Anda di halaman 1dari 4

Audit (Prosedur Yang Disepakati) Untuk Dana Pemilu, Pilkada Dan

Pilpres
Lailatul Fitri-F0316054

Pemilihan Umum (Pemilu) adalah suatu proses di mana para pemilih memilih orang-
orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu. Jabatan-jabatan yang disini beraneka-
ragam, mulai dari Presiden, wakil rakyat di berbagai tingkat pemerintahan, sampai kepala desa.
Sistem pemilu digunakan adalah asas luber dan jurdil. Para pemilih dalam Pemilu juga disebut
konstituen, dan kepada merekalah para peserta Pemilu menawarkan janji-janji dan program-
programnya pada masa kampanye. Kampanye dilakukan selama waktu yang telah ditentukan,
menjelang hari pemungutan suara. Setelah pemungutan suara dilakukan, proses penghitungan
dimulai. Pemenang Pemilu ditentukan oleh aturan main atau sistem penentuan pemenang yang
sebelumnya telah ditetapkan dan disetujui oleh para peserta, dan disosialisasikan ke para
pemilih.

Pemilu di Indonesia pada mulanya hanya digunakan untuk memilih anggota-anggota


yang duduk dalam parlemen. Sepanjang sejarah Indonesia, telah terjadi 9 kali pemilu anggota
DPR, DPD, dan DPRD, yaitu pada tahun 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, dan
2004 (pemilu anggota DPD pertama).

Pemilihan Umum (Pemilu) menurut UU No 10 Tahun 2008 adalah sarana pelaksanaan


kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil
dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari pengertian pemilu tersebut, dapat dilihat bahwa
pelaksanaan pemilu harus dilaksanakan dengan jujur dan adil. Karena itu pelaksanaan pemilu
harus didukung oleh transparansi keuangan partai-partai politik peserta pemilu untuk
mengurangi berbagai bentuk penyelewengan dana kampanye atau adanya politik uang dalam
kampanye.

Pemilu yang menghabiskan dana sebesar 10,4 triliun rupiah seharusnya dapat
dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh Warga Negara Indonesia untuk menentukan arah kemajuan
bangsa ini minimal lima tahun kedepan. Jadi kecurangan-kecurangan dalam pelaksanan pemilu
hendaknya dihindari agar tidak terjadi masalah di kemudian hari. Misalnya adanya masalah
politik uang bisa saja partai peserta pemilu yang tidak memenangkan pemilu tidak mengakui
hasil perhitungan suara dan akan meminta untuk dilakukan pemilihan ulang yang tentunya saja
akan menambah biaya pemilu.

Dalam rangka untuk mencegah penyelewengan dana kampanye, mencegah adanya


politik uang dalam pelaksanaan kampanye, meningkatkan transparansi keuangan dan
meningatkan akuntabilitas, UU No.10 tahun 2008 bagian kesepuluh mengatur tentang dana
kampanye. Bagian ini mengatur tentang sumber dana kampanye, bentuk, jumlah sumbangan
maksimal dari perorangan maupun badan, pencatatan dana kampenye, pelaporan dan audit
dana kampanye. Selain UU No.10 tahun 2008, Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga
mengeluarkan Peraturan KPU No. 01 tahun 2009 yang mengatur tentang pedoman pelaporan
dana kampanye Partai Politik peserta pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Kabupaten/Kota, serta calon anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2009. Hal ini
menunjukan bahwa terlaksananya pemilu yang bersih memang sangat diharapkan oleh semua
pihak.

Untuk melaksanakan adanya pemilu yang bersih maka disusunlah Undang-Undang dan
peraturan di atas yang mewajibkan semua partai politik dan calon DPD peserta pemilu untuk
melakukan pencatatan penerimaan, pengeluaran atau pengelolaan dana kampanye secara tertib.
Dana kampanye tersebut disimpan dalam rekening tersendiri yang berbeda dari rekening umum
partai politik. Rekening tersebut adalah rekening khusus dana kampanye. Berkaitan dengan
adanya rekening tersebut, dilarang menggunakan dana kampanye untuk keperluan kampanye
sebelum dimasukkan ke rekening tersebut.

Bentuk penerimaan dapat berupa uang maupun barang dan jasa. menurut Peraturan KPU
No.1 Tahun 2009, dijelaskan:

1. Terhadap penerimaan berupa uang harus disajikan dalam bentuk rupiah. Apabila
terdapat mata uang lain, maka sajikan dalam bentuk konversi mata uang tersebut ke
dalam mata uang rupiah dengan kurs tengah Bank Indonesia pada tanggal transaksi.
2. Terhadap penerimaan berupa barang dan jasa, harus disajikan dalam bentuk satuan
barang dan jasa tersebut. Jika barang dan jasa tersebut dapat diketahui nilai rupiahnya,
maka sajikan juga nilai rupiah barang dan jasa tersebut berdasarkan harga pasar.

