Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK DAN REMAJA DENGAN

HIV/AIDS

OLEH

KEPERAWATAN B

KELOMPOK 2 :

Rulyanis

Sri Muliyana

Sri Hartina HM

Sri Mahardika

Salmiah

Vilda Amaliah

Wa Ode Yulianti Togala


Laode Agustino Saputra

DOSEN PEMBIMBING :

Ns. Huriati,.S.Kep,.M.Kes

JURUSAN KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTEAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah Swt yang telah memberikan rahmat serta

karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik-

baiknya.

Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita yakni nabi

besar, nabi Muhammad S.A.W, sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini

dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Anak & Remaja Dengan HIV/AIDS”.

Makalah yang kami susun ini berisi mengenai konsep dan asuhan keperawatan

pada anak dan remaja dengan HIV/AIDS, yang berasal dari berbagai literatur yang

telah kami kumpulkan. Kami menyadarai bahwa kami membutuhkan saran dari

pembaca mengenai isi makalah kami ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi

pembaca.

Samata, 31 mei 2018

Penulis
DAFTAR ISI

Sampul………………………………………………………………………………

Kata Pengantar………………………………………………………………………

Daftar isi ……………………………………………………………………………

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang………………………………………………………….

B. Rumusan Masalah……………………………………………………….

C. Manfaat Penulisan………………………………………………………

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anak & Remaja…………………………………………………

B. Konsep Dasar HIV/AIDS…………………………………………………

1) Devinisi HIV/AIDS……………………………………………..

2) Etiologi HIV/AIDS Pada Anak & Remaja………………………

3) Penularan HIV/AIDS Pada Anak & Remaja……………………..

4) Patofisiologi HIV/AIDS pada anak & Remaja……………………

5) Pengkajian HIV/AIDS pada anak & Remaja……………………..

6) Diagnosis HIV/AIDS pada anak & Remaja……………………..


7) Pemeriksaan Laboratorium HIV/AIDS pada anak & Remaja……

8) Penatalaksanaan HIV/AIDS pada anak & Remaja……………….

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………………………………

B. Saran……………………………………………………………………..

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS) melaporkan jumlah

orang hidup dengan HIV pada tahun 2012 sebanyak 35,3 juta orang. Pada tahun

yang sama angka kematian AIDS sebesar 1,6 juta orang dan sebanyak 2,3 juta

orang baru terinfeksi HIV di tahun 2012 (UNAIDS, 2013).

Gay, biseksual, dan lelaki yang melakukan kegiatan senggama dengan lelaki,

mempunyai kemungkinan yang tinggi untuk memperoleh penularan HIV, baik di

negara miskin, berkembang, dan negara maju berdasarkan penelitian tahun 2016

(Beyrer, et al, 2016).

Acquired Immunodeficiency syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala atau

penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi

Human Immmunodeficiency Virus (HIV). Infeksi oportunistik adalah infeksi yang

muncul akibat penurunan kekebalan tubuh (Saktina & Satriasa, 2017).

Permasalahan yang rumit mengenai HIV/AIDS telah menyulitkan penelitian

di bidang biomedik daripada penyakit tersebut. Sangat banyak tantangan yang


diperoleh seperti permasalahan sosial dan perilaku(kesadaran masyarakat

mengenai penyakit, resiko penilaian buruk, perilaku yang mengancam, keinginan

untuk mencoba, stigma sosial, dan persoalan ketaatan pengobatan). Infeksi alami

daripada penyakit juga memperluas kerumitan permasalahan sosial dan pola

infeksinya. Telah banyak multidisplin ilmu yang mengadakan penelitian untuk

mengatasi masalah sosiol-perilaku dari penyakit HIV/AIDS ini (Arash &

Ghaffarzadegan, 2017).
Kemudian Dampak dari pergaulan bebas dikalangan remaja yang terkait

dengan perilaku seksual juga menyebabkan meningkatnya kasus penyakit Human

Immunodeficiency Virus / Acquired Immnune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS)

yang pada kelompok usia remaja faktor perilaku seks bebas merupakan faktor

paling dominan (Azinar, 2013).

