pangan. Pati diperoleh dengan cara ekstraksi dalam air, diikuti dengan proses penyaringan,
pengendapan, pencucian, dan pengeringan. Secara fisik, pati dapat dibedakan dari tepung,
antara lain pati lebih putih dan lebih halus. Sebagai bahan pangan, pati merupakan sumber
energi, yang menghasilkan energi 4 kkal/gram. Homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik
ini merupakan komponen utama dari biji-bijian dan umbi-umbian. Pati banyak digunakan dalam
berbagai produk pangan, antara lain sebagai bahan pengikat, pengental, pembentuk gel,
emulsifier, enkapsulasi, pembentuk film, pembentuk tekstur, agensia penstabil (stabilizer) dan
lain-lain.
Setiap pati mempunyai sifat yang berbeda tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, dan
ada tidaknya percabangan dalam rantai karbon tersebut. Dalam bentuk aslinya secara alami pati
merupakan butiran-butiran kecil yang sering disebut sebagai granula. Granula pati tidak larut
dalam air pada temperatur ruangan. Dalam keadaan murni, granula pati berwarna putih,
mengkilap, tidak berbau dan tidak berasa (Hodge dan Osman, 1976). Bentuk dan ukuran granula
pati berbeda-beda tergantung dari sumber tanamannya dan merupakan karakteristik setiap jenis
pati. Ukuran granula pati yang kecil, maka kekuatan pembengkakannya juga kecil, dan
sebaliknya dengan yang besar (Chaplin, 2002).
Menurut Winarno (2004), Pati terdiri atas dua fraksi yang dapat dipisahkan oleh air panas. Fraksi
terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin. Amilosa maupun amilopektin
disusun oleh monomer -D-glukosa yang berikatan satu sama lain melalui ikatan glikosidik.
Perbedaan antara amilosa dan amilopektin terletak pada pembentukan percabangan pada
struktur linearnya, ukuran derajat polimerisasi, ukuran molekul dan pengaturan posisi pada
granula pati. Amilosa dan amilopektin berperan dalam menentukan karakteristik fisik, kimia dan
fungsional pati. Amilosa berkontribusi terhadap karakteristik gel karena kehadiran amilosa
berpengaruh terhadap pembentukan gel. (Parker, 2003).
Amilosa merupakan polimer lurus dari D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan -1,4-glikosidik
dengan struktur cincin piranosa. Berat molekul amilosa berkisar antara 105-106 dengan derajat
polimerisasi yang mencapai kisaran 500 – 6000. Banyaknya gugus hidroksil yang terdapat dalam
senyawa polimer glukosa tersebut menyebabkan amilosa bersifat hidrofilik. Struktur molekul
amilosa dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.
Gambar 3. Struktur
molekul amilosa (Chaplin, 2006)
Sementara itu, amilopektin merupakan molekul polisakarida dengan rantai cabang. Ikatan pada
rantai utama adalah ikatan -1,4-glikosidik, sedangkan ikatan pada titik cabang adalah ikatan -
1,6-glikosidik. Amilopektin mempunyai ukuran molekul yang sangat besar dengan berat molekul
yang mencapai 107-109 dan derajat polimerisasi 3 x 105- 3 x 106. Struktur molekul amilopektin
ditunjukkan pada Gambar 4.
2. Hidrolisis Asam
Hidrolisis asam (acid thinning) merupakan hidrolisis ikatan glikosida secara acak menghasilkan
fragmen dengan derajat polimerisasi lebih rendah, menurunkan viskositas panas, meningkatkan
kekuatan gel, meningkatkan kejernihan gel atau pasta. Hidrolisis asam dapat dilakukan dengan
cara kering atau basah. Asam yang digunakan HCl, H2SO4. Proses hidrolisis lebih cepat terjadi
pada konsentrasi asam tinggi dan atau suhu tinggi. Proses kering menghasilkan dekstrin yang
lebih larut dengan viskositas lebih rendah, lebih higroskopis, lebih lengket dan membentuk film
(sebagai coating). Pati yang telah mengalami perlakuan asam banyak digunakan pada produk
candy khususnya sugered candy.
