Anda di halaman 1dari 89

ASURANSI

Oleh : Endah R.A

A. Pengertian Asuransi

Masyarakat lebih mengenal perbankan syariah

dalam praktik keuangan Islam, walaupun sebenarnya,

ekonomi Islam tidak identik dengan perbankan

syariah.Hal ini dapat dimaklumi karena masyarakat lebih

banyak berhubungan dan membutuhkan keberadaan

bidang perbankan dibandingkan dengan lembaga

keuangan lainnya. Kondisi saat ini, tidak hanya perbankan

Islam yang menunjukkan peningkatan dalam

pertumbuhannya. Lembaga keuangan Islam lainnya yang

mengikuti trend tumbuhdan berkembang adalah asuransi

Syari’ah. Asuransi Syari’ah tumbuh dan berkembang

seiring dengan tumbuh dan berkembangnya perbankan

syariah. Walaupun demikian, banyak masyarakat yang

belum memahami apa dan bagaimana asuransi Syari’ah

tersebut. Hal ini membutuhkan suatu informasi yang


komferehensif untuk memberikan pemahaman kepada

khalayak umum agar tidak terdapat pemahaman yang

keliru atas asuransi islam.

Berikut ini merupakan beberapa pengertian

Asuransi menurut Undang-undang di indonesia

diantaranya Undang-undang No.2 tahun 1992 tentang

usaha perasuransian yang dikutipoleh Advendi, dijelaskan

bahwa; Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian

antara dua pihak penanggung mengikat diri kepada

tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk

memberikan penggantian kepada tertanggung, karena

kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang

diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada pihak

ketiga yang mungkin diderita tertanggung, yang timbul

dari suatu peristiwa yang tidak pasti atau untuk

memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas


meninggalnya atau hidupnya seseorang yanbg

dipertanggungkan.1

Undang-undang tersebut menjelaskan bahwa

adanya bentuk perjanjian mengikat antara yang

menyalurkan risiko yang disebut tertanggung dengan yang

menerima risiko yang disebut penanggung, yang didasari

oleh pembayaran dari tertanggung kepada penanggung,

sedangkan penanggung akan memberikan ganti rugi

kepada tertanggung berupa pembayaran premi dengan

menentukan jumlah besaran premi yang dibayarkan agar

bisa menutupi biaya klaim, biaya administrasi dan juga

penerima asumisi bagi hasil, merupakan hasil dari seleksi

risiko atas permintaan calon tertanggung yang sesuai

dengan kondisi masing masing.

Menurut Abdullah Amrin, mengungkapkan Premi

merupakan Pembnayaran sejumlah uang yang dilakukan

pihak tertanggung kepada penanggung untuk mengganti

suatu kerusakan, kerugia, atau kehilangan keuntungan

1
Advendi Simangunson dan Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam
Ekonomi, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,2007) Edisi II,p.103
yang diharapkan akibat timbulnya perjanjian atas

pemindahan risiko dari tertanggung kepada penanggung

(Transfer of Risk)2

Pengertian Asuransi berikut menurut fatwa Dewan

Syariah Nasional pada tahun 2001 telah mengeluarkan

fatwa mengenai asuransi syariah. Dalam Fatwa DSN

No21/DSN-MUI/X/2001 bagian pertama mengenai

ketentuan umum angka 1 disebutkan pengertian asuransi

syariah (ta’lim takaful, atau tadhamun) adlah usaha saling

melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang

atau pihakmelalui investasi dalam bentuk aset dan

tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk

menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang

sesuai dengan syariah.3

Undang-undang No.40 Tahun 2014 peraturan

asuransi atau asuransi syariah diatur dalam undang-

undang yang sama seperti pada pasal 1 ayat 1 adalah

2
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah; Keberadaan dan Kelebihannya
ditengah Asuransi Konvensional. (Gramedia, jakarta,2006) P.108
3
Fatwa DSN tentang pengertian asuransi (Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001).p.5. di unduh tanggal 20 Agustus 2016
definisi asuransi, sedangkan pada pasal yang sama ayat 2

adalah definisi asuransi syari’ah, yang berbunyi.4

1. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu

perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang

menjadi dasar bagi penerima premi oleh perusahaan

asuransi sebagai imbalan untuk memberikan

penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis

karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul,

kehilangan, keuntungan, atau tanggung jawab hukum

kepada pihak ketiga yang mungkin diderita pasti, atau

memberikan pembayaran yang didasarkan pada

hidupnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya

telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasl

pengelolaan dana.

2. Asuransi syariah adalah kumpulan perjanjian, yang

terdiri asat perjanjian antara perusaahn asuransi

syariah dan pemegang polis dan perjanjian diantara

4
Undang-undang Republik Indonesia no. 40 tahun 2014 tentang
Otoritas Jasa Keuangan. di unduh tanggal 20 Agustus 2016
http/www.ojk.co.id. p.2
para pemegang polis, dalam rangka pengelolaan

kontribusi berdasarkan prinsip syariah guna saling

menolong dan melindungi dengan cara: memberikan

penggangtian kepada peserta atau pemegang polis

karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul,

kehilangan keuntungan, atau tanggung jwab hukum

kepada pihak ketiga yang mungkin diderita pewserta

atau pemegang polis karena terjadinya suatu peristiwa

yang tidak pasti; atau memberikan pembayaran yang

didasarkan pada hidupnya peserta dengan manfaat

yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan

kepada hasil pengelolaan dana.

Menurut Widianingsih istilah asuransi dikenal

beberapa pandangan yaitu Takaful, Ta’mim dan

Tadhamun, ketiga istila tersebut mengandung makna

saling menanggung, saling melindumgi, dan saling

menolong.5 Ahli fikih kontemporer, Wahbah Az-zuhalli

5
Agus Edi Sumanto, et.al Solusi Berasuransi; Lebih indah dengan
Syari’ah, istimewa pandangan pakar Didin Hafidhuddin, Fathurrahman
Djamil, Syafi’I Antonio, Saiful Yazan.( PT. Karya kita. Bandung 2009. ). P.9
yang dikutip oleh Widianingsih mendefinisikan asuransi

berdasarkan pembagiannya. Ia membagi asuransi dalam

dua bentuk, yaitu at-ta’min at-ta’awuni dan at-ta’min bi

qist tsabit.6

At-ta’min at-ta’awuni atau asuransi tolong

menolong adalah “kesepakatan sejumlah orang untuk

membayar sejumlah uang sebagai ganti rugi ketika salah

seorang diantara mereka mendapatkan kemudaratan.”At-

ta’min bi qist tsabit atau asuransi dengan pembagian

tetap adalah akad yang mewajibkan seseorang membayar

sejumlah uang kepada pihak asuransi yang terdiri atas

beberapa pemegang saham dengan perjanjian apabila

peserta asuransi mendapat kecelakaan, ia memberi ganti

rugi.7 Istilah At-ta’amin diambil dari kata amana yang

memiliki arti memberi perlindungan, ketenangan, rasa

6
Widyaningsih, et. all.,Bank dan Asuransi Islam di Indonesia, Cet. I,
(Jakarta: Kencana Prenada Media, 2005), p. 222
7
Abdul Azis Dahlan, et all, ed, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta:
Ichtiar Baru Van Hoeve, 2000), cet-4, p. 138
aman, dan bebas dari rasa takut.8 Sebagaimana firman

Alloh dalam QS. Quraisy:4.

Yang Telah memberi makanan kepada mereka untuk


menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari
ketakutan.9

Kesimpulannya bahwa Asuransi adalah sistem

bisnis yang memberikan jaminan perlindungan finansial

bagi nasabah atau peserta berupa penggantian finansial

bagi nasabah atau peserta berupa penggantian finansial

atas kerugian yang dideritanya dan adanya tolong

menolong antara sesama pemegang polis, atas resiko

yang dihadapi, kerugian tersebut dapat berupa kerugian

jiwa, kesehatan, kendaraan bermotor dan sebaginya

dengan kondisi dan keadaan tertentu yang tidak pasti,

sebagai wujud kontribusi pengelolaan premi dengan

menggunakan akad yang sesuai dengan syari’ah.

8
Muhammad Syakir Sula, AAIJ. FIIS, Asuransi Syariah, (Jakarta:
Gema Insani Press).tampa tahun. p. 28
9
Al-qur’an dan terjemah.Mush-haf asy-asyarif, Madinah Munawaroh,
Jakarta 1971.p.1106
Akad yang sesuai dengan syari’ah, menurut fatwa

DSN-Nomor 21/DSN-MUI/X/2001 Tentang Pedoman

Umum No.2, menyebutkan bahwa, adalah yang tidak

mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian),

riba, zhulm (penganiayaan), riswah (suap), barang haram

dan maksiat10

Akad yang sesuai dengan syariah adalah akad yang

tidak mengandung unsur gharar (ketidakjelasaan),

maisyir (judi atau untung-untungan), dan riba (bunga).11

Dalam asuransi syariah dikenal dua jenis akad, yakni:

yang pertama adalah akad tijarah ( semua bentuk akad

yang dilakukan untuk tujuan komersial), dan yang kedua

adalah akad tabbarrul (semua bentuk akad yang

dilakukan dengan tujuan kebajikan dan tolong menolong,

bukan tujuan semata untuk komersial).12

10
Fatwa DSN tentang pengertian Tabarru(Nomor 21/DSN-
MUI/X/2001).p.5. di unduh tanggal 20 Agustus 2016
11
Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2002), p. 85.
12
Definisi tabarru’ menurut Fatwa DSN-MUI, No.21/DSN-
MUI/X/2001. P.5
Menurut Suhrawardi bahwa, akad antara

perusahaan dan peserta harus jelas. Apakah akadnya jual

beli (aqd tabadulli) atau akad tolong menolong (aqd

takafuli) atau akad lainnya.13 Dalam asuransi biasa

(Konvensional) terjadi kerancuan atau ketidakjelasan

dalam masalah akad. Pada asuransi Konvensional akad

yang melandasinya semacam akad jual-beli (aqd

tabadulli). Karena akadnya adalah akad jual-beli, maka

syarat-syarat dalam akad tersebut harus terpenuhi dan

tidak melanggar ketentuan-ketetuan syariat.14

B. Sejarah Asuransi

Sudah menjadi naluri manusia, untuk

menyelamatkan jiwanya dari berbagai ancaman termasuk

ancaman kekurangan dari risiko keuangan, Man

Suparman menyebutkan bahwa dalam beberapa

kepustakaan disebutkan bahwa teknik pengendalian resiko

yang merupakan benih-benih asuransi sudah dikenal jauh

13
Muhammad Syakir Sula, p. 40.
14
Muhammad Syakir Sula, p. 41.
sebelu masehi.15Benih-benih asuansi ini pada

perkembangannya belum terbentuk dalam sebuah lembaga

keuangan seperti sekarang ini.

Menurut Agus Edi Sumanto,et.al bahwa istilah

Asuransi mulanya dikenal di Eropa Barat pada abad

pertengahan berupa Asuransi Kebakaran, Kemudian pada

Abad ke-13 dan ke-14 terjadi peningkatan lalu lintas

perhubungan laut antar pulau sehingga berkembanga pula

Asuransi Pengangkutan laut, adapun asuransi jiwa, baru

dikenal pada awal abad ke-19.16 Pada jaman itu mereka

dapat meminjam uang dari pedagang lain yang bertindak

sebagai kreditor dengan menggunakan kapalnya atau

barang dagangan sebagai jaminan. Pemilik kapal atau

pedagang akan membayar utangnya setelah kapal selamat

15
Man Suparman Sastrawidjaja, Aspek Hukum Asuransi dan Surat
Berharga, (Bandung: PT ALUMNI,2012), p. 96-97
16
Agus Edi Sumanto. et.al Solusi Berasuransi; Lebih indah dengan
Syari’ah, istimewa pandangan pakar Didin Hafidhuddin, Fathurrahman
Djamil, Syafi’I Antonio, Saiful Yazan.( PT. Karya kita. Bandung 2009. ). P.3
sampai tujuan beserta sejumlah tambahan biaya kepada

kreditor yang bertindak sebagai penanggung resiko17

Usaha untuk melindungi harta mereka dalam

pengangkutan laut terhadap ketidakpastian dengan

pengembalian pinjaman yang dikembalikan beserta

kelebihannya sebagai jaminan dan para pedagang yang

meminjam akan bebaskan dari utangnya apabila kapal atau

barang dagang tidak selamat sampai ditujuan. Tambahan

biaya tersebut dapat disebut sebagai premi. Pada Asuransi

ini menjadi cikal bakal Sejarah Asuransi Konvensional

yang merupakan bagian dari sejarah perdagangan dan

pelayaran pada umunya. Hal ini dapat dipahami sebab

kedua bidang tersebut berkaitan dengan resiko yang cukup

besar, oleh karena itu para pedagang berusaha mencari

jalan keluar untuk mengatasi resiko yang dihadapinya.