Kasus kejadian HIV/AIDS di Indonesia pun terus meningkat secara

signifikan, berdasarkan data Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian

Penyakit (Ditjen P2P) jumlah kasus baru HIV positif hingga 2015 yaitu 21.511

kasus pada tahun 2012, 29.037 kasus pada tahun 2013, 32.711 kasus pada tahun

2014, dan 30.935 kasus pada tahun 2015 (Kemenkes RI, 2016)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana konsep anak & remaja ?

2. Bagaimana konsep dasar HIV/AIDS pada anak & remaja ?

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui konsep anak & remaja.

2. Untuk mengetahui konsep dasar HIV/AIDS.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anak & Remaja

1. Konsep Anak

a. Pengertian Anak

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang No.23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut menjelaskan

bahwa, anak adalah siapa saja yang belum berusia 18 tahun dan termasuk

anak yang masih didalam kandungan, yang berarti segala kepentingan

akan pengupayaan perlindungan terhadap anak sudah dimulai sejak anak

tersebut berada didalam kandungan hingga berusia 18 tahun

(Damayanti,2008)

b. Kebutuhan Dasar Anak

Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara umum

digolongkan menjadi kebutuhan fisik-biomedis (asuh) yang meliputi,

pangan atau gizi, perawatan kesehatan dasar, tempat tinggal yang layak,
sanitasi, sandang, kesegaran jasmani atau rekreasi. Kebutuhan emosi atau

kasih saying (Asih), pada tahun-tahun pertama kehidupan, hubungan yang

erat, mesra dan selaras antara ibu atau pengganti ibu dengan anak

merupakansyarat yang mutlakuntuk menjamin tumbuh kembang yang

selaras baik fisik, mental maupun psikososial. Kebutuhan akan stimulasi

mental (Asah), stimulasi mental merupakan cikal bakal dalam proses

belajar (pendidikan dan pelatihan) pada anak. Stimulasi mental ini

mengembangkan perkembangan mental psikososial diantaranya


kecerdasan, keterampilan, kemandirian, kreaktivitas, agama, kepribadian

dan sebagainya. (Damayanti,2008)

2. Konsep Remaja

a. Pengertian remaja

Istilah remaja sering disamakan dengan istilah adolesence, yaitu suatu

keadaan yang menggambarakan suatu periode perubahan psikososial yang

menyertai pubertas (Soetjiningsih, 2007). Adolesence merupakan istilah

dalam bahasa Latin yang menggambarkan remaja, yang artinya “tumbuh

atau tumbuh untuk mencapai kematangan”. Adolescence sebenarnya

merupakan istilah yang memiliki arti yang luas yang mencakup

kematangan mental, sosial, emosional, dan fisik (Hurlock, 2010).

Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa latin

“adolescere” yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang

dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga

kematangan sosial dan psikologi. (Soetjiningsih, 2007)

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya

perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19
tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia,

dan sering disebut masa pupertas. Masa remaja adalah periode peralihan

dan masa anak ke masa dewasa. (Yani Widyastuti, dkk, 2009).

WHO (2017) mendefinisikan remaja sebagai masa tumbuh kembang

manusia setelah masa anak-anak dan sebelum masa dewasa dalam rentang

usia 10-19 tahun. Berbeda dengan pendapat Efendi dan Makhfudli (2009)

yang menyatakan bahwa remaja tidak diukur berdasarkan usia, namun

berdasarkan status pernikahan dan tingkat ketergantungannya terhadap


orang tua. Jika seseorang menikah pada usia remaja, maka ia sudah

termasuk dewasa, tidak lagi dikatakan sebagai remaja. Sebaliknya jika

seseorang tersebut belum menikah, masih bergantung pada orang tua

(tidak mandiri), namun usianya sudah bukan lagi remaja maka tetap

masuk dalam kategori remaja. Secara umum, definisi remaja berdasarkan

penjelasan tersebut yaitu seseorang dengan usia antara 10 – 19 tahun yang

sedang dalam proses pematangan baik itu kematangan mental, emosional,

sosial, maupun kematangan secara fisik. (Efendi dan Makhfudli, 2009)

b. Tahap perkembangan remaja

Menurut Soetjiningsih (2007), didasarkan pada kematangan

psikososial dan seksual dalam tumbuh kembangnya menuju kedewasaan,

setiap remaja akan melalui tahapan berikut.

