Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan bayi dan anak dengan memasukan vaksin ke
dalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu.
Sedangkan yang dimaksud vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan
zat anti yang dimasukkan ke dalam tubuh melalui suntikan seperti vaksin BCG, DPT, Campak,
dan melalui mulut seperti vaksin polio. Tujuan diberikan imunisasi adalah di harapkan anak
menjadi kebal terhadap penyakit sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas
serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.
Di Negara Indonesia terdapat jenis imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah dan ada juga
yang hanya di anjurkan, imunisasi wajib di Indonesia sebagaimana telah diwajibkan oleh WHO
ditambah dengan hepatitis B. imunisasi yang hanya dianjurkan oleh pemerintah dapat digunakan
untuk mencegah suatu kejadian yang luar biasa atau penyakit endemik, atau untuk kepentingan
tertentu (bepergian) seperti jamaah haji seperti imunisasi meningitis.
Pemberian imunisasi pada anak yang mempunyai tujuan agar tubuh kebal terhadap penyakit
tertentu, kekebalan tubuh juga dapat dapat dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya terdapat
tingginya kadar antibody pada saat dilakukan imunisasi, potensi antigen yang disuntikan, waktu
antara pemberian imunisasi, mengingat efektif dan tidaknya imusasi tersebut akan tergantung
dari factor yang mempengaruhinya sehingga kekebalan tubuh dapat diharapkan pada diri anak.
Secara umum imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memeberikan kekebalan
(imunisasi)pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit.
Imunisasi polio adalah suatu imunisasi yang memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
poliomielitis. Polio adalah suatu penyakit radang yang menyerang syaraf yang menyebabkan
nyeri otot dan kelumpuhan pada salah satu maupun kedua lengan/tungkai. Polio juga bisa
menyebabkan kelumpuhan pada otot-otot pernafasan dan otot untuk menelan. Polio bisa
menyebabkan kematian. Penularan penyakit polio ini melalui tinja orang yang terinfeksi,
percikan ludah penderita, ataupun makanan dan minuman yang dicemari.
B.VAKSIN POLIO
Di Indonesia, meskipun sudah tersedia tetapi Vaksin Polio Inactivated atau Inactived
Poliomyelitis Vaccine (IPV) belum banyak digunakan. IPV dihasilkan dengan cara membiakkan
virus dalam media pembiakkan, kemudian dibuat tidak aktif (inactivated) dengan pemanasan
atau bahan kimia. Karena IPV tidak hidup dan tidak dapat replikasi maka vaksin ini tidak dapat
menyebabkan penyakit polio walaupun diberikan pada anak dengan daya tahan tubuh yang
lemah. Vaksin yang dibuat oleh Aventis Pasteur ini berisi tipe 1,2,3 dibiakkan pada sel-sel
VERO ginjal kera dan dibuat tidak aktif dengan formadehid.
Selain itu dalam jumlah sedikit terdapat neomisin, streptomisin dan polimiksin. IPV harus
disimpan pada suhu 2 – 8 C dan tidak boleh dibekukan. Pemberian vaksin tersebut dengan cara
suntikan subkutan dengan dosis 0,5 ml diberikan dalam 4 kali berturut-turut dalam jarak 2 bulan.
Untuk orang yang mempunyai kontraindikasi atau tidak diperbolehkan mendapatkan OPV maka
dapat menggunakan IPV. Demikian pula bila ada seorang kontak yang mempunyai daya tahan
tubuh yang lemah maka bayi dianjurkan untuk menggunakan IPV.
Jenis vaksin Virus Polio Oral atau Oral Polio Vaccine (OPV) ini paling sering dipakai di
Indonesia. Vaksin OPV pemberiannya dengan cara meneteskan cairan melalui mulut. Vaksin ini
terbuat dari virus liar (wild) hidup yang dilemahkan. OPV di Indonesia dibuat oleh PT Biofarma
Bandung. Komposisi vaksin tersebut terdiri dari virus Polio tipe 1, 2 dan 3 adalah suku Sabin
yang masih hidup tetapi sudah dilemahkan (attenuated). Vaksin ini dibuat dalam biakan jaringan
ginjal kera dan distabilkan dalam sucrosa. Tiap dosis sebanyak 2 tetes mengandung virus tipe 1,
tipe 2, dan tipe 3 serta antibiotika eritromisin tidak lebih dari 2 mcg dan kanamisin tidak lebih
dari 10 mcg.
