Anda di halaman 1dari 11

PORTOFOLIO

Medikolegal & Demam Tifoid pada Kehamilan

Oleh

dr. Aini Nur Syafa’ah

Pendamping I

dr. Zainab, M.kes

Pendamping II

dr. Sylvia Agesti

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP

RS. PELABUHAN PALEMBANG

2018
No. ID dan Nama Peserta : dr. Aini Nur Syafa’ah

No. ID dan Nama wahana: Rumah Sakit Pelabuhan Palembang


Topik : Medikolegal dan Demam Tifoid pada Kehamilan

Tanggal Kasus : 16 Januari 2017

Nama Pasien : Ny. YP Nomor RM : 164043

Tanggal Presentasi : 23/2 /17 Pendamping : dr. Zainab, M.kes

Tempat Presentasi : RS Pelabuhan Palembang

Objektif Presentasi :

 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil

Deskripsi Ny. YP, 21 tahun, demam sejak 6 hari SMRS

Tujuan Mengidentifikasi gejala, diagnosis dan tata laksana dari Luka bakar Listik

Bahan  Tinjauan  Riset  Kasus  Audit


Bahasan Pustaka
Cara  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  Email  Pos
Membahas

Data Nama : Ny. YP No. Reg: 164043


Pasien
Nama Klinik : Bangsal P1 Telp : Terdaftar sejak :
16 Januari 2018
Data Utama untuk bahan diskusi :
Diagnosis / Gambaran Klinis :
Diagnosis : Demam tifoid
Keluhan Utama : Demam tinggi sejak 6 hari SMRS
Os datang ke IGD RS Pelabuhan dengan keluhan demam tinggi sejak 6 hari SMRS.
Demam dirasakan naik-turun namun lebih tinggi pada malam hari. Os mengeluh demam
disertai dengan menggigil, rasa mual dan sakit kepala. Tidak ada keluhan muntah. Os
merasakan tidak nafsu makan dan nyeri ulu hati. BAK tidak ada keluhan. BAB sulit,
terakhir BAB 5 hari SMRS.
Riwayat Pengobatan : -
Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Riwayat keluarga : -
Riwayat Pekerjaan : -
Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik : -
Hasil Pembelajaran :
1. Penegakkan diagnosis demam tifoid
2. Penanganan demam tifoid pada pasien hamil trimester I

Subjektif
Keluhan utama: Demam naik turun sejak 6 hari SMRS
Riwayat perjalanan penyakit (autonamanesis)
Os datang ke IGD RS Pelabuhan dengan keluhan demam tinggi sejak 6 hari SMRS.
Demam dirasakan naik-turun namun lebih tinggi pada malam hari. Os mengeluh demam
disertai dengan menggigil, rasa mual dan sakit kepala. Tidak ada keluhan muntah. Os
merasakan tidak nafsu makan dan nyeri ulu hati. BAK tidak ada keluhan. BAB sulit,
terakhir BAB 5 hari SMRS.
Objektif :
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg RR : 24x/menit
Nadi : 70 x/menit Suhu : 380C
Thorax; pulmo : Simetris, vesikuler (+) normal, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
cor : BJ I-II normal, reguler, HR 70 x/menit, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : nyeri tekan epigastrium (+)

Pemeriksaan penunjang :
Darah rutin (16/01/2018)
Hb 10 g/dl
Leukosit 13.200
Trombosit 277.000
Hematokrit 28
Serologi (16/01/2018)
S. typhi O 1/320
S. paratyphi AO Negative
S. paratyphi BO 1/80
S. paratyphi CO 1/80
S. typhi H 1/320
S. paratyphi AH Negative
S. paratyphi BH 1/80
S. paratyphi CH 1/80

Kimia darah (16/01/18)


BSS 124 mg/dl
Ureum 15 mg/dl
Creatinin 0.5 mg/dl

Elektrolit (16/01/18)
Natrium 137 mmol/L
Kalium 3.5 mmol/L
Assesment :
Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik mendukung diagnosis demam tifoid. Pada kasus ini
diagnosis ditegakkan berdasarkan :

Anamnesis:
Demam tinggi, naik-turun paling tinggi pada malam hari, gejala sakit kepala, mual, tidak
nafsu makan, sulit BAB, dan nyeri abdomen.
Pemeriksaan fisik:
- Dari tanda-tanda vital dijumpai nadi 70x/menit sedangkan suhu badan 380C (diduga
terjadi bradikardia relatif)
- Pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan epigastrium
Pemeriksaan penunjang:
Terdapat leukositosis, test widal (+)

Diagnosis Kerja: Demam tifoid


Plan :
Pengobatan :
Istirahat tirah baring
Medikamentosa
- IVFD RL gtt XX/menit (makro)
- Inj. ondansentron 3 x 1 amp (iv)
- Inj. omeprazole 2 x 1 amp (iv)
- Tiamfenikol 4 x 500 mg (po)
- Parasetamol 3 x 500 mg (po)
- Diet