1) Masa remaja dini/awal (early adolescent) 11-13 tahun

2) Masa remaja menengah (middle adolescent) 14-16 tahun

3) Masa remaja tingkat lanjut/akhir (late adolescent) 17-21 tahun

Gunarsa (2008) mengkategorikan masa remaja berdasarkan tahapan

perkembangannya, yaitu:
1) Pra-pubertas (12-15 tahun)

Masa pra-pubertas ini merupakan masa peralihan dari masa anak-

anak ke masa pubertas. Seorang anak, pada masa ini telah tumbuh atau

mengalami puber (menjadi besar) dan melai memilki keinginan untuk

berlaku seperti orang dewasa, kematangan seksual pun sudah terjadi,

sejalan dengan perkembangan fungsi psikologisnya. .

2) Pubertas (15-18 tahun)


Masa pubertas merupakan masa dimana perkembangan psikososial

lebih dominan. Seorang anak tidak lagi reaktif namun juga sudah

mulai aktif dalam melakukan aktivitas dalam rangka menemukan jati

diri serta pedoman hidupnya. Mereka mulai idealis, dan mulai

memikirkan masa depan.

3) Adolesen (18-21 tahun)

Anak atau remaja pada masa adolesen secara psikologis mulai

stabil dibandingkan sebelumnya. Mereka mulai mengenal dirinya,

mulai berpikir secara visioner, sudah mulai membuat rencana

kehidupannya, serta mulai memikirkan, memilih hingga menentukan

jalan hidup yang akan mereka tempuh.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas pada remaja

Menurut Soetjiningsih (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku seksual pada remaja secara umum yaitu kurangnya pengetahuan

mengenai pubertas, status ekonomi, perubahan fisik dan fisiologis akibat

pubertas seperti peningkatan hormone reproduksi / seksual yang dapat

meningkatkan rangsangan seksual, hingga terpaparnya informasi yang


kurang tepat baik dari teman, buku tentang seks, maupun media informasi

lainnya.

Menurut Hurlock (2010) beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku

seksual remaja diantaranya:

1) Faktor perkembangan.

Faktor perkembangan yang terjadi pada remaja berasal dari

keluarga yang mengasuh anak terutama selama proses tumbuh

kembangnya. Penelitian Rokhmah (2015) menunjukkan bahwa


keluarga, terutama pola asuh orang tua terhadap anaknya akan

mempengaruhi perilaku seksual pada remaja.

2) Faktor luar

Faktor luar yang mempengaruhi perilaku seksual remaja

diantaranya adalah sekolah. Sekolah memberi pengaruh yang cukup

besar dalam proses perkembangan remaja mencapai kedewasaannya

selain faktor pola asuh orang tua. Faktor sekolah ini luas, mencakup

karakter guru, sistem pembelajaran, hingga teman belajar. Penelitian

Gunawan (2016) menunjukkan bahwa sistem pembelajaran dengan

matrikulasi pendidikan seks dan kesadaran tentang bahaya pornografi

yang optimal dapat berpengaruh dalam pembentukan karakter peserta

didik menjadi baik.

3) Faktor masyarakat

Faktor masyarakat yang mempengaruhi perilaku seksual remaja

mencakup adat kebiasaan atau budaya, pergaulan dan perkembangan

di segala bidang, baik itu perkembangan ilmu pengetahuan maupun

teknologi, namun hal yang cukup dominan memberi pengaruh yaitu


teknologi yang dicapai manusia seperti sosial media.

