Bryan Ennaretta
Kelas VII-A
BPUPKI dan PPKI
BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan)
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan (bahasa Jepang: 独立
準備調査会 Hepburn: Dokuritsu Junbi Chōsa-kai, Nihon-shiki: Dokuritu Zyunbi
Tyoosa-kai), lebih dikenal sebagai Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (disingkat BPUPKI) adalah sebuah badan yang dibentuk
oleh pemerintah pendudukan balatentara Jepang. Pemerintahan militer Jepang
yang diwakili komando AD Ke-16 dan Ke-25 menyetujui pembentukan Badan
Penyelidikan Upaya Persiapan Kemerdekaan Indonesia. pada 1 Maret 1945.
Karena kedua komando ini berwenang atas daerah Jawa (termasuk Madura) dan
Sumatra. BPUPKI hanya dibentuk untuk kedua wilayah tersebut, sedangkan di
wilayah Kalimantan dan Indonesia Timur yang dikuasai komando AL Jepang
tidak dibentuk badan serupa[1].
Pendirian badan ini sudah diumumkan oleh Kumakichi Harada pada tanggal 1
Maret 1945,[2] tetapi badan ini baru benar-benar diresmikan pada tanggal 29
April 1945 bertepatan dengan hari ulang tahun Kaisar Hirohito. Badan ini
dibentuk sebagai upaya mendapatkan dukungan dari bangsa Indonesia dengan
menjanjikan bahwa Jepang akan membantu proses kemerdekaan Indonesia.
BPUPKI beranggotakan 67 orang yang diketuai oleh Dr. Kanjeng Raden
Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat dengan wakil ketua Ichibangase
Yosio (orang Jepang) dan Raden Pandji Soeroso.
Di luar anggota BPUPKI, dibentuk sebuah Badan Tata Usaha (semacam
sekretariat) yang beranggotakan 60 orang. Badan Tata Usaha ini dipimpin oleh
Raden Pandji Soeroso dengan wakil Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo dan Masuda
Toyohiko (orang Jepang). Tugas dari BPUPKI sendiri adalah mempelajari dan
menyelidiki hal-hal yang berkaitan dengan aspek-aspek politik, ekonomi, tata
pemerintahan, dan hal-hal yang diperlukan dalam usaha pembentukan negara
Indonesia merdeka.
Pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membubarkan BPUPKI dan kemudian
membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau dalam bahasa
Jepang: Dokuritsu Junbi Inkai, dengan anggota berjumlah 21 orang, sebagai upaya
untuk mencerminkan perwakilan dari berbagai etnis di wilayah Hindia-
Belanda[3], terdiri dari: 12 orang asal Jawa, 3 orang asal Sumatra, 2 orang asal
Sulawesi, 1 orang asal Kalimantan, 1 orang asal Sunda Kecil (Nusa Tenggara), 1
orang asal Maluku, 1 orang asal etnis Tionghoa.
Awal persiapan kemerdekaan oleh BPUPKI
Kekalahan Jepang dalam perang Pasifik semakin jelas, Perdana Menteri
Jepang, Jenderal Kuniaki Koiso, pada tanggal 7 September 1944 mengumumkan
bahwa Indonesia akan dimerdekakan kelak, sesudah tercapai kemenangan akhir
dalam perang Asia Timur Raya. Dengan cara itu, Jepang berharap tentara Sekutu
akan disambut oleh rakyat Indonesia sebagai penyerbu negara mereka, sehingga
pada tanggal 1 Maret 1945 pimpinan pemerintah pendudukan militer Jepang di
Jawa, Jenderal Kumakichi Harada, mengumumkan dibentuknya suatu badan
khusus yang bertugas menyelididki usaha-usaha persiapan kemerdekaan
Indonesia, yang dinamakan "Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia" (BPUPKI) atau dalam bahasa Jepang: Dokuritsu Junbi
Cosakai. Pembentukan BPUPKI juga untuk menyelidiki, mempelajari dan
memepersiapakan hal-hal penting lainnya yang terkait dengan masalah tata
pemerintahan guna mendirikan suatu negara Indonesia merdeka.
BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 29 April 1945, bertepatan dengan ulang
tahun kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.)
Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua
BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu
Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi
ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha
BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar
Pringgodigdo. BPUPKI sendiri beranggotakan 67 orang, yang terdiri dari: 60
orang anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua
daerah dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa adalah perwakilan pemerintah
pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai
hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir
dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).
Selama BPUPKI berdiri, telah diadakan dua kali masa persidangan resmi
BPUPKI, dan juga adanya pertemuan-pertemuan yang tak resmi oleh panitia kecil
di bawah BPUPKI, yaitu adalah sebagai berikut: