi siswa dalam belajar serta pembelajaran

yang terjadi didalam kelas masih bersifat konvensional. Guru mengakui bahwa

pembelajaran yang dilakukan masih monoton.


Berkaitan dengan permasalahan di atas mind mapping dapat dijadikan salah

satu alternatif dalam meningkatkan hasil belajar siswa. Menurut Nainggolan (dalam

Wicaksono,2013:4) mind mapping memiliki kelebihan yakni dengan menggunakan

teknik mind map siswa dapat memahami pokok masalah yang terjadi, sehingga dapat

diambil cara untuk mengatasi permasalahan. Meminta siswa untuk membuat peta

pikiran memungkinkan mereka mengidentifikasi dengan jelas dan kreatif apa yang

telah mereka pelajari atau apa yang tengah mereka rencanakan. Otak sering kali

mudah mengingat informasi dalam bentuk gambar, simbol, suara, bentuk-bentuk dan

perasaan.

Memudahkan siswa membuat mind map, maka dibutuhkan pembelajaran yang

dapat memancing ide-ide siswa secara optimal. Pembelajaran Resource Based

Learning dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam penerapan model mind

mapping dan mempermudah memahami permasalahan siswa. Menurut Suryosubroto

Pendekatan resource based learning adalah suatu pendekatan yang dirancang untuk

memudahkan siswa dalam mengatasi keterampilan siswa tentang luas dan

keanekaragaman sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan untuk belajar.

Melalui pendekatan ini, guru bukan merupakan sumber belajar satu-satunya.

Peserta didik dapat belajar dalam kelas, dalam laboratorium, dalam ruang

perpustakaan, dalam ruang sumber belajar yang khusus atau bahkan diluar sekolah,

bila ia mempelajari lingkungan berhubungan dengan tugas atau masalah tertentu.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

dengan judul “Efektivitas model pembelajaran Mind Mapping dengan


pendekatan Resource Based Learning terhadap hasil belajar matematika siswa

kelas VIII di SMPN 3 Bombana”

1.2 Identifikasi Masalah

1. Sebagian besar siswa cenderung tidak aktif dalam proses pembelajaran

matematika.

2. Sebagian besar siswa merasa kesulitan dalam mempelajari matematika.

3. Kecenderungan sebagian besar siswa tidak tertarik mengikuti pelajaran

matematika.

4. Sebagian besar perhatian dan konsentrasi siswa dalam mengikuti pembelajaran

matematika masih sangat kurang.

5. Masih kurangnya variasi-variasi model pembelajaran matematika yang

digunakan.

1.3 Batasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan dalam penelitian ini, maka

dalam penelitian ini permasalahan dibatasi pada penggunaan metode Mind Mapping

dengan pendekatan Resource Based Learning terhadap hasil belajar matematika

siswa dalam pembelajaran matematika siswa pada kelas VIII pada pokok bahasan

Bangun ruang sisi datar


1.4 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka pertanyaan peneliti dalam penelitian

adalah :

1. Bagaimana hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran Mind Mapping dengan pendekatan Resource based Learning ?

2. Bagaimana hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran konvensional ?

3. Apakah model pembelajaran Mind Mapping dengan pendekatan Resource Based

Learning lebih efektif terhadap hasil belajar matematika siswa ?

1.5 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan penelitian adalah:

1. Untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan model

pembelajaran Mind Mapping dengan pendekatan Resource Based Learning.

2. Untuk mengetahui hasil belajar matematika yang diajar dengan model

pembelajaran konvensional.

3. Untuk mengetahui model pembelajaran Mind Mapping dengan pendekatan

Resource Based Leraning lebih efektif dibanding dengan model konvensional.

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian adalah:


1. Bagi Sekolah

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan masukan dalam

pemilihan model pembelajaran bagi siswa, sehingga selain materi dapat diterima dan

dipahami dengan baik oleh siswa, diharapkan penyampaian materi dapat dilakukan

dengan cara yang lebih menarik serta meningkatkan kreativitas siswa.

2. Bagi Universitas Sembilanbelas November

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan mengenai model Mind

Mapping yang digunakan untuk proses penyampaian materi serta efektifnya terhadap

hasil belajar dan tingkat kepuasan siswa. Disamping itu, peneliti ini diharapkan dapat

menambah referensi bagi mahasiswa serta menambah koleksi perpustakaan.

3. Bagi Penulis

Dalam penelitian ini penulis diharapkan dapat menerangkan ilmu yang diperoleh

selama masa perkuliahan terutama dibidang pendidikan matematika.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Efektifitas Pembelajaran

Efektivitas berasal dari kata “efektif” berarti: 1) ada efeknya (akibatnya,

pegaruhnya, kesannya) 2) dapat membawa hasil, berhasil guna. Adapun efektivitas

berarti: 1) keadaan berpengaruh:hal berkesan; 2) keberhasilan usaha atau tindakan

(Qodratullah,2011:107). Dapat disimpulkan bahwa efektivitas merupakan suatu

keadaan yang memperlihatkan keberhasilan usaha berdasarkan tujuan atau rencana

yang telah ditetapkan. Semakin banyak tujuan atau rencana yang tercapai maka

semakin efektif pula kegiatan tersebut. Berbicara tentang efektivitas pembelajaran

tidak akan lepas dari hasil atau prestasi yang telah dicapai oleh siswa. Efektivitas

proses pembelajaran dapat dilihat pada sejauh mana proses pembelajaran itu

berlangsung, yang didalamnya terdapat interaksi antara guru dan siswa

(Hasmarani,2015:16)

John Carroll yang termasyhur dalam bidang pendidikan psikologi, dan dalam

bukunya yang berjudul “AModel of School Learning”, menyatakan bahwa

InstructionalEffectiveness tergantung pada lima faktor: 1) Attitude; 2) Ability to

Understand Instruction; 3) Perseverance; 4) Opportunity; 5) Quality of Instruction.