B. Konsep Dasar HIV/AIDS

1. Devinisi HIV/AIDS

HIV (Human Immunodeficiency virus) adalah jenis virus yang dapat

menurunkan kekebalan tubuh (BKKBN, 2007). Menurut Depkes RI (2008)

menyatakan bahwa HIV adalah sejenis retrovirus-RNA yang menerang

system kekebalan tubuh manusia. AIDS adalah singkatan dari Acquired

Immunodeficiency Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit yang didapat


akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus HIV.

HIV/AIDS adalah suatu kumpulan kondisi klinis tertentu yang merupakan

hasil akhir dari infeksi oleh HIV (Sylvia & Wilson, 2005).

AIDS atau sindrom kehilangan kekebaan tubuh adalah kehilangan

kekebalan tubuh manusia sebuah sistem kekebalannya dirusak oleh virus HIV.

Akibat kehilangan kekebalan tubuh, penderita AIDS mudah terkena berbagai

jenis infeksi bakteri, jamur, parasit, dan pirus tertentu yang bersipat

oportunistik. Selain itu penderita AIDS sering sekali menderita keganasan,

khususnya sarkoma Kaposi dan limpoma yang hanya menyerang otak

(Djuanda, 2007).

Kesimpulan dari beberapa definisi di atas adalah HIV/AIDS adalah suatu

syndrom atau kumpulan tanda dan gejala yang terjadi akibat penurunan dan

kekebalan tubuh yang didapat atau tertular/terinfeksi virus HIV.

2. Etiologi HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui

dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian besar

disebabkan oleh HIV-1, sedangkan HIV-2 benyak terdapat di Afrika Barat.


Gambaran klinis dari HIV-1 dan HIV-2 relatif sama, hanya infeksi oleh HIV-

1 jauh lebih mudah ditularkan dan masa inkubasi sejak mulai infeksi sampai

timbulnya penyakit lebih pendek (Martono, 2006).

HIV yang dahulu disebut virus limpotrofik sel T manusia atau virus

limfadenopati (LAV), adalah suatu retrovirus manusia sitopatik dari family

lentivirus. Retrovirus mengubah asam ribonukleatnya (RNA) menjadi asam

deoksiribonukleat (DNA) setelah masuk ke dalam sel penjamu. HIV-1 dan

HIV-2 adalah lentivirus sitopatik, dengan HIV-1 menjadi penyebab utama


AIDS di seluruh dunia (Sylvia & Wilson, 2005). Insiden HIV/AIDS lebih

sering pada jenis kelamin laki-laki dari pada perempuan. Sering terjadi pada

kelompok usia produktif (20-49 tahun), dimana penularan lebih banyak

melalui hubungan seksual yang berganti-ganti pasangan dengan rendahnya

pemakain kondom dan pemakaian jarum suntik di kalangan pemakai narkoba

(Martono, 2006).

3. Penularan HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

Ada tiga proses penularan yang dapat terjadi pada anak & remaja :

a. Penularan melalui hubungan seksual

Hubungan seksual antara laki-laki dengan perempuan yang salah

satunya membawa virus ini, atau hubungan seksual menyimang antara

sejenis. Hal yang dapat menambah bahaya penularan penyakit ini adalah

tradisi berganti-ganti pasangan atau penyakit kelamin lainnya seperti

sipilis atau gonorrhea. Pada anak hubungan seksual berupa pelecehan

seksual pada anak (Nadiah Thayyarah, 2014)

b. Penularan melalui darah

Melalui transfusi darah dari seorang yang terjangkit virus HIV/AIDS


kepada orang yang sehat. Penggunaan jarum suntik yang terus menerus

tampa disterilkan terlebih dahulu dengan baik, dapat menularkan virus

ini.hal ini dibuktikan tingginya kasus AIDS yang terjadi dikalangan para

pecandu narkoba. Demikian pula dengan penggunaan jarum atau alat-alat

tindik telinga atau lain yang tidak disterilkan terlebih dahulu. (Nadiah

Thayyarah, 2014)

c. Penularan melalui ibu kepada janin


Penularan HIV ke Bayi dan Anak, bisa dari ibu ke anak, penularan

melalui darah, penularan melalui hubungan seksual (pelecehan seksual

pada anak). Penularan dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang

menderita HIV/AIDS sebagian besar (85%) berusia subur (15-44 tahun),

sehingga terdapat risiko penularan infeksi yang bisa terjadi saat kehamilan

(in uteri). Berdasarkan laporan CDC Amerika, prevalensi penularan HIV

dari ibu ke bayi adalah 0,01% sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV

dan belum ada gejala AIDS, kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20%

