Jika tujuan fundamental dari penafsiran adalah untuk menemukan makna Jari teks Alkitab,
maka sasaran utama dari tugas kita adalah mengidentifikasi dan menjelaskan prinsip - prinsip dan
prosedur - prosedur yang diperlukan untuk menemukan makna tersebut secara akurat. Hal ini
mencakup prinsip - prinsip yang dibutuhkan untuk memahami komunikasi bahasa. Para penulis
Alkitab mengekspresikan makna Ilahi mereka dalam bahasa manusia. Untuk mengetahui apa yang
mereka maksudkan lewat kata - kata yang dipakai, kita harus memahami berita mereka berdasarkan
cara pemakaian bahasa yang secara umum digunakan untuk mengomunikasikan konsep - konsep.
Tampaknya masuk akal jika kita menganggap para penulis Alkitab bermaksud agar para
pembaca asli dapat memahami apa yang mereka tulis. Mereka tidak mengungkapkan berbagai
pemikiran mereka lewat sandi - sandi rahasia. Meskipun mereka kadang - kadang menggunakan
sejenis teka - teki , perumpamaan, atau simbol apokaliptik yang mungkin saja membingungkan dan
menantang para pembaca, namun mereka bermaksud untuk berkomunikasi secara jelas, meskipun
lewat apa yang disebut di atas. Sebagaimana penulis pada umumnya, para penulis menulis dengan
cara yang dapat dipahami dan langsung, sehingga para pembaca dapat memahami pesan yang mereka
sampaikan dan menghidupinya secara konsisten. Karena kita yakin, bahwa para penulis Alkitab telah
mengomunikasikan berita yang ingin disampaikannya secara memadai, maka kita wajib
menafsirkannya secara tepat pula, mengikuti kaidah - kaidah komunikasi bahasa. Dalam percakapan
yang normal, kita segera dapat memahami apa yang kita dengar tanpa perlu berpikir keras. Komputer
mental kita, pikiran kita, secara otomatis memproses informasi yang kita dengar. Pengalaman seumur
hidup telah mengatur bank memori kita untuk memahami makna - makna dari kata - kata dan kalimat
– kalimat, hampir tanpa kita sadari. Meskipun demikian, hal ini tidak secara otomatis berlaku dalam
proses pembacaan Alkitab . Karena Alkitab asli sebenarnya ditulis dalam bahasa - bahasa asing dan
ditujukan kepada orang - orang yang hidup jauh di masa lampau di belahan dunia yang berbeda
dengan cara hidup yang berbeda. Kalimat - kalimat yang dulu sangat jelas bagi para pembaca asli,
mungkin kini tidak lagi jelas bagi kita. Apa yang bagi para pembaca mula - mula dapat dipahami
tanpa perlu banyak usaha, menuntut usaha yang lebih dari kita.
Karena kita tidak secara otomatis memahami ketika menerima sebuah pernyataan, maka kita
harus berhenti dan memikirkannya. Oleh sebab itu, penafsiran yang dilakukan secara sengaja
menuntut kita mengubah pola - pola dasar komunikasi lewat alam bawah sadar yang sering kita
terapkan, untuk ditingkatkan kepada tingkatan analisis secara sadar. Kita harus secara sengaja
menganalisis berita yang tidak jelas berdasarkan prinsip - prinsip komunikasi bahasa yang secara
normal berfungsi secara tanpa sadar. Dasar pemikiran ini menjadi dasar bagi kebanyakan prinsip
penafsiran Alkitab yang akan kami tampilkan dalam buku ini. Setiap panduan hermeneutika lahir dari
dan menyinggung sejumlah hal yang esensial yang berhubungan dengan usaha mengatasi halangan -
halangan dalam rangka memahami Alkitab.
Bagaimanakah caranya kita memahami berita - berita yang tertulis di dalam Alkitab ? Supaya
sebuah komunikasi yang efektif dapat terjadi, penerima ( atau pembaca mana pun yang muncul
belakangan ) harus memahami berita tersebut berdasarkan indikator - indikator makna yang dipakai
oleh penulis untuk mengekspresikan pemikirannya. Sebagaimana yang sudah kami gambarkan dalam
bab sebelumnya, dalam setiap tindakan - ucapan, seorang penulis memasukkan sebuah berita yang
mengandung sejumlah muatan ( proposisi ) yang dipresentasikan lewat sejumlah media ( atau genre )
untuk mencapai efek tertentu dari para pembacanya. Sebuah hasil penafsiran yang absah atas sebuah
tindakan komunikasi sedapat mungkin harus sesuai dengan unsur - unsur tersebut di atas. Proses
untuk mencapai sebuah penafsiran yang akurat dari tertulis melibatkan sebuah pemahaman atas lima
hal penting sebagai berikut: ( 1 ) konteks kesusastraan ( yakni, konteks langsung di dalam buku di
mana sebuah teks tertulis) , ( 2 ) latar belakang historis - budaya, ( 3 ) makna - makna kata, ( 4 )
hubungan tata bahasa, dan ( 5 ) genre bentuk kesusastraan ( konteks kesusastraan global dari teks
tersebut : surat, apokaliptik, naratif, perumpamaan, dsb. ). Kita perlu memiliki kepekaan di sepanjang
kegiatan kita terhadap apa yang sedang dilakukan oleh penulis dalam dalam tindakan komunikatifnya,
misalnya : menginformasikan, mendesak, memberi semangat, menceritakan sebuah kisah,
membangun kepercayaan atau pandangan dunia dasar, mengancam, menghubungkan, mengajak,
merayakan, dan sebagainya. Dengan kata lain, cermati jalan pikiran penulis dalam tindakan
komunikatif tersebut ; apa yang sedang diusahakan untuk dicapainya ? ( Untuk memahami cara kerja
puisi kita akan menghadapi tantangan - tantangan tambahan dan unik , dan kita akan membahasnya di
bab selanjutnya ) . Secara normal , para penulis akan mengomunikasikan pemikiran pemikiran mereka
melalui media yang dapat dipahami secara kontekstual , yakni melalui pernyataan - pernyataan yang
mengandung kata - kata berdasarkan makna alaminya di dalam sebuah konteks yang konsisten dengan
situasi - kondisi sosial - budayanya. Dampak setiap kata atas pemahaman dari sebuah kalimat secara
keseluruhan muncul dari hubungan tata bahasa antara kata tersebut dengan kata - kata lainnya. Oleh
sebab itu , bagaimanapun genre dari bentuk sastranya ( sebuah topik yang akan kita bahas dalam bab -
bab berikutnya ), agar dapat menemukan apa yang dimaksud oleh penulis, seseorang harus
berkonsentrasi atas empat hal : konteks kesusastraan, latar belakang historis - budaya, kata - kata, dan
tata bahasa. Hasil penafsiran atas sebuah teks yang tidak sesuai dengan keempat aspek di atas,
kemungkinan besar bukan merupakan makna yang dimaksudkan oleh penulis teks tersebut.
