Anda di halaman 1dari 6

Lepra masih merupalcan salah satu penyakit yang paling menakutkan di negara-negara

endemis, dan diperkirakan pen-


derita lepra yang tersebar di seluruh dunia berjumlah sekitar 10
sampai 12 juta. Sepertiganya terancam kecacatan progresif yang
menetap, yang masih dikaitkan dengan pengapkiran sosial di
sebagian besar negara.
Diagnosis dan pengobatan dini yang efektif bermanfaat me-
nurunkan jumlah penderita yang infeksius, sehingga diharapkan
dapat mengontrol penyakit. Pendidikan kesehatan mempunyai
tujuan untuk meningkatkan pengenalan dan pengetahuan ma-
syarakat tentang lepra, dengan demikian penderita akan men-
dapatkan perhatian medis secara dini dan kecacatan dapat dicegah,
serta menurunkan stigma sosial terhadap lepra. Selain itu,
rehabilitasi terhadap penderita yang cacat diperlukan untuk
mengurangi beban sosial ekonomi keluarga.
DIAGNOSIS
Di negara-negara endemis, diagnosis lepra perlu dipertim-
bangkan pada setiap penderita dengan kelainan kulit atau saraf
tepi yang membandel meskipun telah diberikan pengobatan atau
jika ditemukan luka bakar pada tangan atau kaki yang tidak terasa
nyeri, atau kaki gantung.
Klasifikasi menurut Ridley-Jopling berikut ini didasarkan
atas gambaran klinis, bakteriologis, imunologis dan histologis
(1)
.
1) Lepra tipe Indeterminate (I)
Lepra tipe Indeterminate ditemukan pada anak yang kontak
dan kemudian menunjukkan 1 atau 2 makula hipopigmentasi
yang berbeda-beda ukurannya dari 20 sampai 50 mm dan dapat
dijumpai di seluruh tubuh. Makula memperlihatkan hipoestesia
dan gangguan berkeringat. Hasil tes lepromin mungkin positif
atau negatif. Sebagian besar penderita sembuh spontan, namun
jika tidak diobati, sekitar 25% berkembang menjadi salah satu
tipe determinate.
2) Lepra tipe Determinate
a) Lepra tipe Tuberkuloid (TT)
Manifestasi klinis lepra tipe TT berupa 1 sampai 4 kelainan
kulit. Kelainan kulit tersebutdapatberupabercak-bercakhipopig-
mentasi yang berbatas tegas, lebar, kering, serta hipoestesi atau
anestesi dan tidak berambut. Kadang kala ditemukan penebalan
saraf kulit sensorik di dekat lesi, atau penebalan pada saraf
predileksi seperti n. auricularis magnus. Hasil pemeriksaan
usapan kulit untuk basil tahan asam negatif, sedangkan tes
lepromin memperlihatkan hasil positif kuat. Hal ini menunjuk-
kan adanya imunitas seluler terhadap Mycobacterium leprae
yang baik.
b) Lepra tipe Borderline-Tuberkuloid (BT)
Kelainan kulit pada lepra tipe ini mirip dengan lepra tipe TT,
namun biasanya lebih kecil dan banyak serta eritematosa dan
batasnya kurang jelas. Dapat dijumpai lesi-lesi satelit. Dapat
mengenai satu saraf tepi atau Iebih, sehingga menyebabkan
kecacatan yang luas. Hasil pemeriksaan usapan kulit untuk basil
tahan asam positif pada penderita lepra BT (very few sampai 1+).
Tes lepromin positif.
c) Lepra tipe Borderline-Borderline (BB)
Kelainan kulit berjumlah banyak tidak simetris dan poli-
morf. Kelainan kulit ini dapat berupa makula, papula dan bercak
dengan bagian tengah hipopigmentasi dan hipoestesi serta ber-
bentuk anuler dan mempunyai lekukan yang curam (punched
out). Hasil
pemeriksaan usapan kulit untuk basil tahan asam
positif, dengan indeks bakteriologis 2+ dan 3+. Tes lepromin
biasanya negatif. Lepra tipe BB sangat tidal( stabil.
d) Lepra tipe Borderline-Lepromatosa (BL)
Kelainan kulit dapat berjumlah sedang atau banyak, berupa
makulaatau bercak-bercak eritematosa dan hiperpigmentasi atau
hipopigmentasi dengan ukuran yang berbeda-beda dan tepi yang