SAMPAI 35%, sedangkan jika sudah ada gejala pada ibu kemungkinan

mencapai 50%.penularan juga terjadi selama proses persalinan melalui

transfusi fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mucosa bayi

dengan darah atau sekresi maternal saat melahirkan . semakin lama proses

kelahiran, semakin besar pula risiko penularan, sehingga lama

persalinanbisa dicegah dengan operasi sectio caecaria. Transmisi lain juga

terjadi selama periode postpartum melalui ASI, risiko bayi tertular melaui

ASI dari ibu yang positif sekitar 10% (Nurs dan Kurniawan, 2013).

4. Patofisiologi HIV/AIDS Pada Anak & Remaja


Didalam tubuh kita terdapat sel darah putih yang disebut sel CD4.

Fungsinya seperti sakelar yang menghidupkan dan memadamkan kegiatan

sistem kekebalan tubuh, tergantung ada tidaknya kuman yang harus di lawan.

(Murni S, 2009)

HIV yang masuk ketubuh menularkan sel ini, ‘membajak’ sel tersebut,

dan kemudian menjadikannya ‘pabrik’ yang membuat miliaran tiruan virus.

Ketika proses tersebut selesai, tiruan HIV itu meninggalkan sel dan masuk ke

sel CD4 yang lain. Sel yang ditinggalkan menjadi rusak atau mati. Jika sel-sel
ini hancur, maka sistem kekebalan tubuh kehilangan kemampuan untuk

melindungi tubuh kita dari serangan penyakit. Keadaan ini membuat kita

mudah terserang berbagai penyakit. (Murni S, 2009)

5. Pengkajian HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

Pengkajian HIV/AIDS pada anak & remaja meliputi :

a. Data Subjektif, mencakup:

1. Pengetahuan klien tentang AIDS

2. Data nutrisi, seperti masalah cara makan, BB turun

3. Dispneu (serangan)

4. Ketidaknyamanan (lokasi, karakteristik, lamanya)

b. Data Objektif, meliputi:

1. Kulit, lesi, integritas terganggu

2. Bunyi nafas

3. Kondisi mulut dan genetalia

4. BAB (frekuensi dan karakternya)

5. Gejala cemas

c. Pemeriksaan Fisik
1. Pengukuran TTV

2. Pengkajian Kardiovaskuler

3. Suhu tubuh meningkat, nadi cepat, tekanan darah meningkat.

Gagal jantung kongestif sekunder akibat kardiomiopati karena

HIV.

4. Pengkajian Respiratori

5. Batuk lama dengan atau tanpa sputum, sesak napas, takipnea,

hipoksia, nyeri dada, napas pendek waktu istirahat, gagal napas.


6. Pengkajian Neurologik

7. Sakit kepala, somnolen, sukar konsentrasi, perubahan perilaku,

nyeri otot, kejang-kejang, enselofati, gangguan psikomotor,

penurunan kesadaran, delirium, meningitis, keterlambatan

perkembangan.

8. Pengkajian Gastrointestinal

9. Berat badan menurun, anoreksia, nyeri menelan, kesulitan

menelan, bercak putih kekuningan pada mukosa mulut, faringitis,

candidisiasis esophagus, candidisiasis mulut, selaput lender kering,

pembesaran hati, mual, muntah, colitis akibat diare kronis,

pembesaran limfa.