Sejarah cikal bakal Asuransi Syari’ah akan berbeda

dengan Asuransi Konvensional. Cikal bakal Asuransi

syari’ah terlihat dari sejarah nabi yusuf, denga

17
Junaedy Ganie, Hukum Asuransi Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,
2011), p. 31-32
mengantisipasi resiko yang akan dihadapi, dalam 7 tahun

masa panen yaitu resiko 7 tahun masa paceklik yang akan

dihadapi kaumnya pada saat itu. Praktik asuransi pada

jaman Nabi Muhammad S.A.W juga tumbuh dari suku

Arab dengan istilah Aqilah.

Menurut para pakar indonesia yang ditulis oleh

Agus Edi Sumanto.et.al menyebutkan bahwa Aqilah

mengandung pengeretian saling memikul dan bertanggung

jawab bagi keluarga.18 Aqilah merupakan pembayar uang

darah secara bergotong royong dari keluarga pembunuh

kepada ahli waris, dan kompensasi tersebut dalam

Asuransi Syari’ah merupakan Uang pertanggungan yang

akan dibayarkan pada ahli waris dan hasil akad Tabarru

atau hibah dengan tujuan tolong menolong dengan sesama

nasabah tanpaikatan keluarga.

Praktik Aqilah ini terjadi pada kasus pembunuhan

tidak sengaja namun prakteknya dapat diterima oleh umat

Muslim dan telah menjadi tradisi di masyarakat Arab.

18
Agus Edi Sumanto, P.4
Aqilah dimaknai dengan Ashabah (kerabat dari orang tua

laki-laki) yang mempunyai kewajiiban menanggung denda

(diyat) jika ada salah satu anggota sukunya melakukan

pembunuhan terhadap anggota suku lain. Penanggungan

bersama oleh aqilah-nya merupakan suatu kegiatan yang

mempunyai unsur seperti yang berlaku pada bisnis

asuransi. Kemiripan ini didasarkan atas adanya prinsip

saling menanggung (takaful) antar anggota suku.

Praktik-praktik yang didasarkan oleh prinsip saling

menanggung, monolong dan melindungi berkembang

menjadi lembaga Asuransi yang bernilai bisnis, menurut

Habiburohman Lembaga keuangan syari’ah merupakan

suatu badan usaha atau institusi yang kekayaanya terutama

dalam bentuk asset-asset ataupun non financial asset atau

asset rill berdasarkan prinsip syari’ah.19

Tumbuhnya institusi Asuransi Syari’ah di

indonesia tidak terlepas dari pertumbuhan asuransi

19
M. Habiburohim, Pegadaian Syari’ah, (Jakarta: Kuwais, 2012),
p.139
konpensional, pertumbuhan Asuransi konpensional

dipengaruhi oleh perkembangan bisnis pemerintah

kolonial belanda pada sektor perkebunan dan

perdagangan. Pada masa tersebut perkebunan rempah-

rempah, tembakau dan kelapa sawit yang menjadi ciri

khas tanaman di indonesia tumbuh pesat. Pemerintah

belanda merasa perlu untuk menjamin kelangsungan bisnis

mereka bisa berjalan dengan baik dan mendapat

perlindungan terhadap resiko mulai dari proses panen

sampai dengan pengiriman hasil panen tersebutg ke negara

mereka.

Menurut Sri Rejeki secara formal masuknya

Asuransi dan lembaga Asuransi di indonesia ialah sejak

berlakunya Kitab Undang-undang Hukum Dagang

Belanda di indonesia pada tahun 1848. Berlakunya Kitab

Undang-udang Hukum Dagang Belanda di indonesia

adalah atas dasar konkordinasi yang dimuat dalam Stb


1943 No.23, yang diundangkan pada tanggal 30 April

1947, dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei 1848.20

Pada masa penjajahan Belanda, untuk menunjang


bisnis perkebunan dan perdagangan, mereka
mendirikan perusahaan asuransi kerugian pertama di
Indonesia yaitu Bataviasche Zee End Brand Asrantie
Maatschappij pada tahun 1853 dengan perlindungan
utama terhadap resiko kebakaran dan asuransi
pengangkutan, dengan nama Nederlandsh Indisch
Leven Verzekering En Liefrente Maatschappij
(NILMIY) dengan mengadopsi perusahaan Asuransi
Belanda yaitu De Nederlanden Van 1845, yang
sekarang berganti nama menjadi PT. Asuransi
Jiwasraya . Disusul berikutnya oleh Asuransi Jiwa
Boemi Poetra 1912 pada tahun 1912.21
Perkembangan asuransi telah mencapai fase yang

memberikan muatan yang besar sebagai aspek bisnis

dalam mencapai untung yang sebesar-besarnya. Nilai-nilai

sosial yang merupakan konsep awal sudah mulai

ditinggalkan, hal ini terjadi setelah bisnis asuransi

memasuki era modern. Keberadaan asuransi konfensional

ini apabila ditinjau dari hukum prikatan islam termasuk

20
Sri Rezeki Hartono, Hukum Asuransi dan perusahaan
Asuransi/SGF.(Sinar Grafika, Bandung 2010).p.50-51)
21
https://www.asura.co.id/blog/sejarah-dan-perkembangan-asuransi-
di-indonesia. Diunduh 20 Agustus 2016
akad yang haram sebab asuransi konfensional ini

mengandung unsur gharar, maisir, dan riba.

Sebelum terwujud usaha perasuransian syariah

sudah terdapat berbagai macam perusahaan asuransi

konvensional yang telah lama berkembang. Atas dasar

keyakinan umat islam dunia dan manfaat yang diperoleh

melalui konsep asuransi syariah, maka lahirlah berbagai

perusahaan asuransi yang menjalankan usaha

perasuransian berdasarkan prinsip syariah. Perusahaan ini

bukan saja dimiliki orang islam, namun juga perusahaan

milik non muslim. Selain itu juga terdapat perusahaan

induk dengan konsep konfensional ikut memberikan

layanan asuransi syariah dengan membuka kantor cabang

atau unit usaha syariah.

Menurut Ahmad Rodani gagsan untuk mendirikan

asuransi islam di indonesia sebenarnya telah muncul sejak

lama dan pemikiran tersebut lebih menguat pada saat

diresmikan Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1991.

Gagasan awal berdirinya asuransi islam di indonesia


berasal dari ikatan Cendikiawan Muslim di Indonesia

(ICMI) melalui yayasan Abdi Bangsa. Gagasan ICMI

kemudian disambut dan ditindaklanjuti secara bersama-

sama oleh PT, Abadi Bangsa, PT, Bank Muamalat

Indonesia, dan PT, Asuransi Tugu Mandiri pada tanggal

27 Juli 1993, ICMI beserta perseroan terbatas itu

kemudian sepakatmemperkasai pendirian asuransi islam di

indonesia dengan menyusun tim Pembentukan Asuransi

Takaful Indonesia (TEPATI).22

Menurut Sri Nurhayati, PT Syarikat Takaful

Indonesia merupakan asuransi syariah yang pertama kali

berdiri di indonesia pada tanggal 24 Februari 1994.

Pendiri asuransi syariah yang dimotori oleh Ikatan

Cendikiawan Muslim Indonesia ini, mendorong

perkembangan asuransi syariah selanjutnya di indonesia

hingga mencapai 44 perusahaan asuransi pada tahun 2012

(dakwatuna,2012).23 Pendirian Asuransi Takaful Indonesia

22
Ahmad Rodani et,all, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Zikrul
Hakim, 2008) Cet. ke-1,p. 99
23
Sri Nurhayati dan Wasilah, Akutansi Syariah Di Indonesia, (Jakarta:
Selemba Empat, 2014), Cet-3, p. 365.
diprakarsai oleh Tim Pembentuk Asuransi Takaful

Indonesia (TEPATI) yang dipelopori oleh Ikatan

Cendikiawan Indonesis (ICMI) melalui yayasan Abdi

Bangsa, Bank Muamalat Indonesia, Asuransi Jiwa Tugu

Mandiri, pejabat dari Departemen Keuangan, dan

Pengusaha Muslim Indonesia.24 Di indonesia sendiri

Asuransi islam sering dikenal dengan istilah takaful. Kata

takaful berasal dari takafala yatakafulu yang berarti

meminjam atau saling menanggung.25 Muhammad Syakir

Sula mengartikan takaful dalam pengertian muamalah

adalah saling memikul resiko diantara sesama orang,

sehingga antara satu dengan yang lainnya menjadi

penanggung atas resiko yang lainnya.26

24
Training & Development Department PT Asuransi Takaful
Keluarga, Modul BasicTraining 2002. (Jakarta: PT Asuransi Takaful Keluarga,
2002), p.2.Diunduh 20 Oktober 2016
25
Muhammad Syakir Sula,Asuransi (life dan general) Konsep dan
Sistem Asuransi Syariah, (Jakarta Gema Insani Press, 2004). p.32
26
Abdul Azis Dahlan, et al, p. 138
C. Hukum Asuransi
Landasan dasar asuransi syariah adalah sumber

dari pengambilan hukum praktik asuransi syariah. Karena

sejak awal asuransi syariah dimaknai sebagai wujud dari

bisnis pertanggungan yang didasarkan pada nilai-nilai

yang ada dalam ajaran Islam, yaitu Al-Quran dan sunnah

Rasul, maka landasan yangdipakai dalam hal ini tidak jauh

berbeda dengan metodologi yang dipakai oleh sebagian

ahli hukum Islam.

Berikut adalah beberapa hukum tentang Asuransi

Syari’ah, diantaranya: Dewan Syariah Nasional pada

tahun 2001telah mengeluarkan fatwa mengenai asuransi

syariah. Dalam fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001

bagian pertama mengenai ketentuan umum angka 1

disebutkan pengertian asuransi syariah (ta’min takaful,

atau tadhamun) adalah usaha saling melondungi dan

tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak

melalui investasi dalam bentuk asset dan tabarru’ yang

memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko


tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan

syariah.27

1) Al-Qur’an

Al-quran merupakan petunjuk bagi umat Manusia

dalam menjalankan kehidupan, Menurut Wirdaningsih, apabila

dilihat sepintas keseluruhan ayat Al-quran, tidak terdapat satu

ayat put yang menyebutkan istilah asuransi seperti yang kita

kenal saat ini, baik istilah “al-ta’min” ataupun “al-takaful”.

Namun demikian, walaupun tidak menyebutkan secara tegas

terdapat ayat yang menjelaskan tentang konsep asuransi dan

yang mempunyai muatan nilai-nilai dasar yang ada dalam

praktik asuransi. Diantaranya ayat-ayat Al-quran tersebut antara

lain.28

 Q.S. Al-Hasyr ayat 18

27
Fatwa DSN No.21/DSN-MUI/X/2001.P 5.www/dsnmui.or.id.
diunduh 24 Agustus 2016
28
Wirdyaningsih, p. 236-238
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang Telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.29

Terdapat kalimat “memperthatikan apa

yang telah diperbuatnya untuk hari esok”, hal ini

bisa diartikan juga bahwa kita diperintahkan untuk

selalu melakukan instrospeksi dan perbaikan guna

mencapai masa depan yang lebih baik. Melihat

masa lalun, yakni untuk dijadikan pelajaran bagi

masa depan, dan tidak hanya dijadikan pelajaran

tetapi sebuah motivasi untuk berinvestasi bagi

masa depan baik dunia maupun akhirat.

