Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN KASUS INDIVIDU

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY ”I”DENGAN SECTIO CAESAREA ATAS


INDIKASI PREEKLAMSIA BERAT TANGGAL 29JUNI-02 JULI 2019
DI RSAD WIRA BHAKTI MATARAM

DISUSUN OLEH

DITA APRIANI
17.9.2.006

UNIVERSITAS NAHDLATUL WATHAN MATARAM


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PRODI D III KEBIDANAN
TAHUN 2019

i
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan kasus Individu Praktik Klinik Kebidanan III (PKK III) dengan judul
“Asuhan Kebidanan Pada Ny ”i”Dengan Sectio Caesarea Atas Indikasi
Preeklamsia Beratpada 29 Juni s/d 02Juli 2019” ini telah mendapatkan persetujuan
pada:
Hari/Tanggal :
Tempat : RSAD WIRA BHAKTI

`
Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Pendidikan

(Naning Kiranawati A.md.Keb) (Nurul Hidayati SST.M,Tr.Keb)

ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
mengizinkan dan memberikan rahmat serta hidayah-Nya, sehingga kami dapat
melaksanakan praktik kerja serta laporan kasus kelompok yang berjudulAsuhan
Kebidanan Pada Ny ”I”Dengan Sectio Caesarea Atas Indikasi pre-eklamsia berat
pada Tanggal 29 juni 2019.
Penulisan laporan ini dalam rangka menerapkan asuhan kebidanan yang
merupakan salah satu kurikulum yang harus dilalui dalam proses pendidikan
kebidanan. kami tidak lupa menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang
terhormat:
1. H. L. Gede Mohammad Ali Wira Sakti AM. Lc. MA selaku Rektor FIK UNW
Mataram
2. Hj. Lale Syifaun Nufus, S.Farm,.Apt selaku Dekan FIK UNW Mataram
3. Abidaturroysidah,SST.M.Kes selaku Ketua Prodi D III Kebidanan FIK UNW
Mataram
4. Dr. Soleh Sp.S selaku Kepala RSAD WIRA BHAKTI MATARAM
5. Ni Putu Sekartini, A.Md.Keb selaku Kasi Keperawatan di RSAD WIRA
BHAKTI MATARAM
6. Dwi Purwati, A.Md.Keb,SKM selaku kepala ruangan bersalin di RSAD
WIRA BHAKTI MATARAM
7. Naning Kiranawati A.Md.Keb selaku Pembimbing Lahan di RSAD
8. Nurul Hidayati, SST, M, Tr.Kebselaku Pembimbing Pendidikan
9. Semua staf-staf di RSAD
Kami mengucapkan terima kasih. Kami menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran
dari dosen pembimbing. Semoga makalah ini dapat bermanfaat khususnya bagi
pembaca maupun pendengar pada umumnya.
Penyusun

Mataram, 29Juni2019

iii
DAFTAR ISI

COVER ...........................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................iv
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan ................................................................................................. 2
D. Manfaat ............................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI ......................................................................... 4
A. Pengertian Kehamilan ......................................................................... 4
B. Kehamilan Serotimus .......................................................................... 6
C. Preeklampsia Berat............................................................................. 10
D. Seksio Sesarea .................................................................................... 23
E. Pendekumentasian SOAP .................................................................. 38
BAB III TINJAUAN KASUS ...................................................................... 40
BAB IV PEMBAHASAN............................................................................. 55
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 56
A. Kesimpulan ........................................................................................ 56
B. Saran ................................................................................................... 56
DAFTAR PUSTAKA

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pembangunan dibidang kesehatan tidak bisadilepaskan dari upaya
mewujudkan kesehatan anaksedini mungkin sejak dalam kandungan. Upaya
kesehatan ibu telah dipersiapkan sebelum dan selamakehamilan bertujuan untuk
mendapatkan bayi yangsehat. Gangguan kesehatan yang terjadi selama
kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan janin dalamkandungan hingga
kelahiran dan pertumbuhan bayiselanjutnya.
Tujuan pembangunan berkelanjutan 2030/ Sustainable Development Goals
(SDGs) merupakan kelanjutan dari Millenium Development Goals (MDGs) dan
disebut juga dengan Global Goalsterdiri dari: 17 goals/ tujuan, 169 target.
Tujuan ke-3 dari SDGs yaitu menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong
kesejahteraan bagi semua orang di segala usia. Target dari tujuan tersebut adalah
pada 2030 mengurangi angka kematian ibu hingga di bawah 70 per 100.000
kelahiran hidup dan pada 2030 mengakhiri kematian bayi dan balita yang dapat
dicegah, dengan seluruh negara berusaha menurunkan Angka Kematian
Neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000 KH dan Angka Kematian Balita 25 per
1.000 KH. (KemenKes RI, 2015).
Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) merupakan
salah satu indikator pembangunan kesehatan dalam RPJMN 2015-2019 dan
SDGs. Menurut data SDKI, Angka Kematian Ibu sudah mengalami penurunan
pada periode tahun 1994-2012 yaitu pada tahun 1994 sebesar 390 per 100.000
kelahiran hidup, tahun 1997 sebesar 334 per 100.000 kelahiran hidup, tahun
2002 sebesar 307 per 100.000 kelahiran hidup, tahun 2007 sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup, namun pada tahun 2012 Angka Kematian Ibu
meningkat kembali menjadi sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup. Untuk
AKB dapat dikatakan penurunan on the track (terus menurun) dan pada SDKI
2012 menunjukanangka 32/1.000 KH (SDKI 2012). Dan pada tahun 2015,

1
berdasarkan data Survei Penduduk Antar Sensus 2015 baik AKI maupun AKB
menunjukan penurunan (AKI 305/ 100.000 KH; AKB 22,23/ 1000 KH).
(KemenKes RI, 2015).
Berdasarkan laporan dari kabupaten/kota, jumlah kasus kematian ibu
diProvinsi NTB selama tahun 2016 adalah 92 kasus, menurun dibandingkan
tahun 2015dengan 95 kasus. Trend jumlah kematian ibu tahun 2011-2016 di
Provinsi NTBcenderung fluktuatif, namun apabila dicermati lebih lanjut, dalam
3 (tiga) tahunterakhir jumlah kematian ibu menunjukkan progres positif atau
cenderung menurun.Kejadian kematian ibu terbanyak pada tahun 2016 sama
dengan tahun 2015yakni terjadi pada saat nifas sebesar 56,52%, sedangkan
kejadian kematian ibubersalin sekitar 28,26%, dan kematian ibu pada saat hamil
sekitar 15,22%.Berdasarkan kelompok umur, kematian ibu banyak terjadi pada
usia 20-34 tahunsebanyak 63,04%, usia ≥35 tahun sebanyak 28,26% dan
usia<20 tahun sebanyak8,70%. Berdasarkan laporan, tahun 2016 jumlah kasus
kematian bayi adalah 1.006kasus dari 103.132 kelahiran hidup, turun
dibandingkan tahun 2015 dengan 1.086 kematian bayi dari 104.597 kelahiran
hidup. (Dikes NTB, 2016)
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Preeklamsia berat ?
2. Apa yang menyebabkan terjadinya Preeklampsia berat ?
3. Bagaimana bentuk diagnosa Preeklampsia berat ?
4. Bagaimana konsep penatalaksanaan dari Preeklampsia berat?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melakukan pengkajian asuhan kebidanan dengan
penerapan manajemen kebidanan sesuai dengan SOAP pada kasus asuhan
kebidanan dengan indikasi riwayat preeklamsia berat
2. Tujuan khusus
a) Mahasiswa mampu mengumpulkan data subyektif pada Ny" I"dengan
indikasi

2
Preeklamsia berat
b) Mahasiswa mampu mengumpulkan data objektif pada Ny “ I” dengan
indikasi preeklamsia berat
c) Mahasiswa mampu menganalisa diaganosa masalah potensial serta
mengidentifikasi kebutuhan terhadap tindakan segera baik mandiri,
kolaborasi, rujukan pada kasus Ny “ I”dengan indikasi preeklamsia berat
d) Mahasiswamampu merencanakan,melaksanakan serta mengevaluasi Ny “
I” dengan indikasi preeklamsia berat.
D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Agar mahasiswa mampu menerapkan ilmu yang diperoleh dari lahan
pendidikan kepada pasien secara langsung sesuai dengan standar pelayanan
kebidanan.
2. BagiLahan Praktik
Agar pihak RSAD WIRA BHAKTI MATARAM tetap menjaga kualitas
pelayanan yang diberikan serta meningkatkan mutu pelayanan pada pasien
agar dapat meningkatkan derajat kesehatan pasien dengan mendapatkan
asuhan kebidanan yang tepat dan bermutu.
3. Institusi Pendidikan
Agar pihak institusi mengetahui sejauhmana pemahaman mahasiswa dalam
menangani kasus preeklamsia berat dan mendukung mahasiswa dalam
praktik dilapangan dan memberikan bimbingan secara maksimal pada
mahasiswa dalam pemberian teori di institusi sehingga saat praktik
mahasiswa dapat lebih mengembangkan pengetahuan dan keterampilan.

3
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin mulai
sejak konsepsi sampai permulaan persalinan. (Manuaba, 2010)
Kehamilan adalah masa/waktu dari mulainya konsepsi sampai lahirnya
janin dimana lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu / 9 bulan 7 hari)
dihitung dari hari pertama haid terakhir. (Saifuddin, 2002)
Menurut federasi Obstetri Ginekologi Internasional, kehamilan
didefinisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari spermatozoa dan ovum dan
dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi. Bila dihitung dari saat fertilisasi
hingga lahirnya bayi, kehamilan normal akan berlangsung dalam waktu 40
minggu atau 10 bulan lunar atau 9 bulan menurut kalender internasional.
Kehamilan terbagi dalam 3 trimester, dimana trimester I berlangsung dalam 12
minggu, trimester II 15 minggu (minggu ke-13 hingga ke-27), dan trimester III
13 minggu (minggu ke-28 hingga ke-40). (Ilmu Kebidanan, 2009)
Kehamilan normal adalah dimana ibu sehat tidak ada riwayat obstetric
buruk dan ukuran uterus sama/sesuai usia kehamilan. Trimester I (sebelum 14
minggu), trimester II (antar minggu 1428), dan trimester III (antara minggu 28-
36 dan sesudah minggu ke 36). (Abdul Bari Saifuddin, 2002).
1. Etiologi
Untuk tiap kehamilan harus ada spermatozoon, ovum, pembuahan ovum
(konsepsi), dan nidasi hasil konsepsi. (Wiknjosastro, 2005).
Kehamilan terjadi jika ada pertemuan dan persenyawaan antara sel telur
(Ovum) dan sel mani (Spermatozoon) yang dilanjutkan dengan proses nidasi
dan placenta, (Mochtar, 1998).