10. Pengkajain Renal

11. Pengkajaian Muskuloskeletal

12. Nyeri otot, nyeri persendian, letih, gangguan gerak (ataksia)

13. Pengkajian Hematologik

14. Pengkajian Endokrin

d. Kaji status nutrisi


1. Kaji adanya infeksi oportunistik

2. Kaji adanya pengetahuan tentang penularan

e. Dapatkan riwayat imunisasi

1. Dapatkan riwayat yang berhubungan dengan faktor resiko terhadap

aids pada anak-anak: exposure in utero to HIV-infected mother,

pemajanan terhadap produk darah, khususnya anak dengan

hemophilia, remaja yang menunjukan prilaku resiko tinggi.


2. Obsevasi adanya manifestasi AIDS pada anak-anak: gagal tumbuh,

limfadenopati, hepatosplenomegali

3. Infeksi bakteri berulang

4. Penyakit paru khususnya pneumonia pneumocystis carinii

(pneumonitys inter interstisial limfositik, dan hyperplasia limfoid

paru).

5. Diare kronis

6. Gambaran neurologis, kehilangan kemampuan motorik yang telah

di capai sebelumnya, kemungkinan mikrosefali, pemeriksaan

neurologis abnormal

7. Bantu dengan prosedur diagnostik dan pengujian missal tes

antibody serum. (Doengoes, 2010)

6. Diagnosis HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

Menurut Wong (2004) diagnosa keperawatan yang dapat dirumuskan

pada anak dengan HIV antara lain:

1. Bersihan jalan nafas inefektif berhubungan dengan akumulasi secret

sekunder terhadap hipersekresi sputum karena proses inflamasi


2. Hipertermi berhubungan dengan pelepasan pyrogen dari hipotalamus

sekunder terhadap reaksi antigen dan antibody (Proses inflamasi)

3. Risiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan

penurunan pemasukan dan pengeluaran sekunder karena kehilangan

nafsu makan dan diare

4. Perubahan eliminasi (diare) yang berhubungan dengan peningkatan

motilitas usus sekunder proses inflamasi system pencernaan


5. Risiko kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan dermatitis

seboroik dan herpers zoster sekunder proses inflamasi system

integument

6. Risiko infeksi (ISK) berhubungan dengan kerusakan pertahanan tubuh,

adanya organisme infeksius dan imobilisasi

7. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

kekambuhan penyakit, diare, kehilangan nafsu makan, kandidiasis oral

8. Kerusakan interaksi sosial berhubungan dengan pembatasan fisik,

hospitalisasi, stigma sosial terhadap HIV

9. Nyeri berhubungan dengan peningkatan TIK sekunder proses penyakit

(misal: ensefalopati, pengobatan).

10. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak

dengan penyakit yang mengancam hidup.

7. Pemeriksaan Laboratorium HIV/AIDS Pada Anak & Remaja

a. Elisa : Enzyme-linked imunosorbent assay (uji awal yang umum) –

mendeteksi antibodi terhadap antigen HIV (umumnya dipakai untuk

skrining HIV pada individu yang berusia lebih dari 2 tahun).


b. Western blot (uji konfirmasi yang umum) – mendeteksi adanya antibodi

terhadap beberapa protein spesifik HIV.

c. Kultur HIV – standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.

d. Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) – mendeteksi

asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk

mendiagnosis HIV pada bayi dan anak.

e. Uji antigen HIV – mendeteksi antigen HIV.


f. HIV, IgA, IgM – mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara

eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).

Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV tidak

mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas, diagnosis dapat

ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum berusia 6 bulan.

1) Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak

yang terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.

2) Limfopenia.

3) Anemia, trombositopenia.

4) Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).

5) Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).

6) Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili )

7) Haemophilus influenzae tipe B

8) Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.

9) Penurunan persentase CD4+.

Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18 bulan

dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2 determinasi


terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase – HIV, atau antigen HIV,

maka dia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir dari ibu HIV-

positif, berusia kurang dari 18 bulan, dan tidak positif terhadap ketiga uji

tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”. Bayi yang lahir dari ibu

terinfeksi HIV yang ternyata antibodi HIV negatif dan tidak ada bukti

laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia terinfeksi HIV, maka ia

dikatakan “Seroreverter”. ( Cecily L. B, 2002, 212 )

8. Penatalaksanaan HIV/AIDS Pada Anak & Remaja


a. Pengobatan pada Anak dengan HIV/AIDS

Prinsip pemberian ART pada anak hampir sama dengan dewasa, tetapi

pemberian ART pada anakmemerlukan perhatian khusus tentang dosisi

dan toksisitasnya. Pada bayi, sistem kekebalannya mulai dibentuk dan

berkembang selama beberapa tahun pertama. Efek obat pada bayi dan

anak juga akan berbeda dengan orang dewasa (Nurs dan Kurniawan,

2013:168). Pedoman pengobatan HIV/AIDS pada Anak menurut

(Departemen Kesehatan Indonesia: Direktotat Jendran Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 2008:35) yaitu Rejimen Lini

pertama yang direkomendasikan adalah 2 Nucleosida Reverse

Transkriptase Inhibitor (NRTI) + 1 Non Nucleosida Reverse

Transkriptase Inhibitor (NNRTI):

b. Perawatan pada Anak dengan HIV/AIDS

1) Nutrisi pada Anak dengan HIV/AIDS

Pemberian Nutrisi pada bayi dan anakdengan HIV/AIDS tidak

berbeda dengan anak yang sehat, hanya saja asupan kalori dan

proteinnya perlu ditingkatkan. Selain itu perlu juga diberikan


multivitamin, dan antioksidan untuk mempertahankan kekebalan

tubuh dan menghambat replikasi virus HIV. sebaiknya dipilih bahan

makanan yang risiko alerginya rendah dan dimasak dengan baik untuk

mencegah infeksi oportunistik. Sayur dan buah-buahan juga harus

dicuci dengan baik dan sebaiknya dimasak sebelum diberikan kepada

anak. Pemberian (Nurs dan Kurniawan, 2013).

2) Dukungan sosial spiritual pada Anak dengan HIV/AIDS


Anak yang didiagnosis HIV juga mendatangkan trauma emosi

yang mendalam bagi keluarganya. Orang tua harus menghadapi

masalah berat dalam perawatan anak, pemberian kasih sayang, dan

sebagainya sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan mental anak.

Orang tua memerlukan waktu untuk mengatasi masalah emosi, syok,

kesedihan, penolakan, perasaan berdosa, cemas, marah, dan berbagai

perasaan lain. Anak perlu diberikan dukungan terhadap kehilangan dan

perubahan mencakup :

a) Memberi dukungan dengan memperbolehkan pasien dan keluarga

untuk membicarakan hal-hal tertentu dan mengungkapkan

perasaan keluarga,

b) Membangkitkan harga diri anak serta keluarganya dengan melihat

keberhasilan hidupnya atau mengenang masa lalu yang indah,

c) Menerima perasaan marah, sedih, atau emosi dan reaksi lainnya,

d) Mengajarkan pada keluarga untuk mengambil hikmah, dapat

mengendalikan diri dan tidak menyalahkan diri atau orang lain

(Nurs dan Kurniawan, 2013).


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Konsep anak & Remaja:

Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak

yang masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang No.23

Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kebutuhan dasar untuk tumbuh kembang anak secara umum

digolongkan menjadi kebutuhan fisik-biomedis (asuh), Kebutuhan emosi

atau kasih saying (Asih) dan Kebutuhan akan stimulasi mental (Asah).

Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa latin

“adolescere” yang berarti tumbuh ke arah kematangan. Kematangan yang

dimaksud adalah bukan hanya kematangan fisik saja, tetapi juga

kematangan sosial dan psikologi. (Soetjiningsih, 2007)

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya

perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19

tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia,


dan sering disebut masa pupertas. Masa remaja adalah periode peralihan

dan masa anak ke masa dewasa. (Yani Widyastuti, dkk, 2009).

Menurut Soetjiningsih (2007), didasarkan pada kematangan

psikososial dan seksual dalam tumbuh kembangnya menuju kedewasaan,

setiap remaja akan melalui tahapan berikut.

