Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tepung Jagung

Tepung jagung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara

penggilingan atau penepungan. Tepung jagung adalah produk setengah jadi dari

biji jagung kering pipilan yang dihaluskan dengan cara penggilingan kemudian di

ayak. (Suryawijaya, 2009).

Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh

dengan cara menggiling biji jagung (Zea mays L.) yang bersih dan baik melalui

proses pemisahan kulit, endosperm, lembaga, dan tip cap. Endosperm merupakan

bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat

yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus

dipisahkan dari endosperm karena dapat membuat tepung bertekstur kasar,

sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan

lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam

lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya

biji jagung pada tongkol jagung yang harus dipisahkan sebelum proses

penepungan agar tidak terdapat butir-butir hitam pada tepung (Johnson dan May,

2003 dalam Anggraini 2004).

2.2 Karagenan

Tepung Karagenan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil

ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas (hot water) atau

4
larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983). Karagenan merupakan

nama yang diberikan untuk keluarga polisakarida linear yang diperoleh dari

algamerah dan penting untuk pangan (Doty,1987). Karagenan adalah polisakarida

yang diekstraksi dari beberapa spesies rumput laut atau alga merah

(rhodophyceae). Tiga jenis karagenan komersial yang paling penting adalah

karagenan iota, kappa dan lambda. karagenan kappa didominasi dipungut dari

rumput laut tropis Kappaphycus alvarezii, yang di dunia perdagangan dikenal

sebagai Eucheuma cottonii. Eucheuma denticulatum (dengan nama dagang

Eucheuma spinosum) adalah spesies utama untuk menghasilkan jenis karagenan

iota. Karagenan lamda diproduksi dari spesies Gigartina dan Condrus (Van De

Velde, 2002).

Semakin meluasnya aplikasi karagenan dalam berbagai bidang dan

sifatnya yang aman dan tidak beracun, serta keunikan sifat yang dimiliknya

menyebabkannya sampai saat ini belum dapat digantikan oleh zat tambahan

lainnya. Permintaan pasar terhadap produk karagenan diperkirakan akan terus

meningkat sekitar 5-10% per tahun (Fu Jun Food Co, 2003 dalam Anggraini,

2004).

Polimer alam ini memiliki kemampuan untuk membentuk gel secara

thermo-reversible atau larutan kental jika ditambahkan ke dalam larutan garam,

sehingga banyak dimanfaatkan sebagai pembentuk gel, pengental, dan bahan

penstabil di berbagai industri seperti pangan, farmasi, kosmetik, percetakan, dan

tekstil (Van de Velde et al., 2002; Campo et al., 2009).

5
Karagenan sangat penting peranannya sebagai stabilizer (penstabil),

thickener (bahan pengentalan), pembentuk gel, pengemulsi dan lain-lain. Sifat ini

banyak dimanfaatkan dalam industri makanan, obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat,

pasta gigi dan industri lainnya (Winarno 1996). Selain itu juga berfungsi sebagai

penstabil, pensuspensi, pengikat, protective (melindungi kolid), film former

(mengikat suatu bahan), syneresis inhibitor (mencengah terjadinya pelepasan air)

dan flocculating agent (mengikat bahan-bahan) (Anggadireja et al., 1993).

2.3 Puding

Salah satu makanan yang diolah dengan cara penambahan air sehingga

menghasilkan gel dengan tekstur yang lembut disebut puding. Puding biasanya

disajikan sebagai makanan penutup atau disebut juga sebagai makanan pencuci

mulut. Salah satu makanan yang terbuat dari rumput laut, diolah dengan cara

penambahan air sehingga menghasilkan gel dengan tekstur yang lembut disebut

puding. Puding biasanya disajikan sebagai makanan penutup atau disebut juga

sebagai makanan pencuci mulut (dessert). Bahan-bahan penyusun puding terdiri

dari rumput laut yang diekstrak menjadi karaginan atau agar-agar, telur, gula ada

juga yang ditambah susu. Salah satu puding yang menarik adalah purding

karaginan. Karaginan dan telur berperan penting dan berpengaruh terhadap

kekuatan gel, suhu pembentukan gel, suhu pelelehan gel dan derajat putih dari

purling (Webster, 1966).

Pangan instan merupakaan bahan makaanan yang dipekatkan atau berada

dalam bentuk konsentrat. Hal ini mengandung pengertian bahwa pada produk

pangan instan terjadi proses penghilangan air dan pemeliharaan mutu atau kualitas

6
produk sehingga tidak mudah terkontaminasi serta mempunyai kemudahan dalam

penanganan bahan dan praktis penyajiannya. Cara menyiapkan pangan berbentuk

instan hanya dengan menambah air (panas/dingin) sehingga siap disantap

(Hartomo dan Widiatmoko, 1993).

