Anda di halaman 1dari 51

ASMA

Dr. Yani Mulyani, M.Si, Apt


2016
KEY CONCEPTS

Asthma is a chronic inflammatory disorder of the


airways

Therapy for chronic asthma is directed at suppressing


the underlying inflammatory response and
normalizing pulmonary function

Classification of asthma severity is based on daytime


and nighttime symptoms, physical activity, lung
function, variability in peak expiratory flow (PEF), and
use of reliever medications
KEY CONCEPTS

Direct airway administration of asthma medications through


inhalation is the most efficient route and minimizes systemic
adverse effects.

Inhaled short-acting β2-agonists are the most effective agents for


reversing acute airway obstruction caused by bronchoconstriction.

In persistent asthma, inhaled corticosteroids provide the most


comprehensive control of the inflammatory process.
KEY CONCEPTS

Intensity of pharmacologic therapy is based on the


severity of the disease.

Adding a long-acting inhaled β2-agonist to low-dose inhaled


corticosteroids is equally or more effective than doubling the
inhaled corticosteroid dose or adding other long-term control
medications and decreases the potential for adverse effects.

Excessive use of inhaled short-acting β2-agonists is an


indicator of inadequately controlled asthma.
DEFINISI
 Gangguan
inflammatori kronik
dari saluran
pernafasan dimana
terdapat banyak sel
dan elemen selular
yang memainkan
peranan terutama:
sel mast, eosinofil,
makrofag, neutropil,
dan sel epitelial
National Asthma Education and
Prevention Programme (NAEPP)
KARAKTERISTIK ASMA
1.Peningkatan respon saluran
pernafasan terhadap berbagai stimulus
2.Kerusakan saluran nafas yg bersifat
reversible
3.Inflamasi saluran pernafasan

 Penyakit yg dapat diturunkan, erat


kaitannya dengan Interaksi gen-
lingkungan
KARAKTERISTIK ASMA
PREVALENSI
 Dalam 30 tahun terakhir terjadi peningkatan
prevalensi asma di negara maju maupun negara
berkembang
 Di Indonesia, penelitian pada anak sekolah usia
13-14 tahun dengan menggunakan kuesioner
ISAAC menunjukkan prevalensi asma tahun
1993 masih 2,1% dan meningkat menjadi 5,2%
tahun 2003
 Prevalensi tertinggi terjadi pada anak-anak usia
5-17 tahun yaitu 9,6 %
 Asma menyebabkan 1,6 % kunjungan ambulatori
(kunjungan ke praktek dokter 13, 7 juta dan 1
juta kunjungan rumah sakit) dan menghasilkan
lebih dari 497.000 rawat inap dan 1,8 juta
kunjungan ke UGD
EPIDEMIOLOGI

 Faktor usia
Dapat diderita pada semua usia terutama anak-anak
 Faktor jenis kelamin
Usia Prevalensi
Anak-anak Laki-laki:Perempuan (2:1)
Dewasa Sama
Lansia Wanita lebih besar
 Faktor lingkungan
Tingkat prevalensi di kawasan industri lebih tinggi  kualitas
udara yang buruk
TANDA & GEJALA ASMA
 Episode dyspnea (kesulitan bernafas)
 Dada terasa sesak
 Batuk, terutama malam hari
 Wheezing (nafas berbunyi)
 Nafas pendek
 Cemas
 Gelisah
 Hipoksemia
PATOFISIOLOGI
KLASIFIKASI ASMA
Perlu diketahui sebagai pendekatan
untuk pengobatan asma