Dengan mengetahui beberapa indikator tersebut menunjukkan bahwa suatu

pembelajaran dapat berjalan efektif apabila terdapat sikap dan kemauan dalam diri
anak untuk belajar, kesiapan diri anak dan guru dalam kegiatan pembelajaran, serta

mutu dari materi yang disampaikan. Apabila kelima indikator tersebut tidak ada maka

kegiatan belajar mengajar anak tidak akan berjalan dengan baik. Kegiatan

pembelajaran yang efektif sangat dibutuhkan anak untuk membantu mengembangkan

daya pikir anak dengan tanpa mengesampingkan tingkat pemahaman anak sesuai

dengan usia perkembangannya, (Rohmawati,2015:17).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa efektifitas

pembelajaran adalah suatu keadaan yang menggambarkan keberhasilan belajar yang

dapat dicapai melalui metode yang digunakan guru dalam mengajar sesuai dengan

tujuan yang telah ditetapkan.

2.1.2 Pengertian Belajar

Belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu proses perubahan tingkah laku

sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan

hidupunya. Menurut Syah (2010:18) belajar adalah kegiatan yang berproses dan

merupakan unsure yang sangat fundamental dalam penyelenggaran setiap jenis dan

jenjang pendidikan. Itu berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaiannya tujuan

pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialami siswa, baik ketika ia

berada disekolah maupun dilingkungan ruah atau keluargannya sendiri. Slameto

(2010:2) mengemukan bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan

seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara

keseluruhan, sebagai hasil pengalamansendiri dalam interaksi dengan lingkungannta.


Hilgad dan Bower (Baharuddin,2010:13) mengemukakan bahwa belajar (to

learn) memiliki arti: 1) to again knowledge, comprehension, or master of trough

experience or study; 2) to fix in the mind of memory; memorize; 3) to acquire trough

experience; 4) to be come in forme of to find out. Menurut definisi tersebut belajar

memiliki pengertian memperoleh pengetahuan melalui pengalaman, mengingat,

menguasai pengalaman, dan mendapatkan infromasi atau menemukan. Garret

(Sagala,2011:13) mengatakan, belajar adalah proses yang terjadi dalam jangka waktu

yang lama melalui latihan yang membawa terjadinya perubahan dalam diri sendiri.

Kemudian dalam arti sempit, belajar dimaksudkan sebagai usaha penguasaan materi

ilmu pengetahuan yang merupakan sebagaian kegiatan menuju terbentuknya

kepribadian seutuhnya (Sadirman,2011:22)

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan

perubahan tingkah laku yang terbentuk karena pengalaman maupun ilmu

pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang. Pengalaman tersebut diperoleh dari

interaksi dengan lingkungannya maupun melalui ilmu pengetahuan yang

diperolehnya. Dalam proses belajar pasti ada suatu tujuan yang ingin diacapai, ada

beberapa hal yang menjadi tujuan dalam belajar.

2.1.3 Hasil Belajar Matematika

Slameto (2010:25) hasil belajar matematika adalah taraf kemampuan actual

yang bersifat terukur berupa pemguasaan materi pembelajaran, keterampilan, dan

sikap yang dicapai oleh siswa pada proses pembelajaran matematika disekolah. Hasil

belajar matematika mempunyai peranan penting dalam pendidikan. Seorang siswa


yang cerdas dapat menciptakan usaha yang lebih baik untuk mendorong

perkembangan intelektual bagi dirinya dalam bermacam-macam kegiatan agar ada

peningkatan terhadap hasil belajar. Perubahan tingkah laku maupun pemahaman

yang diperoleh melalui hasil belajar adalah kemampuan menampilkan pemahaman

dan penguasaan bahan pelajaran yang telag dipelajari. Adapun hasil belajar

matematika yang dimaksud adalah kemampuan atau penguasaan materi yang telah

dikuasai siswa setelah kegiatan belajar mengajar matematika. Hasil belajar dapat

diukur dengan melakukan penilian baik sebelum, selama atau sesudah proses belakar

mengajar dari biasanya setelah bahan pelajaran selesai diadakan tes akhir (Sudjana,

2010:11)

Suprijono (2010:22) menyatakan bahwa hasil belajar matematika adalah

pola-pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasa dan

keterampilan seseorang dalam menguasai materi matematika dalam jangka waktu

tertentu ditunjukan dengan nilai tes atau nilai-nilai evaluasi matematika yang

diberikan oleh guru. Hasil belajar matematika yang dicapai oleh seseorang dapat

menjadi indicator tentang batas kemampuan, kesanggupan, penguasaan seseorang

tentang pengetahuan, keterampilan dan sikapa atau nilai yang dimiliki oleh

seoseorang itu dalam pembelajaran matematika. Dalam kaitannya dengan usaha

belajar metamatika, hasil belajar matematika ditunjukkan oleh tingkat penguasaan

yang dicapai oleh siswa terhadap materi matematika yang diajarkan setelah kegiatan

belajar berlangsung dalam suatu kurun waktu tertentu.


Klasifikasi hasil belajar menurut Bloom dalam Suprijono (2009:6) secara

garis besar membagi 3 ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah

psikomotoris.

1. Ranah kognitif, berkenaan dengan hasil belajar intelektual.

2. Ranah afektif, berkenaan dengan sikap.

3. Ranah psikomotorik, berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan

kemampuan bertindak.

Hasil belajar harus diindetifikasi melalui informasi bidang, materi dan aspek

perilaku baik melalui teknik tes maupun non tes. Penguasaan materi yang dimaksud

adalah derajat pencapaian kompetensi hasil belajar seperti yang dikehendaki dalam

standar proses dan dinyatakan dalam aspek perilaku yang terbaik dalam ranah

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketiga ranah tersebut dinamakan dengan

taksonomi tujuan belajar kognitif. Taksonomi tujuan belajar domain kognitif

menurut Bloom yang telah disempurnakan Kratwohl, dkk (Sulistya, dkk,2010:321)

adalah menghapal (remember), memahami (understand) mengaplikasikan (apply),

menganalisis (analize), mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create).