KONTEKS KESUSASTRAAN
Prinsip dasar dari hermeneutika biblika adalah bahwa makna yang dimaksudkan dalam bagian
tulisan apa pun adalah makna yang konsisten dengan pengertian dari konteks kesusastraan di mana
tulisan tersebut berada. Oleh sebab itu, segala penafsiran yang diajukan harus lulus dari ujian berikut :
Apakah penafsiran tersebut konsisten dengan konteks kesusastraannya ? Dalam karya kesusastraan,
konteks dari bagian tulisan tertentu adalah materi - materi yang secara langsung diletakkan sebelum
dan sesudah bagian tulisan tersebut. Konteks dari sebuah kalimat adalah paragrafnya, konteks dari
sebuah paragraf adalah rangkaian paragraf. paragraf yang mendahului dan mengikuti paragraf
tersebut, dan konteks dari sebuah bab adalah bab - bab yang ada di sekitarnya. Secara ultimat,
keseluruhan buku yang didalamnya sebuah bagian tulisan dimunculkan adalah konteks yang
menentukan. Dalam menafsirkan Alkitab, kanon dari keenam puluh enam kitab menjadi konteks
kesusastraan terbesar yang di dalamnya semua bagian tulisan dipahami.
Konteks Langsung
Konteks langsung menjalankan kontrol yang paling penting atas makna sebuah teks . Kami
mendefinisikan konteks langsung sebagai materi yang letaknya langsung sebelum dan sesudah teks
yang sedang dipelajari. Dalam beberapa contoh, ia bisa saja berupa kalimat - kalimat atau paragraf -
paragraf yang mendahului atau mengikuti teks tersebut ; sedangkan dalam contoh lain ia mungkin saja
merupakan subbagian dari teks tersebut , atau mungkin juga berupa bagian utama dari keseluruhan
kitab. Taktik, pembuatan outline dari keseluruhan kitab dapat membantu penafsir menemukan
pembagian pembagian yang alamiah dan menentukan konteks langsung dari sebuah teks. Ide - ide
yang ada akan dihubungkan dengan sebuah benang merah. Kedekatan antara materi - materi yang ada
dan korelasi di antara materi - materi tersebut menjadikan konteks langsung sebagai indikator makna
yang lebih penting dibandingkan dengan konteks keseluruhan kitab atau keseluruhan Alkitab.
Penyelidikan atas konteks langsung difokuskan pada dua hal : tema dan struktur. Untuk
menemukan tema atau ide utama dari keseluruhan kitab di mana teks tersebut terletak, seseorang
harus terlebih dahulu menentukan tema dari bagian yang terdahulu, teks itu sendiri, dan bagian tulisan
yang mengikutinya. Tentu saja, ini dijalankan dengan asumsi bahwa teks yang dipelajari tidak terletak
di awal atau akhir dari sebuah unit pikiran yang utuh. Jika ternyata memang demikian, seseorang
hanya dapat memeriksa apa yang mengikuti atau mendahuluinya, sesuai dengan tempatnya.
Kemudian seseorang harus menganilisis tema - tema tersebut untuk menemukan tema umum yang
mempersatukan mereka semua. Tema dari konteks langsung ini menentukan makna dari kata, frasa,
klausa, dan kalimat yang tercantum dalam teks yang sedang dipelajari tersebut.
Sebagaimana dengan keterampilan apa pun, mempelajari cara menemukan tema utama dari
sebuah teks menuntut banyak latihan. Langkah langkah berikut mengilustrasikan proses tersebut.