Klasifikasi penyebab
organ yang diserang
waktu gejala
keparahan
KLASIFIKASI ASMA
 Berdasarkan penyebab:
a. Asma alergi  sejarah penyakit alergi diri
sendiri atau keluarga, memberi reaksi kulit
positif pada pemberian antigen secara
intradermal, peningkatan IgE dalam serum,
serta memberikan reaksi positif pada uji inhalasi
antigen spesifik.
b. Asma non-alergi (idiosinkrasi)  seseorang
tanpa sejarah alergi, uji kulit negatif, dan kadar
IgE dalam serumnya normal.
c. Campuran asma alergi dan non-alergi  tidak
dapat secara jelas dikelompokkan tetapi
memiliki penyebab diantara kedua kelompok
tersebut.
KLASIFIKASI ASMA
 Berdasarkan organ yg diserang:
a. Asma bronkial
serangan gangguan pernafasan dan terjadi
kesulitan ekspirasi karena penyempitan spesifik
bronkus dan pembengkakan mukosa yang
disertai pengeluaran lendir kental dari kelenjar
bronkus
b. Asma kardiak
serangan gangguan pernafasan pada pasien
penyakit jantung akibat tidak berfungsinya bilik
kiri jantung dan bendungan paru-paru yang
disebabkannya.
KLASIFIKASI ASMA
 Berdasarkan waktu gejala:
a. Asma musiman
muncul pada musim tertentu musim
hujan atau musim semi
b. Asma kronik
gejala timbul terus menerus
c. Asma intermitten
gejala timbul secara berkala (dapat dalam
hitungan minggu, bulan, tahun)
KLASIFIKASI ASMA
Klasifikasi Gejala per hari Gejala (malam) FEV1 PEFv
Asma < sekali seminggu tak ≤ 2x sebulan ≥ 80 % > 20 %
intermitten ada gejala dan PEF
normal diantara
serangan
Asma Sekali seminggu tapi > 2 x sebulan ≥ 80 % 20-30%
persisten < sekali sehari.
ringan Serangan dapat
mempengaruhi
aktifitas
Asma Setiap hari. Serangan > Sekali 60-80% >30 %
persisten mempengaruhi seminggu
sedang aktifitas
Asma Berkelanjutan. Sering ≤ 60 % > 30 %
persisten Aktifitas fisk terbatas
parah
STIMULUS ASMA
a. Infeksi respiratori
 Virus syncytial respiratori, rhinovirus,
infuenza, parainfluenza, Mycoplasma pneumonia
Respon inflamatori terhadap infeksi viral
diperkirakan berhubungan langsung dengan
peningkatan hiperreaktivitas bronkus.
STIMULUS ASMA
b. Allergen
 Serbuk sari, debu rumah tangga,
kecoa, spora jamur, bulu binatang.
Menyebabkan peningkatan
hiperreaktivitas bronkial dengan
peningkatan terkenanya alergen
Asma alergi tergantung pada respon IgE:
adanya pelepasan mediator kimia akibat
degranulasi sel mast setelah terjadi
reaksi antigen-IgE.
STIMULUS ASMA
c. Lingkungan
 Udara dingin, kabut, dioksida nitrogen,
asap tembakau.
Mekanisme yang terjadi diperkirakan
akibat kerusakan epitel dan inflamasi
mukosa saluran nafas.
d. Emosi
 Kecemasan, stress, tertawa
bronkokonstriksi dari faktor psikologis
tampaknya dimediasi utamanya melalui
input parasimpatik yang berlebihan.
STIMULUS ASMA
e. Obat atau pengawet
 Aspirin/obat NSAID menghambat jalur
siklooksigenase
ACE inhibitor: menyebabkan batuk
