Pilpres
Lailatul Fitri-F0316054
Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-
orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-
ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.
Sistem pemilu digunakan adalah asas luber dan jurdil. Para pemilih dalam Pemilu juga disebut
konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-
programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan,
menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan
dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang
sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para
pemilih.
Pemilu yang menghabiskan dana sebesar 10,4 triliun rupiah seharusnya dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Warga Negara Indonesia untuk menentukan arah kemajuan
bangsa ini minimal lima tahun kedepan. Jadi kecurangan-kecurangan dalam pelaksanan pemilu
hendaknya dihindari agar tidak terjadi masalah di kemudian hari. Misalnya adanya masalah
politik uang bisa saja partai peserta pemilu yang tidak memenangkan pemilu tidak mengakui
hasil perhitungan suara dan akan meminta untuk dilakukan pemilihan ulang yang tentunya saja
akan menambah biaya pemilu.
Untuk melaksanakan adanya pemilu yang bersih maka disusunlah Undang-Undang dan
peraturan di atas yang mewajibkan semua partai politik dan calon DPD peserta pemilu untuk
melakukan pencatatan penerimaan, pengeluaran atau pengelolaan dana kampanye secara tertib.
Dana kampanye tersebut disimpan dalam rekening tersendiri yang berbeda dari rekening umum
partai politik. Rekening tersebut adalah rekening khusus dana kampanye. Berkaitan dengan
adanya rekening tersebut, dilarang menggunakan dana kampanye untuk keperluan kampanye
sebelum dimasukkan ke rekening tersebut.
Bentuk penerimaan dapat berupa uang maupun barang dan jasa. menurut Peraturan KPU
No.1 Tahun 2009, dijelaskan:
1. Terhadap penerimaan berupa uang harus disajikan dalam bentuk rupiah. Apabila
terdapat mata uang lain, maka sajikan dalam bentuk konversi mata uang tersebut ke
dalam mata uang rupiah dengan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal transaksi.
2. Terhadap penerimaan berupa barang dan jasa, harus disajikan dalam bentuk satuan
barang dan jasa tersebut. Jika barang dan jasa tersebut dapat diketahui nilai rupiahnya,
maka sajikan juga nilai rupiah barang dan jasa tersebut berdasarkan harga pasar.
Lampiran Peraturan KPU No.01 tahun 2009 menyebutkan tentang tanggung jawab atas
laporan. Di lampiran tersebut tertulis bahwa tanggung jawab atas aktivitas penyelenggaraan
pemilu adalah penanggungjawab penyelenggara pemilu, sedangkan tanggung jawab atas
laporan dana kampanye berada pada pihak yang wajib menyampaikan laporan dana kampanye,
dengan rincian sebagai berikut:
1. Laporan dana kampanye calon anggota DPD adalah tanggung jawab calon anggota
DPD yang bersangkutan.
2. Laporan dana kampanye partai politik adalah tanggung jawab Ketua Umum dan
Bendahara Umum Partai Politik.
3. Laporan penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye DPP adalah tanggung jawab
Ketua Umum dan Bendahara Umum partai Politik.
4. Laporan penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye DPD Propinsi adalah tanggung
jawab Ketua dan Bendahara DPD Propinsi.
5. Laporan penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye DPD Kabupaten/Kota adalah
tanggung jawab Ketua dan Bendahara DPD Kabupaten/Kota.
Tanggung jawab ini dinyatakan dalam suatu surat penyataan tanggung jawab. Jika
sebuah partai politik terbukti melakukan kecurangan, maka partai politik tersebut akan
mendapat sanksi dari KPU. Yaitu berupa pembatalan keikutsertaanya dalam pemilu di daerah
tersebut.
Partai politik, organisasi Partai Politik (UU Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik)
secara hierarkis terdiri dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Daerah (DPD)
Propinsi dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kabupaten/Kota. Masing-masing tingkatan
(hierarkis) partai politik wajib menyusun laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye
yang berada dalam penguasaannya. Oleh karenanya, dalam menyusun laporan dana kampanye
partai politik, partai politik harus menggabungkan semua laporan penerimaan dan pengeluaran
Dana Kampanye pada tingkat DPP, DPD propinsi, dan DPD Kabupaten/Kota.
Agar dapat menggabungkan semua laporan penerimaan dan pengeluaran partai politik
di semua tingkatan, maka DPP, DPD Propinsi dan DPD Kabupaten/kota diwajibkan untuk
mencatat dan menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluarannya sebagai bahan
penyusunan laporan gabungan. Dan agar tidak membingungkan partai plitik dalam membuat
laporan konsolidasian, dalam Peraturan KPU No.1 tahun 2009 telah mengatur tentang format
laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.
Dengan adanya audit dana kampanye diharapkan partai politik peserta pemilu tidak
“macam-macam” dalam menggunakan dana kampanye. Selain itu juga dituntut sebuah
kedisiplinan dan profesionalitas dari partai politik untuk mengelola dana kampanyenya sendiri.
Mereka dapat mempertanggungjawabkan apa yang mereka terima baik dari Negara maupun
dari donator yang lain. Audit ini dipandang semakin perlu karena Indonesia sekarang sudah
mengarah pada Good corporate governance yang salah satunya menuntut sebuah transparasi
terhadap penggunaan uang Negara.
Audit yang dilakukan oleh kantor Akuntan Publik atas laporan dana kampanye adalah
audit sesuai prosedur yang disepakati (agreed upon procedures). KAP yang bisa melaksanakan
audit dana kampanye adalah KAP yang meneuhi minimal dua syarat yang telah ditetapkan
KPU. Syarat-syarat tersebut adalah:
1. membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermaterai cukup bahwa rekan yang
bertanggungjawab atas pemeriksaan laporan dana kampanye tidak berafiliasi secara
langsung ataupun tidak langsung dengan partai politik dan calon Anggota DPD;
2. membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermaterai cukup bahwa rekan yang
bertanggungjawab atas pemeriksaan laporan dana kampanye bukan merupakan anggota
atau pengurus partai politik.