4
2. Patofisiologi
Beberapa tahapan dari proses fisiologi kehamilan yaitu dimulai dari
Konsepsi, pembelahan / perkembangan awal embrio dan implantasi hingga
berkembang menjadi janin.
a. Konsepsi
Konsepsi atau fertilisasi adalah suatu proses pertemuan inti
ovum dengan inti spermatozoa yang kemudian akan membentuk zigot.
Konsepsi berlangsung di pars ampularis tuba uterina (1/3 bagian luar).
Ovum siap dibuahi setelah 12 jam dan hidup selama 48 jam. Pada saat
kopulasi antara pria dan wanita (senggama / coitus ), dengan ejakulasi
sperma dari saluran reproduksi pria di dalam vagina wanita, akan
dilepaskan cairan mani berisi sel-sel sperma ke dalam saluran reproduksi
wanita. Jika senggama terjadi dalam sekitar masa ovulasi, maka ada
kemungkinan sel sperma dalam saluran reproduksi wanita akan bertemu
dengan sel telur wanita yang baru dikeluarkan pada saat ovulasi.
Spermatozoa bergerak cepat dari vagina ke dalam rahim, masuk ke
dalam tuba. Gerakan ini mungkin dipengaruhi juga oleh peranan
kontraksi miometrium dan dinding tuba yang juga terjadi saat senggama.
b.Pembelahan / perkembangan awal embrio
Zigot mulai menjalani pembelahan awal mitosis sampai
beberapa kali. Sel - sel yang dihasilkan dari setiap pembelahan
berukuran lebih kecil dari ukuran induknya, disebut blastomer.
Sesudah 3-4 kali pembelahan : zigot memasuki tingkat 16 sel, disebut
stadium morula (kira-kira pada hari ke-3 sampai hari ke 4
pascafertilisasi ). Morula terdiri dari inner cell mass (kumpulan sel-sel
disebelah dalam, yang akan tumbuh menjadi jaringan-jaringan embrio
sampai janin ) dan outer cell mass (lapisan sel disebelah luar , yang
akan tumbuh menjadi trofoblast sampai plasenta ). Kira-kira pada hari
ke-5 sampai ke-6, di rongga sela-sela inner cell mass merembes cairan
menembus zona pellucida, membentuk ruang antar sell. Ruang antar

5
selini kemudian bersatu dan memenuhi sebagian besar massa zigot
membentuk rongga blastokista. Inner cell mass tetap berkumpul di
salah satu sisi, tetap berbatasan dengan lapisan sel luar .pada stadium
ini zigot disebut berada dalam stadium blastula atau pembentukan
blastokista. Inner cell mass kemudian disebut sebagai embrioblas, dan
outer cell mass kemudian disebut sebagai trofoblas.
c. Implantasi
Pada akhir minggu pertama (hari ke-5 sampai ke-7 ) zigot
mencapai cavum uteri. Pada saat itu uterus sedang berada dalam fase
sekresi lendir di bawah pengaruh progesteron dari korpus luteum yang
masih aktif. Sehingga lapisan endometrium dinding rahim menjadi
kaya pembuluh darah dan banyak muara kelenjar selaput lendir rahim
yang terbuka dan aktif. Kontak antara zigot stadium blastokista dengan
dinding rahim pada keadaan tersebut akan mencetuskan berbagai
reaksi seluler, sehingga sel-sel trofoblas zigot tersebut dapat
menempel dan mengadakan infiltrasi pada lapisan epitel endometrium
uterus (terjadi implantasi ). Setelah implantasi, sel-sel trofoblas yang
tertanam di dalam endometrium terus berkembang, membentuk
jaringan bersama dengan sistem pembuluh darah maternal untuk
menjadi plasenta, yang kemudian berfungsi sebagai sumber nutrisi dan
oksigenasi bagi jaringan embrioblas yang akan tumbuh menjadi janin.
(www.cakulobstetri.com)

B. Kehamilan Serotinus (Post Date/ Post Term)


1. Definisi
Kehamilan post term adalah kehamilan yang umur kehamilannya
melewati 294 hari atau lebih dari 42 minggu lengkap di hitung dari HPHT
(Saifuddin, 2002).
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang melebihi waktu 42
minggu belum terjadi persalinan (Manuaba, 2007).

6
2. Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui, faktor yang dikemukakan adalah :
a. Hormonal, yaitu kadar progesteron tidak cepat turun walaupun kehamilan
telah cukup bulan sehingga kepekaan uterus terhadap oksitosin berkurang.
b. Herediter, karena post naturitas sering dijumpai pada suatu keluarga
tertentu
c. Kadar kortisol pada darah bayi yang rendah sehingga disimpulkan
kerentanan akan stress merupakan faktor tidak timbulnya His
d. Kurangnya air ketuban
e. Insufiensi plasenta

3. Permasalahan Kehamilan Lewat Waktu


Permasalahan kehamilan lewat waktu adalah plasenta tidak sanggup
memberikan nutrisi dan pertukaran CO2/O2 sehingga mempunyai risiko
asfiksia sampai kematian adalam rahim. Makin menurunnya sirkulasi darah
menuju sirkulasi plasenta dapat mengakibatkan :
a. Pertumbuhan janin makin lambat
b. Terjadi perubahan metabolisme janin
c. Air ketuban berkurang dan makin kental
d. Sebagian janin bertambah berat, serhingga memerlukan tindakan
persalinan
e. Berkurangnya nutrisi dan O2 ke janin yang menimbulkan asfiksia dan
setiap saat dapat meninggal di rahim.
f. Saat persalinan janin lebih mudah mengalami asfiksia.
(Manuaba, 2007)
4. Tanda Bayi Post Matur
Menurut Saifuddin (2002), tanda postterm dapat di bagi dalam 3 stadium,
yaitu :
a. Stadium I

7
Kulit menunjukkan kehilangan verniks kaseosa dan maserasi berupa kulit
kering, rapuh dan mudah mengelupas.
b. Stadium II
Gejala di atas disertai pewarnaan mekonium (kehijauan) pada kulit
c. Stadium III
Terdapat pewarnaan kekuningan pada kuku, kulit dan tali pusat
Sedangkan menurut Manuaba (2007), tanda bayi postmatur antara lain :
a. Biasanya lebih berat dari bayi matur ( > 4000 gram)
b. Tulang dan sutura kepala lebih keras dari bayi matur
c. Rambut lanugo hilang atau sangat kurang
d. Verniks kaseosa di bidan kurang
e. Kuku-kuku panjang
f. Rambut kepala agak tebal
g. Kulit agak pucat dengan deskuamasi epitel
5. Diagnosa
Menurut Mochtar (2002), diagnose dapat ditegakkan sebagai berikut:
a. Bila tanggal HPHT di catat dan diketahui wanita hamil, diagnosis tidak
sukar
b. Bila wanita tidak tahu, lupa atau tidak ingat, atau sejak melahirkan yang
lalu tidak dapat haid dan kemudian menjadi hamil, hal ini akan sukar
memastikannya. Hanyalah dengan pemeriksaan antenatal yang teratur
dapat diikuti tinggi dan naiknya fundus uteri, mulainya gerakan janin dan
besarnya janin dapat membantu diagnosis.
c. Pemeriksaan berat badan diikuti, kapan menjadi berkurang, begitu pula
lingkaran perut dan jumlah air ketuban apakah berkurang.
d. Pemeriksaan rontgenologik, dapat dijumpai pusat-pusat penulangan pada
bagian distal femur, bagian proksimal tibia, tulang kuboid, diameter
bipariental 9,8 cm atau lebih.
e. USG : ukuran diameter bipariental, gerakan janin dan jumlah air ketuban

8
f. Pemeriksaan sitologik air ketuban : air ketuban diambil dengan
amniosentesis, baik transvaginal maupun transabdominal. Air ketuban
akan bercampur lemak dari sel-sel kulit yang dilepas janin setelah
kehamilan mencapai lebih dari 36 minggu. Air ketuban yang diperoleh
dipulas dengan sulfat biru nil maka sel-sel yang mengandung lemak akan
berwarna jingga. Bila :
1) Melebihi 10% : kehamilan di atas 36 minggu
2) Melebihi 50% : kehamilan di atas 39 minggu
g. Amnioskopi : melihat derajat kekeruhan air ketuban, menurut warnanya
karena dikeruhi mekonium.
h. Kardiotografi : mengawasi dan membaca DJJ, karena insufiensi plasenta
i. Uji Oksitosin (stress test) : yaitu dengan infus tetes oksitosin dan diawasi
reaksi janin terhadap kontraksi uterus. Jika ternyata reaksi janin kurang
baik, hal ini mungkin janin akan berbahaya dalam kandungan.
j. Pemeriksaan kadar estriol dalam urin
k. Pemeriksaan PH darah kepala janin
l. Pemeriksaan sitologi vagina
6. Komplikasi Pada Ibu dan Janin
Menurut Mochtar (2002) komplikasi pada ibu dan janin meliputi:
a. Pada ibu : partus lama, kelainan letak, insersia uteri, perdarahan
postpartum.
b. Pada janin : jumlah kematian janin/bayi pada kehamilan 43 minggu 3 kali
lebih besar dari kehamilan 40 minggu, karena postmaturitas akan
menambah bahaya pada janin. Pengaruh post maturitas pada janin
bervariasi : berat badan janin dapat bertambah besar, tetap, dan ada yang
berkurang, sesudah kehamilan 42 minggu. Ada pula yang bisa terjadi
kematian janin dalam kandungan. Bayi besar dapat menyebabkan
disproporsi sefalopelvik. Oligohidramnion dapat menyebabkan kompresi
tali pusat, gawat janin sampai bayi meninggal. Keluarnya mekoneum yang
dapat menyebabkan aspirasi mekonium.

9
7. Penatalaksanaan
a. Setelah usia kehamilan > 40-42 minggu yang penting adalah monitoring
janin sebaik-baiknya.
b. Apabila tidak ada tanda-tanda insufisiense plasenta, persalinan spontan
dapat ditunggu dengan pengawasan ketat
c. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau
sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa
amniotomi.
d. Ibu dirawat di rumah sakit, bila :
1) Riwayat kehamilan yang lalu ada kematian janin dalam rahim
2) Terdapat hipertensi, pre-eklampsia
3) Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas
4) Pada kehamilan > 40-42 minggu
e. Tindakan operasi seksio sesarea dapat dipertimbangkan pada
1) Insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang
2) Pembukaan yang belum lengkap, persalinan lama dan terjadi gawat
janin, atau
3) Pada primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, pre-
eklampsia, hipertensi menahun, anak berharga (infertilitas) dan
kesalahan letak janin.
f. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan
sangat merugikan bayi, janin postmatur kadang-kadang besar; dan
kemungkinan diproporsi sefalo-pelvik dan distosia janin perlu
dipertimbangkan. Selain itu janin postmatur lebih peka terhadap sedatif
dan narsoka, jadi pakailah anestesi konduksi.
(Mochtar, 2002)
C. Preeklampsia

Sampai saat ini, etiologi pasti dari preeklampsi/eklampsi belum diketahui. Ada
beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari kelainan tersebut di atas,

10
sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases of theory. Adapun teori-teori
tersebut antara lain:

1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan5

Pada PE - E didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga terjadi


penurunan produksi prostasiklin (PGI 2) yang pada kehamilan normal
meningkat, aktivasi penggumpalan dan fibrinolisis, yang kemudian akan
diganti dengan trombin dan plasmin. Trombin akan mengkonsumsi
antitrombin III sehingga terjadi deposit fibrin. Aktivasi trombosit
menyebabkan pelepasan tromboksan (TxA2) dan serotonin, sehingga terjadi
vasospasme dan kerusakan endotel.

2. Peran Faktor Imuunologis5

Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama dan tidak timbul lagi
pada kehamilan berikutnya. Hal ini dapat diterangkan bahwa pada kehamilan
pertama pembentukan blocking antibodies terhadap antigen plasenta tidak
sempurna, yang semakin sempurna pada kehamilan berikutnya.

Fierlie F.M. (1992) mendapatkan beberapa data yang mendukung adanya


sistem imun pada penderita PE - E:

a. Beberapa wanita dengan PE - E mempunyai kompleks imun dalam


serum.
b. Beberapa studi juga mendapatkan adanya aktivasi sistem komplemen
pada PE - E diikuti dengan proteinuri.

Meskipun ada beberapa pendapat menyebutkan bahwa sistem imun humeral


dan aktivasi komplemen terjadi pada PE - E, tetapi tidak ada bukti bahwa
sistem imunologi bisa menyebabkan PE - E.