Beta bloker: menghambat adrenalin
yang dibutuhkan untuk bronkodilator
Obat yang menyebabkan alergi:
penisilin, sulfonamida
Pengawet mengandung sulfit dapat
menghambat jalur siklooksigenase
STIMULUS ASMA
f. Stimulus pekerjaan
 pemanggang roti (tepung), petani & berkebun
(serbuk sari, debu), pekerja kimia (pewarna azo,
antrakuinon, etilendiamin), pekerja kayu (serbuk
kayu)
Mekanisme: pelepasan mediator akibat
degranulasi sel mast
g. Asma nokturnal
Selama tidur pada malam hari.
Kegagalan fungsi paru-paru yang signifikan
antara waktu tidur dan bangun
 diurnal sekresi endogen kortison dan
sirkulasi epinefrin
STIMULUS ASMA
h. Olahraga
Beratnya olahraga yang dilakukan, temperatur
udara, kelembapan udara, & keadaan obstruksi
saluran nafas
DIAGNOSIS
 Berdasar sejarah medis, pemeriksaan fisik, dan
berbagai macam tes.
 Dokter juga akan mencari tahu keparahan
penyakit  pendekatan pengobatan
DIAGNOSIS
a. Sejarah medis
Sejarah keluarga pada asma dan
alergi
Apakah terdapat gejala asma,kapan
serta bagaimana mereka muncul
Kondisi kesehatan yang akan
menginterferensi penanganan asma
b. Pemeriksaan fisik
Ada tidaknya gejala asma saat
pemeriksaan
DIAGNOSIS
c. Pengujian
1. Spirometri
Untuk memeriksa kerja paru-paru  mengukur berapa banyak udara
yang ditarik dan dihembuskan.
Dapat dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator
aerosol golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC yang
sebesar > 20 % menunjukkan diagnosis asma. Tak ada respon ini
bukan berarti tak ada asma.
 melihat keparahan obstruksi dan efek pengobatan
2. Tes bronkoprovokasi
 menunjukkan adanya hiperreaktivitas bronkus.
Menggunakan histamin, metakolin, alergen, kegiatan jasmani, udara
dingin, air penyulingan.
Tak perlu dilakukan bila spirometri positif.
Penurunan FEV1 sebesar 20 % atau lebih setelah tes provokasi
adalah bermakna, khususnya tes kegiatan jasmani dengan berlari
cepat selama 6 menit dan denyut jantung 80-90 % dari maksimum
dianggap bermakna bila terjadi penurunan PEFR 10 % atau lebih.
DIAGNOSIS
3. Pemeriksaan tes kulit
Menunjukkan adanya antibodi IgE yang spesifik
penyuntikan intradermal allergen tertentu
4. Pemeriksaan kadar IgE total dan IgE spesifik
dalam serum
Hanya untuk menyokong penyakit atopik
Dilakukan bila tes kulit kurang dipercaya
5. Pemeriksaan radiologi
Untuk mengetahui kecurigaan terhadap proses
patologik di paru (ada benda asing atau penyakit
lain yg menyebabkan gejala) atau komplikasi
asma
DIAGNOSIS
6. Analisis gas darah
Hanya pada penderita dengan serangan
asma berat dimana terjadi hipoksemia
dan asidosis respiratori
7. Pemeriksaan eosinofil total dalam
darah
Pada penderita asma, jumlah eosinofil
total dalam darah sering meningkat
Sebagai parameter cukup tidaknya dosis
kortikosteroid yang diperlukan
PENANGANAN ASMA