 Q.S. Yusuf ayat 47-4930

29
Al-qur’an dan terjemah.p. 919
30
Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh
tahun (lamanya) sebagaimana biasa; Maka apa
yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan
dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan. 48.
Kemudian sesudah itu akan datang tujuh tahun
yang amat sulit, yang menghabiskan apa yang
kamu simpan untuk menghadapinya (tahun sulit),
kecuali sedikit dari (bibit gandum) yang kamu
simpan. 49. Kemudian setelah itu akan datang
tahun yang padanya manusia diberi hujan (dengan
cukup) dan dimasa itu mereka memeras anggur."31

31
Al-qur’an dan terjemah .p.334
Implementasi pengendalian resiko sudah di

praktikan pada masa Nabi Yusuf A.S. dengan

bagaimana cara mengangtisipasi 7 tahun masa

pacekli dan 7 tahun masa panen sebagai baghian

meminimalisir resiko yang akan dihadapi pada

masa itu.

 Q.S Al-Maidah ayat 232\

‫وتَعَ َاونُوا َعلَى ْال ِب ِر َوالت َّ ْق َو ٰى‬.... َ


ۖ‫ان‬ِ ‫ىاْلثْ ِم َو ْالعُ ْد َو‬
ِ ْ َ‫ۖ َو ََلتَعَ َاونُوا َعل‬
ِ ‫شدِيد ُْال ِعقَا‬
‫ب‬ َ ‫َّللااَّۖ ِإنَّاللَّ َه‬
َ ‫َواتَّقُو‬
……Tolong-menolonglah kamu dalam
(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran.dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.

2) As-Sunnah33

:‫ع ْنهُ قَا َل‬


َ ُ‫للا‬ ‫ي‬َ ‫ض‬ِ ‫ع ْن اَ ِب ْي ُه َري َْرة َ َر‬َ
‫ت‬ْ ‫ه َْز ْي ِل فَ َر َم‬ ‫ان ِم ْن‬ ِ َ‫ت اِ ْم َرأَت‬ ْ َ‫اِ ْقتَتَل‬

32
Al-qur’an dan terjemah .p. 156
33
Agus Edi Sumanto, p. 5
‫اَ َحدُ ُهه َما ِإَلَّ ا ُ ْخ َرى َب ِح ْج ِر فَقَتَلَتَ ُه َما َو َما‬
)‫ص ُم ْوا اِلَى النِ ِبي ِ (ص‬ َ َ‫اخت‬ ْ َ‫طنِ َها ف‬ ْ ‫فِي َب‬
ِ‫ضى أَ ْن دَيَةُ َج ْينُ َها ِغ َرة اَ ْو َولَ ْيدَة‬ َ َ‫فَق‬
‫ (رواه‬.‫علَ ْي َها قَلَت ُ َها‬ َ ُ ‫ضي دَيَةُ ْال َم ْرأَة‬ َ َ‫َوق‬
)‫البخاري‬
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah r.a, dia berkata:
“Berselisih dua orang wanita dari suku Huzail,
kemudian salah satu wanita tersebut melempar
batu ke wanita yang lain sehingga mengakibatkan
kematian wanita tersebut beserta janin yang
dikandungnya. Maka ahli waris dari wanita yang
meninggal tersebut mengadukan peristiwa
tersebut kepada Rasulullah SAW, maka
Rasulullah SAW memutuskan ganti rugi dari
pembunuhan terhadap janin tersebut dengan
pembebasan seorang budak laki-laki atau
perempuan, dan memutuskan ganti rugi kematian
wanita tersebut dengan uang darah (diyat) yang
dibayarkan oleh aqilah-nya (kerabat dari orang
tua laki-laki).” (HR. Bukhari)

Hadis di atas menjelaskan tentang praktik aqilah

yang telah menjadi tradisi di masyarakat Arab. Aqilah

dalam hadis diatas dimaknai dengan ashabah (kerabat dari

orang tua laki-laki) yang mempunyai kewajiban

menanggung denda (diyat) jika ada salah satu anggota

sukunya melakukan pembunuhan terhadap anggota suku

lain. Penanggungan bersama oleh aqilah-nya merupakan


suatu kegiatan yang mempunyai unsur seperti yang

berlaku pada bisnis asuransi. Kemiripan ini didasarkan

atas adanya prinsip saling menanggung (takaful) antar

anggota suku.

Menurut AM.Hasan Ali bahwa penanggungan

bersama oleh Aqilah-nya adalah suatu kegiatan yang

mempunyai unsur seperti yang berlaku dalam asuransi.34

Dalam praktik aqilah ini, ada prinsip saling menangung

(takaful) antar anggota suku di dalam kehidupan

masyarakat Arab. Dan hal ini tidak dilarang oleh nabi.

3) Piagam Madinah

Rasulullah SAW mengundangkan sebuah

peraturan yang terdapat dalam Piagam Madinah yaitu

sebuah konstitusi pertama yang memerhatikan

keselamatan hidup para tawanan yang tinggal di Negara

tersebut. Seseorang yang menjadi tawanan perang musuh,

34
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam: Suatu
Tinjauan Analisis Historis, Teoritis, dan Praktis ( Jakarta: Kencana Prenada
Media, 2004).p.115
maka aqilah dari tawanan tersebut akan menyumbangkan

tebusan dalam bentuk pembayaran (diyat) kepada musuh,

sebagai pesanan yang memungkinkan terbebaskan

tawanan tersebut. Sebagaimana kontribusi tersebut akan

dipertimbangkan sebagai bentuk lain dari pertanggungan

social (social insurance).35

4) Ijtihad36

 Fatwa Sahabat

Praktik sahabat berkenaan dengan

pembayaran hukuman (ganti rugi) pernah

dilaksanakan oleh Khalifah kedua, Umar bin

Khattab. Beliau berkata, “Orang-orang yang

namanya tercantum dalam diwan tersebut berhak

menerima bantuan dari satu sama lain dan harus

menyumbang untuk pembayaran hukuman (ganti

rugi) atas pembunuhan (tidak disengaja) yang

dilakukan oleh salah seorang anggota masyarakat

mereka.” Umar-lah orang yang pertama kali


35
Ahmad Sukardja, Piagam Madinah dan Undang-Undang Dasar 1945 .(Jakarta:
UI-Press, 1995), p.. 47.
36
Widyaningsih, p.242-243
mengeluarkan perintah untuk menyiapkan data

secara professional perwilayah, dan orang-orang

yang terdaftar diwajibkan saling menanggung

beban.37

 Ijma

Menurut Wikipedia Ijma merupakan

kesepakatan para ulama dalam menetapkan suatu

hukum hukum dalam agama berdasarkan Al-

Qur’an dan Hadits dalam suatu perkara yang

terjadi.38 Ditinjau dari cara menghasilkan

hukumnya, ijma’ dibagi menjadi dua, yakni:

 Ijma’qauli, yaitu ijma dimana para

mujahid menetapkan pendapat baik secara

lisan maupun tulisan yang menerangkan

persetujuan atas pendapat mujtahid

lainnya. Ijma qauli disebut juga ijma

qath’i.

37
MuhammadMuslehuddin, Insurance and Islamic Law, Penerjemah:
Burhan Wirasubrata, Menggugat Asuransi Modern: Mengajukan Suatu
Alternatif Baru Dalam Perspektif Hukum Islam. (Jakarta: Lentera, 1999).p. 31
38
https://id.wikipedia.org/wiki/Ijmak. Di unduh 20 Oktober 2016
 Ijma sukuti, yaitu suatu kesepakatan para

ulama dalam menetapkan hukum suatu

masalah, kesepakatan yang mendapat

tantangan (hambatan) diantara mereka

atau salah seorang diantara mereka tenang

(diam) saja dalam mengambil suatu

keputusan. Ijma’ sukuti disebut juga Ijma’

dzanni.39

Pelaksanaan hukum diyat oleh aqilah

tersebut tidak mendapatkan hambatan atau

bantahan dari para ulama sehingga termasuk

kedalam ijma dzanni. Para sahabat telah

melakukan ittifaq(kesepakatan) dalam hal aqilah

yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab.

Adanya ijma atau kesepakatan ini tampak dengan

tidak adanya sahabat lain yang menentang

pelaksanaan Aqilah ini. Aqilah adalah iuran darah

yang dilakukan oleh keluarga dari pihak laki-laki

39
Chaerul Umam, et.al..Ushul Fiqh 1, (Pustaka Setia,
Bandung:2000).p.78
(ashabah) dari si pembunuh (orang menyebabkan

kematian orang lain secara tidak sewenang-

wenang). Dalam hal ini, kelompok-lah yang

menanggung pembayarannya, karena si pembunuh

merupakan anggota dari kelompok tersebut.

Dengan tak adanya sahabat yang menentang

Khalifah Umar, bisa disimpulkan bahwa telah

terdapat ijma dikalangan sahabat Nabi SAW

mengenai persoalan ini.

 Qiyas

Menurut Daud Ali yang dimaksud dengan

Qiyas adalah metode ijtihad dengan menyamakan

hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuan

didalam Al-quran dan As-sunnah atau Al-hadist

dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam Al-

quran dan As-sunnah/Al-hadist karena persamaan

illat (penyebab atau alasannya).40 Dalam Kitab

40
Daud Ali, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum
Islam di Indonesia, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2004), p. 120
Fathul Bari, yang dikutip oleh Muhammad sair

sula disebutkan bahwa dengan datangnya islam

sistem Aqilah diterima Rasululloh SAW menjadi

bagian dari hukum islam. Ide pokok dari aqilah

adalah suku Arab jaman dahulu harus siap umtuk

melakukan kontribusi finansial atas nama si

pembunuh untuk membayar ahli waris korban.

Kesiapan untuk membayar kontribusi keuangan ini

sama dengan pembayaran premi pada praktik

asuransi syariah saat ini.41 Jadi, apabila

dibandingkan permasalahan asuransi syariah yang

ada pada saat ini dapat di Qiyas-kan dengan sistem

Aqilah yang telah diterima di masa Rasululloh.

 Istishan

Istishan adalah cara menentukan hukum

dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang

sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial.42

Dalam pandangan Ushul Fiqih adalah memandang

41
Muhammad Syakir Sula, p. 31.
42
Daud Ali., P. 122
suatu itu baik.43 Kebaikan dari kebiasaan aqilah

dikalangan suku Arab kuno terletak pada

kenyataan, bahwa sistem aqilah dapat

menggantikan atau menghindari balas dendam

berdarah yang berkelanjutan.

 Kaidah Fikih yang menegaskan

‫ت ا ْل ِح ُّل‬
ِ َ‫ش ُر ْو ِط فِي ْال ُم َعا َمل‬ ْ َ ‫اْأل‬
ُّ ‫ص ُل ِفي ال‬
‫اْل َبا َحةُ ِإَلَّ بِدَ ِليْل‬
ِ ْ ‫َو‬
“Pada dasarnya, semua bentuk mu’amalah boleh
dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.”44

 Undang-Undang Pemerintah dalam Asuransi

Undang-undang dan peraturan pemerintah

yang mengatur asuransi dan perusahaan asuransi di

Indonesia merupakan produk hukum pemerintah

yang harus ditaati oleh ummat Islam selama tidak

43
Daud Ali., P 122
44
A, Dzajuli.Kaidah-kaidah Fiqih. (Jakarta : PT. Kencana, 2007) Cet.
Ke-I, p. 13
bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadist Nabi,

diantaranya:

- Undang-Undang Hukum Perdata.

Perasuransian telah diatur dalam pasal 1774

kitab undang-undang hukum perdata yang dikutip

oleh R.Subekti bahwa Asuransi digambarkan

secara umum dalam persetujuan untung-untungan

yaitu suatu perbuatan yang hasilnya, mengenai

untung ruginya baik untuk semua pihak maupun

beberapa pihak, tergantung pada suatu kejadian

yang belum tentu.45

- Undang-undang No.2 tahun 1992.