tidak jelas, dan juga papula, nodul serta plakaL Kelainan saraf
ringan. Hasil pemeriksaan apusan kulit untuk basil tahan asam
positif kuat, dengan indeks bakteriologis 4+ sampai 5+. Tes
lepromin negatif.
e) Lepra tipe Lepromatosa (IL)
Kelainan kulit berupa makula hipopigmentasi atau
eritematosa yang berjumlah banyalc, kecil-kecil, dan simetris
dengan sensasi yang normal, permukaannya halus serta
batasnya tidak jelas, dan papula. Saraf tepi biasanya tidak
menebal, karena baru terserang pada stadium lanjut. Dapat
terjadi neuropati perifer. Mukosa hidung menebal pada stadium
awal, menyebabkan sumbatan hidung dan keluarnya duh tubuh
hidung yang bercampur darah. Lama-kelamaan sel-sel lepra
mengadakan infiltrasi, menyebabkan penebalan kulit yang
progresif, sehingga menimbulkan wajah singa, plakat, dan
nodul. Nodul juga dapat terjadi pada mukosa palatum, septum
nasi dan sklera. Alis dan bulu mata menjadi tipis, serta bibir,
jarijari Langan dan kaki membengkak. Dapat terjadi iritis dan
keratitis. Kartilago dan tulang hidung perlahan-lahan
mengalami kerusakan, menyebabkan hidung pelana. Jika laring
terinfiltrasi oleh sel lepra, maka akan timbul suara serak.
Akhirnya testis mengalami atrofi, dan kadang kala
mengakibatkan ginekomastia. Hasil pemeriksaan asupan kulit
untuk basil tahan asam positif, dengan indeks bakteriologis 5+
sampai 6+. Tes lepromin selalu negatif.
PENATALAKSANAAN
Prognosis baik jika diagnosis penyakit ditegakkan secara
dini dan diberikan pengobatan yang tepat. Penderita memerlukan
rasa simpati dan reasuransi (karena stigma lepra masih ada) dan
pendidikan untuk memastikan kecukupan dan kerja sama dalam
pengobatan medis. Hospitalisasi dalam jangka waktu pendek
selama 1 sampai 2 minggu dapat bermanfaat untuk penderita
lepromatosa yang tertekan jiwanya dan yang mempunyai anak
kecil yang tinggal bersamanya. Pengasingan penderita tidak
perlu, karena masa penularan berlangsung hanya beberapa hari
setelah pengobatan dengan rifampisin dimulai dan biasanya ku-
rang dari 3 bulan setelah dapson atau klofazimin diberikan
(2,3)
.
1) Pengobatan lepra tipe pausibasiler
Ini meliputi lepra tipe Indeterminate, TT dan BT. Penderita
diobati dengan dapson 100 mg sehari dan rifampisin 600 mg
(atau 450 mg jika berat badan kurang dari 35 kg) sekali sebulan
selama 6 bulan. Pedoman pengobatan ini dianjurkan untuk pende-
rita lepra pausibasiler, lepra pausibasiler yang kambuh setelah
diobati dengan dapson dan penderita yang mendapatkan mono-
terapi dapson namun tidak lengkap 2 tahun
(2)
.
2) Pengobatan
lepra
multibasiler
Ini meliputi lepra tipe BB, BL dan LL. Penderita ini diberi-
kan pengobatan tripe]. (Tabel 1) sekurang-kurangnya selama 2
tahun atau sampai hasil pemeriksaan usapan kulit untuk basil
tahan asam negatif. Penderita lepra tipe LL dapat memerlukan
pengobatan lebih dari 5 tahun untuk memperoleh basil pe-
meriksaan usapan kulit negatif
(2)
.
Ada dua tujuan utama kemoterapi untuk lepra multibasiler,
yaitu :
Tabe1 1. Pengobatan Tripel
Dapson 100 mg/hari +
Rifampisin 600 mg sekali sebulan (Di samping itu di Singapura Rifampisin
diberikan dengan dosis 600 mg/hari selama 1 minggu untuk kasus-kasus
baru dan relaps) +
Etionamid atau protionamid 250?375 mg/hari atau Klofazimin 50 mg/hari
atau 100 mg setiap selang sehari dan 300 mg sebulan sekali.
? Mencegah penularan infeksi di masyarakat.
? Mengobati penderita.
Pemberian kombinasi obat mempunyai tujuan tambahan,
yaitu mencegah timbulnya strain M. leprae yang resisten ter-
hadap obat.
Diberikan pada semua penderita lepra multibasiler, ter-
masuk :
? Penderita lepra yang diagnosisnya barn ditegakkan, yang
belum mendapatkan pengobatan.
? Penderita yang mempunyai respon yang baik terhadap
pemberian monoterapi dapson.
? Penderita yang mengalami relaps selama atau setelah pem-
berian monoterapi dapson.
3) Komplikasi MDT (terapi kombinasi)
Penderita yang diberi MDT harus diawasi secara ketat ter-
hadap reaksi dan toksisitas obat. Perlu dipertimbangkan untuk
melakukan pemeriksaan dasar (tabel 2) dan pemeriksaan transa-
minase serum ulangan setiap bulan untuk mendeteksi adanya
hepatitis (akibat rifamnpisin, tionamid dan dapson meskipun
lebih jarang), serta kadar hemoglobin dan hitung retikulosit
untuk mengetahui adanya hemolisis (akibat dapson) dan hitung
trombosit untuk mendeteksi adanya trombositopenia
(4,5,6)
.
Komplikasi yang serius akibat rifampisin meskipun jarang
adalah renal shut down (nekrosis tubuler atau nefritis inter-
stisialis), mungkin akibat reaksi imunologis
(7,8,9)
. Komplikasi
rifampisin yang jarang lainnya adalah kolaps yang mendadak
seperti renjatan anafilaksis segera setelah minum obat. Pada
kasus seperti ini pemberian rifanipisin harus dihentikan
(6)
.
Sindrom 'flu' akibat rifampisin dapat diobati secara simto-
matis tanpa menghentikan pengbatan
(10)
. Neuritis juga dapat
terjadi segera setelah sebuah dosis rifampisin diberikan
(11)
.
Tabel 2. Pemeriksaan dasar
Hitung sel darah lengkap
Laju Endap Darah
Pemeriksaan fungsi hati
SGPT
Urinalisis
Foto toraks
Tes lepromin
4) Reaksi M. leprae
Reaksi ini memerlukan terapi imunosupresi tambahan. Path
reaksi tipe I (reversal) yang dapat terjadi pada lepra tipe non polar
(BT, BB dan BL), dapat diberikan prednisolon dengan dosis 30
sampai 45 mg/hari, kemudian diturunkan perlahan-lahan selama
beberapa minggu sampai dosis pemeliharaan 10 sampai 20 mg
dalam waktu 4 sampai 12 bulan. Klofazimin untuk pengobatan
1