Virus dalam vaksin ini setelah diberikan 2 tetes akan menempatkan diri di usus dan memacu
pembentukan antibodi baik dalam darah maupun dalam dinding luar lapisan usus yang
mengakibatkan pertahan lokal terhadap virus polio liar yang akan masuk. Pemberian Air susu ibu
tidak berpengaruh pada respon antibodi terhadap OPV dan imunisasi tidak boleh ditunda karena
hal ini. Setelah diberikan dosis pertama dapat terlindungi secara cepat, sedangkan pada dosis
berikutnya akan memberikan perlindungan jangka panjang. Vaksin ini diberikan pada bayi baru
lahir, 2,4,6,18, bulan, dan 5 tahun.
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh pada salah
satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin yang beredar, dan
di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin sabin (kuman yang dilemahkan). Cara
pemberiannya melalui mulut. Dibeberapa Negara dikenal pula Tetravaccine, yaitu kombinasi
DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari atau
selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin polio dapat dilakukan bersamaan
dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi ulang diberikan bersamaan dengan
imunisasi ulang DPT, pmberian imunisasi polio dapat menimbulkan kekebalan aktif terhadap
penyakit poliomyelitis. Imunisasi polio
Imunisasi ulang dapat diberikan sebelum anak masuk sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan
sekolah dasar (12 thun). Cara memberikan imunisasi polio adalah dengan meneteskan vaksin
polio sebanyak dua tetes langsung ke dalam mulut anak. Imunisasi ini jangan diberika pada anak
yang sedang diare berat, efek samping yng terjai sangat minimal dapat berupa kejang.
· Vaksin dari virus polio (tipe 1,2,dan 3) Virus polio terdiri atas tiga strain, yaitu strain 1
(brunhilde), strain 2 (lanzig), dan strain 3 (leon).yang dilemahkan, dibuat dalam biakkan sel-vero
: asam amino, antibiotic, calf serum dalam magnesium clorida, dan fenol merah.
· Vaksin yang berbentuk cairan dengan kemasan 1 cc atau 2 cc dalam flacon, pipet.
Imunisasi polio digunakan untuk untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
polimielitis atau penyakit polio yang biasanya disebabkan oleh virus polio, yang terbagi menjadi
tiga tipe yaitu tipe P1, P2 dan P3.
- Polio-0 diberikan saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir di RB/RS polio oral
diberikan saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kepada bayi lain)
- Polio-1 dapat diberikan bersamaan dengan DTP-1, yaitu pada umur lebih dari 6 minggu
1. Keadaan kekebalan tubuh yang rendah atau tinggal serumah dengan pasien yang
memiliki kekebalanm tubuh yang rendah misalnya : penyakit steroid, kanker dan
kemoterapi.
2. Muntah atau diare berat pemberian faksin di tunda
3. Inveksi HIV atau kontak langsung dengan HIV serumah
4. Ada alergi terhadap neomisin, streptomisin, polimiksin-B
5. Demam > 38,5 C pemeberian vaksin di tunda
F.TEKNIK PEMBERIAN
Pemberian imunisasi polio bisa dilakukan dengan cara menyuntikannya atau dengan cara
meneteskan vaksin polio ke dalam mulut, mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV). Untuk saat
ini cara yang paling banyak digunakan adalah dengan cara tetes ke mulut.
Selain lebih murah dan mudah, cara ini juga merupakan cara yang paling mendekati rute
penyakit polio di dalam tubuh. Di Indonesia vaksin yang digunakan dalam imunisasi polio
biasanya berupa vaksin sabin.
A. PENGGOLONGAN VAKSIN
2) Bakteri : BCG
a) Berdasarkan protein:
Toxoid: DT
b) Berdasarkan Polisakarida
Murni: Meningicocal
Vaksin sensitive suhu beku, yaitu golongan vaksin yang akan rusak terhadap suhu dingin
di bawah 0 oC, seperti: Hepatitis B, DPT/HB, DT, TT
Vaksin sensitife Panas, yaitu golongan vaksin yang akan rusak terhadap paparan panas
yang berlebihan, seperti, Polio, Campak, dan BCG
B. JENIS VAKSIN
Deskripsi
Vaksin ini adalah vaksin bentuk beku kering yang mengandung Mycobacterium bovis hidup
yang sudah dilemahkan (Bacillus Calmette Guerin = BCG) dari strain Paris No. 1173-P2.