Usaha Asuransi dijelaskan dalam UU No.2

tahun 1992 yang di kutip oleh Advendi

Simangunsong bahwa : Asuransi atau

pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak

atau lebih, dengan mana pihak penanggung

45
R Subekti dan R Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum
Dagang (KUHD) dan Undang-Undang Kepailitan, (Jakarta: Pradnya Paramita,
1992), Cetakan 25, p. 380.
mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan

menerima premi asuransi, untuk memberikan

penggantian kepada tertanggung, karena kerugian,

kerusakan atau kehilangan keuntungan yang

diharapkan atau tanggung jawab hukum kepada

pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung,

yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti

atau untuk memberikan suatu pembayaran yang

didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya

seseorang yang dipertanggungkan.46 Undang-

undang tahun 1992 hannya menjelaskan tentang

Asuransi secara umum dan tidak mengatur tentang

Asuransi Syari’ah

- Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No.

224/KMK.017/1993.

Surat Keputusan Menteri Keuangan RI No.

224/KMK.017/1993, menjelaskan tentang

kesehatan keuangan perusahaan asuransi dan

46
Advendi Simangunsong dan Elsi Kartika Sari, Hukum Dalam
Ekonomi, (Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia,2007), Edisi II, p. 103.
perusahaan reasuransi yang dikutip oleh Arip

Johant Tunggal yaitu pasal 3 ayat 1: kekayaan yang

diperkenankan sebagaimana dimaksudkan dalam

pasal 11 ayat 2 PP No. 73 tahun 1992 adalah

kekayaan yang memiliki dan dikuasai oleh

perusahaan asuransi.47

- UU no 40/2014

Pemerintah menetapkan UU No 40/2014

sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 20

Tahun l992 dalam Usaha Perasuransian sebagai

undang-undang yang baru, Pemerintah mengatur

tentang perasuransian dalam undang –undang no

40 /2014 sebagai ketentuan umum bahwa

pengertian asuransi sebagaimana tertera pada

Pasal 1 dan asuransi Syariah pada pasal 2.48

D. Prinsip-Prinsip Asuransi

47
Arif Djohan Tunggal, Peraturan Perundang-undangan Perusahaan
Asuransi di Indonesia Tahun 1992-1997, (Jakarta: Harvarindo, 1998), Cetakan
1, p. 3

48
Undang-Undang no.40 tahun 2014 Tentang Perasuransian
diIndonesia, http/www ojk.co.id, di unduh tanggal 20 Agustus 2016
Allah SWT memiliki dan menguasai seluruh harta

kekayaan. Allah berhak penuh untuk memberikan rezeki

kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia yang telah

menetapkan seorang hamba menjadi kaya dan dia pula

yang memutuskan seseorang menjadi miskin.49 Hanya

manusia wajib berusaha untuk dapat meminimalisir risiko

yang akan terjadi dalam keuangan dengan berasuransi

syari’ah dan sudah menjadi realita yang tidak dapat

dihindari. Prinsip Asuransi Syari’ah adalah turunan dari

Prinsip Ekonomi Syari’ah, dalam kegiatan perasuransian

berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang

memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang

syari’ah.

Menurut AM.Hasan Ali, prinsip-prinsip dasar

asuransi syari’ah ada sepuluh, yaitu : tauhid, keadilan,

tolong-menolong, kerja sama, amanah, kerelaan,

kebenaran, larangan riba, larangan judi, dan larangan

49
Abdullah Amrin, Asuransi Syariah Keberadaan dan Kelebihannya
di Tengah Asuransi Konvensional, p. 83
gharar50 sedangkan menurut Amrin pengelolaan asuransi

syari’ah menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.51

 Prinsip Tauhid
Setiap muslim harus melandasi dirinya

dengan tauhid dalam menjalankan segalaaktivitas

kehidupan, tidak terkecuali dalam berasuransi

syariah. Dimana dalamniatan dasar ketika

berasuransi syariah haruslah berlandaskan pada

prinsip tauhid, mengharapkan keridhaan Allah

SWT.Jika dilihat dari sisi perusahaan, asas yang

digunakan dalam berasuransi syariah bukanlah

semata-mata meraih keuntungan dan peluang pasar

namun lebih dari itu.Niat awal adalah

implementasi nilai syariah dalam dunia asuransi.

Dari sisi nasabah, berasuransi syariah adalah

bertujuan untuk bertransaksi dalam bentuk tolong

menolong yangberlandaskan asas syariah, dan

50
AM. Hasan Ali, Asuransi dalam Perspektif Hukum Islam …p. 125.
51
Abdullah Amrin. Apa Bedanya Asuransi Syariah dengan Asuransi
Konvensional (PT. Mediakom Trisakti, Jakarta. 2011) Cet I. .p.41
bukan semata-mata mencari “perlindungan”

apabila terjadi musibah.Dengan demikian, nilai

tauhid terimplementasi pada industri asuransi

syariah.

 Prinsip Keadilan

Perusahaan asuransi memiliki peluang

besar untuk melakukan ketidakadilan,seperti

adanya unsur dana hangus (untuk produk

tabungan), karena pembatalankepesertaan di

tengah jalan oleh nasabah. Pada asuransi syariah,

dana savingnasabah yang telah dibayarkan melalui

premi harus dikembalikan kepada nasabah

bersangkutan, berikut hasil investasinya. Bahkan

beberapa perusahaan asuransi syariah menyerahkan

ke lembaga kesejahteraan umat seperti lembaga

zakat, infaq, dan shodaqah, ketika terdapat dana-

dana saving nasabah yang telah mengundurkan diri

atau terputus di tengah periode asuransi, lalu tidak

mengambildananya kendatipun telah dihubungi


baik melalui surat maupun media lainnya.Hal ini

berbeda dengan asuransi pada umumnya.Sikap adil

terdapat pada firman Allah QS Al-Maidah:8 yang

artinya adalah sebagai berikut.

Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu


jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan
adil.dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil.berlaku adillah, Karena adil itu
lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa
yang kamu kerjakan.52

 Prinsip Tolong Menolong

hakekat konsep asuransi syariah adalah

tolong menolong, dimana sesama peserta ber

52
Al-qur’an dan terjemah. P.159
tabbaru’ atau berdema untuk kepentingan peserta

lain yang tertimpa musibah. Peserta tidak berdema

kepada perusahaan asuransi, peserta berdema

hanya kepada sesama peserta saja. Perusahaan

hanya berfungsi sebagai pengelola dana tabarru,

konsekuensinya perusahaan tidak berhak

menggunakan dana tabarru’ atau mengklaim

bahwa dana tabarru adalah milik perusahaan.

Perusahaan hanya mendapat ujrah (fee) atas

jasanya mengelola dana tabarru’ tersebut.

Perusahaan asuransi mengelola dana tabarru’

dengan cara menginvestasikan ke instrument yang

sesuai aturan islam dan mengalokasikan untuk

membantu peserta lain yang tertimpa musibah.

Dengan konsep ini sesama peserta telah

mengimplementasikan kegiatan tolong menolong,

walaupun antara peserta tidak saling bertatap

muka. Alloh berfirrman dalam Q.S Al-Maidah:2


ۖ ‫وت َ َع َاونُوا َعلَى ْل ِب ِر َالت َّ ْق َو ٰى‬....
َ
َ ‫انۖ َواتَّقُو‬
َّۖ‫َّللاا‬ ْ
ِ ‫ىاْلث ِم َوالعُ ْد َو‬ْ ْ
ِ َ‫َو ََلت َ َع َاونُوا َعل‬
‫اّلل‬َّ َّ‫ِإن‬
ِ ‫شدِيد ُْال ِعقَا‬
‫ب‬ َ َۖ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam

(mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan

jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa

dan pelanggaran.dan bertakwalah kamu

kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat

siksa-Nya.53

 Prinsip Amanah

Pada hakekatnya kehidupan ini adalah

amanah yang kelak dipertanggung jawabkan

kepada Allah SWT. Perusahaan dituntut untuk

amanah dalam segala hal seperti mengelola dana

premi dan proses klaim. Nasabah juga harus

amanah dalam aspek risiko yang menimpanya.

Nasabah tidak diperbolehkan untuk mengada-ada

sesuatu yang seharusnya tidak dapat diklaimkan

53
Al-qur’an dan terjemah.p. 156
namun berusaha untuk menjadi klaim, dimana hal

ini akan merugikanpeserta yang lian. Perusahaan

juga tidak boleh seenaknya dalam mengambil

keuntungan yang berdampak kerugian pada

nasabah. Sebagaimana firman Allah dalam surat

An-nisa.

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni


dosa syirik, dan dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. barangsiapa yang
mempersekutukan Allah, Maka sungguh ia Telah
berbuat dosa yang besar.(QS. An-Nisa’: 58)54

 Prinsip Saling Ridha (‘An Taradhin)

Aspek ‘an taradhin atau saling meridhai

harus selalu menyertai. Nasabah ridha dananya

54
Al-qur’an dan terjemah. P.128
dikelola oleh perusahaan asuransi syariah yang

amanah danprofessional.Perusahaan asuransi

syariah ridha terhadap amanah yang

diberikanpeserta untuk mengelola kontribusi

(premi) peserta.Peserta ridha dana nya

dialokasikan untuk peserta-peserta lainnya yang

tertimpa musibah, untuk meringankan beban

penderitaan mereka. Dengan prinsip inilah,

asuransi syariah menjadikan saling tolong

menolong memiliki arti yang luas dan mendalam.

Semua menolong dengan ikhlas dan ridha, bekerja

dengan ikhlas dan ridha, serta bertransaksi dengan

ikhlas dan ridha juga.

 Prinsip Menghindari Riba

Banyak transaksi muamalat yang dapat

dilakuakan oleh umat Islam, dengan syarat harus

sesuai dengan syari’at Islam, diantaranya tidak

mengandung unsur Riba, hal ini ditegaskan oleh

Allah dalam surat Al-Baqarah : 275


ِ ‫َّللااُ ْالبَ ْي َع َو َح َّر َم‬
‫الربَا‬ َّ ‫َوأ َ َح َّل‬
(‫…البقرة‬.
"….Dan Allah menghalalkan jual beli dan
mengharamkan riba." (QS. al-Baqarah
:275)55

Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan

jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan

persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok,

yang dibebankan kepada peminjam.56

Riba merupakan mendapatkan keuntungan

dengan cara menggunakan uan sebagai komoditas

utamanya yang terdapat pada sistem bunga di bank

atau bisnis pada lembaga keuangan konvensional.

Riba dapat juga diartikan sebagai tambahan

(ziyadah), tumbuh dan berkembang (usury).Islam

melarang setiapmuslim yang mencoba untuk

meningkatkan modal mereka melalui pinjaman

atasriba (berkembang atau bunga) baik itu pada

rate yang rendah atau tinggi.Kegiatan asuransi

55
Al-qur’an dan terjemah.p .47
56
https://id.wikipedia.org/wiki/Riba, di unduh 25 Oktober 2016
syariah salah satunya adalah menginvestasikan

kumpulan dana tabarru’ dan dana investasi pada

instrumen yang non ribawi atau sesuai dengan

syariah, yang berarti tidak terdapat unsur riba,

sebagaimana dalam system asuransi konvensional.

Kontribusi yang dibayar dan klaim yang

didapatkan adalah pertukaran yang tidak masuk

dalam kategori riba karena properti yang

mengalami musibah ditukar sesuai dengan barang

yang sama atau nominal uang yang mencerminkan

harga properti sesaat sebelum terjadinya musibah.