Hasil belajar digunakan guru sebagai ukuran atau kriteria dalam mencapai

suatu tujuan pendidikan. Ukuran hasil belajar dapat diperoleh dari aktivitas

pengukuran. Secara sederhana pengukuran dapat diartikan sebagai kegiatan atau

upaya yang dilakukan untuk memberikan angka-angka pada suatu gejala atau

peristiwa atau benda, sehingga hasil pengukuran akan selalu berupa angka. Menurut

Akmad Sudrajat pengukuran (measurement) adalah proses pemberian angka atau


usaha memperoleh deskripsi numerik dari suatu tingkatan di mana seseorang oeserta

didik telah mencapai karakteristik tertentu. Jadi pengukuran memiliki arti suatu

kegiatan yang dilakukan dengan cara membandingkan sesuatu dengan satuan ukuran

tertentu sehingga data yang dihasilkan adalah data kuantitatif atau data angka. Untuk

menetapkan angka dalam pengukuran, perlu sebuah alat ukur yang disebut dengan

instrumen.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah kemampuan yang didapat oleh siswa setelah mengalami pembelajaran

di kelas yang mencakup aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

2.1.4 Model Pembelajaran Mind Mapping

Mind mapping yaitu salah cara untuk mencatat materi pelajaran yang

memudahkan siswa belajar, (Kurniasih,2015:53). Mind mapping bisa juga

dikategorikan sebagai teknik mencatat kreatif. Dalam penjelasan yang lebih

sederhana, mind mapping adalah teknik mencatat yang mengembangkan gaya belajar

visual. Mind mapping memadukan dan mengembangkan potensi kerja otak yang

terdapat dalam diri seseorang. Mind mappimg dikembangkan oleh Tony Buzan sejak

akhir tahun 1960-an sebagai cara untuk mendorong siswa agar mampu mencatat

dengan menggunakan kata kunci dan gambar. Pada pembelajaran mind mapping

siswa akan memperoleh cara paling efektif dan efisien untuk memasukkan,

menyimpan dan mengeluarkan data dari ke otak, (Edward dalam

Faelasofi,2015:126).
Mind mapping merupakan cara kreatif bagi tiap pembelajar untuk

menghasilkan gagasan, mencatat apa yang dipelajari, atau merencanakan tugas baru,

(Silberman dalam Shoimin,2014:105). Meminta pembelajar untuk membuat peta

pikiran dan mengidentifikasi dengan jelas serta sekreatif mungkin tentang apa yang

telah mereka pelajari atau apa yang telah mereka rencanakan.

Mind mapping merupakan peta rute yang hebat bagi ingatan, memungkinkan

manusia dapat menyusun atau menata sedemikian rupa sehingga cara kerja alami

otak dilibatkan sejak awal. Mengingat informasi akan lebih mudah dan bisa lebih

diandalkan daripada menggunakan teknik pencatatan tradisional yang cenderung

linear dan satu warna. Dengan mind mapping daftar informasi yang panjang bisa

dialihkan menjadi diagram warna warni, sangat teratur dan mudah diingat sehingga

sesuai cara kerja otak dalam melakukan berbagai hal, (Buzan dalam Wicaksono,

2013:22). Penerapan pembelajaran mind mapping dilakukan dngan langkah-langkah

yang sistematis (sintaks). Ditandai dengan membagi peserta didik kedalam bentuk

kelompok kecil, kemudian diberikan permasalahan, peserta didik berdiskusi dan

membuat simpulan dalam bentuk mind map kemudian setiap kelompok diberi

kesempatan untuk mempresentasekan hasil diskusi. Dengan demikian, sintaks model

pembelajaran adalah sebagai berikut, (Suyatno dalam Wicaksono,2013:23).

1. Guru menyampaikan materi atau kompetensi yang ingin dicapai;

2. Guru mengemukakan konsep atau pemasalahan yang akan ditanggapi oleh

peserta didik. Sebaiknya permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban;

3. Guru membentuk kelompok-kelompok belajar yang heterogen yang anggotanya


2-3 orang;

4. Tiap kelompok menginventarisasi atau mencatat alternatif jawaban hasil

diskusi;

5. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan

guru mencatat di papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan guru;

6. Dari data-data di papan, siswa diminta membuat kesimpulan atau guru memberi

bandingan sesuai konsep yang disediakan guru.

Salah satu langkah pembelajaran mind mapping adalah tiap kelompok

membuat catatan alternatif jawaban. Catatan yang dimaksud adalah dengan

menggunakan teknik mind mapping. Kemudian pada tahapan membaca hasil diskusi

yang dimaksud adalah mempresentasikan hasil pemetaan pikirannya di hadapan

kelompok yang lain. Adapun langkah-langkah pembuatan peta pikiran menurut

Buzan (dalam Wicaksono,2013:23) sebagai berikut:

1. Mulailah dari bagian tengah kertas kosong yang panjang sisinya diletakkan

mendatar, karena memulai dari tengah akan memberi kebebasan kepada otak

untuk menyebar ke segala arah dan untuk mengungkapkan dirinya dengan lebih

bebas dan alami;

2. Gunakan gambar atau foto untuk ide sentral agar terlihat lebih menarik,

membuat pikiran tetap terfokus, membantu berkonsentrasi, dan mengaktifkan

otak;

3. Gunakan warna untuk membuat mind map terlihat lebih hidup, menambah energi

kepada pemikiran kreatif dan menyenangkan;


4. Hubungkan cabang-cabang utama ke gambar pusat dan hubungkan cabang-

cabang tingkat dua dan tiga ke cabang tingkat satu dan dua, dan seterusnya agar

mind map lebih mudah untuk dimengerti dan diingat;

5. Buatlah garis hubung yang melengkung, bukan garis lurus karena cabang-cabang

yang melengkung dan organis, seperti cabang-cabang pohon, jauh lebih menarik

bagi mata daripada menggunakan garis lurus;

6. Gunakan satu kata kunci untuk setiap garis karena kata kunci tunggal

memberikan lebih banyak daya dan fleksibilitas kepada mind map;

7. Gunakan gambar untuk setiap cabangnya agar terlihat lebih menarik.

Menurut Shoimin (2014:107) model pembelajaran mind mapping memiliki

kelebihan sebagai berikut

1. Cara ini cepat.

2. Teknik dapat digunakan untuk mengorganisasikan ide-ide yang muncul dalam

pemikiran.