Pertama, bacalah dengan teliti bagian yang mendahului untuk menentukan subjek yang dominan. Ini
berarti, carilah topik yang menjadi sasaran referensi dari segala sesuatu di dalam paragraf atau bagian
tulisan tersebut. Kedua, tuliskan sebuah kalimat topik dengan kata - kata sendiri . Sebuah kalimat
topik yang baik harus tepat dan padat. Tidaklah cukup mengatakan bahwa tema dari teks tersebut
adalah kasih. " Jelas sekali , sebuah teks tidak mampu menceritakan segala sesuatu yang berhubungan
dengan kasih. Sebuah kalimat topik yang tepat mengandung sebuah rangkuman singkat tentang apa
yang dikatakan oleh teks tentang kasih. Misalnya : Kasih itu lebih dari sebuah perasaan ; ia harus
dibuktikan dengan tindakan. Dalam kaitan dengan ketepatan dan kepadatan, tema yang ada harus
dibatasi dalam satu kalimat saja. Ulangi proses ini untuk setiap bagian dari konteks langsung dan
kemudian ditingkatkan hingga menemukan konteks keseluruhan kitab.
Fokus kedua dari konteks langsung adalah struktur . Bagian - bagian tulisan bukan hanya
dihubungkan oleh sebuah tema umum , tetapi juga oleh sebuah struktur. Seorang penafsir yang teliti
bukan hanya menyelidiki apa yang dikatakan oleh teks, tetapi juga bagaimana sang penulis
mengorganisasi materi yang ada. Pertama, tentukan bagaimana sebuah teks tertentu melanjutkan jalan
pemikiran bagian yang mendahuluinya dan menyediakan jalan bagi bagian yang mengikutinya.
Bagaimanakah caranya setiap paragraf memberikan kontribusi kepada perkembangan pemikiran di
dalam konteks langsung yang ada ? Semua gagasan tersebut akan memampukan seorang penafsir
menjelaskan hubungan antara teks yang sedang dipelajari dengan paragraf - paragraf atau bagian -
bagian yang mengelilinginya. Sama seperti seseorang harus memahami setiap kalimat di dalam
sebuah teks dan konsisten dengan tema umum dari konteks langsung, demikian juga seseorang harus
menafsirkan setiap kalimat tersebut sesuai dengan hubungan struktural dari paragraf tersebut dengan
materi - materi yang berbatasan langsung dengannya.
Untuk menyusun bagian - bagian tulisan dalam sebuah rangkaian yang berurutan, para penulis
menerapkan berbagai macam hubungan struktural . Dalam bagian - bagian tertentu, paragraf -
paragraf yang ada disusun secara kronologis. Narasi - narasi sejarah biasanya disusun dengan cara ini,
yakni dengan melaporkan peristiwa - peristiwa berdasarkan urutan waktu kejadiannya. Sebagai
contoh, perhatikan kata - kata pembuka dalam paragraf - paragraf berikut : " Sesudah itu turunlah
mereka dari . . . " " Lalu Samuel mengambil buli - buli . . . " " Dari sana engkau akan berjalan terus
lagi . . . " " Sesudah itu engkau akan sampai ke . . . " ( 1Sam . 9 : 25 ; 10 : 1 , 3 , 5 ). Para penulis
biasanya mengindikasikan rangkaian peristiwa peristiwa tersebut lewat kata keterangan waktu dan
kata sambung yang mengindikasikan sebuah kesinambungan : sekarang , lalu , selanjutnya, dan
sesudah itu. Kitab - kitab PL seperti Yosua, Raja - raja, dan Tawarikh menyampaikan cerita - cerita
secara kronologis, sementara narasi - narasi patriakh ( Kej . 12 - 36 ) menghubungkan episode -
episode yang ada secara longgar dalam sebuah struktur kronologis yang luas.
Teks - teks yang lain mengelompokkan materi yang ada ke dalam sebuah konteks berdasarkan
kesinambungan tematis. Sebagai contoh, para penulis Injil kadang - kadang mengelompokkan
berbagai peristiwa atau pengajaran yang memiliki natur yang sama, meskipun tidak terjadi pada masa
yang sama. Penulis Injil Matius mungkin mengumpulkan perumpamaan - perumpamaan di pasal tiga
belas untuk menunjukkan pelayanan pengajaran Yesus. Dalam PL, kitab Imamat mengumpulkan
bagian - bagian yang berhubungan dengan ibadah berdasarkan tema yang sama, sementara Hakim -
hakim menampilkan tema utama kitab tersebut di 2:6-23, kemudian mengilustrasikan tema tersebut
dengan mencerita kan perbuatan - perbuatan dari para hakim ( psl . 3 - 16 ), dan menampilkan episode
- episode lain untuk menyatakan bahwa bangsa Israel memerlukan seorang raja ( psl . 17 - 21 ).