11
3. Peran Faktor Genetik/familial4,5

Beberapa bukti yang menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian PE - E


antara lain:

a. Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.


b. Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi PE - E pada anak-
anak dari ibu yang menderita PE - E.
c. Kecenderungan meningkatnya frekuensi PE - E pada anak dan cucu
ibu hamil dengan riwayat PE - E dan bukan pada ipar mereka.
d. Peran Renin-Angiotensin-Aldosteron System (RAAS)

Kumpulan gejala penyakit yang terdiri dari trias HPE (Hipertensi,


Proteinnuria, dan edema) yang sering juga di beri nama Toksemia Gravidarum, dan
dalam keadaan yang berat trias di tambah dengan gejala Kejang/ koma sehingga
keadaannya bisa menjadi lebih gawat lagi.Penyebab komplikasi kehamilan ini belum
di ketahui dengan jelas sehingga di sebut sebagai penyakit teoritis dan salah satu
factor yang dapat meningkatkan kejadiannya adalah kehamilan pertama kali
(Primigravida), kejadiannya akan dapat meningkat kembali pada penyakit ibu yang
menyertai kehamilan (penyakit ginjal, Tekanan darah tinggi dll).

Patofisiologi
Pada pre-eklamsi terjadi spasme pembuluh darah disertai dengan retensi
garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasme hebat arteriola glomerulus. Pada
beberapa kasus, lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui
oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalmai spasme,
maka tekanan darah dengan akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan
tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi.
Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan oleh
penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya,

12
mungkin karena retensi ari dan garam. proteinuria dapat disebabkan oleh spasme
arteriola sehingga terjadi perubahan pada glomerulus.

Perubahan pada organ-organ


 Otak
Pada pre-eklamsi aliran darah dan pemakaian oksigen tetap dalam batas-
batas normal. Pada eklamsi resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula
pada pembuluh darah otak. Edema yang terjadi pada otak dapat menimbulkan
kelainan serebral dan gangguan visus, bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi
perdarahan.
 Plasenta dan rahim.
Aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan plasenta,
sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen
terjadi gawat janin. Pada pre-eklamsi dan eklamsi sering terjadi peningkatan tonus
rahim dan kepekaannya terhadap rangsang, sehingga terjadi partus prematurus.
 Ginjal.
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal menurun. Hal
ini menyebabkan filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya
terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dan
normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
 Paru-paru.
Kematian ibu pada pre-eklamsi dan eklamsi biasanya disebabkan oleh
edema paru yang menimbulkan dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya
aspirasi pnemonia atau abses paru.
 Mata
Dapat dijumpai adanya edema retina dan spasme pembuluh darah. Bila
terdapat hal-hal tersebut, maka harus dicurigai terjadinya pre-eklamsi berat Pada
eklamsi dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intra-okuler dan
merupakan salah satu indikasi untuk melakukan terminasi kehamilan. Gejala lain
yang dapat menunjukkan tanda pre-eklamsi berat yang mengarah pada eklamsi

13
adalah adanya skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau di
dalam retina
 Keseimbangan air dan elektrolit.
Pada pre-eklamsi ringan biasanya tidak dijumpai perubahan yang nyata
pada metabolisme air, elektrolit, kristaloid, dan protein serum. Jadi, tidak terjadi
gangguan keseimbangan elektrolit. Gula darah, kadar natrium bikarbonat, dan pH
darah berada pada batas normal. Pada pre-eklamsi berat dan eklamsi, kadar gula
darah naik sementara. asam laktat dan asam organik lainnya naik, sehingga
cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang.
Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi, dan dilepaskan natrium yang
lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk natrium. bikarbonat. Dengan
demikian cadangan alkali dapat kembali pulih normal.

Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berbasarkan:
1) Gambaran klinik : pertambahan berat badan yang berlebihan, edema, hipertensi,
dan timbul proteinuria.
Gejala subjektif: sedikit kepala di daerah frontal, nyeri episgastrium; gangguan
visus; pengelihatan kabur, skotoma, diplobia, mual dan muntah. Ganggua serebral
lainnya: oyong, refleks meningkat, dan tidak tenang.
2) Pemeriksaan, tekanan darah tinggi, refleks meningkat, dan proteinuria pada
pemeriksaan laboratorium.
Penatalaksaan
a) Pencegahan
- Pemeriksaan antenatal yang teratur dan bermutu serta teliti, mengenali tanda-
tanda sedini mungkin (pre-eklamsi ringan), lalu diberikan pengobatan yang
cukup supaya penyakit tidak menjadi lebih berat.
- Harus selalu waspada terhadap kemungkinan terjadinya pre-eklamsi kalau ada
faktor-faktor predisposisi.

14
- Berikan penerangan tentang manfaat istirahat dan tidur, ketenangan, serta
pentingnya mengatur diit rendah garam, lemak, serta karbohidrat dan tinggi
ptortein juga menjaga kenaikan berat badan yang berlebihan.
b) Penanganan
Tujuan utama penanganan adalah
- Untuk mencegah terjadinya pre-eklamsi dan eklamsi
- Hendaknya janin lahir hidup
- Trauma pada janin seminimal mungkin.
Preeklampsia dibedakan menjadi 2 yaitu:
1. Preeklampsia Ringan
Batasan
Timbulnya hipertensi yang disertai proteinuria dan atau edema setelah umur
kehamilan 20 minggu.
Gejala Klinis
1. Hipertensi
Tekanan darah sama dengan atau lebih dari 140/90 mmHg dan kurang dari
160/110 mmHg.
Kenaikan tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 30 mmHg.
Kenaikan tekanan darah diastolic lebih atau sama dengan 15 mmHg.
2. Proteinuria 0,3 gr/L dalam 24 jam atau secara kualitatif sampai (++)
Penatalaksanaan
1. Rawat jalan (pada umur kehamilan kurang dari 37 minggu)
a. Banyak istirahat (berbaring/ tidur miring)
b. Diet biasa
c. Dilakukan pemeriksaan feotal assessment (USG dan NST) setiap 2
minggu.
d. Pemeriksaan Laboratorium : Darah lengkap, homosistein, urine
lengka, fungsi ginjal, gula darah acak.
e. Kunjungan ulang setiap 1 minggu

15
f. Jika terdapat peningkatan proteinuria dirawat sebagai pre eklampsia
berat.
2. Rawat tinggal
a. Kriteria untuk rawat tinggal
- Hasil feotal assessment meragukan atau jelek dilakukan terminasi.
- Kecendrungan menuju gejala preeklampsia berat (timbul salah satu
atau lebih gejala preeklampsia berat)
- Bila dalam 2 x kunjungan tidak ada perbaikan (2 minggu)
b. Evaluasi/ pengobatan selama rawat tinggal.
- tirah baring total
- Pemeriksaan laboratorium:
 Darah lengkap
 Homosistein
 Fungsi hati/ ginjal
 Urine lengkap
- Dilakukan fetal assessment (USG dan NST0)
- Dilakukan pemeriksaan indeks getosis.
3. Evaluasi hasil pengobatan
Pada dasarnya evaluasi pengobatan dilakukan berdasarkan hasil dari fetal
assessment. Bila didaptkan hasil:
a. Jelek, dilakukan terminasi kehamilan.
b. Ragu-ragu, dilakukan evaluasi ulang NST kesejahteraan janin, 1 hari
kemudian
c. Baik:
- penderita dirawat sekurang-kurangnya 4 hari
- bila preterm pendertita dipulangkan
- bila aterm dengan PS baik lebih dari 5 dilakukan terminasi dengan
oksitosin drip
d. bila didapatkan keluhan subjektif seperti dibawah ini dirawat sebagai
pre eklampsi berat

16
- nyeri ulu hati
- mata berkunang-kunagn
- irritable
- sakit kepala
e. bila umur kehamilan aterm lebih dari 37 minggu (langsung dilakukan
terminasi kehamilan)
Penanganan preeklampsia ringan jika kehamilan <37 minggu, dan tidak ada
tanda-tanda perbaikan, lakukan penilaian 2 kali seminggu secara rawat jalan:
 Pantau tekanan darah, proteinuria, refleks dan kondisi janin.
 Lebih banyak istirahat
 Diet biasa
 Tidak perlu di beri obat-obatan
 Jika rawat jalan tidak mungkin, rawat di rumah sakit:
- Diet biasa
- Pantau TD 2 kali sehari, proteinuria 1 x sehari
- Tidak perlu obat-obatan
- Tidak perlu diuretic, kecuali jika terdapat edema paru, dekompensasi
kordis atau gagal ginjal akut
- Jika tekanan diastolic turun sampai normal pasien dapat dipulangkan
- Nasehatkan untuk istirahat dan perhatikan tanda-tanda
preeklampsia berat
- Kontrol 2 kali seminggu
- Jika tekanan diastolic naik lagirawat kembali
- Jika tidak ada tanda-tanda perbaikan tetapkan dirawat
- Jika terdapat tanda-tanda pertumbuhan janin terhambat, pertimbangkan
terminasi kehamilan
- Jika proteinuria meningkat, tangani sebagai preeklampsi berat.

17
Jika kehamilan >37 minggu, pertimbangkan terminasi
 Jika serviks matang, lakukan induksi dengan oksitosin 5 IU dalam 500 ml
dextrose IV 10 tetes/menit atau dengan prostaglandin.
 Jika serviks belum matang, berikan prostaglandin, misoprostol atau kateter
voly atau terminasi dengan Seksio Caesaria.
2. Pre Eklampsi Berat
Pre-eklampsia dapat berlanjut ke keadaan yang lebih berat, yaitu eklampsia.
Eklampsia adalah keadaan pre-eklampsia yang disertai kejang.

Gejala klinik pre-eklampsia dapat bervariasi sebagai akibat patologi kebocoran


kapiler dan vasospasme yang mungkin tidak disertai dengan tekanan darah yang
terlalu tinggi.
Misalnya, dapat dijumpai ascites, peningkatan enzim hati, koagulasi
intravaskular, sindroma HELLP (hemolysis, elevated liver enzyme, low
platelets), pertumbuhan janin terhambat, dan sebagainya.
Bila dalam asuhan antenatal diperoleh tekanan darah diastolik lebih dari 85
mmHg, perlu dipikirkan kemungkinan adanya pre-eklampsia membakat.
Apalagi bila ibu hamil merupakan kelompok risiko terhadap pre-eklampsia.
Selain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada kecurigaan pre-eklampsia
sebaiknya diperiksa juga :
a. Pemeriksaan darah rutin serta kimia darah : ureum-kreatinin, SGOT, LD,
bilirubin
b. Pemeriksaan urine : protein, reduksi, bilirubin, sedime
c. Kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat, konfirmasi USG bila
ada.
d. Nilai kesejahteraan janin (kardiotokografi).

18
Batasan :
Suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya hipertensi lebih atau
sama dengan 160/110 mmHg diserta proteiurinaria pada kehamilan 20 minggu atau
lebih
Gejala klinis:
Bila didapatkan hipertensi dalam kehamilan dengan satu atau lebih gejala dibawah
ini :
1. Tekanan darah sistolik lebih atau sama dengan 160 mmHg dan diastolic lebih
atau sama dengan 110 mmHg. Tekanan darah ini tidak turun walaupun ibu
hamil sudah dirawat dan menjalani tirah baring
2. Proteinuria lebih dari 5 gram atau kualitatif +4 (++++)
3. Oliguria, jumlah produksi urine kurang dari 500 cc dalam 24 jam yang
disertai dengan kadar kreatinin darah
4. adanya keluhan subjektif
- ( gangguan visus); mata berkunang-kunangn
- gangguan serebral (pusing)
- Nyeri epigastrium kuadran kanan atas abdomen
- Hiper refleks
- Adanya sindrom HELLP (Hemolysis, Elevated Liver enzyme, low Platelet
count)
- Sianosis.
Diagnosis
1. Umur kehamilan 20 minggu atau lebih.
2. Didapatkan satu atau lebih gejala-gejala preeklampsia berat
Diagnosis banding
1. Hypertensi Keronik dalam kehamilan
2. 2. Kehamilan dengan sindrom nefrotik
3. Kehamilan dengan payah jantung.