3. Proses menggambar diagram bisa memunculkan ide-ide yang lain.

4. Diagram yang sudah terbentuk dapat dijadikan sebagai panduan untuk menulis.

Sama seperti model pembelajaran yang lain, model pembelajaran mind

mapping juga memiliki kelemahan antara lain :

1. Hanya siswa yang aktif yang terlibat.

2. Tidak seluruh murid belajar.

3. Jumlah detail informasi tidak dapat dimasukkan.


Adapun cara yang dapat digunakan untuk meminimalisir kelemahan mind

mapping menurut Mirfan (2012) diantaranya:

1. Harus memeriksa mind map siswa seperti halnya dengan membuat jurnal belajar

yang mau tidak mau harus dikumpulkan sehingga siswa akan merasa

bertanggung jawab membuat mind map ini

2. Melakukan evaluasi dari materi-materi yang sudah di mind mappingkan

3. Memberikan penghargaan kepada siswa yang membuat mind mapping paling

baik, penghargaan bisa berupa nilai yang bagus dan juga pujian, sehingga siswa

yang lain akan merasa tergerak hatinya untuk bisa menyaingi temannya yang

mendapat pemghargaan.

Berdasarkan kelebihan dan kekurangan model pembelajaran mind mapping

diatas maka dapat peneliti simpulkan bahwa belajar menggunakan model mind

mapping yang dirasakan siswa sangat menyenangkan, cara pencatatan, materi berupa

peta, symbol dan juga gambar yang berwarna-warni sehingga otak bisa mudah dalam

menyerap infomasi yang diterima. Dengan pembelajaran model mind mapping dapat

menghubungkan ide baru dengan ide yang sudah ada, sehingga memudahkan adanya

tindakan yang dilakukan siswa dan juga dengan penggunaan warna dan symbol yang

menarik akan membuat siswa semangat dalam belajar. Namun ada beberapa siswa

yang tidak begitu merespon penggunaan model mind mapping karena menganggap

bahwa penggunaan model pembelajaran mind mapping dirasa rumit Karena harus

menyediakan alat (spidol, warna, kertas kosong tak bergaris), membutuhkan biaya

yang tidak sedikit, selain itu adanya kelompok diskusi juga siswa menjadi tidak
begitu memperhatikan materi yang sedang dijarkan, mereka cenderung bermain,

bercerita sendiri dengan teman sekelompoknya

2.1.5 Pendekatan Resource Based Learning

Menurut Suryosubroto Resource based learning adalah suatu pendekatan

yang dirancang untuk memudahkan siswa dalam mengatasi keterampilan siswa

tentang luas dan keanekaragaman sumber-sumber informasi yang dapat dimanfaatkan

untuk belajar.

Menurut Nasution Resource based learning adalah segala bentuk belajar

langsung yang menghadapkan murid dengan sesuatu atau sejumlah individu serta

kelompok dengan segala kegiatan belajar, bukan dengan cara konvensional dimana

guru menyampaiakan bahan pelajaran kepada siswa

Menurut Baswick, pembelajaran berdasarkan sumber“resource based

learning” melibatkan keikutsertaan secara aktif dengan berbagai sumber (orang,

jurnal, surat kabar, multi media, web dan masyarakat), dimana para siswa akan

termotivasi untuk belajar dengan berusaha meneruskan informasi sebanyak mungkin.

Dari berbagai pengertian para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa

pendekatan resource based learning merupakan berbagai sarana atau alat yang

digunakan guru dalam proses pembelajaran sebagai perantara komunikasi dalam

menyampaikan isi materi pelajaran.


Adapun langkah-langkah dalam menerapkan RBL yaitu sebagai berikut ;

1. Berikan alasan yang kuat kepada siswa tentang kenapa harus mengumpulkan

suatu informasi tertentu.

2. Rumuskan tujuan pembelajarannya,

3. Identifikasilah kemampuan melek informasi seperti apa saja yang penting dikuasi

anak melalui proses “inquiry’ learning yang dilakukan dengan berbasis aneka

sumber tadi.

4. Pastikan bahwa sumber-sumber belajar yang potensial telah tersedia, dipersiapkan

dengan baik, dan sesuai dengan kebutuhan siswa(seperti sesuai dengan

kemampuan membaca, mengamati, dan lain-lain).

5. Kemudian tentukan bagaimana siswa akan mendemotrasikan hasil belajaranya.

6. Tentukan bagaimana informasi yang diperoleh siswa itu dikumpulkan, apakah

melalui lembar pengamatan, rekaman audio, rekaman video, catatan lapangan,

dan lain-lain. Dan jangan lupa diberikan batal waktu untuk setiap langkahnya.

7. Tentukan alat evaluasi untuk mengukur keberhasilan proses dan penyajian hasil

belajar mereka. Tentu saja, jangan hanya sebatas berfokus pada tes obyektif,

autehnic assessment, seperti porto folio mungkin akan lebih relavan.