Terapi Terapi Non Farmakologi

Mengidentifikasi &
menghindari stimulus asma

Edukasi Pasien

Periodic Assessment
& Monitoring

Terapi Farmakologi
TERAPI FARMAKOLOGI
 6 kelas agen terapetik yang saat ini
diindikasikan untuk penanganan asma:
1. Agonis reseptor  adrenergik
2. Glukokortikoid
3. Inhibitor leukotrien
4. Kromon
5. Metilsantin
6. Inhibitor IgE
AGONIS  ADRENERGIK
 MK: stimulasi reseptor beta mengaktivasi jalur
adenyl siklase cAMP sehingga menyebabkan
reduksi tonus otot halus. Stimulasi ini juga
meningkatkan konduktansi gerbang besar Ca2+
yang sensitif K+ pada otot polos saluran
pernafasan, mengarah pada hiperpolarisasi
membran dan relaksasi
 Indikasi: asma akut parah, profilaksis asma,
mengurangi gejala
 Efek samping: tremor, takikardia, palpitasi,
sakit kepala, gugup
 Penggunaan oral agonis  reseptor tidak
memperoleh penerimaan yang luas
AGONIS  ADRENERGIK
Terdapat 2 kondisi penggunaan oralnya:
a. Terapi oral singkat pada anak < 5 tahun yang
tak dapat menggunakan inhaler namun memiliki
sesekali nafas berbunyi dengan infeksi virus
pada bagian atas saluran pernafasan.
b. Pasien dengan asma parah yang lebih berat
 Untuk penanganan asma  agonis selektif
reseptor 2 (kerja cepat & kerja lambat)
a. Agonis kerja cepat untuk mengurangi gejala
simptomatik asma
 albuterol, terbutalin
AGONIS  ADRENERGIK
b. Agonis kerja lama untuk penanganan
profilaktik
 salmeterol xinofoat, formoterol
 Penggunaan kronik sering mengarah ke
desensitisasi reseptor dan pengurangan efek
 Desensitisasi pada reseptor yang terdapat pada
sel mast dan limfosit
 Penggunaan agonis 2 adrenergik kerja lama
dan inhalasi steroid lebih efektif dari doubling
dosis steroid sehingga 2 agonis dapat
ditambahkan jika masih terdapat gejala pada
steroid dosis rendah atau medium.
AGONIS  ADRENERGIK
Obat Berinteraksi dengan Efek
Salbutamol Metildopa  Tekanan darah
(albuterol) tetap tinggi
1 bloker adrenergik  Bronkospasmus,
mengurangi
ventilasi paru-paru
Ipratropium bromida
 Glaukoma akut,
peningkatan
tekanan intraokular
Fenelzin (MAOIs)  Takikardia, gelisah
Obat yang mengurangi kalium  Meningkatkan
(kortikosteroid, diuretik, teofilin) hipokalemia
GLUKOKORTIKOID
 MK: menginhibisi respon inflamasi secara menyeluruh
 Indikasi: inflamasi, mengurangi gejala asma
 Efek samping: penurunan sistem imun, moonface,
osteoporosis
a.Inhalasi kortikosteroid
Obat langsung menarget pada tempat inflamasi yang
relevan  memperbaiki indeks terapeutik obat dan secara
berarti mengurangi efek samping
Digunakan untuk terapi profilaktik asma
 beklometason dipropionat, triamnisolon asetonid,
budesonid
b. Glukokortikoid sistemik
Digunakan pada asma akut yang lebih berat dan asma
kronik yang parah
Terapi selama periode singkat (5-10 hari) menyebabkan
toksisitas yang berhubungan dengan dosis relatif kecil.
GLUKOKORTIKOID

Golongan Berinteraksi dengan Efek


obat
Kortikosteroid Glisirizin, makrolida Peningkatan kadar
kortikostreroid
Aminoglutemid, antasid, Penurunan kadar
barbiturat, ketokonazol, kortikosteroid
kontrasepsi oral Meningkatkan
NSAID perdarahan GI &
ulcer
Efek antidiabetes
berkurang
Antidiabetes
Efek antikoagulan
antikoagulan
berkurang
METILSANTIN
 MK: Inhibisi fosfodiesterase sehingga
menghambat pengubahan cAMP menjadi AMP
yang selanjutnya meningkatkan bronkodilasi
 Efek samping: Vasokonstriksi serebral
 Penggunaan menurun karena resiko toksisitas
parah yang mengancam nyawa dan beragam
interaksi obat
 kafein, teobromin, teofilin
METILSANTIN
Obat Berinteraksi dengan Efek
Teofilin Asiklovir, simetidin, kontrasepsi Metabolisme teofilin
oral, antibiotik makrolida, terhambat sehingga
siprofloksasin, zafirlukast, kadarnya meningkat
zileuton
Karbamazepin, rifampisin Menurunkan kadar
teofilin dalam darah
Antasid Absorpsi teofilin
dihambat
Agonis 2 adrenergik Hipokalemia, kerja
jantung meningkat pada
penggunaan dosis tinggi
Antagonis dengan
 1 bloker teofilin, menghambat
metabolisme teofilin
KROMOLIN DAN NEDOKROMIL
 MK: memblok saluran kalsium dalam sel
mast
 Indikasi: profilaktik asma kronik, asma
alergi
 Efek samping: iritasi, batuk, mual