Urutan logis , sebuah prinsip penyusunan lain , mencakup sebagian besar rangkaian urutan
peristiwa - peristiwa di dalam Nabi - nabi PL, Surat surat Kiriman PB, dan Ucapan - ucapan dalam
Alkitab. Pengaturan berdasarkan urutan logis ini dilakukan dalam berbagai bentuk. Sejumlah pola
struktural penting yang dipakai oleh para penulis dalam mengembangkan alur pikiran logis mereka
adalah :
1. Pengantar mempersiapkan jalan bagi apa yang akan mengikutinya
2. Penjelasan menjelaskan maknanya
3. Ilustrasi memberikan sebuah contoh atau perumpamaan
4. Kausasi menunjukkan hubungan sebab - akibat
5. Instrumentasi mendemonstrasikan sebuah alat untuk
6. Interogasi mencapai tujuan menampilkan sebuah pertanyaan dan jawaban
7. Pembuktian membuktikan pendapat yang sudah diungkapkan menampilkan hal - hal
yang detail menarik sebuah prinsip umum dari berbagai
8. Partikularisasi
9. Generalisasi detail
10. Persimpangan
11. Krusialitas menampilkan urutan berselang - seling
12. Klimaks poros penanda perubahan arah mengindikasikan pergerakan dari yang
kurang ke arah yang lebih
13. Kelanjutan melanjutkan ide sebelumnya
14. Kesinambungan menyatakan ulang ide yang sama
15. Repetisi menyatakan kata - kata yang sama untuk memberi penekanan
16. Perbandingan menunjukkan kesamaan dengan hal yang lain
17. Kontras menunjukkan perbedaan dengan hal yang lain
18. Rangkuman mengulas ulang pokok pikiran secara ringkas
19. Konklusi menarik kesimpulan atau mengakhiri
Kadang - kadang , kata - kata sambung di awal sebuah paragraf meng indikasikan koneksi -
koneksi logis yang ada. Penggunaan koneksi logikal antar dua paragraf oleh penulis mempermudah
proses identifikasi hubungan struktural, namun, sayangnya, para penulis tidak selalu mencantumkan
koneksi logikal di dalam tulisannya. Kalau hal tersebut terjadi, seorang penafsir harus menduga jenis
koneksi logis yang ada berdasarkan natur dari isi tulisan tersebut. Dengan menentukan bagaimana
setiap paragraf berfungsi dalam alur pikiran logis yang ada di dalam konteks, seorang penafsir akan
memiliki perspektif untuk menemukan signifikansi sejati dari teks tersebut. Genre bentuk sastra
memberikan sebuah petunjuk lain untuk memahami pola penyusunan materi Alkitab. Para penulis
Alkitab menerapkan berbagai variasi bentuk sastra yang berbeda yang ada di zaman Alkitab .
Beberapa tahun belakangan, para sarjana semakin meyakini betapa besarnya pengaruh yang
disebabkan oleh perbedaan genre sastra atas makna dari berita yang dikomunikasikannya. Kami
membahas fitur - fitur dari bentuk sastra yang ada serta signifikansinya bagi penentuan makna dalam
beberapa bab berikut yang akan membahas genre - genre bentuk sastra.
Dalam beberapa contoh , hubungan di antara beberapa paragraf yang berurutan secara
langsung mungkin saja terlihat sangat membingungkan. Seorang penafsir mungkin saja tidak dapat
menemukan alasan mengapa paragraf - paragraf tersebut diurutkan baik secara kronologis, tematis,
logis, maupun dibandingkan dengan genre sastra. Kita dapat menjelaskan kondisi seperti itu sebagai
sebuah " loncatan pemikiran antarteks yang sengaja ditampilkan oleh penulis untuk menyatakan
sebuah fenomena yang disebut transfer psikologis. Hal ini terjadi ketika sebuah subjek memicu
sebuah perubahan psikologis menjadi subjek yang berbeda. Di dalam pikiran sang penulis, terdapat
sebuah koncksi di antara kedua pikiran tersebut, namun koneksi tersebut lebih bersifat psikologis dari
pada logis. Hubungan tersebut jelas bagi penulis namun tidak secara langsung dapat ditemukan oleh
pembaca. Sebelum menuduh bahwa penulis memiliki penyimpangan secara mental dalam menulis,
seorang penafsir harus terlebih dahulu berusaha menemukan kerangka referensi dari penulis serta
kemungkinan koneksi yang ada.
Contoh dari kasus di atas muncul di 2 Korintus 6 : 13. Mengikuti paragraf yang tercantum di
ayat 11 - 13, yang diakhiri dengan permohonan Paulus kepada para pembaca untuk " membuka hati
selebar - lebarnya, " Paulus kemudian seolah - olah menyisipkan sebuah bagian yang kelihatannya
tidak ada kaitannya, 6 : 14 - 7 : 1 , yang dimulai dengan, " Janganlah kamu merupakan pasangan yang
tidak seimbang dengan orang orang yang tak percaya . " Kemudian di 7 : 2 ia melanjutkan apa yang
tinggalkan di 6 : 13 dengan sebuah pengulangan, " Berilah tempat bap kami di dalam hati kamu ! "
Hubungan antar bagian - bagian tersebut mungkin bersifat psikologis. Jika kamu menyediakan ruang
bagi saya di dalam hatimu, demikian Paulus memberitahu orang - orang di Korintus , kamu tidak
boleh menyediakan ruang hatimu " untuk bergaul dengan orang - orang tak percaya. Paulus percaya
bahwa pergaulan tidak kudus yang kini sedang mereka jalankan akan mengambil alih sebuah reuni
yang murni antara dirinya dengan jemaat Korintus.
Terakhir, kita mungkin saja menemukan sebuah transisi yang mendadak dari satu paragraf ke
paragraf yang lain. Ketika seorang penulis memperkenalkan sebuah topik baru , saat itu mungkin
terjadi sebuah jeda alur pikiran. Kadang - kadang seorang penulis mempersiapkan para pembacanya
untuk transisi tersebut ; namun kadang - kadang tidak terdapat petunjuk sama sekali. Dalam usaha
menafsirkan sebuah teks dengan cara yang konsisten dengan konteksnya, para penafsir harus
mengenali kemungkinan hadirnya sebuah transisi mendadak , baik sebelum maupun setelah teks
tersebut. Hal ini akan melindungi penafsir dari menciptakan sendiri gagasan gagasan kontekstual yang
tidak dimaksudkan oleh penulis teks itu sendiri.