2.1.6 Pembelajaran Konvensional

.Salah satu model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru saat ini

adalah model pembelajaran konvensional. Pembejaran konvensional yang digunakan

yaitu belajar dengan penemuan dimana siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau
situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan. Model

pembelajaran ini berusaha meletakkan dasar dan mengembangkan cara berpikir

ilmiah, murid ditempatnya sebagai subjek belajar, peranan guru dalam model

pembelajaran sebagai pembimbing belajar dan fasilitator belajar sehingga siswa harus

berperan aktif dalam belajar dan memahami konsep, arti, dan hubungan, melalui

proses sampai kepada suatu kesimpulan Bruner(dalam Aini,2016:9)

2.1.7 Materi Ajar

1. Menghitung Luas Permukaan, Volume Kubus dan Balok

Untuk menemukan luas permukaan, volume kubus, kita ketahui dahulu bahwa

sebuah kubus mempunyai 6 bidang atau sisi yang berbentuk persegi.

a. Luas Permukaan Kubus

Luas permukaan kubus adalah jumlah seluruh sisi kubus. Gambar di bawah

ini menunjukkan sebuah kubus yang panjang setiap rusuknya adalah s. Coba kalian

ingat kembali bahwa sebuah kubus memiliki 6 buah sisi yang setiap rusuknya sama

panjang. Keenam sisi tersebut adalah sisi ABCD, ABFE, BCGF, EFGH, CDHG, dan

ADHE. Karena panjang setiap rusuk kubus s, maka luas setiap sisi kubus = s2.

Dengan demikian, luas permukaan kubus


Gambar 2.1 Kubus

L = 6s2

dengan L : luas permukaan kubus

s : panjang rusuk kubus

Contoh:

Diketahui kubus mempunyai panjang rusuk 3 cm. Hitunglah luas permukaan

kubus tersebut.

Jawab:

Luas permukaan kubus = 6 x s2

L = 6 x 32

L = 54 cm2

b. Luas Permukaan Balok

Luas permukaan balok adalah jumlah seluruh sisi balok, perhatikan Gambar 2.2

berikut:
Gambar 2.2 Balok

Balok mempunyai tiga pasang sisi yang tiap pasangnya sama dan sebangun,

yaitu:

a. Sisi ABCD sama dan sebangun dengan sisi EFGH

b. Sisi ADHE sama dan sebangun dengan sisi BCGF

c. Sisi ABFE sama dan sebangun dengan sisi DCGH

Akibatnya diperoleh:

luas permukaan ABCD = luas permukaan EFGH = p x l

luas permukaan ADHE = luas permukaan BCGF = l x t

luas permukaan ABFE = luas permukaan DCGH = p x t

Dengan demikian, luas permukaan balok sama dengan jumlah ketiga pasang

sisi yang saling kongruen pada balok tersebut. Luas permukaan balok dirumuskan

sebagai berikut:

L = 2(p x l) + 2(l x t) + 2(p x t)

= 2{(p x l) + (l x t) + (p x t)}

Dengan

L : luas permukaan balok

p :panjang balok
l :lebar balok

Contoh soal :

Sebuah balok mempunyai panjang 10 cm, lebar 8 cm, dan tinggi 12 cm.

Hitunglah luas permukaan balok tersebut!

Jawab:

Luas permukaan balok = 2 [(p x l) + (p x )t +( l x t)]

= 2 [(10 x 8) + (10 x 12) + (8 x 12)]

= 2 (80 + 120 + 96)

= 2 (296)

= 592 cm2

Jadi, luas permukaan kubus adalah 592 cm2

a. Volume Kubus

Volume kubus dapat dinyatakan sebagai berikut:

Volume kubus = s3

Dengan smerupakan panjang rusuk kubus.

Contoh:

Hitunglah volume sebuah kubus yang memiliki panjang rusuk 3 cm.

Jawab:

Volume kubus = s3

= 33

= 27 cm3

Jadi, volume kubus tersebut adalah 27 cm3


b. Volume Balok

Volume balok dapat dinyatakan sebagai berikut:

Volume balok = p x l x t

Contoh:

Hitunglah volume sebuah volume balok yang berukuran (10 x 8 x 12) cm.

Jawab:

Volume balok = p x l x t

= 10 cm x 8 cm x 12 cm

= 960 cm3

Jadi, volume balok tersebut adalah 960 cm3

2.2 Penelitian yang relavan

Penelitian yang relavan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Khasanah (2017) pada skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran

Mind Mapping Dengan berbantuan alat peraga untuk Meningkatkan Hasil

Belajar Matematika Siswa” Dalam peneltiannya menunjukkan bahwa model

pembelajaran mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar matematika siswa

pada pokok bahasan luas trapesium dan layang-layang siswa kelas V SDN 4

Watuagung

2. Tannendra, Maria (2017) pada skirpsi yang berjudul “Pengaruh penerapan

Metode Mind Mapping terhadap hasil belajar matematika siswa kelas XII SMA
N 2 Yogyakarta” dalam penelitiannya menunjukkan bahwa metode pembelajaran

mind mapping dapat meningkatkan hasil belajar siswa yang tinggi

2.3 Kerangka berpikir

Siswa pada umumnya menganggap pelajaran matematika merupakan

pelajaran yang menakutkan dan sulit untu dipahami. Hanya siswa-siswa tertentu saja

yang dapat memahami pelajaran matematika. Kondisi seperti ini jelas akan

mempengaruhi kualitas pembelajaran matematika. Kualitas pembelajaran matematika

dapat dilihat dalam dua segi yaitu kualitas proses dan kualitas hasil

Hasil belajar matematika siswa masih tergolong sangat rendah. Hal ini

disebabkan karena keterampilan guru dalam memilih model atau metode

pembelajaran dimana dalam proses pembelajaran guru menyampaikan materi dengan

metode ceramah dan menuliskan penjelasan di papan tulis, sedangkan siswa terlihat

kurang aktif. Siswa hanya mendengarkan penjelasan dari guru dan menunggu

perintah apa yang akan disampaikan oleh guru. Beberapa siswa berpendapat bahwa

belajar dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru matematika membuat

mereka sangat jenuh bahkan terkadang merasa mengantuk karena mereka hanya

mendengarkan dan mencatat penjelasan guru. Oleh karena itu, pada pembelajaran

matematika sangat diperlukan penggunaan model atau metode pembelajaran yang

bervariasi, sehingga siswa tidak mudah jenuh pada saat belajar dan dapat membuat

seluruh siswa terlihat (aktif) dalam proses pembelajaran.