Indikasi
Komposisi
Natrium klorida 9 mg
Tambahkan pelarut ke dalam ampul berisi vaksin BCG beku kering dengan alat suntik yang steril
dan kering dan jarum yang panjang. Untuk bayi (≤ 1 tahun) tambahkan 4 ml pelarut dan untuk
anak tambahkan 2 ml pelarut.
Efek Samping
Imunisasi BCG tidak menyebabkan reaksi yang bersifat umum seperti demam. Satu hingga dua
minggu kemudian timbul indurasi dan eriterna di tempat suntikan yang berubah menjadi pustule,
kemudian pecah menjadi ulkus. Luka ini tidak memerlukan pengobatan, akan sembuh secara
spontan dan meninggalkan tanda parut. Kadang-kadang terjadi pembesaran kelenjar regional di
ketiak dan/atau leher, terasa padat, tidak sakit dan tidak menimbulkan demam. Reaksi ini normal,
tidak memerlukan pengobatan, dan akan menghilang dengan sendirinya. Sekalipun sangat
jarang, karena dosis berlebihan atau suntikan terlalu dalam (subkutan) pada bayi < 1 tahun
kadang-kadang dapat terjadi limfadenitis supurativa. Proses ini bersifat tenang dan akan sembuh
spontan sekalipun tanpa pengobatan.
Kontraindikasi
Adanya penyakit kulit yang berat/menahun seperti eksim, furunkulosis dan sebagainya, serta
orang yang sedang menderita TBC.
Vaksin harus disimpan pada suhu 2o-8oC. Lebih baik dalam freezer. Pengangkutan dalam
keadaan dingin (2o-8oC) dan terhindar dari sinar matahari langsung/tidak langsung
Daluarsa : 1 tahun
1. Harus dipakai dalam waktu 3 jam, dan selama waktu tersebut, vaksin harus dalam keadaan
dingin (2o-8oC, jangan disimpan di dalam freezer)
Kemasan
Vaksin BCG kering beku ini tersedia dalam kemasan ampul dengan 4 ml pelarut dalam ampul.
Deskripsi
Vaksin DT adalah vaksin yang mengandung toksoid Difteri dan Tetanus yang telah dimurnikan
yang teradsorbsi ke dalam 3mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai
pengawet. Potensi komponen vaksin per dosis sedikitnya 30 IU (International Unit) untuk
potensi toksoid Difteri dan sedikitnya 40 IU untuk potensi toksoid Tetanus.
Indikasi
Komposisi
Tiap ml mengandung:
Aluminium fosfat 3 mg
Thimerosal 0,1 mg
Vaksin harus dikocok dulu sebelum digunakan untuk menghomogenkan suspense. Vaksin harus
disuntikkan secara intra muskuler atau subkutan yang dalam. Jarum suntik dan syringe yang
steril harus digunakan pada setiap penyuntikan. Vaksin DT dianjurkan untuk anak usia di bawah
8 tahun. Untuk individu usia 8 tahun atau lebih dianjurkan imunisasi dengan vaksin jerap Td.
Vaksin DT lebih dianjurkan untuk diberikan pada usia anak-anak daripada vaksin DTP jika
terjadi kontraindikasi terhadap komponen pertusis. Untuk anak-anak sedikitnya 3 kali
penyuntikan secara intramuskuler dengan dosis 0,5 ml dengan interval 4 minggu. Vaksin DT
dapat diberikan secara bersamaan dengan vaksin BCG, Campak, Rubella, Mumps, Polio (OPV
dan IPV), Hepatisis B, Hib, dan Yellow Fever.
Efek Samping
Gejala-gejala seperti lemas, dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan
kadang-kadang gejala demam.
