Anda di halaman 1dari 4

1.

Kasus keracunan lithium


Seorang pasien wanita usia 51 tahun dengan gangguan mental, gangguan bipolar,
hipotiroid dan Parkinson. Kemudian diberikan resep lihium karbonat 150 mg/ kapsul
namun terjadi kesalahan pasien diberikan lithum karbonat dengan dosis yang lebih
tinggi yaitu 300 mg/ kapsul.

Selain itu, dokter tidak mengevaluasi perubahan yang terjadi pada pasien yaitu pasien
mengalami diare selama 3 hari namun setelah pemeriksaan selanjutnya pasien sudah
tidak diare. Dokter mencatat symptom pasien sudah membaik dan mencatat keluhan
pasien yaitu peningkatan kontraksi otot dan kekauan otot dan memburuk sehingga
mengalam ketidakstabilan dan sangat lemah.

Dokter menyuruh pasien untuk tes darah namun tidak memperhatikan kadar lithium
sebulan setelah pemberian lihium akhirnya pasien diperiksa ke rumah sakit dan kadar
lithium dalam darah pasien yaitu 6,8 mEq/L keadaan pasien semakin memburuk pasien
mengalami dehidrasi berat persisten dan hipotensi serta gagal ginjal akut akibat
toksisitas lithium dan akhirnya meninggal dunia.

2. Overdosis Obat Akibat Resep Dokter yang Salah, Balita 14 Bulan Tidur
Selama 44 Jam
Belinda Lum harus merasa ketakutan dan kebingungan dengan kondisi putranya tepat
setelah pergi ke dokter. Pasalnya, bukannya sembuh putranya yang berusia 14 bulan
justru berubah menjadi seorang 'pangeran tidur'.
Putra Lum yang tak disebutkan namanya itu mulanya terserang penyakit batuk yang
kemudian membuat sang ibu memutuskan untuk membawanya ke sebuah klinik.
Perempuan berusia 33 tahun itu kemudian membawa buah hatinya ke sebuah klinik
yakni YSL Bedok Clinic and Surgery.
Seorang dokter yang memeriksa putra lim kemudian memberikan obat berupa sebotol
sirup dengan instruksi minum 3 kali sehari masing-masing 10 mililiters. Sebagaimana
disitat dari The Star, Rabu (29/11/2017), usai meminum obat mengikuti intruksi dokter
tersebut, putra Lum langsung jatuh tertidur nyenyak.
Namun Lum kemudian merasa ada yang tidak beres ketika putranya tak kunjung
terbangun. Pada keesokan harinya, Lum memutuskan untuk melarikan putranya ke
Rumah Sakit Mount Elizabeth Orchard untuk diperiksa oleh ahli syaraf. Berdasarkan
hasil pemeriksaan, terbukti jika dokter telah memberikan resep melebihi dosis yang
seharusnya.
Putra Lum diketahui mendapatkan dosis obat 4 kali lebih banyak daripada seharusnya.
Menanggapi hal ini, Lum langsung menemui dokter yang sebelumnya memeriksa
putranya tersebut. Di hadapan Lum, sang dokter mengaku jika kesalahan penulisan
dosis obat itu dilakukan oleh asistennya.
Dokter tersebut telah berjanji untuk memberi kompensasi atas kerugian yang dialami
Lum dan meminta maaf secara publik. Lum kemudian membagikan kisahnya ini ke
media sosial dengan harapan jika orangtua lain akan lebih teliti dan berhati-hati tentang
pemberian obat pada anak serta agar mereka tak mengalami hal serupa dengannya.
Dokter Yik Keng Yeong menyebut, seorang anak seusia putra Lum seharusnya diberi
hanya 1,5ml sampai 2,5 ml obat sirup. "10ml adalah dosis orang dewasa. Overdosis
bisa berbahaya karena menyebabkan palpitasi jantung (kondisi ketika detak jantung
Anda terasa tidak seperti biasanya) dan sedasi (kehilangan tingkat kesadaran)," ujar
Dokter Yik.
Putra Lum total tertidur selama 44 jam lamanya. Dan guna menghindari dehidrasi, Lum
dengan setia menyuapkan air minum ke putranya dalam kurun waktu tertentu. Atas
insiden ini, Lum telah mengajukan laporan keluhan ke Singapore Medical Council.
3. Salah Dosis Obat, Anak Usia 3 Tahun Ini Meninggal Dunia.
Sebagai seorang Ibu kita memang ingin yang terbaik untuk anak apalagi jika ia sedang
sakit. Namun, nasib naas menimpa seorang Ibu yang menceritakan bagaimana
kesalahan obat membuat anaknya meninggal.