Pembagian-pembagian Alamiah
Pertama-tama, seorang penafsir harus menemukan pembagian-pembagian alamiah dari bagian tulisan
yang kita pelajari. Cara pembagian sangat tergantung kepada jenis kesusastraan tulisan yang
dipelajari, dan kami memberikan bantuan untuk berbagai genre berbeda dalam bab-bab selanjutnya
dari buku ini. Sebagai contoh, dalam narasi sejarah, bagian. bagian utama mungkin saja mencakup
beberapa pasal dalam Alkitab yang kita miliki sckarang (mis, kisah Yusuf mencakup Kej. 37-50), dan
seorang penafsir perlu membagi bagian utama tersebut ke dalam unsur-unsur yang lebih kecil. Hal
yang sama juga berlaku bagi Kitab-kitab Injil dan Surat surat Kiriman dalam PB. Setiap bagian harus
dianalisis untuk menemukan alur pikiran dari penulis. Dalam puisi, tentu saja, satu puisi adalah suatu
unit yang utubh untuk dianalisis--ada yang lebih pendek, ada juga yang lebih panjang. Karya sastra
kebijaksanaan memerlukan perhatian yang lebih teliti karena akan lebih sulit menentukan batasan
untuk satu unit yangutuh. Satu segmen mungkin saja terdiri dari satu amsal, satu mazmur tersendiri
(mis., Mzm. 37), satu ucapan (nis., Ayb. 23:1-24:25), keseluruhan kitab, atau Khotbah di Bukit dari
Tuhan kita. Tulisan apokaliptik merupakan jenis yang paling sulit; tulisan ini menempatkan pembaca
modern ke dalam teritori yang paling asing. Namun, mimpi yang tercatat di Daniel 7:1-14 adalah satu
unit utuh; penafsiran atas mimpi tersebut di 7:15-28 merupakan unit yang utuh selanjutnya.
Alur Pikiran
Biasanya penafsir berusaha memahami satu bagian tulisan secara keseluruhan, satu bagian demi satu
bagian. Jadi, langkah selanjutnya adalah menemukan alur pikiran dari bagian tulisan yang dipelajari
tersebut. Bagaimanakah penulis mengembangkan logikanya dalam tulisan tersebut?156 Pertama-
tama, kita harus memisahkan, kalau bisa, setiap paragraf yang ada.157 Setiap paragraf umumnya
mengembangkan satu unit pikiran yang utuh, sering kali dirangkum dalam satu kalimat topik yang
selanjutnya dikembangkan dalam paragraf tersebut. Lalu, penafsir melanjutkan dengan menganalisis
unit-unit yang membangun sebuah paragraf” kalimat-kalimat--dan bagaimana kalimat-kalimat
tersebut dimasukkan atau dipakai untuk mengembangkan argumentasi atau narasi dari penulis.'s
Penafsir harus berusaha secara proporsional menilai fungsi dari setiap unsur dalam suatu kalimat
dengan cara membedakan antara induk kalimat (klausa independen) dari anak-anak kalimat yang
berfungsi menjelaskan induk kalimat tersebut.
Sebuah pendekatan yang baik untuk memahami struktur dasar dari sebuah tulisan mencakup
metode untuk mengidentifikasi induk (-induk) kalimat dalam setiap kalimat, kemudian
mengidentifikasi klausa-klausa anak kalimat dalam setiap kalimat, dan menentukan bagaimana setiap
anak kalimat memodifikasi atau menjelaskan konsep-konsep yang diekspresikan lewat induk (-induk)
kalimat. Analisis yang sederhana atas sebuah paragraf dari Yakobus 1 dapat mengilustrasikan
prosedur tersebut. Kami menggarisbawahi setiap induk kalimat dengan garis yang utuh. Kalimat-
kalimat yang tidak digarisbawahi merupakan klausa atau frasa anak kalimat. Fungsi dari sejumlah
anak kalimat dindikasikan dengan kata-kata cetak miring di atasnya.
klausa alasan
(3) sebab kamu tahu bahwa ujian terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan.
Perintah klausa tujuan
(4) Dan biarkanlah ketckunan itu memperolch buah yang matang, supaya kamu menjadi sempurna
dan utuh
perintah deskripsi
hendaklah ia memintakannya kepada Allah, yang memberikan kepada semua orang dengan murah
hati dan dengan tidak membangkit-bangkit,
pernyataan
maka hal itu akan diberikan kepadanya.
klausa alasan
sebab orang yang bimbang sama dengan gelombang laut, yang diombangambingkan kian ke mari oleh
angin.
perintah
(7) Orang yang demikian janganlah mengira bahwa ia akan menerima sesuatu dari Tuhan.
pernyataan
(8) Sebab orang yang mendua hati tidak akan tenang dalam hidupnya.
Klausa utama dari kalimat pertama adalah "Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan." Terdapat
tiga anak kalimat yang menjelaskan pernyataan tersebut. Untuk setiap anak kalimat yang menjadi
subordinat dari induk kalimat, kita harus menentukan: (1) kata apa yang ia modifkasi, 2) lausa
atau frasa jenis apakah anak kalimat tersebut (di bagian berikut dalam bab ini diberikan sebuah daftar
tentang jenis-jenis anak kalimat), dan (6) bagaimanakah anak kalimat ini memengaruhi makna kalimat
secara kescluruhan. Kebanyakan jenis klausa yang ada menjawab salah, saru dari enam pertanyaan
jurnalistik berikut: siapa, apa, mengapa, kapan, di mana, atau bagaimana. Dalam kalimat pertama,
frasa subordinat "saudara-saudaraku" secara implisit menjelaskan adanya subjek "kalian" yang
menjadi pelaku dari kata kerja "anggaplah," sementara dua klausa subordinat memodifikasi kata kerja
dari induk kalimat pertama. Anak kalimat pertama, frasa "saudara-saudara" mengindikasikan siapa
yang harus menganggap sehagai suatu kebahagian; yang kedua, klausa "setiap kali kamu jatuh ke
dalam berbagai-bagai pencobaan," menunjukkan kapan hal ini dilakukan; dan anak kalimat terakhir
menjawab pertanyaan mengapa, memberikan alasan bagi "menganggap sebagai suatu kebahagiaan."