Wurzburg (1989) menyatakan bahwa pati termodifikasi asam dibuat dengan menghidrolisa pati
dengan asam di bawah suhu gelatinisasi, pada suhu sekitar 125oF (52oC). Reaksi dasar
meliputi pemotongan ikatan α-1,4-glikosidik dari amilosa dan α -1,6-glikosidik dari amilopektin,
sehingga ukuran molekul pati menjadi lebih rendah dan meningkatkan kecenderungan pasta
untuk membentuk gel. Pati termodifikasi asam memiliki viskositas pasta panas lebih rendah,
kecenderungan retrogradasi lebih besar, ratio viskositas pasta pati dingin dari pasta pati panas
lebih rendah, granula yang mengembang selama gelatinisasi dalam air panas lebih rendah,
peningkatan stabilitas dalam air hangat di bawah suhu gelatinisasi dan bilangan alkali lebih
tinggi.
Modifikasi pati dengan asam dapat menurunkan viskositas pasta panas, menurunkan kekerasan
dan kekuatan gel. Pemberian asam akan menyebabkan penurunan viskositas pasta panas yang
lebih cepat daripada penurunan kekuatan gel. Perbandingan viskositas pasta panas dengan
kekerasan dan kekuatan penghancuran gel dari pati termodifikasi asam dengan pati tidak
termodifikasi akan meningkat dengan meningkatnya pemberian asam. Bila kekuatan
pembentukan gel didefinisikan sebagai perbandingan antara viskositas pasta panas dengan
viskositas pasta dingin pada kondisi standar pati termodifikasi asam yang mempunyai fluiditas
yang sama, maka kekuatan pembentukan gel meningkat dengan meningkatnya konsentrasi
asam dan menurunnya waktu perlakuan, sebaliknya jika konsentrasi asam menurun dan waktu
reaki meningkat maka kekuatan pembentukan gel akan meningkat (Anonim, 2003)
3. Oksidasi
Oksidasi (bleaching) dilakukan dengan menggunakan hidrogen peroksida, asam perasetat,
amonium persulfat, sodium hipoklorit. Proses ini dilakukan secra basah. Dalam proses ini terjadi
oksidasi pigmen, oksidasi hidroksil menjadi karboksil dan karbonil. Proses ini menyebabkan
perubahan sifat pati yaitu warna lebih putih, tidak mudah retrogradasi, dan gel lebih lunak.
6. Pati Pre-gelatinisasi
Pre-gelatinisasi (pati instan) dilakukan melalui proses pemasakan kemudian dikeringkan dengan
drum drier. Proses ini dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat hidrasi. Ada 2 jenis produk
yaitu pre gel dan granular instant starches (pre swollen lalu dikeringkan). Pati pre gel jika
ditambah air menjadi lengket. Pati pre-swollen jika ditambah air tidak menjadi lengket.
Tabel 1. Karakteristik Berbagai Pati Modifikasi
REFERENSI
Anonim. 2003. Tapioca starch and modified starch. SCT.Co.Ltd., Bangkok.
http://www.scttrading.com/products/tapiocastarch/.
Chaplin, M. 2002. Starch. http://www.sbu.ac.uk.
_________. 2006. Starch. www.lsbu.ac.uk/starch.htm.
Fleche, G. 1985. Chemical modification and degradation of starch. Di dalam van Beynum,
G.M.A. dan J.A. Roels (Eds). Starch Conversion Technology. Marcel Dekker, Inc, New York
Fortuna T., Juszczak L., and Palasiński M., Properties of Corn and Wheat Starch Phosphates
Obtained from Granules Segregated According to Their Size, 2001, EJPAU, Vol. 4.
Hodge, J.E. dan E.M. Osman. 1976. Carbohydrates, pp. 41-130. Di dalam O.R. Fennema, ed.
Principle of Food Science. Part I. Food chemistry. Mercel Dekker, Inc. New York
Jacobs, H. dan J.A.Delcour. 1998. Modifications of granular starch, with retention of the granular
structure : a review. J. Agric. Food Chem. 46(8):2895-2905
Parker, R. 2003. Introduction to Food Science. Delmar. United States of America.
Winarno, F. G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wurzburg, O.B. 1989. Introduction. Di dalam Wurzburg, O.B. (Ed). Modified Starchs : Properties
and Uses. CRC Press, Inc., Florida