Anda di halaman 1dari 6

RANGKUMAN MATERI

TWO DIMENTION : FOUR PARADIGM

Oleh :
Ikbar Luqyana 041914253018
Elysabet Christy 041914253020
Nur Afiqoh Sari 041914253022

Kelompok 6
Kelas A2M

PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2019
PARADIGMA TEORI SOSIAL

Pengantar
Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman
yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan
kehidupannya. Sedangkan ilmu pengetahuan adalah keseluruhan sistem pengetahuan
manusia yang telah dibakukan secara sistematis. Secara metodologis, dalam gejala
terbentuknya pengetahuan manusia, dapat dibedakan antara dua kutub berbeda dari gejala
pengetahuan manusia itu, yaitu antara kutub si pengenal dan kutub yang dikenal, atau
antara subjek dan objek. Kendati keduanya dapat dibedakan secara jelas dan tegas, untuk
bisa terbentuknya pengetahuan, keduanya tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Supaya
ada pengetahuan, keduanya harus ada.
Manusia sebagai subjek pengetahuan memegang peranan penting. Keterarahan
manusia terhadap objek merupakan faktor yang sangat menentukan bagi munculnya
pengetahuan manusia. Keterarahan yang dimaksud adalah perlunya kesamaan-kesamaan
prinsip atau kategori tertentu, baik dari aspek ontologi maupun dari aspek epistemologinya
yang memungkinkan manusia dapat mengenal dan menangkap objek yang diamatinya.
Dengan kata lain, pengetahuan itu hanya mungkin terwujud kalau manusia sendiri adalah
bagian dari objek, realitas di alam semesta ini. Keterlibatan manusia sebagai bagian dari
objek dan realitas dalam suatu proses penelitian dan ilmu itu sendiri menandakan bahwa
ilmu tidak mungkin bebas nilai
Definisi
Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat
sains, dan sebaliknya, masyarakat sains terdiri atas orang-orang yang memiliki suatu
paradigma bersama. Hal ini dapat kita artikan bahwa paradigma adalah suatu cara
pendekatan yang digunakan dan diyakini oleh suatu kelompok tertentu dalam suatu
perspektif intelektual untuk mendapatkan suatu kebenaran (truth) atau dalam membangun
suatu teori (ilmu pengetahuan).
Sifat dan Kegunaan Empat Paradigma
Paradigma diartikan sebagai anggapan-anggapan meta-teoretis yang paling
mendasar yang menentukan kerangka berpikir, cara mengandaikan dan cara bekerjanya
para penganut teori sosial yang menggunakannya. Di dalamnya tersirat adanya kesamaan
pandangan yang mengikat sekelompok penganut teori dalam cara pandang dan cara kerja
yang sama dalam batas-batas pengertian yang sama pula. Jika ilmuwan sosial telah
menggunakan paradigma tertentu, maka berarti memandang dunia dalam satu cara yang
tertentu pula. Sehingga di sini ada empat pandangan yang berbeda mengenai sifat ilmu
pengetahuan dan sifat masyarakat yang didasarkan pada anggapan-anggapan meta-teoretis.
Empat paradigma itu merupakan cara mengelompokkan cara berpikir seseorang
dalam suatu teori sosial dan merupakan alat untuk memahami mengapa pandangan-
pandangan dan teori-teori tertentu dapat lebih menampilkan setuhan pribadi di banding
yang lain. Demikian juga alat untuk memetakan perjalanan pemikiran teori sosial
seseorang terhadap persoalan sosial. Perpindahan paradigma sangat dimungkinkan terjadi,
dan ini revolusi yang sama bobotnya dengan pindah agama. Hal ini pernah terjadi pada
Marx yang dikenal Marx tua dan Marx muda, perpindahan dari humanis radikal ke
strukturalis radikal. Ini disebut “perpecahan epistemologi” (epistemological break). Juga
terjadi pada diri Silverman, dari fungsionalis ke interpretatif.
Paradigma Fungsionalis
Paling banyak dianut di dunia. Pandangannya berakar kuat pada tradisi sosiologi
keteraturan. Pendekatannya terhadap permasalahan berakar dari pemikiran kaum
obyektivis. Memusatkan perhatian pada kemapanan, ketertiban sosial, kesepakatan,