Untuk menemukan bagaimana setiap elemen memengaruhi makna dari suatu kalimat, kita
harus mengajukan pertanyaan, "Makna apakah akan dikandung oleh kalimat ini tanpa setiap klausa
atau frasa subordinat yang ada?" Tanpa frasa "saudara-saudaraku?" di Yakobus 1:2, pembaca tidak
akan mengetahui siapakah yang harus memberi respons kepada berbagai-bagai pencobaan dengan
kebahagiaan. Klausa kedua mengidentifikasi perisitiwa khusus kapan kebahagiaan harus ditunjukkan.
Tanpa klausa terakhir, seorang pembaca akan sangat bingung karena kebahagiaan bukanlah sikap
yang secara normal diasosiasikan dengan berbagai-bagai pencobaan. Klausa ini memberikan alasan
untuk memiliki kebahagiaan yang murni meskipun ketika sedang menghadapi penindasan yang
sebenarnya tidak akan secara otomatis menghasilkan respons tersebut.'6 Pengetahuan bahwa
pengalaman-pengalaman yang pahit akan berguna untuk menghasilkan ketekunan menjadi alasan
yang masuk akal bagi hadirnya kebahagiaan. Bagian tulisan ini tidak mengajarkan tindakan
menikmati kepahitan hidup yang sadistis.
Dalam kalimat kedua dari kutipan tulisan di atas yang tercatat di ayat 4, dua klausa subordinat
melengkapi induk kalimat, "Dan biarlah ketekunan itu memperolch buah yang matang." Klausa
pertama, diawali dengan supaya.. " memodifikasi kata kerja "biarlah . . memperoleh buah yang
matang," dan mengekspresikan tujuan (mengapa?) mengizinkan ketekunan memperoleh buahnya
yang matang. Kalimat tersebut diakhiri dengan frasa, "tak kekurangan suatu apa pun," yang
memodifikasi kata-kata "sempurna dan utuh" di akhir klausa subordinat. Untuk menjawab pertanyaan,
"Apa?" frasa ini lebih lanjut menjelaskan makna dari menjadi sempurna dan utuh dengan penjelasan
yang negatif.
Kalimat ketiga di ayat S mengandung sebuah struktur yang lebih rumit. Kalimat tersebut
dimulai dengan sebuah klausa subordinat, diikuti oleh sebuah induk kalimat majemuk yang
dipisahkan oleh sebuah klausa subordinat lainnya. Induk kalimat majemuk berbunyi demikian,
"hendaklah ia memintakannya (hikmat) kepada Allah . . . maka hal itu (hikmat) akan diberikan
kepadanya." Pembukaan klausa subordinat, "apabila di antara kamu ada yang kekurangan hikmat,"
merupakan sebuah klausa pengandaian yang mengkualifikasi kata kerja "hendaknya ia meminta." la
mengindikasikan kondisi spesifik di mana seseorang harus memanjat-kan doa ini. Klausa subordinat
yang memisahkan kalimat induk, "yang memberikan kepada semua orang dengan murah hati dan
dengan tidak membangkit-bangkit," merupakan sebuah klausa deskriptif (kata sifat dalam daftar di
bawah) yang memodifikasi "Allah." Hal ini mengingatkan pembaca akan karakter kemurahan hati
Allah schingga pembaca terdorong untuk meminta hikmat di masa-masa pencobaan.
Meskipun analisis atas struktur dari kalimat-kalimat selanjutnya dalam paragraf yang dikutip
di atas akan lebih lanjut mengilustrasikan proses dan nilai dari pendekatan ini, kami sengaja
tinggalkan untuk dilanjutkan oleh para pembaca. Daftar berikut ini secara lengkap menampilkan jenis-
jenis klausa subordinat yang mungkin ditemukan. Semua itu mengindikasikan jenis hubungan logis
yang mungkin terjadi di dalam struktur dari kalimat-kalimat yang ada (lih. tabel pada hal. 104)
Apakah semua analisis tersebut memang membawa manfaat? Kami sepenuhnya yakin
memang bermanfaat, karena mengajukan pertanyaan struktural seperti itu akan memampukan penafsir
mengindentifikasi alur argumentasi atau narasi, asosiasi, dan hubungan-hubungan antar unsur yang
terdapat dalam sebuah teks. Seorang penafsir harus mampu memahami logika dari alur pikiran sang
penulis, jeda-jeda pemikirannya, fitur-fitur yang tidak lazim, serta arah-arah yang sangat gampang
diabaikan olch para pembaca kalau mercka tidak cukup menghabiskan waktu dan usaha untuk
menganalisis struktur yang ada dengan cara seperti ini.