Puding adalah nama untuk berbagai hidangan penutup yang umumnya

dibuat dari bahan-bahan yang direbus, dikukus, atau dipanggang. Berdasarkan

bahan dan cara memasaknya, puding terdiri dari dua jenis:

 Puding dengan bahan pengental seperti agar-agar, gelatin atau tepung

maizena yang dibuat dengan merebus bahan-bahan hingga mendidih

 Puding berbahan baku telur dan tepung terigu atau tepung beras yang

dimasak dengan cara memanggang, mengukus, atau merebus. (Joseph A.

Jeremija Lj. Rasic, Manfred Kroger, 1992)

Puding berasal dari bahasa Perancis, boudin yang berarti "sosis darah",

dari bahasa Latin, botellus yang berarti "sosis kecil". Istilah puding digunakan

Eropa abad pertengahan untuk hidangan dari daging yang dibungkus. Di Britania

Raya, istilah pudding sering digunakan untuk hidangan penutup yang dibuat dari

telur dan tepung, serta dimasak dengan cara dikukus, direbus, atau dipanggang

(Olver, Lynne, 2000).

Puding adalah sejenis makanan terbuat dari pati, yang diolah dengan cara

merebus, kukus, dan membakar (boiled, steamed, and baked) sehingga

menghasilkan gel dengan tekstur yang lembut. Pati dalam hal ini dapat berupa

agar-agar (atau pun bahan dasarnya seperti gum arab, rumput laut karagenan dan

7
lain-lain), tepung-tepungan atau hasil olahannya seperti roti, cake dan lain-lain.

Puding biasanya disajikan sebagai makanan pencuci mulut, juga sebagai makanan

sajian utama. Puding dapat disajikan dalam berbagai kesempatan dengan berbagai

variasi rasa, bentuk dan tekstur. Puding adalah jenis kue yang berasal dari adonan

cair maupun setengah padat, yang dimasak dan kemudian dibekukan dalam

cetakan berbagai ukuran. Puding dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis

berdasarkan berbagai cara. Misalnya puding dapat dibagi berdasarkan cara

penyajiannya yaitu puding yang disajikan dengan daging seperti Yorkshire yaitu

puding yang dibakar bersama daging dan Sussex yaitu puding yang diisi dengan

daging. Kemudian puding yang disajikan sebagai pencuci mulut seperti puding

jagung, puding tapioka, puding nasi, puding plum, puding almond, puding susu,

puding telur, dan berbagai puding buah lainnya. Sering juga puding itu dinamakan

berdasarkan warna saos yang dipergunakan seperti black pudding, chocolate

pudding dan white pudding. Puding dapat disajikan dalam ukuran kecil maupun

besar dan dalam keadaan panas ataupun dingin. Pada umumnya penyajian puding

dilengkapi dengan saus seperti custard sauce, fruits puree, es, syrup dan vanilla

sauce. Secara garis besar puding terbagi dua yaitu puding panas (baked puding)

dan puding dingin (starch-thickened puding). Puding panas menepis anggapan

selama ini bahwa puding selalu disajikan dalam keadaan dingin Puding panas

menggunakan telur sebagai bahan pengikat dan pengental, sedangkan puding

dingin menggunakan agar-agar atau gelatin. Puding panas merupakan hidangan

dessert dengan tekstur lembut dan selalu bercita rasa manis-melezatkan. Puding

8
panas menggunakan teknik pengolahan dengan cara baking, steaming dan au bain

marie, sedangkan puding dingin diolah dengan cara boiling (Anonim, 2007)

2.4 Uji Organoleptik

Pengujian secara organoleptik suatu produk makanan merupakan kegiatan

penilaian dengan alat pengindera yaitu indera penglihatan, pencicip, pembau dan

pendengar. Melalui hasil pengujian organolpetik akan diketahui daya penerimaan

panelis (konsumen) terhadap produk tersebut (Soekarto 1985).

Sifat organoleptik bahan dan produk pangan merupakan hal pertama yang

diperhatikan oleh konsumen, sebelum mereka menilai lebih jauh misalnya pada

aspek nilai gizinya. Di industri pangan, pengujian sifat organoleptik dapat

dilakukan untuk tujuan pengembangan dan pengujian mutu produk. Kesimpulan

yang diperoleh dari suatu pengujian organoleptik sangat tergantung pada tahap

persiapan, keterandalan panelis, sarana dan prasarana, jenis analisis organoleptik

serta metode analisis data. Pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk

dapat melakukan pengujian organoleptik yang baik perlu dimiliki, untuk dapat

mencapai hal tersebut diperlukan pengetahuan dasar mengenai penerapan

pengujian organoleptik, pengetahuan tentang sarana dan prasarana pengujian

organoleptik, pemilihan dan pelatihan panelis, teknik pengambilan dan persiapan

contoh, berbagai metode pengujian organoleptik, serta metode pengolahan dan

interpretasi data hasil pengujian organoleptik ( Soekarto, 2008 ).