Follow up :
17/01/18 jam 08.30 wib
S : Demam (+), mual (+), sulit BAB (+)
O: KU : sakit sedang Nadi : 100x/ menit
Sens : kompos mentis RR : 20x /menit
TD : 120/80 mmHg Temp: 37,8oC
Abdomen : Datar, lemas, bising usus normal, timpani, nyeri tekan epigastrium (+),
hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat
A: Demam tifoid
P:
- IVFD RL gtt XX/menit (makro)
- Inj. ondansentron 3 x 1 amp (iv)
- Inj. omeprazole 2 x 1 amp (iv)
- Tiamfenikol 4 x 500 mg (po)
- Parasetamol 3 x 500 mg (po)

18/01/18 jam 10.00 wib


S : mual (-), demam (-), terlambat haid ± 2 bulan
O: KU : sakit sedang Nadi : 86 x/ menit
Sens : kompos mentis RR : 20x /menit
TD : 120/80 mmHg Temp: 36,4oC
Abdomen : Datar, lemas, bising usus normal, timpani, nyeri tekan epigastrium (-),
hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat
Tes kehamilan (+)
A : Demam tifoid
P:
- Melapor DPJP untuk terapi demam tifoid pada kehamilan
- IVFD RL gtt XX/menit (makro)
- Inj. ondansentron 3 x 1 amp (iv)
- Inj. omeprazole 2 x 1 amp (iv)
- Inj. bioxon 2 x 1 gram (iv)
- Parasetamol 3 x 500 mg k/p (po)

19/01/18 jam 09.00 wib


S : mual (-), demam (-)
O: KU : sakit sedang Nadi : 86 x/ menit
Sens : kompos mentis RR : 20x /menit
TD : 120/80 mmHg Temp: 36,4oC
Abdomen : Datar, lemas, bising usus normal, timpani, nyeri tekan epigastrium (-),
hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit kembali cepat
A: Demam tifoid
P:
- IVFD RL gtt XX/menit (makro)
- Inj. ondansentron 3 x 1 amp (iv)
- Inj. omeprazole 2 x 1 amp (iv)
- Inj. bioxon 2 x 1 gram (iv)
- Rawat jalan
Cefixime 2 x 200 mg (po)
Parasetamol 3 x 500 mg (po)
Lansoprazole 2 x 30 mg (po)
ASPEK MEDIKOLEGAL
KRONOLOGI
- Os masuk ke bangsal P1 melalui IGD pada tanggal 16-01-2018 jam 23.00 wib dengan
keluhan demam sejak 6 hari SMRS.
- Dokter internsip melakukan visite mandiri pada tanggal 17-01-2018 pukul 15.00 wib
dan melakukan anamnesis ulang, didapatkan bahwa pasien mengalami keterlambatan
haid ± 2 bulan yang lalu (HPHT 20 November 2017). Dokter internsip menelpon DPJP
untuk meminta advis. Hasil laporan melalui telepon DPJP menyarankan untuk
melanjutkan terapi dan tidak perlu konsultasi bagian obgyn.
- Dokter internsip melakukan visite mandiri tanggal 18-01-2018 pukul 10.00 wib dan
menyarankan pemeriksaan urin karena os belum pernah melakukan tes kehamilan
sebelumnya untuk memastikan kehamilan os. Os memang mengaku terlambat haid dan
merasa sedang hamil namun tidak menjelaskan keadaannya pada dokter yang
memeriksa pertama di IGD karena takut akan dimasukkan ke bangsal kebidanan. Os
tidak mengaku karena kontrak pekerjaan yang mengharuskannya untuk tidak dalam
keadaan mengandung saat awal bekerja. Hasil pemeriksaan kehamilan didapatkan (+)
dan dokter internsip melapor pada DPJP untuk meminta advis. DPJP menyarankan
untuk mengganti tiamfenikol 4 x 500 mg (po) dengan bioxon (isi kandungan:
ceftriaxone) 2 x 1 gram (iv)
- Tanggal 19-01-2018 kondisi pasien dalam keadaan baik, tidak ada gejala mual, nyeri
perut demam, dan perdarahan pervaginam sehingga DPJP memutuskan agar os boleh
rawat jalan.

SESUAI TIDAK SESUAI Keterangan


Anamnesis + Saat anamnesis seharusnya
ditambahkan riwayat
pengobatan yang pernah di
lakukan, riwayat haid
untuk pasien wanita usia
reproduktif, riwayat
riwayat bepergian ke
daerah endemis, riwayat
perdarahan untuk
mengekslusi diagnosis
banding.
Pemeriksaan Fisik + Menuliskan pemeriksaan
dari head to toe yang
mengarah pada diagnosis
banding dan diagnosis
kerja (menambahkan
keterangan pemeriksaan
pada mata, mulut,
abdomen, dan tes
tourniquet)
Laboratorium +
Pemeriksaan Penunjang +
Perawatan +
Penatalaksanaan +
Pengobatan + Seharusnya diberikan
antibiotik yang aman
dalam kehamilan terutama
trimester pertama.
Pemberian tiamfenikol
pada kasus ini berisiko
untuk terjadinya defek
pada janin yang dikandung
Alur Pasien +