JENIS PERTANYAAN CONTOH KONSTRUKSI
JURNALISTIK
Keterangan
waktu kapan? ketika, setelah, sebelum
lokasi di mana? di samping, di atas, di bawah
kausal mengapa? Karena, sebab, maka
tujuan mengapa? sehingga, agar, supaya
hasil mengapa? jadi, maka, oleh sebab itu
pengandaian kapan? jika, seandainya, kecuali
izin bagaimana? meskipun, walaupun pada
kenyataannya
perbandingan bagaimana? sebagaimana, seperti, demikian
juga
Kata benda
subjek siapa atau siapa? yang
objek siapa atau siapa? Yang
keterangan tambahan siapa atau siapa?
alamat langsung siapa? (mengidentifikasi orang, objek)
Kata sifat
penentu sifat siapa atau siapa? yang
Kata Kerja
Langkah selanjutnya dalam studi tata bahasa dari sebuah tulisan difokuskan pada pengaruh dari kata
kerja. Sistem kata kerja yang rumit dalam bahasa asli Alkitab memengaruhi makna dari kalimat-
kalimat yang ada dalam berbagai aspek. Supaya dapat dipahami sesuai dengan konteksnya, kata keria
dilengkapi dengan modus, aspek, kala, jenis, dan ragam tindakan yang diekspresikan.1s Modus dari
kata kerja yang terdapat dalam suatu induk kalimat mengindikasikan apakah penulis sedang
menyampaikan sebuah pernyataan, mengajukan sebuah pertanyaan, memberi sebuah perintah,
menyatakan sebuah kemungkinan, atau membuat sebuah keinginan. Seorang penafsir harus
memahami setiap kalimat secara konsisten dengan modus yang dipakai. Modus membuat perbedaan
yang besar, apakah kalimat yang disampaikan menyatakan suatu fakta, sekadar mengungkap suatu
kemungkinan, atau mengajukan suatu pertanyaan. Menariknya, dalam paragraf yang dikutip dari
Yakobus di atas, modus utama yang dipakai adalah imperatif. Dari lima kalimat yang ada, setiap
kalimat mengandung sebuah perintah. Satu-satunya pernyataan tercantum di ayat 5 dan 8. Setelah
memerintahkan orang yang kekurangan hikmat untuk berdoa, Yakobus menegaskan di 1:5, "maka hal
itu akan diberikan kepadanya"_-sebuah pernyataan yang mengandung kekuatan dalam janji. Ayat 8
menerangkan natur dari orang yang meragukan Allah. Meskipun Alkitab terjemahan bahasa Inggris
dengan jelas memperlihatkan penggunaan modus yang ada, namun orang yang belajar menggunakan
Alkitab tersebut tetap perlu memeriksa pemakaiannya dengan mempelajari buku tafsiran.
Karena dipengaruhi oleh ranah linguistik, semakin hari semakin banyak penafsir Alkitab
mulai menyadari akan pentingnya klasifikasi kata kerja sesuai dengan aspeke-nya.'es Meskipun tensa
dalam bahasa Inggris utamanya berhubungan dengan kala (waktu), dalam bahasa-bahasa lain-
contohnya adalah Ibrani dan Yunani--tensa dari suatu kata kerja terutama mengindikasikan aspek
(atau "jenis dari tindakan")169 Artinya, dalam bahasa-bahasa asli Alkitab, tensa menentukan jenis
tindakan yang ada dari perspektif sang penulis. a mengindikasikan apakah penulis atau pembicara
memahami tindakan yang diungkapkan suatu kata kerja tertentu dalam kondisi yang tuntas (perfektif
atau statif), sedang dalam proses (imperfektif atau progresif), atau sepenuhnya tidak ditentukan
(aoristik). Bahasa Inggris secara khas menggunakan tensa-tensa lampau perfek atau imperfek untuk
mengungkapkan tindakan perfektif/statif: She has read that book (la telah membaca buku itu); atau
She read that book (la membaca- dimasa lampau--buku tersebutb), Bahasa Inggris menyatakan sebuah
tindakan berkelanjutan (progresifjimperfektif) dengan bentuk- bentuk kala ini dan lampau progresif:
She is readinglwas reading that book (la sedang membacalsedang kala lampau--membaca buku itu).