Kontraindikasi
Dosis kedua atau selanjutnya dari vaksin DT jangan diberikan pada anak yang menderita gejala-
gejala berat setelah pemberian dosis sebelumnya. Seseorang yang terinfeksi dengan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) baik tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi DT harus
berdasarkan jadual standar tertentu.
Penyimpanan dan Daluarsa
Vaksin DT harus disimpan dan ditransportasikan pada kondisi suhu 2o-8oC, tidak boleh
dibekukan.
Daluarsa : 2 tahun
Kemasan
Deskripsi
Vaksin DTP adalah vaksin yang terdiri dari toksoid difteri dan tetanus yang dimurnikan, serta
bakteri pertusis yang telah diinaktivasi yang teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml Aluminium fosfat.
Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai pengawet. Potensi vaksin per dosis tunggal sedikitnya
4 IU pertussis, 30 IU difteri, dan 60 IU tetanus.
Indikasi
Untuk Imunisasi secara simultan terhadap difteri, tetanus dab batuk rejam.
Komposisi
Tiap ml mengandung:
Aluminium fosfat 3 mg
Thimerosal 0,1 mg
Vaksin harus dikocok dulu untuk menghomogenkan suspense. Vaksin harus disuntikkan secara
intramuskuler atau secara subkutan yang dalam. Bagian anterolateral paha atas merupakan
bagian yang direkomendasikan untuk tempat penyuntikan. (Penyuntikan di bagian pantat pada
anak-anak tidak direkomendasikan karena dapat mencederai syaraf pinggul). Tidak boleh
disuntikkan pada kulit karena dapat menimbulkan reaksi local. Satu dosis adalah o,5 ml. Pada
setiap penyuntikan harus digunakan jarum suntik dan syringe yang steril.
Di Negara-negara dimana pertussis merupakan ancaman bagi bayi muda, imunisasi DTP harus
mulai sesegera mungkin dengan dosis petama diberikan pada usia 6 minggu dan 2 dosis
berikutnya diberikan dengan interval masing-masing 4 minggu. Vaksin DPT dapat diberikan
secara aman dan efektif pada waktu yang bersamaan dengan vaksinasi BCG, Campak, Polio,
Hepatitis B, Hib, dan vaksin Yellow Fever.
Efek Samping
Terjadinya gejala-gejala yang bersifat sementara seperti lemas, demam, kemerahan pada tempat
suntikan. Kadang-kadang terjadi gejala berat seperti demam tinggi, iritabilitas, dan meracau yang
biasanya terjadi 24 jam setelah imunisasi. Menurut dugaan komplikasi neurologis yang
disebabkan oleh komponen pertusis sangat jarang terjadi, observasi yang telah dilakukan
menunjukkan gejala ini jarang terjadi jika dibandingkan dengan gejala-gejala lain yang
ditimbulkan oleh imunisasi DTP.
Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontra indikasi yang berkaitan dengan suntikan pertama DTP. Gejala-gejala
keabnormalan otak pada periode bayi baru lahir atau gejala-gejala serius keabnormalan pada
saraf merupakan kontraindikasi dari komponen pertussis. Imunisasi DTP kedua tidak boleh
diberikan kepada anak yang mengalami gejala-gejala parah pada dosis pertama DTP. Komponen
pertussis harus dihindarkan, dan hanya dengan diberi DT untuk meneruskan imunisasi ini. Untuk
individu penderita HIV baik dengan gejala maupun tanpa gejala harus diberi imunisasi DTP
sesuai dengan standar jadual tertentu.
Vaksin DTP harus disimpan dan ditransportasikan pada suhu 2oC-8oC tidak boleh dibekukan
Daluarsa : 2 tahun
Kemasan
Deskripsi
Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung toksoid tetanus yang telah dimurnikan yang
teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai
pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Vaksin TT Digunakan
untuk pencegahan tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi wanita usia subur,
dan juga untuk pencegahan tetanus.
Indikasi
Untuk imunisasi aktif terhadap tetanus
Komposisi
Tiap ml mengandung:
Aluminium fosfat 3 mg
Thimerosal 0,1 mg
Vaksin harus dikocok dulu sebelum digunakan untuk menghomogenkan suspense. Vaksin harus
disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam. Jarum suntik dan syringe yang streil
harus digunakan pada setiap penyuntikan.