Sementara itu, premi yang diterima perusahaan

asuransi konvensional diinvestasikan pada

instrumen yang ribawi atau tidak sesuai dengan

syariah, yang berarti terdapat unsur riba dalam

sistem asuransi konvensional. Pertukaran antara

premi yang dibayar dan klaim yang didapatkan

adalah pertukaran yang masuk dalam kategori riba

fadhl.
Secara garis besar riba dikelompokkan menjadi
dua. Yaitu riba hutang-piutang dan riba jual-
beli. Riba hutang-piutang terbagi lagi menjadi
riba qardh dan riba jahiliyyah. Sedangkan riba
jual-beli terbagi atas riba fadhl dan riba
nasi’ah.57 Riba Al-Fadhl adalah kelebihan yang
terdapat dalam tukar menukar antara tukar
menukar benda-benda sejenis dengan tidak
sama ukurannya, seperti satu gram emas
dengan seperempat gram emas, maupun perak
dengan perak.58

 Prinsip Menghindari Maisir

Maisir artinya adanya salah satu pihak yang

untung namun di lain pihak justru mengalami

kerugian, misalnya seorang peserta dengan alasan

tertentu ingin membatalkan kontraknya sebelum

reveresing period, biasanya tahun ketiga, maka

yang bersangkutan tidak akan menerima kembali

uang yang telah dibayarkan (hangus) atau mungkin

sebagian kecil saja. Disinilah terjadi Maisir,

dimana ada pihak yang untung dan ada pihak yang

dirugikan.59

57
https://id.wikipedia.org/wiki/Riba, di unduh 25 Oktober 2016. P 1
58
Abdul Rahman Ghazaly,et all.Fiqh Muamalat.(Jakarta:Kencana
Prenada Media Group,2010).p. 220
59
Muhamad sakir sula.p 174
Maisir bisa disamakan dengan kegiatan

berjudi.Judi menunjukkan tindakan atau permainan

yang bersifat untung-untungan/spekulatif yang

dimaksudkan untuk mendapatkan keuntungan

materi yang akan membawa dampak terjadinya

praktik kepemilikan harta secara batil. Allah SWT

sangat tegas melarang kegiatan perekonomian yang

mengandung unsur perjudian. Larangan tersebut

terdapat dalam Surat Al-Baqarah ayat 219 berikut.

Mereka bertanya kepadamu tentang khamar4 dan


judi. Katakanlah: "Pada keduanya terdapat dosa
yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia,
tetapi dosa keduanya lebih besar dari
manfaatnya". dan mereka bertanya kepadamu apa
yang mereka nafkahkan. Katakanlah: " yang lebih
dari keperluan. "Demikianlah Allah menerangkan
ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir
(QS. Al-Baqarah:219).60

Dengan konsep berbagi risiko (risk

sharing) tidak ada salah satu pihak yang merasa

diuntungkan atau dirugikan. Kondisi ini didasarkan

pada suatu kenyataan bahwa jika peserta

mendapatkan klaim, maka dana yang dibayarkan

untuk klaim riba pertukaran barang sejenis dengan

jumlah yang tidak sama. Uang pertanggungan

tersebut adalah dana tabarru’ atau dana tolong

menolong dari kumpulan peserta yang lain

sehingga perusahaan tidak merasa dirugikan.

Sementara itu jika tidak ada pembayaran klaim

atau nilai klaim yang kecil kepada peserta, maka

perusahaan juga tidak akan diuntungkan karena

cadangan klaim tersebut tetap akan menjadi milik

kelompok dana peserta tabarru’.

60
Al-qur’an dan terjemah. P .34
Dengan demikian, unsur maisir atau judi

tidak terkandung dalam konsep asuransi umum

syariah. Sementara itu, terjadi kondisi yang

berbeda dengan konsep asuransi umum

konvensional, salah satunya pada pengelolaan

premi. Pembayaran premi pada asuransi

konvensional menjadi hak perusahaan secara

keseluruhan. Hal ini akan menimbulkan transfer

risiko yaitu risiko nasabah akan beralih kepada

perusahaan asuransi konvensional. Sistem transfer

risiko secara substansi masuk ke dalam unsur

perjudian(maisir). Kondisi ini didasarkan pada

keadaaan dimana nasabah bisa “untung” ketika

mendapatkan klaim dengan nominal yang jauh

lebih besar dibandingkan dengan premi yang

dibayarkan. Di sisi lain, perusahaan asuransi akan

merugi apabila banyak terjadi klaim. Sebaliknya,

nasabah dapat juga rugi karena tidak mendapatkan

klaim karena tidak terjadi risiko. Di pihak lain,


perusahaan asuransi mendapatkan keuntungan

yang besar dari premi para nasabah karena tidak

ada klaim atau nilai klaim yang nilainya sangat

sedikit.

 Prinsip Menghindari Gharar

Gharar sebagai al-khatar dan altaghrir,

yang artinya penampilan yang menimbulkan

kerusakan (harta) atau sesuatu yang tampaknya

menyenangkan tetapi hakekatnya menimbulkan

kebencian, oleh karena itu dikatakan:

aldunyamata`ul ghuruur artinya dunia itu adalah

kesenangan yang menipu.61

Gharar atau transakasi yang meragukan

merupakan sifat dasar dari gambling dan dengan

alasan itu di larang oleh Islam. Keraguan atau

ketidakpastian transaksi akan menimbulkan

ketidakadilan pada pihak-pihak yang terlibat.

Gharar diartikan sebagai ketidakjelasan, tipuan;

61
Muhamad Syakir sula. P.46
transaksi yang mengandung ketidakjelasan dan

atau tipuan dari salah satu pihak, seperti bai’

ma’dum (jualbeli sesuatu yang belum ada

barangnya).

Dalam takaful unsur gharar dihilangkan.

Akad yang dipakai bukan akad pertukaran tetapi

aqad takafuli yakni akad tolong menolong dan

saling menanggung. Artinya, semua perserta

Asuransi syariah Takaful menjadi penjamin satu

sama lainnya bilasalah seorang peserta asuransi

meninggal sehingga tampak bahwa yang lain

menanggung demikian pula sebaliknya.62

Tolong menolong diwujudkan dengan

membayar sejumlah dana yang akan menjadi

kumpulan dana tabarru’ dimana dana tabarru’ ini

yang digunakan untuk membantu peserta asuransi

jika mendapatkan musibah. Walaupun musibah

62
Zainuddin Ali, Hukum Asuransi Syariah. (Jakarta: Sinar Grafika,
2008), Edisi 1, Cet
1, p. 74
bersifat tidak jelas dan tidak pasti kapan terjadinya,

namun kondisi tersebut tidak berpengaruh pada

jumlah dana tolong menolong yang dibayarkan

oleh peserta. Seorang peserta terkadang membayar

dana tabarru’ satu kali, kemudian nasabah

mendapatkan klaim karena adanya musibah yang

menimpanya. Peserta terkadang telah membayar

dana tabarru’ hingga berkali-kali dan tidak

mendapatkan klaim karena tidak ada musibah yang

menimpanya.

Kondisi ini tidak mengandung unsur

gharar karena keberadaan dana tabarru’ yang

pasti dan memang digunakan untuk menolong

peserta yang mengalami musibah. Sebagaimana

yang telah dijelaskan bahwa asuransi konvensional

menggunakan perjanjian (akad) jual beli. Konteks

perjanjian jual beli asuransi konvensional yaitu

peserta asuransi membayar sejumlah uang (premi)

danperusahaan asuransi bersedia menanggung atau


memberi jaminan kepada peserta pada saat terjadi

risiko. Nasabah tidak mengetahui seberapa besar

dan seberapa lama harus membayar premi.

Seorang nasabah terkadang membayar premi

satukali, kemudian nasabah mendapatkan klaim

karena adanya musibah yang menimpanya.

Namun, terkadang nasabah telah membayar premi

hingga berkali kali dan tidak mendapatkan klaim

karena tidak ada musibah yang menimpanya.

Kondisi ini mengandung unsur ketidakjelasan

(gharar) yang tidak sesuai dengan aturan Islam.

 Prinsip Menghindari Risywah

Suap-menyuap sangat berbahaya dalam

kehidupan masyarakat karena akan merusak

berbagai tatanan atas sistem dalam masyarakat, dan

menyebabkan terjadinya kecerobohan dan

kesalahan dalam menetapkan ketetapan hukum

sehingga hukum dapat dipermainkan dengan uang.

Akibatnya terjadi kekacauan dan ketidakadilan


dengan suap, banyak para pelanggar yang

seharusnya diberi hukuman berat justru mendapat

hukuman ringan, bahkan lolos dari jeratan hukum.

sebaliknya, banyak pelanggar hukum kecil, yang

dilakukan oleh orang kecil mendapat hukuman

sangat berat karena tidak memiliki uang untuk

menyuap para hakim. Tak heran bila seorang

pujangga sebagaimana yang dikutip Yusuf al

Qardawy, menyindir tentang suap dalam kata-

katanya:

Jika anda tidak dapat mendapat


sesuatuYang anda butuhkan Sedangkan
anda sangat menginginkan Maka kirimlah
juruh damaiDan janganlah pesan apa-apa
Juruh damai itu adalah uang63

Dalam menjalankan bisnis, baik pihak

asuransi syariah maupun pihak peserta harus

menjauhkan diri dari aspek risywah (sogok

menyogok atau suap menyuap). Risywah pasti

akan menguntungkan satu pihak dan aka nada

63
Yusuf Qardawy,Fatwa-Fatwa Kontemporer,(Jakarta :Gema Insani
Pres,1988,).p.786
pihak lain yang dirugikan, apapun dalihnya.

Peserta tidak boleh menyogok oknum asuransi

supaya bisa mendapatkan manfaat (klaim), dan

sebaliknya, perusahaan tidak perlu menyuap

supaya mendapatkan premi (kontribusi) asuransi.

Semua harus dilakukan secara baik, transaparan,

adil, dan dilandasi dengan ukhuwah Islamiyah.

 Berserah Diri dan Ikhtiar

Allah memiliki dan menguasai atas seluruh

harta kekayaan. Allah berhak penuh untuk

memberikan rezekinya kepada siapa saja yang

dikehendaki-Nya. Allah yang telah menetapkan

seorang hamba menjadi kaya dan Dia pula yang

memutuskan seorang menjadi miskin.

Sebagaimana firman Allah dalam QS Al-

Baqarah:255 dan 284, Al-Maidah:120, Thaha:6.

Kita sebagai hamba Allah yang (khalifah di muka

bumi) wajib memanfaatkan rizki yang telah

dititipkan oleh-Nya untuk kemaslahatan


(kemanfaatan) manusia. Oleh karena itu kita

diwajibkan untuk saling tolong menolong dan

bekerja sama.

 Saling Bertanggung Jawab

Seluruh peserta asuransi berjanji/berakad

saling bertanggung jawab antara satu sama lain.

Bagi setiap muslim, tanggung jawab merupakan

suatu kewajiban. Rasa tanggung jawab ini timbul

atas dasar sifat saling menyayangi, saling

mencintai, saling membantu dan terdapat

kepentingan bersama untuk mendapatkan

kemakmuran bersama guna mewujudkan

masyarakat yang beriman, takwa dan harmonis.

Dalam Islam, konsep seperti ini disebut dengan

fardhu kifayah. Landasan prinsip saling

bertanggung jawab adalah sebagai berikut.

ِ ‫للاُ َع ْن ُه َما َع ِن النَّبِي‬ ‫ي‬َ ‫ض‬ ِ ‫ع َم َر َر‬ ُ ‫َو َعنِا ْب ِن‬


‫ ُكلُّ ُك ْم َراع َو ُكلُّ ُك ْم‬:‫قَا َل‬ ‫سلَّ َم‬
َ ‫ى للاُ َعلَ ْي ِه َو‬ َّ ‫صل‬ َ
‫والر ُج ُل‬
َّ ,‫ َواْأل َ ِم ْي ُر َراع‬,‫َم ْسئ ُ ْول َع ْن َرعيتِ ِه‬
‫لى‬
َ ‫ع‬ َ ‫ َواْلـ َم ْرأَة ُ َرا ِعيَّة‬,‫راع َعل َىأ َ ْه ِل َب ْيتِ ِه‬
‫ فَ ُكلُّ ُك ْم َراع َو ُكلُّ ُك ْم‬,‫ت زَ ْو ِج َها َو َولَ ِد ِه‬
ِ ‫بَ ْي‬
)‫ (متفق عليه‬.‫عن َر ِعيَّتِ ِه‬ ْ ‫َم ْسئ ُ ْول‬
Dari Ibn Umar ra. Dari Nabi saw, beliau bersabda
: “ Kalian adalah pemimpin dan kalian akan
dimintai pertanggung jawaban atas kepemimpinan
kalian. Seorang penguasa adalah pemimpin,
seorang suami adalah seorang pemimpin seluruh
keluarganya, demikian pula seorang isteri adalah
pemimpin atas rumah suami dan anaknya. Kalian
adalah pemimpin yang akan dimintai pertanggung
jawaban atas kepemimpinan kalian”.(HR.
Bukhari dan Muslim).64

 Saling Melindungi dan Berbagi Kesusahan

Peserta asuransi satu sama lain saling

melindungi dari kesusahan dan bencana karena

keselamatan dan keamanan merupakan keperluan

pokok bagi semua orang. Allah SWT berfirman

dalam surat Quraisy mengenai pemberian janji

64
Imam Nawawi. Terjemah Riyadhus Shalihin. Jakarta: Pustaka
Amani .p.303-304
keselamatan dari ancaman terhadap kelaparan dan

bencana, dimana kelaparan merupakan keperluan

untuk jasmani sedangkan rasa ketakutan

merupakan cerminan keperluan rohani. Pada

prinsipnya tadhamun Islami menyatakan bahwa

yang kuat menjadi pelindung yang lemah, orang

kaya melindungi orang miskin. Pemerintah

menjadi pelindung terhadap kesejahteraan dan

keamanan rakyatnya.

Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa

Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah dasar

syariat yang saling toleran terhadap sesama

manusia untuk menjalin kebersamaan dalam

meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip

ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat

Al Maidah ayat 2, sebagaimana digambarkan

dalam hadist Nabi SAW, Dari Ibnu Umar

radliyallahu anhuma bahwasanya Rosulullah

Shallallahu alaihi wa sallam bersabda :


‫َو َم ْن َكانَ فِى َحا َج ِة أ َ ِخ ْي ِه َكانَ للاُ فِى َحا َجتِ ِه‬
Dan barangsiapa yang berusaha memenuhi
kebutuhan saudaranya maka Allah juga akan
berusaha memenuhi kebutuhannya”. [HR al-
Bukhoriy: 2442, 6951, Muslim: 2580, Abu Dawud:
4893, at-Turmudziy: 1426 dan Ahmad: II/ 91.
Berkata asy-Syaikh al-Albaniy: Shahih.65

Oleh karena itu didalam asuransi syariah

ada beberapa prinsip, diantaranya :

1) Prinsip Kepentingan yang Dapat

Diasuransikan (Insurable Imterest)

Usaha Manusia dalam memperkecil

dampak dari sebuah risiko merupakan kepentingan

dari sebuah keputusan dalam mengambil polis

pada perusahaan Asuransi, A. Hasyim Ali

mengungkapkan bahwa Setiap perjanjian asuransi

harus mempunyai kepentingan. Jika suatu kejadian

dapat menimbulkan kerugian atas seseorang,

65
Mukhtashor Shahih Muslim: 1830, Shahih Sunan Abu Dawud:
4091, Shahih Sunan at-Turmudziy: 1152, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah:
504, Irwa’ al-Ghalil: 2450 dan Shahih al-Jami’ ash-Shaghir: 6707.Dikutip
dariHhhh/www.Ahlaq.Abu Ubaidullah Alfaruq,13 Agustus 2013. Diunduh 01
Oktober 2016
berarti ia mempunyai suatu kepentingan yang

dapat diasuransikan.66

Wujud dari kepentingan yang dapat

diasuransikan tersebut dapat berupa harta benda

maupun jiwa atas seseorang.misalnya saja

seseorang memiliki tempat usaha, dan suatu ketika

orang tersebut mengalami kerugian karena tempat

usaha yang ia miliki mengalami kebakaran, maka

dalam hal ini orang tersebut memiliki kepentingan

yang dapat diasuransikan. Menurut Advendi

Simanungsong bahwa Kepentingan yang dapat

diasuransikan adalah setiap pihak yang bermaksud

mengadakan perjanjian asuransi harus mempunyai

kepentingan yang dapat diasuransikan, artinya

bahwa tertanggung harus mempunyai keterlibatan

sedemikian rupa dengan akibat dari suatu peristiwa

66
A. Hasyim Ali, Pengantar Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995),
Cet. Ke-2, p. 184.
yang belum pasti terjadi dan yang bersangkutan

menderita akibat dari peristiwa itu.67

2) Prinsip Itikad baik

Menurut Man Suparman Dalam perjanjian

asuransi unsur saling percaya antara penanggung

dengan tertanggung akan memberikan keterangan

dengan benar. Dilain pihak tertanggung juga

percaya kalau terjadi peristiwa, penanggung akan

membayar ganti rugi. Saling percaya ini dasarnya

adalah itikad baik.68 Dalam KUHD pasal yang

mengandung prinsip itikad baik dapat dilihat

dalam pasal 251 KUHD yang berbunyi :“Setiap

keterangan yang keliru atau tidak benar, ataupun

setiap tidak memberitahukan hal-hal yang

diketahui oleh si tertanggung, betapapun itikad

67
Elsi Kartika Sari dan Advendi Simanunsong, Hukum Dalam
Ekonomi, (Jakarta: rasindo, 2010), p. 107
68
Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, Hukum Perlindungan
Asuransi Tertanggung Asuransi Deposito Usaha Perasuransian, (Bandung: PT
Alumni, 1997), p. 56-57
baik ada padanya yang demikian sifatnya, sehingga

seandainya si penanggung telah mengetahui

keadaan yang sebenarnya, perjanjian itu tidak akan

ditutup dengan syarat yang sama, mengakibatkan

batalnya pertanggungan”.69

3) Prinsip Keseimbangan

Menurut pasal 246 KUHD, asuransi

merupakan perjanjian penggantian kerugian.Yang

dimaksud dengan ganti rugi disini adalah bahwa

penggantian kerugian yang dikeluarkan oleh

penanggung haruslah seimbang dengan beban

kerugian yang dialami oleh

tertanggung.Keseimbangan yang demikian itulah

yang dimaksud dengan prinsip keseimbangan.

Prinsip keseimbangan ini dapat dilihat dalam pasal

252 KUHD yang berbunyi :

“Kecuali dalam hal-hal yang disebutkan


dalam ketentuan undang-undang, maka
tidak diadakan suatu pertanggungan
kedua, untuk jangka waktu yang sudah

69
R. Subekri dan R.Tjitrosudibio, p. 75.
dipertanggungkan untuk harganya penuh,
dan demikian itu atas ancaman batalnya
pertanggungan yang kedua tersebut”.70
Dari ketentuan diatas, maka dapat

disimpulkan bahwa asuransi diancam batal jika

diadakan asuransi yang kedua atas kepentingan

yang telah diasuransikan dengan nilai penuh, pada

saat perjanjian asuransi yang kedua itu diadakan.

4) Prinsip Suborgasi

Prinsip suborgasi ini biasanya timbul

apabila suatu peristiwa yang tidak diharapkan akan

menimpa tertanggung, akan tetapi peristiwa

tersebut disebabkan oleh pihak ketiga. Maka

penanggung dapat menggantikan kedudukan

tertanggung untuk melaksanakan hak-haknya

terdapat pihak ketiga tersebut. Prinsip suborgasi ini

telah diatur dalam pasal 284 KUHD yang

berbunyi:

“Seorang penanggung yang telah


membayar kerugian sesuatu barang yang
dipertanggungkan, menggantikan si

70
Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang, p. 58.
tertanggung dalam segala hak yang dapat
diperolehnya terhadap orang ketiga
berhubung dengan penerbitan kerugian
tersebut, dan si tertanggung adalah
betanggung jawab untuk setiap perbuatan
yang dapat merugikan si penanggung
terhadap orang ketiga tersebut”.71

Suborgasi berdasarkan undang-undang

tersebut hanya dapat diberlakukan apabila ada dua

faktor, yaitu :Apabila tertanggung disamping

mempunyai hak-hak terhadap penanggung juga

mempunyai hak-hak terhadap pihak ketiga dan

Hak-hak itu adalah karena timbulnya kerugian.

5) Prinsip Kontribusi

Prinsip kontribusi ini biasanya terjadi pada

asuransi berganda, yaitu apabila dalam suatu polis

itu ditanda tangani oleh beberapa penanggung.

Prinsip kontribusi berarti bahwa apabila

penanggung telah membayar penuh ganti rugi yang

menjadi hak tertanggung, maka penanggung

berhak menuntut perusahaan-perusahaan lain yang


71
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Cetakan IV. Citra Umbara,
Bandung. 2010
terlibat pertanggungan untuk membayar bagian

kerugian masing-masing yang besarnya sebanding

dengan jumlah pertanggungan yang ditutupnya.72

6) Prinsip Sebab Akibat

Man Suparman mengungkapkan bahwa

Timbulnya kewajiban penanggung untuk

mengganti kerugian kepada tertanggung apabila

peristiwa yang menjadi sebab timbulnya kerugian

itu disebutkan dalam polis.73 Jadi, apabila

tertanggung mengalami suatu peristiwa yang tidak

diinginkan, akan tetapi peristiwa tersebut tidak

terdapat dalam suatu polis, maka penanggung tidak

berkewajiban untuk mengganti kerugian tersebut,

begitu juga jika sebab terjadinya peristiwa tersebut

terjadi karena tertanggung melakukan kesalahan

sendiri (pasal 276 KUHD). Kecuali jika polis

tersebut merupakan polis yang menanggung semua

resiko, dengan demikian berdasarkan sebab itulah

72
AM. Hasan Ali,p. 82.
73
Man Suparman Sastrawidjaja dan Endang,p. 60-61
penanggung berkewajiban untuk mengganti

kerugian.

E. Tujuan Asuransi

Secara umum, asuransi simpanan bertujuan untuk

tiga hal yang saling terkait, yakni:Menjamin simpanan

nasabah terutama nasabah kecil, Untuk memelihara

kepercayaan mesyarakat terhadap system keuangan

Lembaga Pengelola Keuangan khususnya perbankan,

Untuk memelihara stabilitas system keuangan

Pada intinya asuransi simpanan tersebut ditujukan

untuk mencegah bank runs. Sesuai dengan model

diamond-Dybving, bank runs ditandai dengan self fulfilling

prophecy, dimana turunnya kepercayaan deposan dapat

menimbulkan krisis perbankan74

Asuransi merupakan suatu keperluan dasar

manusia ketika terjadi musibah maka manusia

memerlukan asuransi untuk mengatasinya, musibah itu

74
Andrian Sutedi, Aspek Hukum Lembaga Penjamin Simpanan.
(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), p. 242
dapat berupa kematian yang tiba tiba, kelumpuhan,

penyakit, pengangguran, kebakaran, banjir, badai,

tenggelam, kecelakaan jalan raya, kerugian keuangan, dan

lain-lain. Sering kali mangsa dan keluarga harus

menanggung biaya musibah itu dan biasanya ekonomi

mereka hanya sampai batas tertentu ini jelas menjadikan

asuransi sangat diperlukan untuk diperdagangkan sebagai

keperluan atas manusia yang melingkupi samhat luas

aktifitas-aktifitas kehidupan manusia dan situasi-

situasinya.

Objek seluruh asuransi adalah untuk membuat

persdiaan lagi menghadapi bahaya yang akan menimpan

dalam kehidupa, serta transaksi-transaksi perjanjian yang

dilakukan oleh manusia, sebenernya bahaya kerugian

itulah yang mendorong mansia berikhtiar dengan

bersungguh-sungguh untuk mendpat cara-cara yang

selamat untuk melindungi diri dan kepentingan, cara-cara

itu berbeda-beda sesuai bentuk kerugian itu disadari lebih


awal maka seorang itu akan mengatasinya dengan langkah

mencegah dan sekiranya kerugian itu sedikit orang itu

akan menanggungnyasendiri, tapi sekiranya kerugian itu

tidak dapat diduga dengan lebih awal serta banyak

jumlahnya sehingga tidak boleh dicegah atau diatasi

sendiri, tentunya akan menimbulkan kesukaran

kepadanya75.