19
Penatalaksanaan
Perawatan konservatif
1. Bila umur kehamilan kurang dari 37 minggu tanpa adanya keluhan
subyektif dengan keadaan janin baik.
2. Pengobatan dilakukan kamar bersalin (selama 24 jam)
 Tirah baring
 Infus ringer laktat yang mengandung 5% dextrose, 60-125 cc/jam.
 Pemberian MgSO4
- Dosis awal MgSO4 40%,10 i.m, dilanjutkan dengan MgSO4 40%,
5 gr i.m. tiap 6 jam s/d 24 jam.
- Dosis pemeliharaan:MgSo4 40%, 5 gr tiap 6 jam sampai 24 jam
- Ingat harus selalu tersedia Ca Glukonas 10 % sebagai antidotum
- Diberikan antihipertensi.
- Dilakukan pemeriksaan laboratorium tertentu (fungsi hati dan
ginjal) dan jumlah produksi urine 24 jam.

EKLAMSIA
Eklamsi dalam bahasa Yunani berarti ”halilintar”, karena kejang-kejang
timbul tiba-tiba seperti petir.
Pada ibu penderita pre-eklamsia berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh
koma. Menurut saat timbulnya dibagi dalam (1) elamsi gravidarum (50%); (2)
eklamsi parturien (40%) eklamsi puerperium (10%).
Angka kejadian eklamsi bervariasi di berbagai negara. Makin maju suatu
negara, tambah tinggi kesaran masyarakatnya terhadap pentingnya arti antenatal
care, tambah rendah angka kejadian eklamsinya.
Frekuensi di negara-negara maju 0,05 – 0,1%
Frekuensi di negara-negara berkembang 0,3 – 0,7%
Malaysia (1953-1965) – kasus di rumah sakit:
Frekuensi di rumah sakit 1:320
Frekuensi seluruhnya 1:700

20
Gejala-Gejala eklamsia
Biasanya didahului oleh gejala dan tanda per-ekelamsi berat. serangan
eklamsi dibagi dalam 4 tingkat:
1) Stadium invasi (awal atau aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar,
kepala dipalingkan ke kanan atau ke kiri.
Stadium ini berlangsung kira-kira 30 detik.
2) Stadium kejang tonik.
Seluruh otot badan jadi baku, wajah kaku, tangan mengenggam dan kaki
membengkok ke dalam, pernfasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah
dapat tergigit.
3) Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam waktu yang cepat. Mulut terbuka
dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat tergigit. Mata melotot, muka
kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang
klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur.
4) Stadium Koma
Lamanya ketidaksadaran (koma) ini berlangsung selama beberapa menit sampai
berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya
ibu tetap dalam keadaan koma.
selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40oC.
Komposisi
 Lidah tergigit
 Terjadi perlukan dan fraktur
 Gangguan pernafasan
 Perdarahan, otak
 Solutio plasenta
 Merangsang persalinan

21
Prognosis
morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi tinggi.
Kematian maternal
Di negara-negara maju kematian maternal lebih rendah, yaitu sekitar 3-15%.
Di negara-negara bekembang angka ini lebih tinggi yaitu sekitar 9,8 – 25,5%
(Hardjito dan Marthoesodo, 1970).
Kematian Perinatal (Bayi)
Kematian perinatal di negara maju lebih rendah dibanding dengan negara-
negara berkembang. Di negara berkembang dilaporkan berkisar antara 42,2% - 50%.
Sebab kematian bayi terutama adalah hiposia intrauterin dan prematuritas.
Kriteria Eden
Adalah kriteria untuk menentukan progosis eklamsi, yang terdiri dari:
1) Koma yang lama (prolonged coma)
2) Frekuensi nadi diatas 120 kali per menit
3) Suhu 103o F atau 39,4 oC atau lebih
4) Tekanan darah lebih dari 200 mmHg
5) Konvulsi lebih dari 10 kali
6) Proteinuria 10 gr atau lebih
7) Tidak ada edema, edema menghilang.
Bila tidak ada atau hanya satu kriteria di atas maka eklamsi tergolong ringan;
bila dijumpai 2 atau lebih tergolong berat dan prognosis akan lebih jelek. Tingginya
kematian ibu dan bayi di negara-negara berkembang disebabkan oleh karena kurang
sempurnanya pengawasan antenatal dan natal; penderita eklamsi sering datang
terlambat sehingga terlambat memperoleh pengobatan yang tepat dan cepat. biasanya
pre-eklamsia dan eklamsi murni, tidak menyebabkan hipertensi menahun.
Pencegahan
Mencegah timbulnya eklamsi jauh lebih penting dari mengbatinya, karena
sekali ibu mendapat serangan, maka prognosa akan jauh lebih buruk. Pada umumnya
eklamsi dapat dicegah atau frekunsinya dapat diturunkan. Upaya-upaya untuk
menurunkannya adalah dengan:

22
 Memberikan informasi dan edukasi kepada masyarakat, bahwa eklamsi bukanlah
penyakit kemasukan (magis), seperti banyak disangka oleh masyarakt awam.
 Meningkat jumlah poliklinik (balai) pemeriksaan ibu hamil serta mengusahakan
agar semua ibu hamil memeriksa kehamilannya sejak hamil muda.
 Pelayanan kebidanan yang bermutu, yaitu pada tiap-tiap pemeriksaan kehamilan
diamati tanda-tanda per-eklamsi dan mengobatinya sedini mungkin.
 Mengakhiri kehamilan sedapat-sedapatnya pada kehamilan 37 minggu ke atas,
apabila setelah dirawat inap tanda-tanda tidak menghilang.
D. Seksio Sesarea
1. Definisi Seksio Sesarea
Istilah bedah caesar (sectio caesarea) berasal dari perkataan Latin
caedere yang artinya memotong. Pengertian ini awalnya dijumpai dalam
Roman Law (Lex Regia) dan Emperor's Law (Lex Caesarea) yaitu undang-
undang yang menghendaki supaya janin dalam kandungan ibu-ibu yang
meninggal harus dikeluarkan dari dalam rahim.
Seksio sesarea merupakan suatu pembedahan untuk melahirkan janin
melalui insisi pada dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus
(histerotomi).Definisi ini tidak termasuk pengangkatan janin dari kavum
abdomen pada kasus rupture uteri atau kehamilan abdominal (Hacker, 2011).
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah kematian ibu dan bayi karena
kemungkinan-kemungkinan komplikasi yang dapat timbul bila persalinan
tersebut berlangsung pervaginam (Sari, 2014)
Ada beberapa definisi tentang section cesaria. Menurut Rustam
Mochtar, Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan
pada dinding uterus melalui dinding depan perut.
Sedangkan menurutSarwono Sectio caesaria adalah suatu persalinan
buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut
dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin
di atas 500 gram.

23
Sectio caesaria adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin
dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir
dengan keadaan utuh dan sehat. (Harnawatiaj, 2015)
Sectio caesaria adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan
janin dengan membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus
(histerektomi).
Seksio Sesaria adalah kelahiran janin melalui insisi transabdomen
pada uterus. Istilah ini kemungkinan besar berasal dari kata Latin Caedo, yang
berarti “memotong”. Baik direncanakan (dijadwalkan) atau tidak (darurat).
Tujuan dasar kelahiran sesaria adalah memelihara kehidupan atau kesehatan
ibu dan janinnya. Penggunaan cara sesaria didasarkan pada bukti adanya stres
maternal atau fetal. Morbiditas dan mortalitas maternal dan fetal menurun
sejak adanya metode pembedahan dan perawatan modern. Namun, kelahiran
sesaria ini masih mengancam kesehatan ibu dan bayi
2. Klasifikasi Seksio Sesarea
Ada beberapa jenis seksio sesarea, yaitu:
a. Seksio sesarea transperitoneal profunda merupakan suatu pembedahan
dengan melakukan insisi pada segmen bawah uterus. Hampir 99% dari
seluruh kasus seksio sesarea dalam praktek kedokteran dilakukan dengan
menggunakan teknik ini, karena memiliki beberapa keunggulan seperti
kesembuhan lebih baik, perdarahan luka insisi tidak seberapa banyak,
bahaya peritonitis tidak besar, dan tidak banyak menimbulkan perlekatan.
Adapun kerugiannya adalah terdapat kesulitan dalam mengeluarkan janin
sehingga memungkinkan terjadinya perluasan luka insisi dan dapat
menimbulkan perdarahan.
b. Seksio sesarea klasik, yaitu insisi pada segmen atas uterus atau korpus
uteri. Pembedahan ini dilakukan bila segmen bawah rahim tidak dapat
dicapai dengan aman (misalnya karena perlekatan yang erat pada vesika
urinaria akibat pembedahan sebelumnya atau terdapat mioma pada

24
segmen bawah uterus atau karsinoma serviks invasif), bayi besar dengan
kelainan letak terutama jika selaput ketuban sudah pecah (Charles, 2005).
Teknik ini juga memiliki beberapa kerugian yaitu, kesembuhan luka insisi
relatif sulit, kemungkinan terjadinya ruptur uteri pada kehamilan
berikutnya dan kemungkinan terjadinya perlekatan dengan dinding
abdomen lebih besar (Manuaba, 1999). Insisi di segmen bawah uterus
mengandung bahaya perdarahan banyakberhubung dengan letaknya
plasenta pada plasenta previa (Prawirohardjo, 2013).
c. sasarea yang disertai histerektomi, yaitu pengangkatan uterus setelah
seksio sesarea karena atoni uteri yang tidak dapat diatasi dengan tindakan
lain, pada uterus miomatousus yang besar dan atau banyak, atau pada
ruptur uteri yang tidak dapat diatasi dengan jahitan (Cunningham dkk,
2013).
d. Seksio sesareavaginal, yaitu pembedahan melalui dinding vagina anterior
ke dalam rongga uterus. Jenis seksio ini tidak lagi digunakan dalam
praktek obstetri (Charles, 2012).
e. Seksio sesarea ekstraperitoneal, yaitu seksio yang dilakukan tanpa insisi
peritoneum dengan mendorong lipatan peritoneum ke atas dan kandung
kemih ke bawah atau ke garis tengah, kemudian uterus dibuka dengan
insisi di segmen bawah (Charles, 2012). Seksio sesarea ekstraperitoneal
dahulu dilakukan untuk mengurangi bahaya infeksi puerperal, akan tetapi
dengan kemajuan pengobatan terhadap infeksi, pembedahan ini sekarang
tidak banyak lagi dilakukan. Pembedahan tersebut sulit dalam tehniknya
dan seringkali terjadinya robekan peritoneum tidak dapat dihindarkan.
3. Insisi Dinding Abdomen
Ada dua macam bentuk insisi dinding abdomen yang lazim dilakukan pada
operasi seksio sesarea, yaitu (Manuaba, 2012):
a. Insisi menurutPfannenstiel
1. Insisi dilakukan di suprapubis, pada perbatasan rambut pubis sampai
mencapai fasia abdominalis.