Menyikapi hal tersebut, peneliti memilih model pembelajaran mind mapping

yang diharapkan dapat memperoleh hasil belajar yang baik dibandingkan

sebelumnya. Pembelajaran dengan menggunakan model mind mapping memfokuskan

pada kegiatan kreatif siswa dan keaktifan berpikir siswa, yang akan meningkatkan

pemahaman konsep yang kuat, sehingga memperoleh hasil belajar yang maksimal.

Selain kegiatan belajar memgajar yang lebih menyenangkan, siswa akan lebih

termotivasi dalam kegiatan belajar, karena dengan model mind mapping ini, siswa

merasakan pembelajaran yang tidak membosankan.

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan hasil tinjaun pustaka dan kerangka berpikir di atas, maka

hipotesis dalam penelitian adalah : Model pembelajaran mind mapping dengan

pendekatan Resource Based Learning lebih efektif dibandingkan dengan model

pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar matematika.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah True Eksperimen dengan desain Posttest-Only

Control Design. Penelitian ini menggunakan dua model pembelajaran yang berbeda

yaitu model pembelajaran Mind Mapping dengan pendekatan Resource Based

Learning yang diberikan pada kelompok eksperimen dan pembelajaran konvensional

yang diberikan pada kelompok kontrol.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di SMP Negeri 3 Bombana pada semester

genap tahun ajaran 2018/2019

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian


3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2015:197). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMPN 3 Bombana, semester genap

pada tahun ajaran 2018/2019. Gambaran populasi dalam penelitian ini diperlihatkan

pada tabel 3.1 berikut:


Tabel 3.1 Gambaran Populasi siswa kelas VIII SMPN 3 Bombana

Kelas VIII A VIII B

Banyak Siswa 22 21

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh

populasi. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulannya akan dapat

diberlakukan untuk populasi. Untuk itu sampel yang diambil dari populasi harus

betul-betul representatif (Sugiyono,2015:198). Dantes (2012:44) Menyatakan Cluster

Sampling yaitu pengambilan sampel berupa kelompok sederhana dengan

merandomisasi kelompok. Data uji homogenitasi populasi diperoleh dari nilai hasil

tugas matematika siswa. Adapun hasil uji homogenitas dari ketiga kelas tersebut

disajikan dalam tabel 3.2 berikut :

Tabel 3.2 Uji Homogenitas Nilai Populasi

Test of Homogeneity of Varians


Nila Tugas

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.085 2 60 .133
Berdasarkan data pada tabel di atas, diperoleh tugas matematika ketiga kelas

tersebut homogen ( sig  0,133    0, 05) ,artinya siswa memiliki kemampuan yang

relatif sama dalam kelas-kelas tersebut. Pengambilan sampel dalam penelitian ini

dilakukan dengan dua tahap yaitu: (1) tahap pertama, mencari kelas-kelas homogen;

(2) tahap kedua, merandom kelas-kelas yang homogen untuk memilih satu kelas
eksperimen (kelas yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran Mind

Mapping) dan satu kelas kontrol (kelas yang diajar dengan menggunakan

konvensional) pengambilan sampel ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut:

VIII A VIII B VIIIC

Semua Kelas Homogen

VIII VIII
Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

VIII A VIII B

Gambar 3.1 Gambaran pengambilan sampel

3.4 Variabel dan Desain Penelitian


3.4.1 Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah model pembelajaran mind mapping

dengan pendekatan resource based learning, pembelajaran konvensional dan hasil

belajar.
3.4.2 Desain Penelitian

Desain penelitian ini adalah posttest-only control design dimana pada akhir

pembelajaran kedua kelas di beri tes.

(Sugiyono, 2014: 76)

Dengan :

R : Random

X : Pembelajaran dengan menggunakan model mind mapping

 : Pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran konvensional

O2 : Hasil tes kemampuan matematika siswa setelah adanya perlakuan

O4 : Hasil tes kemampuan matematika siswa pada kelas control

3.5 Definisi Operasional Penelitian

Penelitian ini secara operasional didefinisikan sebagai berikut:

1. Pembelajaran mind mapping yang dimaksud pada penelitian ini adalah

pembelajaran dengan menggunakan teknik mind map pada penyajian materi

kemudian membagi siswa dalam bentuk kelompok heterogen, memberikan

permasalahan matematika kepada siswa, siswa mendiskusikan cara penyelesaian

dalam kelompoknya dan setiap kelompok mempresentasekan di depan kelas hasil

pemetaan pikirannya mengenai penyelesaian permasalahan.


2. Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

pembelajaran yang menuntut siswa menemukan suatu konsep yang belum

diketahui sebelumnya dengan cara melakukan suatu pengamatan dan penelitian

dari masalah yang diberikan guru bertujuan untuk menciptakan siswa yang aktif

dan mandiri dalam menemukan solusi dari masalah dikegiatan pembelajaran. .

3. Pendekatan Resource based learning pada penelitian ini adalah model

pembelajaran matematika alternatif untuk meningkatkan keaktifan dan

keterampilan berpikir kreatif siswa

4. Hasil belajar yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hasil belajar metamatika

siswa yang menggunakan model pembelajaran mind mapping dengan pendekatan

resource based learning dan hasil belajar metamatika yang menggunakan model

pembelajaran konvensional.

