Oleh
Pendamping I
Pendamping II
2018
No. ID dan Nama Peserta : dr. Aini Nur Syafa’ah
Objektif Presentasi :
Tujuan Mengidentifikasi gejala, diagnosis dan tata laksana dari Luka bakar Listik
Subjektif
Keluhan utama: Demam naik turun sejak 6 hari SMRS
Riwayat perjalanan penyakit (autonamanesis)
Os datang ke IGD RS Pelabuhan dengan keluhan demam tinggi sejak 6 hari SMRS.
Demam dirasakan naik-turun namun lebih tinggi pada malam hari. Os mengeluh demam
disertai dengan menggigil, rasa mual dan sakit kepala. Tidak ada keluhan muntah. Os
merasakan tidak nafsu makan dan nyeri ulu hati. BAK tidak ada keluhan. BAB sulit,
terakhir BAB 5 hari SMRS.
Objektif :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg RR : 24x/menit
Nadi : 70 x/menit Suhu : 380C
Thorax; pulmo : Simetris, vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
cor : BJ I-II normal, reguler, HR 70 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : nyeri tekan epigastrium (+)
Pemeriksaan penunjang :
Darah rutin (16/01/2018)
Hb 10 g/dl
Leukosit 13.200
Trombosit 277.000
Hematokrit 28
Serologi (16/01/2018)
S. typhi O 1/320
S. paratyphi AO Negative
S. paratyphi BO 1/80
S. paratyphi CO 1/80
S. typhi H 1/320
S. paratyphi AH Negative
S. paratyphi BH 1/80
S. paratyphi CH 1/80
Elektrolit (16/01/18)
Natrium 137 mmol/L
Kalium 3.5 mmol/L
Assesment :
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mendukung diagnosis demam tifoid. Pada kasus ini
diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Anamnesis:
Demam tinggi, naik-turun paling tinggi pada malam hari, gejala sakit kepala, mual, tidak
nafsu makan, sulit BAB, dan nyeri abdomen.
Pemeriksaan fisik:
- Dari tanda-tanda vital dijumpai nadi 70x/menit sedangkan suhu badan 380C (diduga
terjadi bradikardia relatif)
- Pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium
Pemeriksaan penunjang:
Terdapat leukositosis, test widal (+)
Follow up :
17/01/18 jam 08.30 wib
S : Demam (+), mual (+), sulit BAB (+)
O: KU : sakit sedang Nadi : 100x/ menit
Sens : kompos mentis RR : 20x /menit
TD : 120/80 mmHg Temp: 37,8oC
Abdomen : Datar, lemas, bising usus normal, timpani, nyeri tekan epigastrium (+),
hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat
A: Demam tifoid
P:
- IVFD RL gtt XX/menit (makro)
- Inj. ondansentron 3 x 1 amp (iv)
- Inj. omeprazole 2 x 1 amp (iv)
- Tiamfenikol 4 x 500 mg (po)
- Parasetamol 3 x 500 mg (po)
KESIMPULAN
Anamnesis pada pasien ini sudah sesuai karena dokter pemeriksa berusaha untuk
mengeksklusi diagnosis banding berdasarkan dari gejala utama yaitu demam. Namun
perlu ditambahkan untuk setiap pasien wanita yang menginjak usia subur untuk
ditanyakan masalah haid karena ada beberapa obat dengan kategori berbahaya pada
pasien yang sedang hamil. Pemeriksaan fisik yang dilakukan kurang sesuai karena
tidak lengkap dalam pemeriksaan yang mengarah kepada diagnosis kerja. Adanya
missed dalam mengidentifikasi kehamilan pasien sehingga pengobatan yang diberikan
kepada pasien tidak sesuai dengan kondisinya walaupun secara protap pengobatan
demam tifoid sesuai. Namun dengan kondisi kehamilan ini, pemberian antibiotik yang
merupakan kontraindikasi menjadi suatu aspek yang sangat berbahaya pada hasil
kedepannya nanti.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kasus ini termasuk insiden keselamatan pasien
berupa KPC (kejadian nyaris cedera) yaitu keadaan dimana kondisi berpotensi untuk
menimbulkan cedera tetapi belum terjadi adanya suatu insiden.