Terdapat dua tujuann dalam asuransi jiwa

diantaranya yaitu; menjamin adanya suatu proteksi

darimana para ahli waris dapat memperoleh penghasilan,

jika kepala keluarga meninggal dunia dan untuk

menabung uang sebagai bagian dari estate hidup

seseorang, yang diadakan untuk penghasilan dimasa

depan.

Tujuan pertama disebut proteksi atau

perlindungan, sedangkan yang kedua dinamakan

kebutuhan tabungan. Polis asuransi yang dibeli masing-

75
Nurul Ichasan Hasan, Pengantar Asuransi Syari’ah, (Jakarta:
Gaung Persada Prees Group, 2014),p. . 41
masing mengandung tujuan ini dalam berbagai proporsi,

asuransi bersama adalah semata-mata untuk kebutuhan

proteksi. Asuransi bersama tidak mengandung tunai dan

arena itu tidak ada kemungkinan dipenuhinya kebutuhan

menabung. Sebaliknya asuransi jiwa lengkap adalah untuk

memenuhi kebutuhan menabung dan juga kebutuhan

proteksi, polisnya dapat diatur sedemikian rupa sehingga

kebutuhan menabung dapat terpenuhi menurut keinginan

kita dalam batas-batas tertentu, polis dwiguna

menekankan kebutuhan menabung, dengan hanya sedikit

unsur proteksi.76

Asuransi merupakan erlindungan bersama terhadap

musibah oleh sekelompok orang yang tidak berdaya akan

bahaya yang umum. Kelompok itu bersatu seperti ikatan

darah daging dan setiap anggota kelompok itu harus

bersama-sama menyelamatkan anggotanya, bantu-

membantu dan bersama-sama memikul kerugian yang

76
A. Hasyimi, Bidang Usaha Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),
p.67
umum. Jelas bahwa kehidupan sekelompok orang arab

mereka akan sama-sama menanggung kerugian harta

anggota mereka apabila dirampok, tapi jika mereka

mengalami kematian jiwa, mereka akan bertindak untuk

membalas dendam sebagai suatu bentuk tanggung jawab

bersama yang berbentuk perkelahian atau peperangan

yang memungkinkan kedua belah pihak hancur sama

sekali.

Untuk mengelakan terjadinya pertumpahan darah

dan kehancuran, lahir adat yang dikenal sebagai ganti rugi

kematian jiwa yang diberikan kepada keluarga orang atau

keluarga yang menjadi korban.pembayaran ini dibuat oleh

keseluruhan anggota kelompok untuk anggota yang

melakukan kejahatan. Berdasarkan latar belakang ini

pembayaran diyat(denda) adalah sebagai contoh asuransi

bersama sebagai suatu usaha masyarakat yang bersifat

sosial tetapi mempunyai implikasi ekonomi.


Menurut asuransi umum setiap anggota menjadi

sebagai tertanggung dan penanggung asuransi tanpa

memandang suatu kepentingan, ia tidak bertujuan untuk

mencari keuntungan, bukan hanya kapitalis aaupun

merengguk kekayaan orang lain, pada hakikatnya

merupakan institusi sosial yang dibentuk untuk

meringankan beban individu dengan membagi-bagi beban

itu dikalangan anggota.

Institusi asuransi tanggungan bersama yang

sebenarnya yang dipraktekan oleh kelompok orang arab

tidak pernah memindahkan kerugian seperti yang

dilakukan oleh institusi pada masa kini. Berdasarkan

hakikatnya institusi asuransi dibagi kepada dua tingkatan,

yaitu tanggungan bersama dan pemilikan. Dalam

perusahaan milik sendiri, perusahaan milik sendiri,

peruahaan yang mendatangani surat, dituntut untuk

membayar sejumlah asuransi yang ditetapkan disebut

premi, dengan pertimbangan perusahaan asuransi akan


bertanggung jawab atas kerugian yang mungkin terjadi

sesuai dengan resiko yang ditentukan oleh polis, yaitu

perjanjian asuransi.

Perusahaan tertangguung ini adalah pemegang

polis asuransi, bukan seorang anggota bukan seseorang

yang berkecimpung dalam perusahaan perasuransian.77

Ekonomi adalah sesuatu yang mempelajari perilaku

manusia dalam memilih dan menciptakan kemakmuran.78

Ekonomi adalah ilmu yang mempelajari upaya-upaya

mengalokasikan sumber daya yang tersedia untuk

mencapai kapuasan atau kemakmuran masyarakat.79

Tujuan secara umum Asuransi untukstabiliats

perekonomian adalah prasyarat dasar untuk mencapai

peningkatan kesejahteraan rakyat melalui pertumbuhan

yang tinggi dan peningkatan kualitas pertumbuhan.


77
A. Hasyimi, Bidang Usaha Asuransi, (Jakarta: Bumi Aksara, 1999),
p 14

78
Apridar, Ekonomi Internasional, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012),
p. 2

79
Asfia Murni dan Lia Amaliawati, Ekonomika Mikro, (Bandung:
Refika Aditama, 2012) p. 1
Stabilitas perekonomian sangat penting untuk memberikan

kepastian berusaha bagi para pelaku ekonomi. Stabilitas

ekonomi yaitu salah satu cara untuk melindungi agar

penghasilan masyarakat yang kita upayakan meningkat

dan tidak digrogoti oleh kenaikan harga. Melalui

pertumbuhan yang tinggi dan peningkatan kualitas

pertumbuhan.

F. Macam-macam Asuransi

Banyaknya macam risiko yang dapat di

asuransikan, menuntut perusahaan Asuransi untuk bisa

menjawab peluang dan kebutuhan masyarakat,

kesempatan ini melahirkan banyaknya prodak yang

asuransi lahirkan, berikut macam-macam asuransi menurut

beberapa pakar diantaranya:

Menurut Syafi’i Antonio Produk-produk asuransi

syariah, secara garis besar, terbagi dua, yaitu: takaful

keluarga (asuransi jiwa) dan takaful umum (asuransi

kerugian). Takaful keluarga adalah bentuk asuransi

syariah yang memberikan perlindungan dalam


menghadapi musibah kematian dan kecelakaan atas diri

peserta asuransi takaful. Produk takaful keluarga meliputi:

takaful berencana, takaful pembiayaan, takaful

pendidikan, takaful dana haji, takaful berjangka, tabungan

kecelakaan siswa, takaful kecelakaan diri, dan takaful

khairat keluarga. Sedangkan takaful umum adalah bentuk

asuransi syariah yang memberikan perlindungan finansial

dalam menghadapi bencana atau kecelakaan atas harta

benda milik peserta takaful, seperti rumah, bangunan, dan

sebagainya. Produk takaful umum meliputi: takaful

kendaraan bermotor, takaful kebakaran, takaful

kecelakaan diri, takaful pengangkutan laut, takaful

rekayasa/Engineering, dan lain-lain.80

Menurut Fred Wijaya bahwa Pada garis besarnya

usaha asuransi terbagi 2 (dua) kegiatan usaha yangterpisah

peyelenggaraan yaitu kegiatan asuransi kerugian (umum)

dana asuransi jiwa.Asuransi kerugian (umum)

80
Muhammad Syafi’i Antonio, Prinsip Dasar Operasi Asuransi Takaful dalam
Arbitrase Islam di Indonesia. (Jakarta: Badan Arbitrase Muamalat Indonesia, 1994),
p.150 -151
memberikan jaminan bagi berbagairesiko yang

mengancam harta benda dan berbagai kepentingan

sedangkan asuransi jiwa memberikan jaminan terhadap

kehilangan jiwa seseorang. Dana yang dikumpulkan

berupa premi asuransi dan kemudian diinvestasikan.81

Klasifikasi bisnis asuransi, ada dua katagori besar

asuransi yaitu Asuransi Jiwa/Life Insurance dan Asuransi

Umum/General Insurance. Asuransi jiwa yang

mencangkup: Asuransi jiwa untuk individu, untuk

gruf,kesehatan, kecelakaan, dan dana pension, dengan

risiko yang ditanggung seputar kematian, sakit,cacat, dan

dana pensiun, sedangkan cakupan Asuransi Umum

(General Insurance) terdiri dari Asuransi Kendaraan

Bermotor, Kebakaran, Bencana Alama, Perjalanan (Bisnis

maupun wisata) dan Asuransi Profesi (Dokter, Pengacara

dan lain-lain), dengan resiko yang ditanggung:Berupa

kehilangan atau kerusakan, Kebakaran gedung atau

Hilang atau rusaknya kargoPencurian dan lain-lain:

81
Faried Wijaya dan Soetotwo Hadiwegenino.Lembaga-lembaga
Keuangan dan Bank,(Yogyakarta: BPFE. 1991), Edisi ke-2, p. 337
1. Jenis-Jenis Asuransi Jiwa

Secara generic asuransi jiwa dikelompokan

dalam term insurancedan cash-value life insurance,

term insurance barkaitan dengan jaminan sementara,

sedangkan cash- value life insurance berkaitan dengan

komponen tabungan guna membentuk suatu nilai tunai

dewasa ini peroduk asuransi jiwa dengan berbagai

bentuk kombinasi antara keduanya ditawarkan oleh

perusahaan asuransi kepada masyarakat yang

memerlukannya. Asuransi Jiwa mengelola resiko

dengan cara memindahkan dampak kerugian dari

seorang individu kepada kelompok dan membagi

kerugian yang dialami oleh individu tersebut kepada

seluruh anggota kelompok, dengan menyeleksi

(underwriting) dan menyatukan orang-orang yang

memiliki kepentingan asuransi yang sama, agar risiko

yang di bagi sama, dengan membayar kompensasi


(klaim) kepada mereka yang menderita agar tercipta

rasa keadilan pada Nasabah dan perusahaan.

Underwriting menurut pengertian asuransi jiwa

adalah proses mortalitas (jumlah kejadian meninggal

relative diantara sekelompok orang tertentu) dan

morbiditas (Jumlah kejadian penyakit) calon

tertanggung untuk menetapkan apakah akan menerima

atau menolak calon peserta dan menetapkan klasifikasi

peserta.82

Dalam asuransi jiwa perlu diadakannya seleksi,

yaitu apakah seorang calon tertanggung bisa atau tidak

bisa diterima sebagai calon tertanggung. Setiap

perusahaan mempunyai syarat-syarat tersendiri untuk

menerima atau menolak si penanggung. Pada

perusahaan asuransi ada bagian underwriting tersendiri

untuk mengecek syarat-syarat tesebut, dalam proses

seleksi kesehatan harus pula diperhatikan hal-hal yang

82
Abdullah Amrin. P. 102
berhubungan dengan kebiasaan, pekerjaan dan

sebagainya.

Abdullah Amir menyebutkan bahwa tujuan di

adakannnya Underwriting adalah untuk menyetujui

dan menerbitkan polis yang adil bagi Nasabah, dapat

dijual oleh Agen dan dapat menguntungkan bagi

Perusahaan.83 Untuk mengadaakan seleksi ada

dasarnya yaitu: Umur tertanggung, Jenis Seks

(Pria/Wanita), Macam asuransi yang diinginkan,

Alamat atau temapt tinggal, Keadaan kesehatan badan,

Pekerjaan, Keadaan struktur keluarga atau family,

Keadaan keuangan dan lain-lain.84 Pada dasarnya

produk asuransi jiwa dapat dikatagorikan sebagai

berikut: 85

 Term Insurance (Asuransi Jiwa Berjangka)

83
Abdullah Amrin. P. 105
84
Abbas Salim, Asuransi dan Manajemen Resiko, (Jakarta: PT Raja
Grapindo Persada, 2012), p 114
85
Agus Edi Sumanto,et,all.p. 50
Manfaat asuransi dibayarkan oleh

perusahaan asuransi apabila nasabah asuransi

menerima musibah yang mengakibatkan

meninggal dalam masa perjanjian.

 Whole life insurance (Asuransi Jiwa Seumur

Hidup)

Whole life insurance berbeda dengan

termAnsuranci yang menawarkan jaminan asuransi

dengan jangka waktu yang terbatas, Whole life

insurance justru menawarkan jaminan nilai tunai

sepanjang hidup.Dari praktik-praktik bisnis yang

terjadi selama ini, terdapat dua model yang perlu

dibahas secara singkat.86

 Endowment Insurance

Yaitu manfaat asuransi dibayarkan oleh

perusaan asuransi apabila peserta meninggal dalam

perjanjian atau tetap hidup sampai ahir perjanjian.