25
2. Perdarahan dirawat dengan tindakan ligasi atau termokauter.
3. Fasia dipotong melintang dengan memisahkannya dari muskulus
abdominalis dan muskulus piramidalis.
4. Perdarahan arteri/vena epigastrika inferior rawat.
5. Tepi atas dan bawah fasia dapat diikatkan pada kulit abdomen.
6. Muskulus rektus dan piramidalis dipisahkan pada garis tengahnya
sehingga peritoneum terlihat.
7. Peritoneum dibuka dengan cara mengangkatnya menggunakan pinset
dan dipotong dengan pisau atau gunting. Insisi peritoneum diperlebar
sehingga uterus terlihat.
b. Insisi longitudinal (mid line)
1. Insisi dilakukan antara umbilikus sampai suprapubis.
2. Perdarahan dirawat dengan tindakan ligasi atau kauterisasi.
3. Fasia dibuka sepanjang insisi, kemudian dibebaskan dari otot dinding
abdomen.
4. Otot dinding abdomen dipisahkan ke samping sehingga peritoneum
terlihat.
5. Peritoneum dibuka, dipegang dengan Mikuliez.
6. Insisi peritoneum diperlebar ke atas dan ke bawah sehingga seluruh
uterus terlihat.
Dari kedua jenis insisi ini, komplikasi luka insisi yang ditimbulkan dengan
teknik longitudinal dua kali lebih sering dari pada teknik pfannenstiel.
4. Penutupan Luka Insisi
Penutupan luka insisi abdomen dimaksudkan untuk mempertemukan dan
mempertahankan posisi kedua permukaan luka tanpa mengganggu peredaran
darah setempat supaya luka dapat sembuh dengan sempurna.
Ada beberapa cara untuk menjahit kulit:
1. Cara jahit simpul tunggal, dibuat dengan jarak kira-kira 1 cm antar jahitan.
Keuntungan jahitan ini adalah apabila benang putus, hanya satu tempat
yang terbuka, dan bila terjadi infeksi luka, cukup dibuka jahitan ditempat

26
yang terinfeksi. Akan tetapi dibutuhkan waktu yang lebih lama dalam
melakukan teknik jahitan ini.
2. Cara jahitan jelujur, digunakan satu benang untuk seluruh panjang luka
sehingga pengerjaannya lebih cepat. Akan tetapi bila ada benang yang
putus maka seluruh panjang luka akan terbuka.
3. Jahitan matras vertikal, dilakukan dengan menjahit sedalam penampang
vertikal luka. Keuntungan cara ini adalah luka tertutup rapat sampai ke
dasar luka sehingga dapat dihindari terjadi rongga dalam luka.
4. Cara jahit subkutikuler, yaitu dengan melakukan jahitan jelujur pada
jaringan lemak tepat dibawah dermis. Hasil jahitan ini sangat rapi dan
sering tidak tampak.
5. Indikasi Seksio Sesarea
Dalam persalinan ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan
suatu persalinan, yaitu passage (jalan lahir), passenger (janin), power
(kekuatan ibu), psikologi ibu dan penolong. Apabila terdapat gangguan pada
salah satu factor tersebut akan mengakibatkan persalinan tidak berjalan
dengan lancar bahkan dapat menimbulkan komplikasi yang dapat
membahayakan ibu dan janin jika keadaan tersebut berlanjut (Manuaba,
2013).
Seksio sesarea dilakukan bila diyakini bahwa penundaan persalinan
yang lebih lama akan menimbulkan bahaya yang serius bagi janin, ibu, atau
bahkan keduanya, atau bila persalinan pervaginam tidak mungkin dapat
dilakukan dengan aman karena enam factor, yaitu :
1. Passenger ( isi kehamilan)
2. Passage ( Jalan lahir )
3. Power ( kekuatan )\
4. Psikologi
5. Penolong ( bidan )
6. Posisi

27
Faktor Ibu
a. Disproporsi kepala panggul/CPD//FPD
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin
menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit
lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm.
Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP
dianggap sempit bila konjunctiva vera kurang dari 10 cm atau diameter
transversal <12>6 minggu solusio plasenta, dan emboli air ketuban.
Retensio plasenta atau plasenta rest, gangguan pelepasan plasenta
menimbulakan perdarahan dari tempat implantasi palsenta
b. Disfungsi uterus
c. Distosia jaringan lunak
d. Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya berusia lebih dari 35
tahun memiliki resiko melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia
tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM,
dan preeklamsia.
e. Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi
bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila
didahului oleh keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah
terdapat manipulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi. Perlukaan operasi
yang menjadi jalan masuk bakteri.Terdapat retensio.
f. Trauma tindakan operasi persalinan
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga
menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan
sebagai berikut:
1. Perluasan luka episiotomy
2. Perlukaan pada vagian
3. Perlukaan pada serviks

28
4. Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
5. Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
6. Terjadi fistula dan ingkontinensia
Faktor Janin
a. Janin besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi
sulit keluar dari jalan lahir.Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada
ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda.
Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin
3000 gram sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan
lahir. Selain janin yang besar, berat janin kurang dari 2,5 kg, lahir
prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin terlambat , juga menjadi
pertimbangan dilakukan seksiocaesarea.
b. Gawat janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan
oksigen (hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya
mekonium dalam air ketuban.Normalnya, air ketuban pada bayi cukup
bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan
seksio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan
neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.
c. Letak lintang
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan
lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim,
plesenta previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan
ukuran janin.Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan
macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim.Bila dibiarkan terlalu
lama, mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan
kerusakan otak janin.

29
d. Letak Sungsang
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada
persalinan alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan
normal.Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar
kepala berhasil lewat jalan lahir.Pada keadaan ini persalinan pervaginam
kurang menguntungkan.Karena ; pertama, persalinan terlambat beberapa
menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu,
padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat.
Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena
penekanan, traksi ataupun kedua-duanya.Misalnya trauma otak, syaraf,
tulang belakang, tulang rangka dan viseral abdomen.
e. Bayi Abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan
genetik.
Faktor Jalan Lahir
1. Plasenta Previa
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian
dan atau seluruh jalan lahir. Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit
lebih dahulu dari janin. Hal ini menyebabkan janin kekurangan O2 dan
nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan SC,
dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta
sehingga serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
2. Solusio Placenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri
sebelum janin lahir.SC dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen
atau keracunan air ketuban pada janin.Terlepasnya plasenta ditandai
dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang
menumpuk di dalam rahim.

30
3. Plasenta accrete
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika
sisa plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat,
jika banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
4. Yasa previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila
dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
5. Kelainan tali pusat.
a. Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian
terbawah janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan
keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
b. Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali
pusat terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh
janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin
yang sudah waktunya dilahirkan.
Penyebab lilitan tali pusat
Adanya lilitan tali pusat di leher dalam kehamilan menurutnya,
pada umumnya tidak menimbulkan masalah. Namun dalam proses
persalinan dimana mulai timbul kontraksi rahim dan kepala janin mulai
turun dan memasuki rongga panggul, maka lilitan tali pusat menjadi
semakin erat dan menyebabkan penekanan atau kompresi pada pembuluh-
pembuluh darah tali pusat. Akibatnya, suplai darah yang mengandung
oksigen dan zat makanan ke janin akan berkurang, yang mengakibatkan
janin menjadi sesak atau hipoksia.
Kemungkinan sebab lilitan tali pusat pada janin :
a) Usia kehamilan Kematian bayi pada trimester pertama atau kedua
sering disebabkan karena puntiran tali pusat secara berulang-ulang ke
satu arah. Ini mengakibatkan arus darah dari ibu ke janin melalui tali

31
pusat tersumbat total. Karena dalam usia kehamilan tersebut umumnya
bayi masih bergerak dengan bebas. Hal tersebut menyebabkan
kompresi tali pusat sehingga janin mengalami kekurangan oksigen.
b) Polihidramnion kemungkinan bayi terlilit tali pusat semakin
meningkat.
c) Panjangnya tali pusat dapat menyebabkan bayi terlilit. Panjang tali
pusat bayi rata-rata 50 sampai 60 cm. Namun, tiap bayi mempunyai
panjang tali pusat berbeda-beda. Panjang pendeknya tali pusat tidak
berpengaruh terhadap kesehatan bayi, selama sirkulasi darah dari ibu
ke janin melalui tali pusat tidak terhambat.
6. Kontraindikasi Seksio Sesarea
Pada prinsipnya seksio sesarea dilakukan untuk kepentingan ibu dan janin
sehingga dalam praktik obstetri tidak terdapat kontraindikasi pada seksio
sesarea.Dalam hal ini adanya gangguan mekanisme pembekuan darah ibu,
persalinan pervaginam lebih dianjurkan karena insisi yang ditimbulkan dapat
seminimal mungkin (Cunningham dkk, 2012).
7. Faktor Resiko Bedah Caesar
1. Resiko Maternal
Studi yang dipublikasikan 13 Februari 2011 oleh Canadian
Medical Association Journal menemukan bahwa wanita dengan caesar
terencana mempunyai rata-rata morbiditas yang parah sebesar 27,3 per
1000 persalinan dibandingkan dengan persalinan pervaginam yang sebesar
9 per 1000 persalinan. Kelompok dengan caesar terencana lebih beresiko
tinggi terhadap gagal jantung, hematoma, hysterectomy, infeksi puerperal
mayor, komplikasi akibat anestesi, tromboemboli vena, dan perdarahan
yang membutuhkan hysterectomy. Studi yang dipublikasikan pada
Februari 2012 dalam Obstetric and Gynecology Journal menunjukkan
bahwa wanita dengan bedah caesar lebih memungkinkan untuk
bermasalah pada persalinan setelahnya. Resiko maternal ini meliputi:

32
a) Infeksi: infeksi dapat terjadi pada lokasi insisi, dalam uterus, pada
organ lain dalam pelvis seperti kandung kemih.
b) Perdarahan: ibu kehilangan lebih banyak darah pada bedah caesar
daripada pad persalinan pervaginam. Hal ini dapat mengarah pada
anemia atau tranfusi darah.
c) Luka pada organ: adanya kemungkinan luka pada organ seperti bowel
atau kandung kemih.
d) Adhesions: jaringan parut dapat terbentuk dalam area pelvis dan
menyebabkan blokade dan nyeri. Hal ini juga dapat mengarah ke
komplikasi pada kehamilan selanjutnya seperti placenta previa atau
abruptio placenta.
e) Waktu pemulihan yang lebih lama: waktu pemulihan pasca bedah
caesar dapat mencapai beberapa minggu hingga beberapa bulan,
hingga berdampak pada bonding time ibu dengan bayi.
f) Reaksi terhadap obat: dapat terjadi reaksi negatif pada anestesi yang
diberikan selama bedah caesar atau reaksi pada obat antinyeri yang
diberikan pascaprosedur.
g) Resiko pembedahan tambahan: seperti hysterectomy, kandung kemih,
atau bedah caesar selanjutnya.
h) Maternal mortalitas: pada bedah caesar, angka ini lebih besar
dibandingkan pada persalinan pervaginam.
i) Reaksi emotional: wanita yang melahirkan secara caesar dilaporkan
merasa pengalaman melahirkan yang negatif dan mungkin mengalami
kendala bonding dengan bayinya.
2. Resiko Fetal
Bedah caesar berpengaruh terhadap peningkatan angka kelahiran
bayi pada usia kehamilan antara 34-36 minggu usia kehamilan (late
preterm). Bayi yang dilahirkan pada usia kehamilan itu sudah bisa
dianggap sehat, tapi bayi lebih beresiko mempunyai masalah kesehatan
daripada bayi yang dilahirkan beberapa minggu sesudahnya (full term).