keterpaduan sosial, kesetiakawanan, pemuasan kebutuhan dan hal-hal yang nyata
(empirik). Condong realis dalam pendekatannya, positivis, determinis dan nomotetis.
Rasionalitas diutamakan dalam menjelaskan peristiwa sosial, berorientasi pragmatis
artinya berusaha melahirkan pengetahuan yang diterapkan, berorientasi pada pemecahan
masalah yakni langka-langkah praktis untuk pemecahan masalah praktis juga.
Mendasarkan pada filsafat rekayasa sosial untuk dasar bagi perubahan sosial, menekankan
pentingnya cara-cara memelihara dan mengendalikan keteraturan sosial. Berusaha
menerapkan metode ilmu alam dalam pengkajian masalah kemanusiaan.
Paradigma ini telah menyediakan kerangka kerja yang dominan untuk pelaksanaan
di akademi sosiologi dan pendidikan di organisasi. Ini melambangkan perspektif yang
berakar pada sosiologi regulasi dan mendekati materi pelajaran dari sudut pandang
objektivis. Teori fungsionalis berada di garis depan perdebatan order-konflik, dan konsep-
konsep yang telah kami gunakan untuk mengkategorikan sosiologi regulasi yang berlaku
dalam berbagai sekolah dalam cara pandang paradigma tersebut. Hal ini ditandai dengan
perhatian untuk memberikan penjelasan tentang status quo, tatanan sosial, konsensus,
integration sosial, solidaritas, kebutuhan akan kepuasan dan keadaan yang sebenarnya.
Mendekati kekhawatiran ini umumnya sosiologi berhubungan dengan sudut pandang yang
cenderung realis, positivis, determinis dan nomotetis.
Paradigma Interpretatif
Teoretisi terletak dalam konteks paradigma interpretif mengadopsi pendekatan
konsonan dengan prinsip-prinsip apa yang kita miliki digambarkan sebagai sosiologi
regulasi, meskipun subyektivis nya pendekatan analisis dunia sosial membuat hubungan
dengan sosiologi ini sering tersirat ketimbang eksplisit. Penafsiran paradigma
diinformasikan oleh keprihatinan untuk memahami dunia sebagaimana adanya, untuk
memahami sifat dasar dari dunia sosial di tingkat pengalaman subyektif. Ini berusaha
penjelasan dalam ranah kesadaran individu dan subjektivitas, dalam kerangka rujukan
peserta yang bertentangan dengan pengamat tindakan.
Pendekatannya cenderung nominalis, anti-positivis dan ideografis. Kenyataan
sosial muncul karena dibentuk oleh kesadaran dan tindakan seseorang. Karenanya mereka
berusaha menyelami jauh ke dalam kesadaran dan subyektifitas pribadi manusia untuk
menemukan pengertian apa yang ada di balik kehidupan sosial. Sungguhpun demikian,
anggapan-anggapan dasar mereka masih tetap didasarkan pada pandangan bahwa manusia
hidup serba tertib, terpadu dan rapat, kamapanan, kesepakatan, kesetiakawanan.
Pertentangan, penguasaan, benturan sama sekali tidak menjadi agenda kerja mereka.
Mereka ini terpengaruh langsung oleh pemikiran sosial kaum idealis Jerman, yang berasal
dari pemikiran Kant yang lebih menekankan sifat hakekat rohaniah daripada kenyataan
sosial. Perumus teori ini antara lain Dilthey, Weber, Husserl, dan Schutz.
Paradigma Humanis Radikal
Para penganutnya berminat mengembangkan sosiologi perubahan radikal dari
pandangan subyektifis. Pendekatan terhadap ilmu sosial sama dengan kaum interpretatif
yaitu nominalis, anti-positivis, volunteris dan ideografis. Arahnya berbeda, yaitu
cenderung menekankan perlunya menghilangkan atau mengatasi berbagai pembatasan
tatanan sosial yang ada. Paradigma humanis radikal didefinisikan oleh keprihatinan untuk
mengembangkan sosiologi perubahan radikal dari sudut pandang subyektif. Pendekatan
untuk ilmu sosial memiliki banyak kesamaan dengan yang dari paradigma interpretatif,
dalam hal ini memandang dunia sosial dari perspektif yang cenderung nominalis, anti-
positivis, voluntaris dan ideografik. Namun, kerangka referensinya berkomitmen untuk
pandangan masyarakat yang menekankan pentingnya menggulingkan atau melampaui
keterbatasan pengaturan sosial yang ada.