Imunisasi TT untuk pencegahan terhadap tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer 0,5
ml yang diberikan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam dengan interval 4 minggu
yang dilanjutkan dengan dosis ketiga pada 6 – 12 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan
kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis TT. Dosis
keempat diberikan 1 tahun setelah dosis ketiga, dan dosis kelima diberikan 1 tahun setelah dosis
keempat. Imunisasi TT dapat secara aman diberikan selama masa kehamilan bahkan pada
periode trimester pertama.
Efek Samping
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas, dan kemerahan pada
lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam. Imunisasi TT aman
diberikan selama periode kehamilan.
Kontraindikasi
Gejala-gejala berat karena dosis pertama TT. Bagi Individu yang terinfeksi oleh virus HIV baik
yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi TT harus berdasarkan standar jadual tertentu.
Vaksin TT harus disimpan dan ditransportasikan pada kondisi suhu 2 oC-8 oC. Tidak boleh
dibekkan
Daluarsa : 2 tahun
Kemasan
Vaksin TT tersedia dalam vial 10 dosis dan 20 dosis
5. Vaksin Tetanus Toksoid-Uniject
Vaksin TT adalah vaksin yang mengandung toksoid tetanus yang telah dimurnikan yang
teradsorbsi ke dalam 3 mg/ml aluminium fosfat. Thimerosal 0,1 mg/ml digunakan sebagai
pengawet. Satu dosis 0,5 ml vaksin mengandung potensi sedikitnya 40 IU. Vaksin TT digunakan
untuk mencegah tetanus pada bayi yang baru lahir dengan mengimunisasi wanita usia subur, dan
juga untuk pencegahan tetanus.
Indikasi
Komposisi
Tiap ml mengandung:
Aluminium fosfat 3 mg
Thimerosal 0,1 mg
Vaksin harus disuntikkan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam. Jarum suntik dan
syringe yang steril harus digunakan pada setiap penyuntikan.
Imunisasi TT untuk pencegahan terhadap tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2 dosis primer 0,5
ml yang diberikan secara intramuskuler atau subkutan yang dalam dengan interval 4 minggu
yang dilanjutkan dengan dosis ketiga pada 6 – 12 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan
kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur, maka dianjurkan diberikan 5 dosis TT. Dosis
keempat diberikan 1 tahun setelah dosis ketiga, dan dosis kelima diberikan 1 tahun setelah dosis
keempat. Imunisasi TT dapat secara aman diberikan selama masa kehamilan bahkan pada
periode trimester pertama.
Efek Samping
Efek samping jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas, dan kemerahan pada
lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang gejala demam. Imunisasi TT aman
diberikan selama periode kehamilan.
Kontraindikasi
Gejala-gejala berat karena dosis pertama TT. Bagi Individu yang terinfeksi oleh virus HIV baik
yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi TT harus berdasarkan standar jadual tertentu.
Penyimpanan dan Daluarsa
Vaksin TT harus disimpan dan ditransportasikan pada kondisi suhu 2 oC-8 oC. Tidak boleh
dibekkan
Daluarsa : 2 tahun
Kemasan
Deskripsi
Vaksin oral polio hidup adalah vaksin Polio Trivalent yang terdiri dari suspensi
viruspoliomyelitis tipe 1, 2, dan 3 (Strain Sabin) yang sudah dilemahkan, dibuat dalam biakan
jaringan ginjal kera dan distabilkan dengan sukrosa. Vaksin oral polio ini telah memenuhi
persyaratan WHO. (WHO-TRS:800,1990)
Indikasi
Komposisi
Tiap dosis (2 tetes=0,1 ml) mengandung virus polio tidak kurang dari:
Vaksin polio harus diberikan secara oral sebanyak 2 tetes langsung ke dalam mulut melalui pipet
atau dispenser. Harus dijaga jangan sampai vaksin dalam dropper multi dose terkontaminasi oleh
air liur.
Bayi harus menerima minimal 3 dosis OPV dengan interval minimum 4 minggu. Di daerah non
endemic, dosis pertama diberikan mulai usia 6 minggu bersamaan dengan dosis pertama DTP. Di
daerah endemic, diperlukan dosis ekstra yang diberikan segera setelah bayi dilahirkan. OPV
tetap aman dan efektif jika diberikan pada waktu bersamaan dengan pemberian vaksin Campak,
DTP, DT, Td, TT, BCG, Hepatitis B dan Yellow Fever.