Dalam akun Facebook Li Ai Ren diceritakan bahwa seorang anak bernama Michelle
(3),meninggal dunia lantaran dosis obat sariawan yang salah.

"Kemaren saya kedatangan teman dr Mabes Polri Jakarta.

Beliau kaget denger tentang Michelle..

Sampai dia sempet2in ke toko saya saking kaget gak percaya tentang Michelle.
keluarga kami dengan keluarga dia memang termasuk dekat.

Beliau juga termasuk orang yang senang dan sayang dengan Michelle karena anaknya
lucu menurut nya. Dia minta sample obat2 yg Bidan kasih buat Michelle.
Saya kasih.

Saya ceritakan semuanya yg terjadi sedetail2nya. 3hari kemudian... malam2 beliau


menelpon, dia bilang dosis yang membuat anak saya meninggal bukan di obat Sariawan
itu. Tapi di Obat Racikan yg dibuat Bidan.

Dosisnya terlalu banyak dan berat untuk seorang anak yg sedang lemah di bawah 3
tahun. Mengandung blablabla banyak banget nama kandungan yang beliau sebutkan
tapi saya gak terlalu mengerti nama-nama kandungan itu.

Sebenernya itu dosis buat orang dewasa cocoknya. Saya penasaran saya buka obat
racikan itu dan emang kalau diliat2 banyak banget bubuknya, pantesan waktu saya
kasih michelle agak susah larut di air.

Saya mendengarnya cuman bisa kembali sedih diam merenung. Lalu saya dikasih
Saran sama beliau kalau mau berobat untuk anak apalagi masih di bawah 3 thn jangan
mau di kasih racikan lagi karna racikan itu kita gak tau dia campur2 dengan obat apa.

4.Kesalahan pembacaan resep


Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang diketahui, terapi
obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan, mutu, rute, konsentrasi,
kecepatan pemberian, atau instruksi untuk menggunakan suatu obat yang disorder atau
diotorisasikan oleh dokter (atau penulis lain yang sah) yang tidak benar; resep atau
order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan kesalahan yang sampai pada pasien.

Contoh :
Pasien berusia 42 tahun yang memiliki riwayat gangguan jantung diperiksa
oleh kardiologis. Pasien tersebut diberi Isordil untuk heart pain. Resep tersebut
menginstruksikan bahwa obat harus dikonsumsi sebanyak 20 mg, 4 kali sehari.
Ketika pasien membawa resep tersebut dibawa ke apotek untuk ditebus, apoteker

membaca Isordil sebagai Plendil. Obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan
darah. Walaupun dosis maksimum sehari Plendil yang direkomendasikan adalah 10
mg, tetapi apoteker tetap memberikan obat tersebut sesuai dengan dosis yang
diresepkan oleh dokter, yaitu 20 mg.
Jadi, pasien tersebut tidak hanya menerima obat yang salah, tapi dia juga
harus mengkonsumsi obat dengan dosis maksimum perhari 8 kali lebih besar
dibandingkan dengan dosis maksimum yang direkomendasikan.
Setelah meminum
beberapa dosis, pasien tersebut jatuh sakit dan dibawa ke UGD dimana dokter yang
memeriksanya menyatakan bahwa pasien terkena serangan jantung. Pasien tersebut
meninggal dua minggu kemudian.