Sebuah tindakan yang waktu terjadinya tidak ditentukan (aoristik) biasanya diungkapkan dengan: She
reads a book (la membaca sebuah buku). Bagaimana seorang penulis menyusun suatu tindakan
(aspek) mungkin ya atau mungkin tidak sesuai dengan realita, namun bukan itu yang menjadi
perhatian utama. Tensa dalam bahasa Yunani menentukan bagaimana penulis menampilkan natur dari
suatu tindakan.170 Sebagai contoh, perhatikan kalimat Yohanes 1:29: "Pada keesokan harinya
Yohanes melihat (sees) Yesus datang kepadanya dan ia berkata (says) . . ." Ini merupakan hasil
terjemahan langsung di mana kata yang dicetak miring mengungkapkan apa yang oleh para ahli tata
bahasa disebut "kala kini historis." Supaya pembaca merasa seolah-olah yang ditulis adalah kisah
yang sedang terjadi, Yohanes menuliskan apa yang sudah terjadi di kala lampau dengan menggunakan
kata kerja yang menyatakan seolah-olah hal itu sedang terjadi kini (tindakan berkelanjutan).'71
Sistem pemakaian kata kerja dalam bahasa Ibrani juga memungkinkan adanya satu fenomena
lain yang termasuk dalam kategori aspek konstruksi kausatif. Kadang-kadang, seorang penulis tidak
sekadar menggambarkan seorang pelaku melakukan satu tindakan; sang pelaku sebenarnya sedang
menyebabkan suatu tindakan terjadi. Dalam bahasa Inggris, fenomena ini diungkapkan dengan
menambahkan bentuk- bentuk kata kerja khusus untuk menunjukkan adanya kausasi: "They make me
eat spinach" (Mereka menyebabkan saya makan bayam). Atau orang menambahkan awalan pada
sebuah kata kerja. Bandingkan "They closed the door" (Mereka menutup pintu itu) dengan "They
enclosed the yard" (Mereka menyebabkan halaman itu menjadi tertutup). Bahasa Ibrani melakukan
pengaturan-pengaturan khusus atas bentuk kata kerja untuk mengubah "Mereka makan bayam"
menjadi "Mereka menyebabkan makan bayam." Dalam istilah yang dipakai Greenberg, "Hif'il
umumnya bersifat kausatif; subjek menyebabkan objek melakukan suatu tindakan atau kalau
digambarkan dengan kata kerja qal; qal ia mengingat,' hif'il ia diingatkan' (secara literal, 'dibuat
mengingat')"1
Selain aspek dan jenis tindakan, bentuk-bentuk kata kerja mengindikasikan detail lain yang
memberikan kontribusi kepada penafsiran yang tepat. Pada bagian-bagian tertentu, kata kerja (atau
berbagai teknis sintaksis lainnya) memberikan tanda pada kala (waktu) dari kejadian (lampau, kini,
dan akan datang). Dan ragam dari suatu kata kerja menunjukkan apakah subjek yang melakukan suatu
tindakan (ragam aktif:"Mary memotong kue pai"), dikenai tindakan (ragam pasif: "Kue pai dipotong
oleh Mary"), atau tindakan yang dilakukan kepada diri sendiri (bahasa Yunani memiliki ragam middle
yang digambarkan dengan kata ganti reflektif: "Mary memotong sepotong kue pai bagi dirinya
sendiri"). Atau, suatu kata kerja mungkin saja tidak memiliki ragam tertentu, ia hanya menunjukkan
kondisi sesuatu apa adanya, seperti dalam kalimat, "Kucing itu adalah sangat besar." Karena kata
kerja mengungkapkan semua informasi seperti ini, seorang penafsir yang teliti harus mengevaluasi
setiap unsur yang ada secara cermat di bawah terang konteks yang ada serta memperhatikan semua
nuansa yang diindikasikan oleh bentuk-bentuk kata kerja. Bagi mereka yang tidak memahami bahasa-
bahasa asli Alkitab, semua unsur kata kerja di atas tidak dapat ditemukan dalam Alkitab hasil
terjemahan atau buku-buku tafsiran pada umumnya.
Kata-kata Penghubung
Pembahasan atas unsur-unsur yang penting dalam tatabahasa juga harus mencakup kata-kata
penghubung. Kata-kata penghubung (biasanya merupakan kata sambung, tapi juga kata ganti
penghubung) ditempatkan di awal kalimat untuk menghubungkan kalimat yang ada dengan bagian
tulisan yang mendahuluinya dan di antara kalimat-kalimat yang ada untuk mengindikasikan relasi
antar setiap kata, frasa, dan klausa yang lewatnya konsep-konsep yang ada diungkapkan.17 Dalam
pembahasan tentang relasi antara klausa-klausa induk dan subordinat, kita telah membicarakan
signifikansi dari kata-kata penghubung sebagai indikator indikator untuk menentukan cara dari
berbagai bagian yang berbeda dalam suatu kalimat dapat saling melengkapi. Meskipun biasanya kecil
dan kelihatan tidak signifikan, namun kata-kata penghubung memiliki pengaruh atas makna yang jauh
melebihi ukurannya. Sama seperti penghubung-penghubung dalam sistem jaringan pipa, kata-kata
penghubung menentukan arah dari alur pembahasan teks yang ada. Daftar berikut ini menampilkan
cakupan-cakupan yang luas dari kata-kata penghubung yang harus diperhatikan oleh para penafsir
agar dapat secara tepat memahami makna dari suatu tulisan.
JENIS CONTOH KATA
PENGHUBUNG
Temporal atau Waktu: setelah, selama, sebelum, kini,
Kronologis sementara itu, sejak, kemudian,
hingga, ketika, setiap kali,
sementara
Lokal atau Geografikal Tempat: di mana, di samping, atasnya,
di atas, di bawah, melampaui,
pada
Arah: ke, menuju, dari
Logikal Kontinuatif: dan, juga, selain itu, baik . .
maupun, tambahan pula, lebih
lanjut, demikian juga,
tidak hanya . . . tetapi juga,
lalu,
Kontras: meskipun, tetapi,
bagaimanapun juga, lebih-
lebih, meskipun demikian,
tidak
hanya . . . tetapi juga, namun,
kalau tidak,
masih, sementara itu
Tujuan: agar, supaya, sehingga
Hasil: sehingga, hasilnya, karena itu,
akibatnya, jadi, kemudian
Kesimpulan: oleh sebab itu, jadi, kemudian,
maka
Alasan: sebagaimana, karena, sebab,
sejauh, mengingat, mengapa
Persyaratan: seolah-olah, jika tidak, dengan
catatan, kecuali, kalau
Izin: meskipun, namun, walaupun,
kecuali, sementara itu
Modal Agen/Alat: oleh, lewat, dengan cara
Cara: sebagaimana
Perbandingan: juga, sebagaimana,
sebagaimana. . . demikian juga,
sama seperti . . . demikian
juga, sesungguhnya, pada
kenyataannya,
demikian juga, tambahan pula,
daripada