Efek Samping
Pada umumnya tidak terdapat efek samping. Efek samping berupa paralisis yang disebabkan
oleh vaksin sangat jarang terjadi (kurang dari 0,17 : 1.000.000: Bull WHO 66: 1988).
Kontra Indikasi
Vaksin jangan diberikan pada individu yang menderita “immune deficiency”. Tidak ada efek
yang berbahaya yang timbul akibat pemberian OPV pada anak yang sedang sakit. Namun jika
ada keraguan, misalnya sedang menderita diare, maka dosis ulangan dapat diberikan setelah
sembuh. Bayi yang mengidap HIV baik yang tanpa gejala maupun dengan gejala, imunisasi OPV
dilakukan berdasarkan jadual standar tertentu.
Jika disimpan pada suhu -20 oC atau lebih rendah, potensi vaksin sesuai yang tertera pada vial di
atas sampai masa daluarsa. Tidak boleh disimpan pada suhu 2o-8 oC selama periode waktu lebih
dari 6 bulan. Bila vaksin sudah dibuka dan disimpan pada suhu 2 o- 8 oC, potensi vaksin bertahan
untuk selama 7 hari.
Kemasan
Vaksin tersedia dalam kemasan 20 dosis yang masing-masing dilengkapi 1 buah dropper.
Deskripsi
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang dilemahkan. Setiap dosis (0,5 ml)
mengandung tidak kurang dari 1000 infective unit virus strain CAM 70, dan tidak lebih dari 100
mcg residu kanamycin dan 30 mcg residu erythromycin. Vaksin ini berbentuk vaksin beku
kering yang harus dilarutkan hanya dengan pelarut steril yang tersedia secara terpisah untuk
tujuan tersebut. Vaksin ini telah memenuhi persyaratan WHO untuk vaksin campak.
Indikasi
Komposisi
Tiap dosis vaksin yang sudah dilarutkan mengandung:
Erithromycin ≤ 30 mcg
Imunisasi Campak terdiri dari dosis 0,5 ml yang disuntikkan secara Subkutan, lebih baik pada
lengan atas. Pada setiap penyuntikan harus menggunakan jarum dan syringe yang steril. Vaksin
yang telah dilarutkan hanya dapat digunakan pada hari itu juga (maksimum 8 jam) dan itupun
berlaku hanya jika vaksin selama waktu tersebut disimpan pada suhu 2o-8oC serta terlindungi
dari sinar matahari. Pelarut harus disimpan pada suhu sejuk sebelum digunakan.
Satu dosis vaksin campak cukup untuk membentuk kekebalan terhadap infeksi. Di Negara-
negara dengan angka kejadian dan kematian karena penyakit campak tinggi pada tahun pertama
setelah kelahiran, maka dianjurkan imunisasi terhadap campak sedini mungkin setelah usia 9
bulan (270 hari). Di Negara-negara yang kasus campaknya sedikit, maka imunisasi boleh
dilakukan lebih dari usia tersebut. Vaksin campak tetap aman dan efektif jika diberikan
bersamaan dengan vaksin-vaksin DT, Td, TT, BCG, Polio (OPV dan IPV), Hepatisis B, dan
Yellow Fever.
Efek Samping
Hingga 15 % pasien dapat mengalami demam ringan dan kemerahan selama 3 hari yang terjadi
8-12 hari setelah vaksinasi. Terjadinya Encephalitis setelah vaksinasi pernah dilaporkan yaitu
dengan perbandingan 1 kasus per 1 juta dosis yang diberikan.
Kontraindikasi
Terdapat beberapa kontraindikasi yang berkaitan dengan pemberian vaksin campak. Walaupun
berlawanan penting untuk mengimunisasi anak yang mengalami malnutrisi. Demam ringan,
infeksi ringan pada saluran nafas atau diare, dan beberapa penyakit ringan lainnya jangan
dikategorikan sebagai kontraindikasi. Kontraindikasi terjadi bagi individu yang diketahui alergi
berat terhadap kanamycin dan erythromycin. Karena efek vaksin virus campak hidup terhadap
janin belum diketahui, maka wanita hamil termasuk kontraindikasi. Vaksin campak
kontraindikasi terhadap Individu pengidap virus HIV atau individu yang diduga menderita
gangguan respon imun karena leukemia, lymphoma atau generalized malignancy.