86
https: www.tutorialaaji.co.id. di unduh 20 Agustus 2016
Polis endowment merupakan bentuk

asuransi jiwa yang sangat sederhana asuransi

endowment akan membayarkan uang tertanggung

apabila suatu saat dalam jangka waktu

pertanggungan pemegang polis meniggal dunia

dan apabila pemegang polis sampai dengan masa

pertanggungan endowment berakhir masih dalam

kondisi sehat wal afiat, maka jumlah uang

pertanggungan akan dibayarkan kepada pemegang

polis yang bersangkutan.87

Bermacam-macam asuransi tersebut,

tentunya banyak manfaat yang dapat diambil oleh

nasabah, berikut manfaat asuransi menurut Dahlan

Siamat dalam bukunya Manajemen Lembaga

Keuangan antara lain adalah sebagai berikut: Rasa

aman dan perlindungan, Pendistribusian biaya dan

Manfaat yang lebih adil. Semakin besar kerugian

87
Mulyadi Nitisusastro, Asuransi dan Usaha Peraasuransian di
Indonesia, (Bandung: Alfabeta, 2012), p. 124-125
yang mungkin timbul maka semakin besar pula

biaya penanggungannya, Polis asuransi dapat

dijadikan sebagai jaminan untuk memperoleh

kredit, Berfungsi sebagai tabungan, Alat

penyebaran risiko, Membantu meningkatkan

kegiatan usaha”88 Dari uraian diatas dapat

disimpulkan manfaat asuransi bagi pihak

tertanggung adalah memberikan rasa aman

terhadap segala kemungkinan risiko sedangkan

bagi pihak perusahaan asuransi selaku badan usaha

adalah memperoleh laba yang disebut premi.

G. Keagenan Asuransi

Agen merupakan ujung tombak perusahaan dalam

pemasaran produk asuransi, pada umumnya, pemasaran

asuransi diselenggarakan melalui representatives

perusahaan yang dikenal sebagai agen. Agen asuransi

adalah siapa saja yang dikuasakan oleh perusahaan

88
Dahlan Siamat dalam bukunya Manajemen Lembaga Keuangan.
2004.www/hhh.jurnal ekonomi.diunduh 20 Agustus 2016
asuransi untuk mencari, membuat, mengubah atau

mengakhiri kontrak-kontrak asuransi antara perusahaan

asuransi dengan publik.Agen Asuransi menurut Ps. 1 ayat

10 UU.No.2 Thn. 1992 adalah seseorang atau Badan

Hukum yang kegiatannya memberikan jasa dalam

memasarkan jasa asuransi untuk dan atas nama

Penanggung.89 Dalam Kode etik Agen Asuransi Jiwa

Indonesia, SK no.12/aaji/2004, disebutkan bahwa, Agen

Asuransi Jiwa adalah tenaga pemasar asuransi jiwa dari

perusahaan Asuransi Jiwa, mulai dari perusahaan asuransi

jiwa ataupun agen independent yang memasarkan produk-

produk asuransi jiwa dari satu perusahaan Asuransi Jiwa.90

Sedangkan menurut Mulyadi, Dalam praktek bisnis

agen asuransi merupakan lembaga eksternal, artinya satu

unit kerja yang berada diluar organisasi perusahaan, agen

asuransi bisa berbentuk usaha perorangan atau berbentuk

badan usaha. Agen asuransi dimaksudkan sebagai

89
UU.No.2 Thn. 1992, pasal 1 ayat 10, di unduh 20 Agustus 2016
90
AAJI, Kode etik Agen Asuransi Jiwa Indonesia, SK no.12/aaji/2004(
http/www ojk.co.id, di unduh tanggal 20 Agustus 2016) .p.5
perpanjangan tangan perusahaan asuransi dalam

menjangkau prospek yang demikian luas. Dengan

demikian di dalam menjalankan kegiatannya, agen

asuransi melaksanakan seluruh kebijakan yang diterapkan

oleh perusahaan91

Disimpulkan bahwa agen asuransi merupakan

perorangan atau badan usaha diluar perusahaan asuransi

namun menjadi ujung tombak perusahaanyang

kegiatannya merujuk pada kebijakan perusahaan asuransi

untuk menjangkau calon nasabah yang beraneka ragam

latar belakang dalam memasarkan produk asuransi.Begitu

besarnya peran asuransi ini, sehingga Peran sebagai agen

asuransi dalam menjual asuransi jiwa bukan hanya sekedar

pelengkap, tapi sejumlah kegiatan yang berhubungan

dengan kedudukannya sebagai penjual jasa asuransi. Jadi

kalau ada agen tidak mungkin masyarakat akan

mengetahui apa itu asuransi.

91
Mulyadi Nitisusastro, p.138
Pemerintah menaruh perhatian yang besar terhadap

karir dengan asas profesionalisme, integritas dan

akuntabilitas. Asas profesionalisme seperti tertuang dalam

undang-undang republik Indonesia no 21 tahun 2011

tentang otoritas jasa keuangan penjelasan no: 5 yaitu asas

profesionalitas, yakni asas yang mengutamakan keahlian

dalam pelaksanaan tugas Demikian pula tentang profesi

keagenan setiap orang yang dalam jasa keagenan dituntut

untuk ahli dan professional.

Agen Asuransi merupakan Profesi dilindungi dan

diatur dalam Undang-undang no 40/2014 tentang

perasuransian pasal -21- ayat 8, Perusahaan Asuransi atau

Perusahaan Asuransi Syariah wajib membayarkan

imbalan jasa keperantaraan kepada Agen Asuransi segera

setelah menerima premi atau Kontribusi. Pasal 29 Premi

atau Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh

Pemegang Polis atau Peserta kepada Perusahaan Asuransi

atau Perusahaan Asuransi Syariah, atau dibayarkan

melalui perusahaan pialang asuransi. ”Premi atau


Kontribusi dapat dibayarkan langsung oleh Perusahaan

Asuransi atau Perusahaan Asuransi Syariahkepada

perusahaan reasuransi atau perusahaan reasuransi

syariah, atau dibayarkan melalui perusahaan.92

Agen asuransi syariah sangat berperan sekali

dalam pengembangan bisnis asuransi syariah.Salah

satunya adalah dalam perencanaan keuangan dan

pengelolaan resiko pada para nasabahnya.Dalam

menjalankan tugas keagenan, agen asuransi memiliki

beberapa tanggung jawab dan kewajiban yang jelas,

tertuang dalam SK No. 12/AAJI/2004 Tanggal 24 Agustus

2004.BAB II pasal 1 tentang Tanggung Jawab Seorang

Agen:

1) Tanggung Jawab Terhadap Pemerintah

Direktorat Asuransi, Departemen Keuangan yang

bertugas mengatur industri asuransi diIndonesia telah

menerapkan standar hukum minimal untuk agen,

mendefinisikan hal-halyang dapat mereka kerjakan dan

92
Undang-Undang no.40 tahun 2014 Tentang Perasuransian
diIndonesia,(http/www ojk.co.id), di unduh tanggal 20 Agustus 2016
tidak dapat mereka kerjakan. Peraturan ini dibuat

untukmelindungi kepentingan calon klien dan klien yang

ada.Sebagai wakil perusahaan, andaharus sepanjang waktu

berpegang pada hukum/peraturan ini atau mengambil

resiko yangakan membahayakan bukan hanya untuk diri

anda , akan tetapi yang lebih penting lagi adalah klien

anda.

2) Tanggung Jawab Terhadap Perusahaan

Dalam cakupan perjanjian keagenan anda dengan

perusahaan, anda harus menunjukkan kejujuran, niat baik

dan kesetiaan dalam semua bisnis anda. Anda diharapkan

untuk membuka semua fakta penting yang berkaitan

dengan hubungan agen dengan klien seperti keterangan

mengenai kesehatan klien sesuai dengan ketentuan

Underwriting, dengan menjual produk yang sesuai dalam

situasi tertentu, dengan cara yang professional dan pantas,

yang ditunjukkan oleh standar etika tertinggi.

3) Tanggung Jawab Terhadap Klien Yang Sudah Ada dan

Calon Klien.
Menyesuaikan produk dengan kebutuhan klien

akan membangun hubungan saling percaya.93 Sebagai

wakil perusahaan, anda juga harus menerapkan standar

profesional yang sama seperti yang diharapkan oleh

perusahaan. Anda ditugaskan dengan tanggung jawab

legal dan etis tentang kerahasiaan informasi, penyerahan

aplikasi yang tepat waktu, saran yang tepat dan

penyerahan polis yang cepat. Sebagai pemasar asuransi,

anda mendatangi calon klien, untuk menawarkan produk

atau jasa yang akan sangat menguntungkan orang tersebut.

Penjualan yang berdasarkan kebutuhan menuntut anda

untuk terus menerus mendapatkan pengetahuan dan

keterampilan yang diperlukan untuk melakukan analisa

dan membuat rekomendasi yang sesuai.Anda harus tahu

jenis produk asuransi khusus yang dirancang untuk

memenuhi kebutuhan khusus.

93
LAMPIRAN 1, SK No. 12/AAJI/2004 Tanggal 24 Agustus 2004,
Tentang Kode Etik Agen Asuransi Jiwa Indonesia dan Ikrar Bersama
Perusahaan Asuransi Jiwa Anggota AAJI.Diunduh 20 Oktober 2016.
Untuk mengatasi persaingan yang ketat antar agen

asuransi syariah dengan konvensional, maka dibutuhkan

kiat-kiat khusus yaitu dengan memberikan pelayanan yang

terbaik bagi nasabah dengan menawarkan jasa Asuransi

Syari’ah yang dikelola secara professional, adil, tulus, dan

amanah. Pelayanan bagi konsumen adalah bukan sekedar

kemampuan memberikan servis yang ramah. Tetapi,

pelayanan dalam ragam produk yang dapat membantu

nasabah menyelesaikan urusannya dalam hal bertransaksi

dan menyimpan uang. Untuk itu, agen harus lebih kreatif

dalam menciptakan produk-produk inovatif dan harus

menguasai pasar.

Kualitas pelayanan sebagai salah satu faktor utama

dalam menciptakan loyalitas pada nasabah, diharapkan

sebuah Asuransi Syari’ah harus benar-benar dalam

mempraktekkannya. Seandainya Agen Asuransi Syari’ah

kurang fokus terhadap salah satu saja, maka jangan

berharap akan berhasil mendapatkan atau

mempertahankan nasabahnya.
Untuk itu, Agen Asuransi Syari’ah harus lebih jeli
dalam mempelajari perilaku nasabahnya. Tiap-tiap
karakter nasabah perlu disikapi secara berbeda. Artinya,
jika segmen pasar yang dituju berbeda maka strategi
pemasar (marketing) yang diterapkan pun berbeda. Setelah
menerapkan segmentasi kepada nasabah, maka Takaful
Indonesia akan lebih terarah dalam membuat peran agen
yang tepat sasaran.
Ketentuan-ketentuan Agen Asuransi (Psl 27 PP
No. 73 thn 1992):
a. Setiap Agen Asuransi hanya dapat menjadi
agen dari satu Perusahaan Asuransi.
b. Agen Asuransi wajib memiliki perjanjian
keagenan dengan Perusahaan Asuransi
yang diageni.
c. Semua tindakan Agen Asuransi yang
berkaitan dengan transaksi asuransi menjadi
tanggung jawab Perusahaan Asuransi yang
diageni.
d. Agen Asuransi dalam menjalankan
kegiatannya harus memberikan keterangan
yang benar dan jelas kepada calon
Tertanggung tentang program asuransi yang
dipasarkan dan ketentuan isi polis,
termasuk hak dan kewajiban calon
Tertanggung94

94
PP No. 39 Tahun 2008, tentang perubahan kedua atas peraturan
pemerintah no 73 thn 1992. Tentang penyelenggaraan usaha perasuransian.
www.hukumonline.Com di unduh 15 Oktober 2016.

Anda mungkin juga menyukai