5. Kesalahan obat karena dosis tidak benar


Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecil dari
jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat kepada
pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis obat yang
diorder.
Contoh :
Pihak Polres Bangka Tengah akhirnya menetapkan Mon, oknum perawat di
RSUD Bangka Tengah (Bateng), menjadi tersangka lantaran diduga kuat lalai dalam
menjalankan tugas hingga menyebabkan pasiennya, Jibran meninggal dunia beberapa
waktu lalu.
Pada Juli 2009 lalu, Jibran yang baru berusia 13 bulan, anak ketiga pasangan
Mustar (40) dan Hidayati (35), warga Desa Nibung Kecamatan Koba, menjalani
perawatan di RSUD Bangka Tengah karena menderita malaria. Saat itu, Mon sempat
memberikan obat malaria jenis klorokuin kepada Jibran. Namun beberapa saat
kemudian, sakit Jibran malah bertambah parah dan akhirnya meninggal dunia.
.Kapolres Bangka Tengah AKBP Asep Ahdiatna membenarkan bahwa
pihaknya telah menetapkan Mon sebagai tersangka. “Hasil pemeriksaan dalam
sepekan ini, dia (Mon--red) kita tetapkan sebagai tersangka. Ia ditetapkan sebagai
tersangka seminggu yang lalu,” kata Asep Ahdiatna saat dikonfirmasi Bangka Pos
Group melalui ponsel, Minggu (17/1) sore.
Sebelumnya, kata Asep Ahdiatna, hasil pemeriksaan Laboratorium Forensik
(Labfor) Palembang Sumsel terhadap sampel organ tubuh Jibran menunjukkan bahwa
klorokuin yang diberikan Mon kepada pasiennya itu melampaui dosis. “Ia
memberikan obat malaria klorokuin dengan dosis yang tidak semestinya,” ungkap
Asep Ahdiatna.
Selain itu, pihak Polres Bangka Tengah juga sudah mendapatkan keterangan
saksi ahli dokter forensik, dr. Budi dari Rumah Sakit Serang Banten untuk
mengungkapkan kasus tersebut.
Dihubungi secara terpisah, Kasat Reskrim Polres Bangka Tengah, AKP Dolly
Gumara seizin Kapolres Bangka Tengah AKBP Asep Ahdiatna, mengatakan, Mon
secara resmi ditetapkan menjadi tersangka pada Senin (11/1) lalu.
“Kelalaiannya memberikan klorokuin melebihi dosis yang sebenarnya. Jadi,
peranan dia di situ,” kata Dolly kepada Bangka Pos Group, Minggu (17/1) sore.
Atas kelalaiannya itu, lanjut Dolly Gumara, tersangka terancam hukuman lima tahun
penjara.
Namun demikian, tersangka sejauh ini tidak ditahan di Mapolres Bangka
Tengah mengingat yang bersangkutan masih bertugas di RSUD setempat dan selama
ini dinilai kooperatif memenuhi panggilan penyidik untuk menjalani pemeriksaan.
“Dia dikenakan penahanan rumah. Dia perawat yang masih berstatus honorer di
RSUD Bangka Tengah,” imbuh Dolly Gumara. Lebih lanjut ia mengatakan, kasus ini
masih terus dikembangkan dan tidak menutup kemungkinan akan ada tersangka
lainnya yang diduga juga terlibat atas kematian Jibran.

6.Kesalahan karena teknik pemberian yang keliru


Prosedur yang tidak tepat atau teknik yang tidak benar dalam pemberian suatu
obat yang dapat mencakup kesalahan karena rute pemberian yang keliru berbeda
dengan yang ditulis, melalui rute yang benar tetapi tempat yang keliru
,
maupun
kesalahan karena kecepatan pemberian yang keliru.
Contoh :
Anak laki-laki berusia 16 tahun dengan leukemia menerima kemoterapi berupa injeksi
intravena vinkristin dan intratekal metotreksat. Tusukan pada lumbalis akan dilakukan
oleh seorang dokter junior. Dokter tersebut menyerahkan dua jarum suntik pada
temannya, dan temannya menyuntikkan isi kedua jarum tersebut secara intratekal
tanpa diperiksa. Anak tersebut pada akhirnya terkena arachnoiditis yang menyakitkan
yang mana didiagnosa setelah dua hari diberikan prosedur yang salah. Dan pada
akhirnya, ia meninggal dunia.

7. Kesalahan obat karena obat yang tidak diotorisasi


Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis resep yang
sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu dosis diberikan kepada
pasien yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis, maupun dosis yang
diberikan di luar pedoman atau protokol klinik yang telah ditetapkan.
Contoh :
Seorang perawat memberikan 300 mg morfin yang seharusnya diresepkan untuk
pasien yang sedang terkena kanker kepada pasien lain yang berusia 77 tahun yang
sedang dirawat akibat emfisema parah dan pneumoconiosis. Kira-kira 11 jam setelah
pemberian morfin, pasien tersebut ditemukan dalam keadaan kolaps dan koma.
Paramedis kemudian memberikan naloxone dan pasien dapat tersadar. Namun, pasien
tersebut akhirnya mengalami kejang-kejang dan kemudian meninggal dunia.

Anda mungkin juga menyukai