Vaksin campak beku kering harus disimpan pada suhu di bawah 8 oC (lebih baik kalau di bawah
0 oC) sampai ketika vaksin akan digunakan. Tingkat stabilitas akan lebih baik jika vaksin (bukan
pelarut) disimpan pada suhu -20 oC. Pelarut tidak boleh dibekukan tetapi disimpan pada kondisi
sejuk sampai dengan ketika akan digunakan. Vaksin harus terlindung dari sinar matahari.
Daluarsa : 2 tahun
Kemasan
Deskripsi
Vaksin Hepatisis B Rekombinan yang telah diinaktivasi dan bersifat non-infectious, berasal dari
HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha menggunakan teknologi DNA
rekombinan. Vaksin ini merupakan suspensi berwarna putih yang diproduksi dari jaringan sel
ragi yang mengandung gen HBsAg, yang dimurnikan dan diinaktivasi melalui beberapa tahap
proses fisika kimia seperti ultrasentrifuse, kromatografi kolom, dan perlakuan dengan
formaldehid.
Indikasi
Untuk imunisasi aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus lain seperti virus Hepatisis A,
Hepatisis C atau virus lain yang diketahui dapat menginfeksi hati. Dapat diberikan pada semua
usia dan direkomendasikan terutama untuk orang-orang yang mempunyai resiko tinggi terinfeksi
virus Hepatisis B, seperti: petugas kesehatan, pasien transfusi darah, petugas lembaga
permasyarakatan, penyalahgunaan obat suntik, dan sebagainya.
Komposisi
Setiap 1 ml vaksin mengandung HBsAg 20 mcg yang teradsorbsi pada Aluminium hidroksida
0,5 mg.
Setiap 0,5 ml vaksin mengandung HBsAg 10 mcg yang teradsorbsi pada Aluminium hidrosida
0,25 mg.
Vaksin Hepatisis B disuntikkan secara intramuskuler, jangan disuntikkan secara intravena atau
intradermal.
Dosis untuk dewasa (≥ 10 tahun) 1,0 ml. Sedangkan dosis untuk bayi/anak (<10 tahun) 0,5 ml.
Pada Anak/Dewasa > 1 tahun sebaiknya disuntikkan pada otot deltoid, sedangkan pada bayi
sebaiknya pada anterolateral paha. Vaksin Hepatisis B rekombinan dapat diberikan secara
subkutan khusus pada pasien yang mempunyai kecendrungan perdarahan berat (seperti
hemofilia).
Vaksinasi dasar terdiri dari 3 dosis intramuskuler dengan jadual 0-1-6 bulan. Vaksinasi ulang
diperlukan setiap 5 tahun setelah vaksinasi dasar.
Efek Samping
Reaksi local seperti rasa sakit, kemerahan dam pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan.
Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. Keluhan sistemik seperti
demam, sakit kepala, mual, pusing dan rasa lelah belum dapat dibuktikan disebabkan oleh
pemberian vaksin.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin
Hepatisis B Rekombinan tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai
kejang. Tetapi vaksinasi dapat diberikan kepada penderita infeksi ringan.
Daluarsa : 26 bulan
Efek antigen terhadap janin belum diketahui dan karena itu vaksinasi terhadap wanita
hamil tidak direkomendasikan, kecuali pada keadaan resiko tinggi.
Epinephrine sebaiknya selalu tersedia untuk penanganan reaksi anafilaktik
Mengingat masa inkubasi virus Hepatisis B panjang, ada kemungkinan terjadi infeksi
yang tidak diketahui pada saat vaksinasi.
Jangan diberikan pada daerah gluteal atau intra-dermal, karena tidak akan memberikan
respon imun yang optimal, dan jangan diberikan secara intravena.
Pada pasien dialysis dan orang yang mempunyai kelemahan system imun, respon
antibody mungkin tidak cukup setelah vaksinasi dasar, karena itu perlu diberikan
vaksinasi ulang.
Kemasan