KESIMPULAN
 Anamnesis pada pasien ini sudah sesuai karena dokter pemeriksa berusaha untuk
mengeksklusi diagnosis banding berdasarkan dari gejala utama yaitu demam. Namun
perlu ditambahkan untuk setiap pasien wanita yang menginjak usia subur untuk
ditanyakan masalah haid karena ada beberapa obat dengan kategori berbahaya pada
pasien yang sedang hamil. Pemeriksaan fisik yang dilakukan kurang sesuai karena
tidak lengkap dalam pemeriksaan yang mengarah kepada diagnosis kerja. Adanya
missed dalam mengidentifikasi kehamilan pasien sehingga pengobatan yang diberikan
kepada pasien tidak sesuai dengan kondisinya walaupun secara protap pengobatan
demam tifoid sesuai. Namun dengan kondisi kehamilan ini, pemberian antibiotik yang
merupakan kontraindikasi menjadi suatu aspek yang sangat berbahaya pada hasil
kedepannya nanti.
 Sehingga dapat disimpulkan bahwa kasus ini termasuk insiden keselamatan pasien
berupa KPC (kejadian nyaris cedera) yaitu keadaan dimana kondisi berpotensi untuk
menimbulkan cedera tetapi belum terjadi adanya suatu insiden.

Pendamping I, Pendamping II,

dr. Zainab, M.Kes dr. Sylvia Agesti

Peserta

dr. Aini Nur Syafa’ah


HASIL DISKUSI KASUS MEDIKOLEGAL

1. Apakah yang dimaksud dengan Kondisi Potensial Cedera pada kasus ini?
Kondisi Potensial Cedera (KPC) adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden. Kondisi yang berpotensi untuk
menimbulkan cedera pada kasus ini adalah pemberian tiamfenikol pada wanita yang
sedang hamil trimester pertama. Menurut FDA, tiamfenikol merupakan golongan obat
berkategori C yaitu studi terhadap binatang percobaan memperlihatkan adanya efek-efek
samping pada janin (teratogenik, embriosidal, dll) dan tidak ada studi terkontrol pada
wanita, atau belum ada studi terkontrol pada wanita dan binatang percobaan. Selain itu
berdasarkan sebuah jurnal yang berjudul Thiamphenicol during first trimester of human
pregnancy: placental transfer in vivo, placental uptake in vitro, and inhibition of
mitochondrial function” pada kondisi di mana pemberian tiamfenikol sebesar 500 mg
single dose dapat menjadi dosis terapeutik untuk abortus jika konsumsi antara rentang
usia gestasi 7-12 minggu.
Selain itu, untuk kasus yang jarang pada konsumsi tiamfenikol untuk wanita hamil
terhadap efek pada janin yaitu munculnya baby grey syndrome akibat akumulasi
tiamfenikol yang berlebihan pada mitokondria di sel hepar janin. Sehingga pengobatan
tiamfenikol pada kasus ini sangat berpotensi untuk menghasilkan defek janin namun
belum ada insiden yang terjadi setelah konsumsi antibiotik tersebut pada kasus ini.

2. Apakah alur identifikasi pada kasus ini sudah sesuai dalam anamnesis?
Identifikasi pasien tidak sesuai karena kelalaian dalam menganamnesis data pasien.
Pasien datang diantar oleh orangtua nya dan mengaku belum menikah. Setelah
dianamnesis lebih dalam ternyata pasien sudah menikah dan mengalami keterlambatan
haid. Hal ini berhubungan dengan komunikasi dokter-pasien yang efektif karena sangat
diperlukan ketajaman anamnesis untuk mengidentifikasi baik itu usia, jenis kelamin,
status perkawinan, dan status alergi pasien.
3. Bagaimana protap pemberian antibiotik pada kasus demam tifoid?

Golongan kuinolon memang memiliki hasil optimal dalam terapi demam tifoid pada
dewasa dibandingan dengan first line drug yang dianjurkan seperti kloramfenikol,
trimitropin-sulfametoksazol dan amoksisilin karena lebih sensitif terhadap strain S.typhi.
Namun beberapa negara menganggap flourokuinolon merupakan kontraindikasi pada
anak-anak karena berpengaruh terhadap kerusakan sendi sehingga kloramfenikol dan
amoksisilin bisa menjadi terapi alternatif. Walaupun efek samping kloramfenikol adalah
agranulositosis, mempertimbangkan rasio kejadian yang kecil (1:10.000) maka tidak
dipermasalahkan dalam penggunaannya. Namun penggunaan kloramfenikol diyakini
masih dapat membuat relaps kejadian demam tifoid (5-7%). Pemberian antibiotik pada
anak-anak biasanya menggunakan golongan sefalosporin generasi ketiga yaitu cefixime
(15-20 mg/Kg/hari).
Beberapa data menyebutkan bahwa golongan beta-laktam diyakini aman
dipergunakan dalam terapi demam tifoid pada ibu hamil. Beberapa sumber juga
menyebutkan golongan flourokuinolon namun secara umum antibiotik golongan ini tidak
disarankan karena masalah keamanan. Golongan ampicillin seperti ceftriaxone sangat
aman pada wanita hamil.

Anda mungkin juga menyukai