33
Paru-paru dan otak bayi matur pada akhir kehamilan.
Dibandingkan dengan bayi yang dilahirkan full term, kelahiran bayi late
preterm beresiko mengalami masalah antara lain:
a) Pemberian makan
b) Pengaturan temperatur tubuh
c) Jaundice
d) Anestesi. Beberapa bayi dapat terpengaruh oleh anestesi yang
diberikan kepada ibu selama proses operasi. Obat ini dapat
mematirasakan ibu tapi juga dapat membuat bayi tidak aktif.
e) Masalah pernafasan. Walaupun bayi lahir full term, bayi yang lahir
melalui bedah caesar lebih beresiko daripada bayi yang lahir
pervaginam. jika dilahirkan secara caesar, bayi lebih cenderung
mempunyai masalah pernafasan dan kendala respiratorik. Beberapa
studi menyebutkan peningkatan kebutuhan bantuan pada pernafasan
dan perawatan segera dibandingkan pada bayi yang dilahirkan
pervaginam.
f) Kelahiran prematur: jika usia kehamilan tidak dihitung dengan tepat,
bayi yang dilahirkan melalui bedah caesar bisa saja masih prematur
dan mempunyai BB baru lahir yang rendah.
g) Nilai APGAR rendah: hal ini bisa diakibatkan oleh anestesi, fetal
distress sebelum persalinan atau kurangnya stimulasi selama
persalinan (persalinan pervaginam memberikan stimulasi alami ketika
bayi berada dalam jalan lahir). 50% bayi yang lahir melalui bedah
caesar cenderung mempunyai nilai APGAR yang lebih rendah
daripada bayi yang lahir pervaginam.
h) Fetal injury: sangat jarang terjadi, bayi dapat terluka selama insisi
dibuat.
8. Komplikasi Pasca Seksio Sesarea
Faktor-faktor yang mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
pembedahan adalah keadaan yang menjadi indikasi untuk melakukan

34
pembedahan dan komplikasi yang terjadi pada seksio sesarea (Boggs, 2012).
Morbiditas maternal pada seksio sesarea jauh lebih besar jika dibandingkan
dengan persalinan pervaginam Ancaman utama bagi wanita yang menjalani
seksio sesarea berasal dari tindakan anestesi, keadaan sepsis yang berat,
serangan tromboemboli, perdarahan dan perlukaan pada traktus urinarius
9. PerawatanPra, Intra Dan Postoperatif Pada Secsio Secarea
Perawatan Praoperatif
1. Persiapan kamar bedah
Periksa dan pastikan bahwa:
a. Kamar bedah telah bersih, selalu harus dibersihkan segera setelah
dipakai
b. Peralatan dan kain laken telah ada, termasuk obat-obatan dan
oksigen
c. Alat resusitasi ada dan berfungsi
d. Baju cukup tersedia untuk tim operasi
e. Kain cukup
f. Kasa, sarung tangan dan instrument cukup
2. Persiapan pasien
a. Jelaskan kepada pasien prosedur operasi, namun bila tak sadar
jelaskan kepada keluarganya
b. Isi formulir ijin operasi (informed consent)
c. Berilah dukungan moril agar pasien tidak takut menghadapi
pembedahan
d. Area operasi dipersiapkan dengan tindakan antiseptic. Kulit
abdomen dibersihkan dengan bilasan air dan sabun untuk
membersihkan lemak dan kotoran, termasuk umbilicus. Rambut
hanya digunting bila mengganggu area operasi. Jadi tidak perlu
mencukur semua rambut pubis atau vulva
e. Bila terdapat infeksi intrapartum dan ketuban pecah lama, vagina
dibersihkan dengan cairan betadine

35
f. Demikian pula komplikasi ibu dan kondisi janin merupakan
pertimbangan jenis operasi dan pemberian cairan
g. Pemeriksaan rutin terhadap pemeriksaan fisik dan khusus dilakukan
untuk merencanakan secara cermat jenis anastesi, lama pembedahan,
kesulitan/komplikasi dan teknik pembedahan
h. Pembedah harus memeriksa sendiriserta menuliskan rencana
pembedahan pada rekam medik
i. Pemeriksaan fisik umum meliputi: keadaan umum (kesadaran dan
gizi), paru, jantung, abdomen (hati dan limpa) dan anggota gerak.
Catat juga tensi, nadi, nafas dan suhu. Pada pemeriksaan obstetric
tentukan keadaan janin (letak, besar, tunggal/gamelli)
j. Perlu diketahui jenis operasi yang pernah dijalani, termasuk
kesulitan/komplikasi (untuk meramalkan perlekatan dan kelainan
organ, misalnya kanker)
k. Dari anamnesa perlu diketahui penyakit yang pernah diderita:
1. Paru: asthma, TBC
2. Jantung: iskemia
3. Hati: hepatitis
4. Kelainan pembekuan darah/ penggunaan obat dan trombosis
5. Diabetes mellitus
6. Alergi terhadap obat
l. Laboratorium
1. Ambillah sample darah untuk pemeriksaan laboratorium rutin
ialah Hb, Ht, lekosit (hitung jenis), trombosit, golongan darah.
Pada pembedahan berencana juga diambil darah untuk kadar
gula puasa dan postprandial
2. Kemudian ambil contoh urin untuk pemeriksaan rutin
m. Pemeriksaan khusus ditujukan pada kondisi:
1. Usia > 40 tahun : ECG
2. Kelainan paru: foto thorak

36
3. Kelainan ginjal/ureter/desakan tumor: ureum, kreatinin, CCT
4. Kelainan hepar: SGOT, SGPT, LDH
5. Kelainan darah: PT, APTT, D-dimer
n. pemeriksaan penunjang USG dilakukan atas keperluan penentuan
lokasi patologi misalnya: letak plasenta untuk menentukan jenis
insisi uterus. Idealnya pasien harus puasa 6 jam pra operatif
Pembedahan akut
a. Dianjurkan untuk melakukan anastesi regional: spinal atau epidural.
Pada keadaan mendesak anastesi local dapt dipertimbangkan,
misalnya pada keadaan gawat ibu (oedema paru, gagal ginjal) dan
gawat janin.
b. Sebaiknya diberikan antacid (Na sitrat 0,3 % - 30 ml atau
magnesium trisilikat 300 mg)
10. 21 Penapisan Untuk Segera Merujuk Ke RS
1. Riwayat bedah sesar
2. Perdarahan pervaginam selain dari lender bercampur darah (blood
show)
3. Kehamilan kurang bulan (37)
4. Ketuban pecah dengan mekonium yang kental
5. Ketuban pecah bercampur dengan mekonium disertai dengan tanda-
tanda gawat janin
6. Ketuban pecah >24 jam
7. Ketuban pecah dengan kehamilan dengan <37 minggu
8. Tanda-tanda atau gejala-gejala:
a. suhu tubuh 38ᵒC
b. menggigil
c. nyeri abdomen
d. cairan ketuban yang berbau
9. ikterus
10. anemia berat

37
11. tekanan darah >160/110 mmHg (PEB)
12. TFU >40cm
a. Makrosomia
b. Kehamilan kembar
c. Polihidramion
13. Gawat janin dengan DJJ <100 atau >180x/menit
14. Primipara pada persalinan fase aktif dengan palpasi kepala janin
masih 5/5 bagian
15. Persentasi bukan belakang kepala (sungsang,lintang, dsb)
16. Tali pusat menumbung
17. Persentasi ganda (majemuk)
18. Tanda dan gejala syok
19. Tanda dan gejala partus lama
20. Tanda dan gejala persalinan dan fase laten yang memanjang (fase
laten >8jam, kontraksi teratur >2x dalam 10 menit) partograf
mengarah garis waspada
a. Pembukaan serviks <1cm per jam kontraksi kurang dari 2x dalam
10 menit
21. Penyakit kronis : kencing manis, jantung, asma berat, TBC, kesulitan
bernafas.
E. Pendokumentasian SOAP
Pendokumentasian asuhan kebidanan menggunakan pendekatan SOAP.
Catatan SOAP terdiri atas empat langkah yang disarikan dari proses
pemikiran, penatalaksanaan kebidanan dan dipakai untuk mendokumentasian
asuhan kebidanan dalam rekam medis klien sebagai catatan kemajuan.
S : Subyektif
Informasi data yang diperoleh dari hasil auta anamnesa/allo anamnesa
O : Obyektif
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan (inspeksi, palpasi, auskultasi
dan perkusi) oleh bidan serta hasil pemeriksaan laboratorium

38
A : Analisa/Assesment
Kesimpulan yang dibuat berdasarkan data subyektif dan obyektif tersebut
P : Penatalaksanaan/ Planing
Penatalaksanaan terdiri atas : Perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
sesuai dengan analisa yang telah dibuat.
( Sumber : Panduan Asuhan antenatal untuk mahasiswa, Kerjasama
World Health Organization dan Pusat Pendidikan Dan Pelatihan Tenaga
Kesehatan 2011 )

39
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY ”I” DENGAN SECTIO CAESAREA


ATAS INDIKASI PREEKLAMPSIA BERAT DI RUANG BERSALIN
RSAD WIRA BHAKTITANGGAL 29 JUNI s/d 02 JULI 2019

I. PENGKAJIAN DATA
A. SUBYEKTIF
Hari/Tanggal : sabtu, 29 juni 2019
Waktu : Pukul 21.00 Wita
Tempat : Ruang Bersalin RSAD wira bhakti
1. Biodata
Identitas Istri Suami
Nama Ny. “I” Tn. “A”
Umur 35 tahun 50 tahun
Agama Islam Islam
Suku Sasak Sasak
Pendidikan SD Tidak sekolah
Pekerjaan Pedagang Buruh
Dusun nipah, desa malaka, kec.peminang,
Alamat
Lombok utara

2. Keluhan utama
Ibu hamil 9 bulan datang kiriman dari dr. KASPAN spoG dengan
preeklampsia berat, gerakan janin masih aktif dirasakan.
3. Riwayat keluhan utama.
Ibu mengatakan sakit pinggang menjalar ke perut bagian bawah sejak tanggal
29 juni 2019 pukul 16.30 Wita, pengeluaran lendir bercampur darah sejak
tanggal 29 juni 2019 pukul 15.30 wita, pengeluaran air ketuban belum ada,

40
mules dan pusing sejak tanggal 29 juni 2019 pukul 11.00 wita, pergerakan
janin masih dirasakan. Ibu dibawa oleh suami dan keluarga karena ibu merasa
sakit pinggang menjalar ke perut.