Pandangan dasarnya yang penting adalah bahwa kesadaran manusia telah dikuasai
atau dibelenggu oleh suprastruktur ideologis yang ada di luar dirinya yang menciptakan
pemisah antara dirinya dengan kesadarannya yang murni (aliensi), atau membuatnya dalam
kesadaran palsu (false consciousness) yang menghalanginya mencapai pemenuhan dirinya
sebagai manusia sejati. Karena itu agenda utamanya adalah memahami kesulitan manusia
dalam membebaskan dirinya dari semua bentuk tatanan sosial yang menghambat
perkembangan manusia sebagai manusia. Penganutnya mengecam kemapanan habis-
habisan. Proses-proses sosial dilihat sebagai tidak manusiawi. Untuk itu mereka ingin
memecahkan masalah bagaiman manusia bisa memutuskan belenggu-belenggu yang
mengikat mereka dalam pola-pola sosial yang mapan utnuk mencapai harkat
kemanusiaannya. Meskipun demikian masalah-masalah pertentangan struktural belum
menjadi perhatian mereka.
Paradigma Strukturalis Radikal
Penganutnya juga memeperjuangkan sosiologi perubahan radikal tetapi dari sudut
pandang obyektifitas. Pendekatan ilmiahnya memeiliki beberapa persamaan dengan kaum
fungsionalis, namun mempunyai tujuan akhir yang saling berlawanan. Analisanya lebih
menekankan pada pertentangan struktural, bentuk-bentuk penguasaan dan pemerosotan
harkat kemanusiaan. Karenanya pendekatannya cendserung realis, positivis, determinis dan
nomotetis. Kesadaran manusia dianggap tidak penting. Hal yang lebih penting adalah
hubungan-hubungan struktural yang terdapat dalam kenyataan sosial yang nyata. Mereka
menekuni dasar-dasar hubungan sosial dalam rangka menciptakan tatanan sosial baru
secara menyeluruh. Penganut paradigma ini terpecah dalam dua perhatian, pertama lebih
tertarik untuk menjelaskan bahwa kekuatan sosial yang berbeda-beda serta hubungan antar
kekuatan sosial merupakan kunci untuk menjelaskan perubahan sosial. Sebagian mereka
lebihbtertarik padaa keadaan penuh pertentangan dalam suatu masyarakat. Paradigma ini
diilhami oleh pemikiran Marx tua setelah terjadinya perpecahan epistemologi dalam
sejarah pemikiran Marx, selain pengaruh Weber. Paradigma inilah yang menjadi bibit
lahirnya teori sosiologi radikal. Penganutnya antara lain Althusser, Polantzas, Colletti, dan
beberapa penganut kelompok kiri baru.
Contoh Praktika
Paradigma Fungsionalis
Dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa melihat bagaimana teori struktural
fungsional bekerja dalam sebuah sistem. Sebagai contoh, pemerintah yang mendirikan
sekolah dalam rangka menyelenggarakan pendidikan untuk warganya. Murid-murid
dipersiapkan untuk mengisi lapangan kerja dan posisi-posisi di pemerintahan nantinya.
Ketika bekerja, tibalah mereka untuk membayar pajak. Uang pajak tersebut digunakan
untuk membiayai pendidikan dan lainnya. Pekerja, juga menyuplai biaya hidup
keluarganya agar tetap eksis. Pada akhirnya, murid-murid yang semula dibiayai dan didik
oleh negara akan membiayai negara agar tetap eksis. Dari sudut pandang teori struktural
fungsional, jika sistem tersebut berjalan sebagaimana mestinya, yakni pemerintah
membiayai pendidikan, murid belajar kemudian bekerja, sistem sosial akan berada pada
kondisi yang stabil.
Paradigma Interpretatif
Dalam suatu kehidupan bermasyarakat secara sosial banyak terdapat intepretasi
terhadap berbagai realitas dan permasalahan yang ada. Walaupun hanya terkait dengan satu
realitas atau fenomena sosial, tentu terdapat banyak interpretasi antara satu aktor dan actor
lainnya. Interpretasi tersebut akan digunakan sebagai informasi ketika mengambil
keputusan dan pada akhirnya akan mempengaruhi perilaku mereka.

Source :
Burrell, G., & Morgan, G. (1979). Sociological Paradigms and Organisational Analysis:
Elements of the Sociology of Corporate Life: Ashgate Publishing Limited.

Anda mungkin juga menyukai