reaksi reversal kurang efektif, oleh karena itu jarang atau tidak
pernah dipakai, begitu juga dengan taliwdomid tidak efektif ter-
hadap reaksi reversal
(12)
. Pada reaksi tipe II (eritema nodosum
leprosum) yang dapat terjadi pada penderita lepra tipe LL,
talidomid merupakan obat pilihan kecuali pada wanita prameno-
pause
(l2,13)
. Pengobatan alternatif untuk reaksi ini adalah klofa-
zimin 200 sampai 300 mg/hari kemudian diturunkan perlahan-
lahan, atau prednisolon 30 sampai 45 mg/hari yang kemudian
diturunkan secara cepat.
Kelainan mata seperti iritis biasanya diobati dengan tetes
mata steroid dan atropin.
5) Tindakan-tindakan
umum
Fisioterapi secara dini clan teratur perlu dilakukan pada
penderita dengan kelemahan otot untuk mencegah kontraktur
dan mempersiapkan penderita menjalani transplantasi tendon
untuk mengembalikan fungsi anggota gerak. Lagoftalmus dapat
dikoreksi dengan bedah plastik.
Penderita sebaiknya diberitahu bagaimana cara melindungi
dan merawat tangan dan kaki yang anestesi untuk mencegah
trauma, infeksi sekunder dan hilangnya jaringan yang dapat
menyebabkan kecacatan yang menetap.
6) Pengawasan penderita setelah kemoterapi dihentikan
WHO menyarankan untuk tetap melanjutkan pengawasan
selama 4 tahun untuk penderita tipe pausibasiler dan 8 tahun
untuk lepra tipe multibasiler setelah pemberian kemoterapi di-
hentikan.
7) Pemeriksaan
kontak
Penderita sebaiknya diberitahu untuk membawa keluarga-
nya yang kontak untuk menjalani pemeriksaan pada saat diagno-
sis ditegakkan dan dalam waktu 6 sampai 12 bulan selama
penyakit masih aktif, karena masa inkubasi bervariasi dari 2
sampai 20 tahun. Anggota keluarga kontak diberi saran untuk
memeriksakan diri secepatnya setelah menemukan adanya
tanda-tanda kelainan kulit atau gangguan saraf sensoris.
KEPUSTAKAAN
1. Ridley DS, Jopling WH. Classification of leprosy according to immunity, a
five group system. Intemat J Leprosy 1966; 34: 255.
2. Ellard GA. Growing points in leprosy research 4 - recent advances in
chemotherapy of leprosy. Leprosy Rev 1974; 45:31.

Anda mungkin juga menyukai