Tingkat kesukaan konsumen dapat diukur menggunakan uji organoleptik

melalui alat indra. Kegunaan uji ini diantaranya untuk pengembangan produk

baru. Penilailan dengan indera yang juga disebut penilaian organoleptik atau

9
penilaian sensoris merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian

dengan indera banyak digunakan untuk menilai mutu komoditi hasil

pertanian dan makanan. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberi hasil

penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan

melebihi ketelitian alat yang paling sensitif ( Soekarto, 1985 ).

Uji kesukaan pada dasarnya merupakan pengujian yang panelisnya

mengemukakan responnya yang berupa senang tidaknya terhadap sifat bahan yang

diuji. Pengujian ini umumnya digunakan untuk mengkaji reaksi konsumen

terhadap suatu bahan. Oleh karena itu panelis sebaiknya diambil dalam jumlah

besar, yang mewakili populasi masyarakat tertentu. Skala nilai yang digunakan

dapat berupa nilai numerik dengan keterangan verbalnya, atau keterangan

verbalnya saja dengan kolom yang dapat diberi tanda oleh panelis. Skala nilai

dapat dinilai dalam arah vertikal atau horizontal ( Kartika, 1988).

Pengujian mutu organoleptik dilakukan dengan cara menggunakan indera

pengecap, pembau dan peraba pada bahan pangan yang dikonsumsi. Interaksi

hasil penelitian dengan alat inderawi dipakai untuk mengukur mutu bahan pangan

dalam rangka pengendalian mutu dan perkembangan produk (Idris, 1994).

Metode pengujian mutu organoleptik bahan pangan digunakan untuk

membedakan kualitas bahan pangan pada aroma, rasa dan tekstur secara langsung.

Mutu organoleptik dari suatu bahan pangan akan mempengaruhi diterima atau

ditolak bahan pangan tersebut oleh konsumen sebelum menilai kandungan gizi

dari bahan pangan ( Winarno, 1995 ).

10
Skala nilai yang digunakan dalam pengujian inderawi dapat berupa skala

numerik grafis, skala standar dan skala verbal. Namun yang sering digunakan

adalah skala numerik dengan deskripsinya pemilihan kolom yang satu tersedia

dalam grafik. Apabila skala nilai yang digunakan adalah skala nilai numerik,

kuisioner dapat langsung ditabulasi ( Kartika, 1988 ).

Skala hedonik berbeda dengan skala kategori lain dan responnya

diharapkan tidak menoton dengan bertambah besarnya karakteristik fisik, namun

menunjukkan suatu puncak ( preferency maximum ) diatas dan rating menurun

dibawah ( Rahardjom, 1998 ).

Data organoleptik dapat dianalisis menggunakan desain eksperimental dan

teknik skoring ( Amerine et al 1965 ). Sampel yang digunakan dalam uji

hedonik adalah jenis makanan dengan merk yang berbeda. Cara yang paling

mudah adalah dengan membeli produk-produk yang kompetitif di

supermarket. Sampel yang digunakan untuk uji hedonik sebaiknya jangan lebih

dari tiga atau empat bagi sampel pemula (Jellinek, 1985).

Pengujian bahan pangan tidak hanya dilihat dari aspek kimiawinya saja,

tetapi juga ditilik dari cita rasa dan aroma. Rasa merupakan kriteria penting dalam

menilai suatu produk pangan yang banyak melibatkan indra pengecap yaitu lidah,

rasa sangat dipengaruhi oleh senyawa kimia, suhu, konsistensi dan interaksi

dengan komponen penyusun makanan seperti protein, lemak, vitamin dan banyak

komponen lainnya ( Winarno, 1997 ).

Disamping panelis mengemukakan tanggapan senang, suka atau

kebalikannya, mereka juga mengemukakan tingkat kesukaanya. Tingkat kesukaan

11
ini disebut skala hedonik. Misalnya dalam hal “ suka “, dapat mempunyai skala

hedonik seperti : amat sangat suka, sangat suka, agak suka. Sebaliknya jika

tanggapan itu “tidak suka “, dapat mempunyai skala hedonik seperti : amat sangat

tidak suka, sangat tidak suka, tidak suka, agak tidak suka. Diantara agak suka dan

agak tidak suka kadang kadang ada tanggapan yang disebut netral, yaitu bukan

suka tetapi juga bukan tidak suka ( neither like nor dislike ) ( Soekarto, 1985 ).

12

Anda mungkin juga menyukai