Penerimaan dan pengeluaran dana kampanye tersebut akan dipertanggungjawabkan


kepada masyarakat dan Negara. Seperti yang tertuang dalam Pasal 1 Butir 3 dan Pasal 7 Ayat
1 dan Ayat 2 UU Keterbukaan Informasi Publik menyebutkan Badan Publik yang fungsi dan
tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara, yang sumber dananya sebagian
atau seluruhnya berasal dari APBN dan/atau APBD, atau organisasi non-pemerintah, sepanjang
dana mereka sebagian maupun seluruhnya berasal dari APBN dan/atau APBD, sumbangan
masyarakat, dan/atau luar negeri berkewajiban untuk menyediakan, memberikan, dan/atau
menerbitkan informasi publik yang akurat, benar, dan tidak menyesatkan, yang berada di
bawah kewenangannya, selain informasi yang dikecualikan sesuai dengan ketentuan. Karena
Partai politik juga termasuk dalam organisasi yang menggunakan dana dari pemerintah, audit
(terutama dana kampanye) harus dilakukan guna mendukung transparansi dan
akuntabillitasnya terhadap publik.

Lampiran Peraturan KPU No.01 tahun 2009 menyebutkan tentang tanggung jawab atas
laporan. Di lampiran tersebut tertulis bahwa tanggung jawab atas aktivitas penyelenggaraan
pemilu adalah penanggungjawab penyelenggara pemilu, sedangkan tanggung jawab atas
laporan dana kampanye berada pada pihak yang wajib menyampaikan laporan dana kampanye,
dengan rincian sebagai berikut:

1. Laporan dana kampanye calon anggota DPD adalah tanggung jawab calon anggota
DPD yang bersangkutan.
2. Laporan dana kampanye partai politik adalah tanggung jawab Ketua Umum dan
Bendahara Umum Partai Politik.
3. Laporan penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye DPP adalah tanggung jawab
Ketua Umum dan Bendahara Umum partai Politik.
4. Laporan penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye DPD Propinsi adalah tanggung
jawab Ketua dan Bendahara DPD Propinsi.
5. Laporan penerimaan dan pengeluaran Dana Kampanye DPD Kabupaten/Kota adalah
tanggung jawab Ketua dan Bendahara DPD Kabupaten/Kota.

Tanggung jawab ini dinyatakan dalam suatu surat penyataan tanggung jawab. Jika
sebuah partai politik terbukti melakukan kecurangan, maka partai politik tersebut akan
mendapat sanksi dari KPU. Yaitu berupa pembatalan keikutsertaanya dalam pemilu di daerah
tersebut.

Partai politik, organisasi Partai Politik (UU Nomor 2 tahun 2008 tentang Partai Politik)
secara hierarkis terdiri dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP), Dewan Pimpinan Daerah (DPD)
Propinsi dan Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Kabupaten/Kota. Masing-masing tingkatan
(hierarkis) partai politik wajib menyusun laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye
yang berada dalam penguasaannya. Oleh karenanya, dalam menyusun laporan dana kampanye
partai politik, partai politik harus menggabungkan semua laporan penerimaan dan pengeluaran
Dana Kampanye pada tingkat DPP, DPD propinsi, dan DPD Kabupaten/Kota.

Agar dapat menggabungkan semua laporan penerimaan dan pengeluaran partai politik
di semua tingkatan, maka DPP, DPD Propinsi dan DPD Kabupaten/kota diwajibkan untuk
mencatat dan menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluarannya sebagai bahan
penyusunan laporan gabungan. Dan agar tidak membingungkan partai plitik dalam membuat
laporan konsolidasian, dalam Peraturan KPU No.1 tahun 2009 telah mengatur tentang format
laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.

Dengan adanya audit dana kampanye diharapkan partai politik peserta pemilu tidak
“macam-macam” dalam menggunakan dana kampanye. Selain itu juga dituntut sebuah
kedisiplinan dan profesionalitas dari partai politik untuk mengelola dana kampanyenya sendiri.
Mereka dapat mempertanggungjawabkan apa yang mereka terima baik dari Negara maupun
dari donator yang lain. Audit ini dipandang semakin perlu karena Indonesia sekarang sudah
mengarah pada Good corporate governance yang salah satunya menuntut sebuah transparasi
terhadap penggunaan uang Negara.

Audit yang dilakukan oleh kantor Akuntan Publik atas laporan dana kampanye adalah
audit sesuai prosedur yang disepakati (agreed upon procedures). KAP yang bisa melaksanakan
audit dana kampanye adalah KAP yang meneuhi minimal dua syarat yang telah ditetapkan
KPU. Syarat-syarat tersebut adalah:

1. membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermaterai cukup bahwa rekan yang
bertanggungjawab atas pemeriksaan laporan dana kampanye tidak berafiliasi secara
langsung ataupun tidak langsung dengan partai politik dan calon Anggota DPD;
2. membuat pernyataan tertulis di atas kertas bermaterai cukup bahwa rekan yang
bertanggungjawab atas pemeriksaan laporan dana kampanye bukan merupakan anggota
atau pengurus partai politik.

Anda mungkin juga menyukai