 Hanya efektif pada inhalasi

 Tidak lebih dari atau kurang efektif


dibanding teofilin, atau antagonis
leukotrien pada asma persisten
LEUKOTRIEN RESEPTOR ANTAGONIS
& INHIBITOR SINTESIS LEUKOTRIEN
 MK: Antagonis reseptor yang berpengaruh
terhadap bronkokonstriksi, inhibisi
pembentukan leukotrien
 Indikasi: Pengobatan jangka panjang
simptomatik asma ringan hingga sedang
 Efek samping: Efek pada hati dan kulit, infeksi,
efek GI
 zafirlukast, montelukast, zileuton
LEUKOTRIEN RESEPTOR ANTAGONIS &
INHIBITOR SINTESIS LEUKOTRIEN

Obat Berinteraksi dengan Efek


Zafirlukast Warfarin Peningkatan
kadar warfarin
Eritromisin Menurunkan
bioavaibilitas
zafirlukast
Peningkatan
Teofilin, aspirin kadar zafirlukast
ANTIBODI MONOKLONAL ANTI
IGE
 MK: mengikat IgE pada Fc sehingga tak dapat
berikatan dengan reseptor IgE pada sel mast dan
basofil sehingga mencegah reaksi alergi
 Indikasi: untuk dewasa dan remaja lebih dari 12
tahun dengan alergi dan asma persisten sedang
hingga parah
 Efek samping: anafilaktik
 Efektif dalam mengurangi ketergantungan pada
kortikosteroid dan mengurangi frekuensi asa
yang lebih berat.
 Diberikan secara subkutan
 Omalizumab
ANTIKOLINERGIK
 MK: mengurangi respon bronkokonstriksi
melalui mekanisme refleks vagus
 Indikasi: Bronkospasmus, terapi penunjang
asma bronkial, asma akut
 Efek samping: Takikardia, agitasi, retensi urin

 atropin sulfat, ipratorium bromida


PENGHANTARAN OBAT
INHALASI
 Aerosol: menghasilkan konsentrasi lokal
yg tinggi dengan efek samping lebih kecil
 Penentu utama ukuran partikel
- < 0,5 mm diinhalasi ke alveolar &
diekshalasi tanpa terdeposit di paru
- 1-5 mm terdeposit di saluran nafas kecil
 paling efektif
 Tak ada sistem aerosol dapat
menghasilkan ukuran yg sama
Nafas yg panjang dan dalam serta ditahan
selama 5-10 detik
TERAPI FARMAKOLOGI
 Terapi anak tangga (step wise)
usia 0-4 tahun
usia 5-11 tahun
anak-anak > 11 tahun &
dewasa
PENANGANAN ASMA DI RUMAH
Evaluasi Keparahan
Kondisi PEF: Nilainya < 50%
dari nilai terbaik yang dianjurkan

Terapi Awal
Inhalasi agonis  2 kerja pendek

Respon Baik Respon Jelek


PEF>80%. Tidak terjadi mengi atau PEF<50%. Ditandai dengan mengi
Respon Tidak Lengkap
nafas pendek. Respon terhadap dan nafas yang pendek.
PEF 50-60%. Terjadi mengi dan
agonis  2 bertahan sampai 4 jam. •Berikan kortikosteroid secara
nafas pendek yang bertahan/terus-
• Boleh diteruskan dengan agonis  2 oral.
menerus.
tiap 3-4 jam selama 24-48 jam. •Lanjutkan dengan agonis 2
•Berikan kortikosteroid secara oral.
• Pada pasien dengan inhalasi secepatnya.
•Lanjutkan dengan agonis  2
kortikosteroid, berikan dosis ganda •Jika tidak ada respon, hubungi
selama 7-10 hari dokter dan unit gawat darurat atau
panggil ambulans

Hubungi dokter untuk instruksi lebih Hubungi dokter secepatnya (pada Segera ke unit darurat
lanjut hari itu juga) untuk instruksi
selanjutnya
Pemeriksaan Awal
Sejarah penyakit pasien, pemeriksaan fisik, PEF/PEF V, kejenuhan terhadap
O2, dan pemeriksaan lain yang diperlukan untuk mengindikasikan pasien

PEFV/PEF > 50% PEFV/PEF < 50%


Penanganan untuk Nafas yang Tertahan/Susah
• Inhalasi agonis 2 dengan inhaler dosis •Inhalasi agonis 2 dosis tinggi antikolinergik
Nafas/Sesak Nafas
terukur/nebulasi, lebih dari 3 dosis pada jam melalui nebulasi tiap 20 menit atau secara terus
• Inkubasi dan vertilasi mekanik dengan 100%
pertama. menerus selama 1 jam.
O2.
• Beri O2 untuk meningkatkan kejenuhan O2 > 90%. •Berikan O2 untuk meningkatkan kejenuhan O2 >
• Nebulasi dengan agonis 2 dan antikolinergik
• Beri kortikosteroid oral-sistemik jika tidak ada 90%.
• Berikan kortikosteroid secara i.v.
respon segera •Beri kortikosteroid oral-sistemik.

Pemeriksaan Lanjutan
Gejala, pemeriksaan fisik, PEF, kejenuhan O2, dan pemeriksaan lain Masuk ke perawatan intensif
yang dibutuhkan

Tingkat Sedang Tingkat Parah


PEFV/PEF 50-60% PEFV/PEF < 50%
Pemeriksaan fisik : gejala biasa Pemeriksaan fisik : gejala parah pada saat istirahat, ketegangan otot, retraksi otot dada
• Inhalasi agonis 2 kerja pendek tiap 60 menit. Sejarah: : pasien resiko tinggi
• Berikan kortikosteroid sistemik. Tidak ada perkembangan setelah pengobatan awal
• Lanjutkan pengobatan 1-3 hari, catat perkembangan • Inhalasi agonis 2 kerja pendek tiap/terus-menerus ditambah inhalasi antikolinergik.
• Berikan O2.
• Berikan kortikosteroid sistemilk

Respon Baik Respon Tidak Lengkap Respon Jelek


• PEFV/PEF 50-60% • PEFV/PEF >50%, tapi <70% • PEFV/PEF >50%.
• Respon bertahan setelah 60 menit sesudah • Gejala lemah-sedang • PCO2 atau = 42 mml-lg
pengobatan berakhir. • Pemeriksaan fisik : gejala parah, mengantuk,
• Lanjutkan pengobatan 1-3 hari, catat kebingungan
perkembangan Keputusan sendiri untuk dirawat d RS

Diijinkan Pulang Perawatan di RS Masuk ke Perawatan Intensif


• Lanjut pengobatan dengan inhalasi • Inhalasi agonis 2 dan inhalasi antikolinergik • Inhalasi agonis 2 tiap jam/terus-
agonis 2. • Beri kortikosteroid sistemik (oral/r.v.) menerus dan inhalasi kortikosteroid.
• Lanjut dengan kortikosteroid oral • Beri O2 • Beri kortikosteroid i.v.
sistemik • Monitor PEFV, PEF dan O2 • Beri O2
• Pendidikan pasien : pemantauan
penggunaan obat, rencana tindakan Terdapat peningkatan
yang akan diambil, tindakan medis
lanjut Diijinkan Pulang
• Lanjut pengobatan dengan inhalasi agonis 2.
• Lanjut dengan kortikosteroid oral-sistemik.
• Pendidikan pasien : pemantauan penggunaan obat, rencana
tindakan yang akan diambil, tindakan medis lanjutan

Anda mungkin juga menyukai