5. Pembelajaran dikatakan efektif jika hasil belajar matematika siswa menggunakan

model pembelajaran mind mapping dengan pendekatan resource based learning

lebih tinggi disbanding dengan hasil belajar matematika siswa menggunakan

model pembelajaran model konvensional.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

1. Tes

Tes diberikan kepada siswa pada akhir perlakuan. Digunakan untuk mengetahui

hasil belajar matematika siswa.


2. Observasi

Lembar observasi digunakan untuk memperoleh informasi terkait dengan

aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung dan aktivitas guru dalam

mengelola kelas.

3. Dokumentasi

3.7 Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan pada penelitian ini berupa tes dan lembar

observasi.

1. Soal tes ini dilakukan untuk memperoleh nilai hasil belajar matematika siswa.

Tes dilakukan pada akhir pembelajaran pada kelas yang menggunakan model

pembelajaran mind mapping berbasisresource based learning dan kelas yang

menggunakan pembelajaran konvensional.

2. Lembar observasi digunakan untuk mengetahui bagaimana aktivitas siswa

selama pembelajaran berlangsung dan aktivitas guru dalam mengelola kelas baik

pada kelas yang menggunakan model pembelajaran mind mapping berbasis

resource based learning maupun pada kelas yang menggunakan pembelajaran

konvensional. Pengambilan data dilakukan pada saat proses pembelajaran

berlangsung dengan bantuan observer. Sebelum tes digunakan, terlebih dahulu

dilakukan uji validitas dan reliabilitas instrumen.


3.8 Analisis Intrumen

3.8.1 Uji Validitas

Validitas suatu butir tes melukiskan derajat kesahihan atau korelasi (r) skor

siswa pada butir yang bersangkutan dibandingkan dengan skor siswa pada seluruh

butir (Hendriana,2014:62). Formula yang digunakan untuk mengetahui validitas

konsep instrumen melalui tes uji coba yaitu, peneliti menggunakan rumus Product

Moment/Person untuk koefisien validitasnya yaitu:

 n   n   n 
n   X iYi     X i     Yi 
ri   i 1   i 1   i  n  (sugiyono,2015:356)
 n  n 2
   n
 n 2
 
n X i    X i   n Yi    Yi  
 i 1  i 1    i 1  i 1  

Dengan :

ri : Item ke-i

X
i 1
: Jumlah skor item

Y
i 1
1 : Jumlah skor total

n : Banyak Responden

Dengan Menggunakan Kriteria Klasifikasi sebagai berikut :

Tabel 3.3 Interprestasi Nilai Koefeien Korelasi

0, 00  r  0, 20 Validitas butir tes sangat rendah

0, 20  r  0, 40 Validitas butir tes rendah


0, 40  r  0, 60 Validitas butir tes cukup

0, 60  r  0,80 Validitas butir tes tinggi

0,80  r  1, 00 Validitas butir tes sangat tinggi

(Arikunto, 2013:63)

3.8.2 Uji Reliabilitas

Istilah reliabilitas memuat arti dapat dipercaya, konsisten, tegap dan relevan.

Suatu alat ukur yang memiliki reliabilitas yang memadai artinya jika alat ukur

tersebut dicobakan pada waktu yang berbeda, pada sekelompok orang yang berbeda,

oleh orang yang berbeda akan memberikan hasil pengukuran yang sama. Dengan kata

lain alat ukur tersebut bersifat tegap (Hendriana,2014:59). Uji reliabilitas dapat

menggunakan rumus Cronbach’s Alpha (α) sebagai berikut.

 n

 k    si 2 
r11    1 2 
i 1
(Sundayana. 2014 : 69)
 k 1   st 
 
 

Dengan :

r11 : koefisien reliabilitas internal seluruh item

k : banyak butir pertanyaan yang valid

si 2 : varians skor butir

st 2 : varians skor total


Dengan menggunakan Kriteria klasifikasi sebagai berikut:

Tabel 3.4 Interprestasi Nilai Koefesien Reliabilitas

0, 00  r  0, 20 Reliabilitas tes sangat rendah

0, 20  r  0, 40 Reabilitas tes rendah

0, 40  r  0, 60 Reabilitas tes cukup

0, 60  r  0,80 Reabilitas tes tinggi

0,80  r  1, 00 Reabilitas tes sangat tinggi

(Arikunto,2013:60)

3.8.3 Taraf Kesukaran

Taraf kesukaran dibutuhkan untuk melihat tingkat kesulitan suatu soal. Soal

yang baik adalah soal yang tidak mudah ataupun sukar. Bilangan yang menunjukkan

sukar dan mudahnya suatu soal disebut indeks kesukaran (difficulty index) yang

diberi symbol P. Berdasarkan indeks kesukaran antara 0,00 sampai 1,0. Rumus

mencari nilai P adalah

Mean
TK  (Siswanto,2017:132)
Skor Maksimum Soal

Dengan :

TK : Indeks kesukaran

Mean : Rata-rata nilai

Klasifikasi Indeks kesukuran yang sering digunakan adalah seperti pada tabel 3.5

berikut :
Tabel 3.5 Interprestasi Koefisien Taraf Kesukaran

Koefisien Interprestasi

0, 00  0,30 Soal tergolong sukar

0,31  0, 70 Soal tergolong sedang

0, 71  1, 00 Soal tergolong mudah

(Siswanto,2017:132)

3.8.4 Daya Pembeda

Daya pembeda soal adalah kemampuan suato soal untuk membedakan antara

siswa yang pandai dengan siswa yang kurang pandai. Angka yang menunjukkan

besarnya daya pembeda disebut indeks diskriminasi yang disimbolkan dengan D.