4. Riwayat menstruasi
a) Menarche : ± 12 tahun
b) Siklus : 28 hari
c) Lama : ± 5 hari
d) Jumlah : 2-3 kali ganti pembalut/hari
e) Fluor Albus : Tidak ada
f) Dismenorea : Tidak ada
g) Kelainan lain : Tidak ada
5. Riwayat kehamilan sekarang
a) Hamil ke : 3 ( ketiga ), dan tidak pernah keguguran
b) HPHT : 05-09-2018
c) Usia kehamilan : 9 bulan
d) Pergerakan janin : Dirasakan sejak umur kehamilan ± 4 bulan, dan
sampai sekarang masih aktif dirasakan (>10x/12 jam).
e) Tanda bahaya/penyulit : tidak ada
f) Obat-obat yang dikonsumsi (termasuk jamu) : Ibu mengatakan hanya
mengkonsumsi obat-obatan yang diberikan oleh bidan yaitu tablet tambah
darah dan vitamin.
g) ANC : 7x di puskesmas
h) Imunisasi TT : 2x (lengkap)
i) Kekhawatiran-kekhawatiran khusus : Tidak ada

41
6. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu
Riwayat BBL Usia
Hamil Tempat Penolong Jenis JK Ket
UK penyulit (gram) Sekarang
ke Persalinan Persalinan persalinan
H B N
1. 9 bln puskesmas Bidan Spontan 2.400 ♂ 14 tahun Hidup
- - -
gram
2. 9 bln Puskesmas Bidan Spontan 2.500 ♀ 7 tahun Hidup
- - -
gram
ini - - - - - - - - - - -

7. Riwayat penyakit yang pernah diderita dulu dan atau sekarang


a) Penyakit Kardiovaskuler : Tidak ada
b) Hipertensi : ada
c) Penyakit diabetes : Tidak ada
d) Penyakit malaria : Tidak ada
e) Penyakit kelamin, HIV/AIDS : Belum diperiksa
f) Penyakit ginjal : Belum diperiksa
g) Penyakit astma : Tidak ada
h) Anemia berat : Tidak ada
i) Penyakit campak : Tidak ada
j) Penyakit hepatitis : Belum diperiksa
k) Penyakit TBC : Tidak ada
l) Gangguan mental : Tidak ada
m) Riwayat hamil kembar : Tidak ada
n) Penyakit lainnya : Tidak ada
8. Riwayat biopsikososial ekonomi
a) Status perkawinan : Nikah 1 kali selama ± 22 tahun.
b) Jumlah anggota keluarga 4orang
c) Respon ibu dan keluarga dengan kehamilan ini :
Ibu dan keluarga merasa senang dengan kehamilan ini
d) Dukungan suami dan keluarga dengan kehamilan ini :

42
Suami dan keluarga sangat memberi dukungan seperti membantu
mengerjakan pekerjaan rumah.
e) Riwayat KB : suntik
f) Rencana KB : Belum direncanakan
g) Pengambilan keputusan dalam keluarga : Suami
h) Nutrisi
 Makan terakhir : Tanggal 29-06-2019 pukul 20.00 Wita
 Porsi : ± 1 piring
 Komposisi : Nasi, lauk, sayur
 Masalah : Tidak ada
i) Eliminasi
 BAB terakhir : Tanggal 29-06-2019 pukul 14..00 Wita
 BAK terakhir : Tanggal 29-06-2039 pukul 20.50 Wita
 Masalah : Tidak ada
j) Istirahat& tidur :
 Istirahat terakhir : Tanggal 29-06-2019 pukul 11.00 Wita
 Lama : 1 jam
 Masalah : Tidak ada
k) Beban kerja/aktivitas sehari-hari : Ibu mengatakan mengerjakan pekerjaan
rumah tangga seperti memasak, mencuci, dan membersihkan rumah.
l) Kebiasaan hidup sehat : Ibu mengatakan tidak merokok, minum-minuman
keras dan mengkonsumsi obat-obat terlarang, suami tidak merokok.

B. DATA OBYEKTIF (O)


1. Pemeriksaan umum
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Composmentis
c. Keadaan emosi : Stabil
d. Berat badan sebelum hamil : 45 kg

43
e. Berat badan sekarang : 62 kg
f. Tinggi badan (TB) : 151 cm
g. Lingkar lengan atas (Lila) : 24 cm
h. HTP : 12-06-2019
2. Tanda-tanda vital
a. Tekanan darah (TD) : 130/100 mmHg
b. Nadi (N) : 84 x/mnt
c. Suhu (S) : 37,2 ºC
d. Respirasi (R) : 24 x/mnt
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala: bersih, warna rambut hitam dengan distribusi merata, tidak ada
lesi/benjolan, tidak ada rambut rontok.
b. Wajah : tidak pucat,tidak ada cloasma gravidarum, tidak ada oedema.
c. Mata : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterus.
d. Mulut : bibir tidak pucat, mulut dan gigi cukup bersih, terdapat gigi
berlubang, tidak pucat pada gusi.
e. Leher : tidakada pembesaran kelenjar tyroid dan limfe, dan tidak ada
bendungan vena jugularis.
f. Payudara: bentuk simetris, puting susu menonjol, hyperpigmentasi areola,
tidak ada retraksi/dimpling, tidak ada benjolan/massa, tidak ada nyeri
tekan, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, pengeluaran kolostrum (+/+).
g. Abdomen:
1) Inspeksi : tidak ada luka bekas operasi, pembesaran abdomen sesuai
umur kehamilan, terdapat linea nigra dan terdapat striae albican,
kandung kemih kosong.
2) Palpasi :
o Leopold I : TFU 27 cm, teraba bokong pada fundus.
o Leopold II : Punggung kanan.
o Leopold III : Presentasi kepala, kepala sudah masuk PAP.
o Leopold IV : Kepala sudah masuk PAP 2/5 bagian

44
PBBJ : (27-11x155 =2.480gram)
His (2x10 ”10”), intensitas sedang
3.) Auskultasi : DJJ (+), irama teratur 11-12-12, frek. 140x/menit.
h. Ekstremitas
1) Ekstremitas atas :
Inspeksi: kuku tidak pucat, oedema(-)/(-)
2) Ekstremitas bawah :
Inspeksi :kuku tidak pucat, oedema(-)/(-) , tidak ada varises,
Perkusi : refleks patela : (+)/(+).
i. Genitalia :
palpasi :Tidak terdapat oedema, tidak ada varises, dan terdapat blood
slym.
Pemeriksaan dalam tanggal 29-06-2019 pukul 21.05 Wita
VT ØTidak ada bukaan
4. Pemeriksaan Penunjang (Tanggal 29-06-2019)

HB : 11.9 gr/dL
Golongan darah :A
Protein Urine : (+2)
trombosit : 227
CT : 2 detik
leukosit : 9,7
HbSAg : Non reaktif
BT : 4 detik
C. DIAGNOSA
G3P2A0H2 usia kehamilan 42-43 minggu, tunggal, hidup, intra
uterin,presentasi kepala, keadaan umum ibu dan janin baik, kesan panggul
normal dengan PEB.

45
D. PENATALAKSANAAN
Hari/Tanggal : sabtu, 29-06-2019
Waktu Pengkajian : Pukul 21.25 Wita
1. Menjelaskan pada ibu hasil pemeriksaan bahwa keadaan ibu baik, TD
130/100 mmHg, tidak ada pembukaan, TFU 27 cm, denyut jantung normal,
perkiraan berat janin 2.480 gram, protein urine +2 dan ibu mengalami
preeklamsia berat, ibu sudah mengerti dengan penjelasan yang di berikan
2. Inform consent dengan ibu dan keluarga, untuk persetujuan hasil konsultasi
dokter. Ibu dan keluarga sudah di inform consent
3. Melakukan kolaborasi dengan dokter KASPAN spoG untuk tindakan
selanjutnya.
advice dokter :
 Sectio caesarea
 Observasi kesejahteraan ibu dan janin
 Berikan MgSo4 sesuai protap
 Siapkan SC pukul 08.00 wita
4. Melakukan advice dokter:
1. Melakukan injeksi MgSo4
Caranya:
a. Injeksi MgSo4 4 gram/IV bolus:
 Masukan MgSo4 40%, 5 cc ke dalam spuit 10 cc
 Tambahkan aquadest 5 cc
 Berikan secara IV selama 5-10 menit
 Dilakukan sebanyak 2 kali
b. Dosis pemeliharaan MgSo4 40% 6 gram melalui infuse:
 Siapkan infuse RL 500 cc
 Masukan MgSo4 40% , 15 cc kedalam larutan infuse tersebut
 Atur tetesan 28 tetes/menit

46
2.Tabel observasi kesejahteraan ibu dan janin:

Tgl/ His DJJ TTV Pengelua Keluhan Keteran


Jam Frek Lama Inten +/- Frek TD N S ran gan
(Wita) mmHg pervagin
am
29/06/2019 2× 10 10 + 140× 130/100 84 37,2 Bloodsly Sakit VT Ø
21.05 m pinggang belum
menjalar ada
keperut bukaan,
bagian eff belum
bawah ada
penipisan
, ket (+),
preskep,
denomin
ator
belum
jelas,
kepala ↓
HI, ttb
kecil
janin /
TP

3.Persiapan SC :
a. Mengganti baju pasien dengan baju operasi, Baju pasien sudah di
ganti dengan baju operasi. Pasien sudah memakai baju operasi
b. Pemasangan infus RL pada pukul 07.00 Wita. Infus sudah terpasang
c. Melakukan skin test ceftriaxone 0,1 IU/Intracutan hasil (-), skin test
sudah di lakukan
Injeksi ceftriaxone 2 gr /IV .injekasi ceftriaxone sudah di lakukan
d. Mencukur bulu pubis pasien, Bulu pubis pasien sudah di cukur
e. Pukul 08.00 wita, os masuk ruang OK

47
f. Pukul 08.25 wita, bayi lahir langsung menangis, jk (p), BB 2.900
gram, PB 49 cm, LIKA 32 cm, LIDA 33 cm, LILA 10 cm, anus (+),
kelainan (-), A/S (7/9), pada pukul 10.30 wita lanjut pemberian Neo
k 0,5 pada bayi
g. Pukul 10.25 wita, os keluar ruang OK, sadar,terpasang infus
RL+Drip oxitosin 20 Tpm, dan terpasang DC, TD: 110/80 MmHg,
suhu: 36,5 c, Nadi: 82x/menit, Respirasi: 22x/menit.
5. Instruksi post op
a. Observasi TTV, TFU, kontraksi, kandung kemih, perdarahan
b. Infus RL+Drip oxitosin 2 ampul dalam 500 cc RL 20 Tpm 12
jam post op
c. Injeksi ceftriaxone 1x1 gram/iv pukul 22.30 wita
d. Injeksi ketorolac 3x1 ampul
e. Cek HB 6 jam post op
6. Tabel observasi 2 jam post op:

Jam Waktu TD Nadi Suhu Kandung Perdar


ke (wita) (mmHg) (x/mnt) (ºC) TFU CUT kemih ahan
(cc)
10.45 110/80 81 36,6 ºC 2 jari bawah pusat Baik Kosong ±15cc
11.00 110/80 81 2 jari bawah pusat Baik Kosong ± 10cc
I
11.15 120/80 81 2 jari bawah pusat Baik Kosong ± 10cc
11.30 120/80 80 2 jari bawah pusat Baik kosong ± 5cc
12.00 120/80 80 36,8 ºC 2 jari bawah pusat Baik kosong ± 5cc
II
12.30 120/80 80 2 jari bawah pusat Baik kosong ± 5cc

48
DOKUMENTASI NIFAS HARI PERTAMA
Hari/Tanggal :Minggu 30 juni 2019
pukul :17.00 Wita
tempat :Ruang Nifas ( Hesti 12)
Subyektif
1. Ibu mengatakan sudah makan dan minum
2. Ibu mengatakan sudah mulai bisa miring kiri miring kanan
3. Ibu mengatakan sudah kentut/ flatus (+)
4. Ibu mengatakan sudah menyusui bayi
5. Ibu mengatakan masih nyeri pada luka jahitan
6. Ibu mengatakan tidak bisa bergerak bebas karena masih tepasang infus
7. Ibu mengatakan tidak nyaman karena masih terpasang selang kencing (kateter)

K/U ibu baik, kesadaran composmentis, emosi stabil, TD: 110 / 80 mmHg, N: 80 x/
menit, S: 36,50 C, R: 24x / mnit, konjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterus,
kontraksi Uterus baik, TFU 2 jari di bawah pusat, perdarahan ± 20cc, Kasa/Perban
tidak basah, urien 300cc warna kuning infus terpasang dengan cairan RL (
analgesik+ oxytosin 20 Tpm)

Analisa
P3A0H3 post op SC hari pertama

Penatalaksanaan
Hari/Tanggal :Minggu, 30 juni 2019
pukul :17.00 Wita
tempat :Ruang Nifas ( Hesti 12)

1. Membertitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa TD 110/80mmHg, N 80x/Menit, Rr


20x/m S: 36,50, conjungtiva tidak pucat, sclera tidak ikterus, kontaksi uterus

49
baik, TFU 2 jari di bawah pusat,perdarahan 50cc, Urine 1000CC warna kuning
,currapor aman kasa tidak basah, ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan
2. Injeksi metronedazol 500gr/IV pada pukul 15.45 Wita dan Pukul 23.45 Wita
3. Anjurkan ibu untuk beristirahat ,istirahat siang minimal 1 jam dan malam hari
minimal 8 jam ,apabila bayinya tidur ibu juga harus ikut beristirahat. Anjurkan
ibu makan / minum, ibu sudah makan dan minum
4. Anjurkan ibu untuk mobilisasi, ibu sudah belajar miring kiri dan kanan, ibu
sudah melakukan mobilisasi dini
5. Menganjarkan ibu cara menyusui bayinya, minimal setiap 2 jam sekali atau
setiap bayi menginginkannya. Ibu sudah ,mengerti apa yang di ajarkan
6. Menganjurkan ibu untuk makan dan minum, memberi tahu ibu untuk makan
makanan yang bergizi, yang protein tinggi seperti telur dan ikan, tidak ada
pantangan makan apapun kecuali yang bersantan dan pedas yang berlebihan.