Peserta
1. Apakah yang dimaksud dengan Kondisi Potensial Cedera pada kasus ini?
Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Kondisi yang berpotensi untuk
menimbulkan cedera pada kasus ini adalah pemberian tiamfenikol pada wanita yang
sedang hamil trimester pertama. Menurut FDA, tiamfenikol merupakan golongan obat
berkategori C yaitu studi terhadap binatang percobaan memperlihatkan adanya efek-efek
samping pada janin (teratogenik, embriosidal, dll) dan tidak ada studi terkontrol pada
wanita, atau belum ada studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan. Selain itu
berdasarkan sebuah jurnal yang berjudul Thiamphenicol during first trimester of human
pregnancy: placental transfer in vivo, placental uptake in vitro, and inhibition of
mitochondrial function” pada kondisi di mana pemberian tiamfenikol sebesar 500 mg
single dose dapat menjadi dosis terapeutik untuk abortus jika konsumsi antara rentang
usia gestasi 7-12 minggu.
Selain itu, untuk kasus yang jarang pada konsumsi tiamfenikol untuk wanita hamil
terhadap efek pada janin yaitu munculnya baby grey syndrome akibat akumulasi
tiamfenikol yang berlebihan pada mitokondria di sel hepar janin. Sehingga pengobatan
tiamfenikol pada kasus ini sangat berpotensi untuk menghasilkan defek janin namun
belum ada insiden yang terjadi setelah konsumsi antibiotik tersebut pada kasus ini.
2. Apakah alur identifikasi pada kasus ini sudah sesuai dalam anamnesis?
Identifikasi pasien tidak sesuai karena kelalaian dalam menganamnesis data pasien.
Pasien datang diantar oleh orangtua nya dan mengaku belum menikah. Setelah
dianamnesis lebih dalam ternyata pasien sudah menikah dan mengalami keterlambatan
haid. Hal ini berhubungan dengan komunikasi dokter-pasien yang efektif karena sangat
diperlukan ketajaman anamnesis untuk mengidentifikasi baik itu usia, jenis kelamin,
status perkawinan, dan status alergi pasien.
3. Bagaimana protap pemberian antibiotik pada kasus demam tifoid?
Golongan kuinolon memang memiliki hasil optimal dalam terapi demam tifoid pada
dewasa dibandingan dengan first line drug yang dianjurkan seperti kloramfenikol,
trimitropin-sulfametoksazol dan amoksisilin karena lebih sensitif terhadap strain S.typhi.
Namun beberapa negara menganggap flourokuinolon merupakan kontraindikasi pada
anak-anak karena berpengaruh terhadap kerusakan sendi sehingga kloramfenikol dan
amoksisilin bisa menjadi terapi alternatif. Walaupun efek samping kloramfenikol adalah
agranulositosis, mempertimbangkan rasio kejadian yang kecil (1:10.000) maka tidak
dipermasalahkan dalam penggunaannya. Namun penggunaan kloramfenikol diyakini
masih dapat membuat relaps kejadian demam tifoid (5-7%). Pemberian antibiotik pada
anak-anak biasanya menggunakan golongan sefalosporin generasi ketiga yaitu cefixime
(15-20 mg/Kg/hari).
Beberapa data menyebutkan bahwa golongan beta-laktam diyakini aman
dipergunakan dalam terapi demam tifoid pada ibu hamil. Beberapa sumber juga
menyebutkan golongan flourokuinolon namun secara umum antibiotik golongan ini tidak
disarankan karena masalah keamanan. Golongan ampicillin seperti ceftriaxone sangat
aman pada wanita hamil.