Indeks daya pembeda berkisar antara -1,00 sampi 1,00. Semakin tinggi daya pembeda

suatu soal maka semakin baik soal tersebut. Jika daya pembeda negatif berarti lebih

banyak kelompok yang bawah menjawab benar disbanding kelompok atas. Untuk

mengetahui daya pembeda soal untuk soal uraian adalah dengan menggunakan rumus

berikut :

Mean Kelompok Atas  Mean Kelompok Bawah


D
Skor Maksimum Soal

(Siswanto,2017:133)

Dengan :

D : Indeks daya pembeda

Daya pembeda diklasifikasikan pada tabel 3.6 berikut :


Tabel 3.6 Interprestasi Koefisien Daya Pembeda

Koefisien Interprestasi

0, 00  D  0, 20 Soal jelek

0, 20  D  0, 40 Soal cukup

0, 40  D  0, 70 Soal baik

0, 70  D  1, 00 Soal baik sekali

(Siswanto,2017:133)

3.9 Teknik Analisis Data


3.9.1 Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk melihat gambaran data penelitian berupa

skor rata-rata tes (mean) dan simpangan baku dari tes kedua kelas, yaitu kelas yang

diajar dengan menggunakan pembelajaran biasa yaitu pembelajaran konvensional dan

kelas yang diajar dengan model pembelajaran mind mapping berbasis resource based

learning. Untuk mendeskripsikan atau menggambarkan data penelitian yang

berkaitan tentang mean dan standar deviasi, dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

I. Mean

X i
X i 1
(Kadir, 2015:53)
n

Dengan :

X : Mean (Rata-rata)
X i : Nilai

n : Banyak data

2. Varians

Varian dapat dihitung dengan rumus :

 X 
n 2
i X
s2  i 1
,n 1 (Sugiyono. 2015:57)
n 1

Dengan :

s 2 : Varians

X : Rata-rata

X i : Nilai setiap harga X

n : Banyak sampel

3. Simpangan Baku

Simpangan baku dapat dihitung dengan rumus :

 X 
n

i X
S i 1
Arikunto dalam (Handayani, 2016:36)
n 1

Dengan :

s : Standar deviasi

X : Rata-rata nilai hasil belajar

Xi : Nilai setiap harga X

n : Banyak sampel
3.9.2 Analisis Inferensial
1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas data menggunakan rumus Kolmogorov-Smirnov hal ini bertujuan

untuk mengetahui apakah data hasil belajar pada kelas kontrol maupun eksperimen

berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Menurut Kadir (2015) langkah-

langkah uji normalitas data menggunakan Kolmogorov- Smirnov sebagai berikut:

a) Perumusan hipotesis

H 0 : Sampel berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : Sampel berasal dari populasi berditribusi tidak normal

b) Data diurutkan dari yang terkecil ke yang terbesar

c) Menentukan komulatif proporsi (kp)

Xi  X
d) Data di transformasikan ke skor baku Z i 
S

e) Menentukan luas kurva Zi  ( z  tabel )

f) Menentukan  1 dan  2

 2 : selisih Ztabel dan kp pada batas atas (  2 = Absolut (kp-Ztab)

1 : selisih Ztabel dank p pada batasan bawah ( 1 = Absolut ( 2  fi / n))

g) Nilai mutlak maksimum dari  1 dan  2 dinotasikan dengan Do


h) Menentukan nilai Dtabel

1,36
Dtab  ,   5%
n

i) Kriteria pengujian

 Jika Do D-tabel maka H 0 diterima dengan kata lain sampel berasal

dari populasi berdistribusi normal

 Jika Do D-tabel maka H 0 ditolak dengan kata lain sampel berasal

dari populasi berdistribusi tidak normal

2. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas data yaitu untuk mengetahui apakah kedua atau lebih kelompok

data yang diteliti mempunyai varians yang homogen atau tidak. Uji Homogenitas

dikenakan pada data hasil posttest dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Untuk mengukur homogenitas varians dari dua kelompok data, digunakan rumus uji

F sebagai berikut :

Varians terbesar
F (Sugiyono, 2013:276)
Varians terkecil

Kriteria yang digunakan untuk mengambil kesimpulan apabila F hitung lebih

besar dari F tabel maka memiliki varian yang homogen. Akan tetapi apabila bila F

hitung lebih besar dari F tabel, maka varian tidak homogen.

3.9.3 Uji Hipotesis


Rumusan hipotesis statistik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut .

H 0 : 1  2 lawan H1 : 1  2

Dengan :

1  2 : Parameter rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan

Menggunakan model pembelajaran mind mapping berbasis Resource based

learning

2  1 : Parameter rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan

Menggunakan model pembelajaran konvensional

 Kriteria pengujiannya : “Tolak H 0 , jika thitung  ttabel dalam hal lain H 0


diterima jika thitung  ttabel

Pengujian hipotesis menggunakan t-test. Karena kedua kelas homogen dan

jumlah sampel kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak sama, maka rumus t-test

yang digunakan untuk pengujian adalah Polled Varian.

(Sugiyono. 2014: 259)

Dengan :

t : Harga uji statistic

X1 : Rata-rata posttest siswa kelas eksperimen

X2 : Rata-rata posttest kelas kontrol

n1 : Jumlah sampel kelas eksperimen


n2 : Jumlah sampel kelas control

s12 : Varians data kelas eksperimen

s2 2 : varians data kelas control

Apabila sebaran data berdistribusi normal dan varians kedua kelompok

sampel tidak homogen, maka menggunakan uji t ' (t aksen) untuk menguji kesamaan

rata-rata yaitu sebagai berikut :

X1  X 2
t' 
S12 S2 2

n2 n2
(Sundayana, 2010)

Dengan :

X1 : rata-rata eksperimen

X2 : rata-rata kontrol

S12 : simpangan baku eksperimen

S22 : simpangan baku kontrol

n1 : banyaknya data eksperimen

n2 : banyaknya data kontrol

Anda mungkin juga menyukai