1) Masa remaja dini/awal (early adolescent) 11-13 tahun

2) Masa remaja menengah (middle adolescent) 14-16 tahun

3) Masa remaja tingkat lanjut/akhir (late adolescent) 17-21 tahun


2. Konsep Dasar HIV/AIDS :

HIV adalah sejenis retrovirus-RNA yang menerang system kekebalan

tubuh manusia. SedangkanAIDS adalah singkatan dari Acquired

Immunodeficiency Syndrome suatu kumpulan gejala penyakit yang didapat

akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh virus

HIV.

Penyebab penyakit AIDS adalah virus HIV dan saat ini telah diketahui

dua tipe yaitu tipe HIV-1 dan HIV-2. Infeksi yang terjadi sebagian besar

disebabkan oleh HIV-1.

Ada tiga proses penularan yang dapat terjadi pada anak & remaja :

a. Penularan melalui hubungan seksual

b. Penularan melalui darah

c. Penularan melalui ibu kepada janin

B. Saran

1. Masyarakat membutuhkan edukasi tentang bahaya penyakit HIV/AIDS

dan bagaimana cara penularannya yang benar. Agar tidak ada stigma dan

deskriminasi terhadap ODHA dapat diluruskan. Untuk itu perlu


diadakannya seminar dan penyuluhan tentang HIV/AIDS serta

diselenggarakannya acara testimonial dari para ODHA untuk pelajar dan

Mahasiswa

2. ODHA butuh mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat dan

pemerintah, selain itu dukungan kawan sebaya juga dapat memberikan

semangat hidupp bagi penderita HIV/AIDS


3. Untuk para remaja hindarilah perilaku yang tidak baik agar kalian

terhindar dari penyakit HIV/AIDS. Karena anak & remaja merupakan

generasi penerus Bangsa


DAFTAR PUSTAKA

Arash & Ghaffarzadegan, 2017. Global Trends and Regional Variations in

Studies of HIV/AIDS. www.nature.com/scientificreports. Diakses tanggal 28 Mei

2018.

Betz, Cecily L (2002) Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC

Beyrer, et al, 2016. The global response to HIV in men who have sex with

men. www.thelancet.com Vol 388 July 9, 2016. Diakses tanggal 26 Mei 2018.

Damayanti, M. (2008). Komunukasi Terapeutik Dalam Praktik Keperawatan.

Bandung : PT Refika Adama

Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Edisi Kelima. Jakarta

: Balai Penerbit FKUI

Doengoes, Marilynn, Dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman

untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (3rd ed.). Jakarta:

EGC.

Donna L. Wong. (2004). Pedoman Klinis Keperawatan Pediatri, Edisi 4.

Jakarta : EGC

Effendi, F & Makhfudli. (2009). Keperawatan Kesehatan Komunitas : Teori


Dan Praktek Dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika

Hurlock, E. B. (2010). Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Seanjang

Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga

Martono, 2006. Pencegahan Penanggulangan Penyalahgunaan Narkoba

Berbasis Sekolah. Jakarta : Balai Pustaka

Murni S, 2009. Hidup Dengan HIV/AIDS. Jakarta, Yayasan Spiritia

Nurs, Nursalam, M. Dan Ninuk Dian Kurniawati. 2013. Asuhan Keperawatan

pada Pasien terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta: Salemba Medika,


Saktina & Satriasa, 2017. Karakteristik penderita AIDS dan infeksi

Oportunistik di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar Periode Juli 2013

sampai Juni 2014. E-Jurnal Medika,Vol 6 No 3, Maret 2017. Diakses pada tanggal

26 Mei 2018.

Soetjiningsih. (2007). Buku Ajar Tumbuh Kembang Remaja Dan

Permasalahnnya. Jakarta : Sagung Seto

Thayyarah N, 2014. Buku Pintar SAINS Dalam Al-Qur’an. Jakarta.

Widyastuti, dkk. (2009). Kesehatan Reproduksi. Yogyakarta : Fitramaya

United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS). Core epidemiology

slide. 2013. Diunduh dari : URL :http://www.unaids.org/. Diakses pada tanggal 26

Mei 2018.

Anda mungkin juga menyukai