50
DOKUMENTASI NIFAS HARI KEDUA

Hari/Tanggal : Senin, 01 Juli2019


pukul :12.30 Wita
tempat :Ruang Nifas ( Hesti 12)

Subyektif
1. Ibu mengatakan sudah makan dan minum
2. Ibu mengatakan sudah mulai bisa duduk
3. Ibu mengatakan sudah menyusui bayinya
4. Ibu mengatakan masih merasa nyeri pada luka bekas operasi
5. Ibu mengatakan tidak nyaman karena masih terpasang selang kencing

Obyektif
Keadaan umum baik, kesadaran composmentis, emosi stabil, TD : 110/80 mmHg, N
: 80 x/menit, S : 36,5 C, R : 24 x/menit, konjungtiva tidak pucat dan sklera tidak
ikterus, TFU 2 jari ↓ pusat, kontraksi uterus baik, currapor aman kasa tidak basah,
perdarahan ± 30 cc, terpasang infus RL20 tpm.

Analisa
P3 A0 H3, post op SC hari kedua

Penatalaksanaan
Hari/Tanggal :Senin, 01 Juli2019
pukul :12.30 Wita
tempat :Ruang Nifas ( Hesti 12)
1. Menjelaskan pada ibu hasil pemeriksaan, TD : 110/80 mmHg, N : 80 x/menit, S
: 36,5 C, R : 24 x/menit, konjungtiva tidak pucat dan sklelara tidak ikterus, TFU
2 jari ↓ pusat, kontraksi uterus baik baik, urine 500 cc, perdarahan ± 30 cc,
Currapor aman kasa tidak basah. Ibu sudah mengetahui hasil pemeriksaan

51
2. Injeksi ceftriaxone 1x1 gram pada pukul 07.20 Wita sudah di lakukan
3. Mengganti pembalut pasien, pembalut pasien sudah di ganti
4. Melakukan advice dokter Kaspan SpOg
a. Aff DC , AFF DC sudah di lakukan pada pukul 12.30 wita
b. Os. Boleh belajar duduk.
c. Observasi lanjut

52
DOKUMENTASI NIFAS HARI KETIGA

Hari/Tanggal :Selasa, 02 Juli2019


Pukul :12.30 Wita
tempat :Ruang Nifas ( Hesti 12)

Subyektif
1. Ibu mengatakan luka bekas operasi sudah tidak terlalu nyeri
2. Ibu mengatakan keadaan badannya lebih baik

Obyektif
Keadaan umum ibu baik, kesadaran composmentis, emosi stabil, TD 110/80 mmHg,
N 80x/menit, S 36,5 C, R 20 x/menit, kontraksi uterus baik, TFU 2 jari ↓ pusat,
kontaksi uterus baik, Currafor aman kasa tidak basah , perdarahan ± 20 cc

Analisa
P3 A0 H3, post op SC hari ketiga

Penatalaksanaan
Hari/Tanggal :selasa, 02 juli 2019
pukul :12.30 Wita
tempat :Ruang Nifas ( Hesti 12)

1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan, TD 110/80 mmHg, N 80x/menit, S 36,5


C, R 20 x/menit, kontraksi uterus baik, TFU 2 jari ↓ pusat, kontaksi uterus
baik, Currapor amankasa tidak basah, perdarahan ± 20 cc, ibu sudah
mengetahui hasil pemeriksaan.
2. Merawat luka operasi dan mengganti pembalut luka dengan perban anti air
3. Memberi rasa nyaman pada bayi dengan cara mengganti popok/pakaian bila
basah/kotor

53
4. Menganjarkan ibu cara menyusui bayinya, minimal setiap 2 jam sekali atau
setiap bayi menginginkannya. Ibu sudah ,mengerti apa yang di ajarkan
5. Jelaskan tanda bahaya masa nifas, seperti pusing berlebihan tidak bisa hilang
dengan istrshat, pandangan kabur, payudara terasa nyeri, tegang dan berwarna
merah dan mengkilap, kesulitan dalam menyusui, rahim tidak terasa keras
(berkontraksi) saat diraba, keluar darah yang busuk melalui kemaluan ibu.
Dan anjurkan ibu segera datang ke petugas kesehatan apabila terdapat salah
satu tanda bahaya di atas.
6. Jelaskan pada ibu tanda bahaya pada bayi seperti bayi tidak bangun saat
menyusui, hisapan bayi lemah atau menolak untuk menyusui, tangisan dan
tingkah laku bayi berbeda dari biasanya, badan bayi terlalu dingin atau terlalu
panas, ada keluar darah dari mata bayi, tinja bayi berwarna hijau bahkan
keluar darah dari tinjanya. Anjurkan ibu segera ke fasilitas pelayanan
kesehatan terdekat, bila mengalami salah satu tanda bahaya tersebut.
7. Menganjurkan ibu untuk tetap memenuhi kebutuhan nutrisi dengan
mengonsumsi makanan denga gizi seimbang.
8. Mengajarkan ibu cara menyusui yang benar
9. Menganjurkan utnuk tetap memperhatikan personal hygiene.
10. Menganjurkan ibu untuk tetap meminum obat yang telah di berikan
(Cefadroxil 2x500 gram dan Asam mefenamat 3x1+ paracetamol 3x2)
11. Memberi tahu Ibu sudah di perbolehkan pulang oleh dokter pada tanggal 02
Juli 2019.
12. Menganjurkan ibu melakukan kontrol ulang pada tangal 05 juli 2019.

54
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan yang terjadi antara
tinjauan pustaka dengan tinjauan kasus. Dalam penerapan Asuhan Kebidanan Pada
Ny ”i”Dengan Sectio Caesarea Atas Indikasi preeeklamsia berat.
Dari hasil pengkajian data yang diperoleh dari data subjektif pada Ny. “i”
melalui anamnesa diperoleh Ibu hamil 9 bulan mengeluh sakit perut ingin
melahirkansejak tanggal 29-06-2019 pukul 16.30 wita dan keluar Bloodslymsejak
tanggal 29-06-2019 pukul 15.30 Wita. Tidak ada kesenjangan antara teori dan praktik
yang diperoleh dilahan.
Data yang diperoleh dari hasil pemeriksaan pada Ny. “i” yang merupakan data
obyektif didapatkan hasil pemeriksaan dalam pada tanggal 29-06-2019 Pukul
21.05wita, oleh bidan di VK RSAD WIRA BHAKTI MATARAM, pemeriksaan
vital sign didapatkan TD: 130/100 mmHg, N: 84x/menit, S: 37,2 ̊C, RR: 24x/menit,
TFU: 27cm, PUKA, PRESKEP, kepala sudah masuk PAP, DJJ: 140x/menit, His
2x10 10”, VT Ø belum ada bukaan, eff belum ada penipisan, ket (+), teraba kepala,
↓ HI,tidak teraba bagian kecil janin/ tali pusat.Berdasarkan kasus diatas tidak terdapat
kesenjangan antara teori dan praktek karena semua yang dialami oleh Ny. “i”
merupakan persalinan patologis yaitu dengan Preeklampsia Berat.Berdasarkan kasus
diatas tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek karena semuanya sudah
dilakukan dan sudah sesuai dengan teori.
Berdasarkan hasil pengumpulan data subyektif dan obyektif pada kasus Ny
“i” dapat di tetapkan diagnosa Preeklampsia Berat. Pada tanggal 29-6-2019 pukul
21.45 wita diagnosa berkembang menjadiPreeklampsia Berat. Dari diagnosa yang
telah ditegakkan yaituPreeklampsia Berat, maka di RSAD WIRA BHAKTI
MATARAM dilakukan penatalaksanaan sesuai dengan kebutuhan yaitu pada Ny “i”
dilakukan operasi SC guna mencegah terjadinya komplikasi pada Ibu dan janinnya.
Berdasarkan kasus diatas tidak terdapat kesenjangan antara teori dan praktek yang di
lakukan diRSAD WIRA BHAKTI MATARAM.

55
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Mahasiswa sudah mampu melakukan anamnesa untuk mengumpulkan data
subyektif pada Ny”i” dengan indikasi preeklamsia berat.
2. Mahasiswa sudah mampu melakukan pemeriksaan untuk mengumpulkan data
obyektif pada Ny” i” dengan indikasi preeklamsia berat.
3. Mahasiswa sudah mampu membuat analisa pada Ny” i” dengan indikasi
preeclampsia berat
4. Mahasiswa sudah mampu melakukan penatalaksanaan yaitu tindakan
antisipasi, tindakan segera, tindakan komprehensif, penyuluhan, dukungan,
kolaborasi dan evaluasi pada Ny” i” dengan indikasi preeclampsia berat .
B. Saran
1. Untuk Mahasiswa
Agar meningkatkan kemampuan dalam menerapkan asuhan kebidanan
pada pasien dengan terus memperbaharui pengetahuannya, agar tetap
membina hubungan baik dengan tenaga kesehatan dan fasilitas kesehatan
yang ada, serta tetap pro-aktif terhadap tindakan atau asuhan kebidanan yang
diberikan.
2. Untuk RSAD WIRA BHAKTI
Agar tetap mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan
asuhan kebidanan yang telah ada sehingga tetap tercermin citra kerja bidan
yang baik dan profesional.
3. Untuk institusi pendidikan
Agar memperbanyak literatur-literatur khususnya buku-buku
kebidanan sehingga mahasiswa dapat lebih memahami dan dapat menerapkan
asuhan kebidanan pada pasien atau klien dan dapat menyatukan persepsi
dalam penyusunan asuhan kebidanan dengan menggunakan SOAP

56
DAFTAR PUSTAKA

Cunningham, F. Gary. 2012. Obstetri Williams Ed. 21 Vol. 1. Jakarta : EGC.

Depkes RI. 2014. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta :Jaringan Nasional Pelatihan
Klinik Kesehatan Reproduksi

Saifudin, Abdul Bari .2013. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal
dan Neonatal, Jakarta Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Winkjosastro, H. 2011. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono


Prawirohardjo

Mochtar R. 2012. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi ke-2. Jakarta : EGC

Bruner JP, SB Drummond, AL Meenan, IM Gaskins, J Reprod Med Mei 1998; 43 (5)
:439-443

57

Anda mungkin juga menyukai