Anda di halaman 1dari 31

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM REFERAT

Agustus, 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

CARDIAC ARREST

Oleh :

RAHYUNI, S. KED.

Pembimbing :
dr. Hj. Ratni Rahim, Sp. PD.

(Dibawakan dalam rangka tugas kepaniteraan klinik bagian Ilmu Penyakit


Dalam)

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan di bawah ini menerangkan, bahwa:


Nama : Rahyuni
Judul Refarat : Cardiac arrest

Telah menyelesaikan refarat dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Agustus 2019


Pembimbing,

dr. Hj. Ratni Rahim, Sp. PD.


KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan mengucapkan puji syukur atas kehadirat Allah subhanu wa ta’ala


karena atas rahmat, hidayah, kesehatan dan kesempatan-Nya sehingga refarat
dengan judul “Cardiac arrest” ini dapat terselesaikan. Salam dan shalawat
senantiasa tercurah kepada Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, sang pembelajar
sejati yang memberikan pedoman hidup yang sesungguhnya.
Pada kesempatan ini, secara khusus penulis mengucapkan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada dosen pembimbing, dr. Hj. Ratni
Rahim, Sp. PD., yang telah memberikan petunjuk, arahan dan nasehat yang sangat
berharga dalam penyusunan sampai dengan selesainya referat ini.
Penulis menyadari sepenuhnya masih banyak terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam penyusunan referat ini, baik dari isi maupun penulisannya.
Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak senantiasa penulis harapkan demi
penyempurnaan referat ini.
Demikian, semoga refarat ini bermanfaat bagi pembaca secara umum dan
penulis secara khususnya.
Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Makassar, Agustus 2019

Penulis
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ......................................................i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 2

A. Anatomi dan Fisiologi Jantung .......................................................... 2

B. Dfinisi ................................................................................................ 3

C. Patofisiologi........................................................................................ 4

D. Penyebab Henti Jantung ..................................................................... 5

E. Diagnosa ............................................................................................. 6

F. Penatalaksanaan .................................................................................. 8

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 16


BAB I
PENDAHULUAN

Cardiac arrest adalah berhentinya aktivitas mekanik jantung ditandai


dengan lemahnya denyut nadi, pernapasan dan hilangnya kesadaran. Kebanyakan
kasus henti jantung di rumah sakit adalah disebabkan penyakit jantung itu sendiri.
Setiap tahun sekitar 500.000 orang di Eropa menjadi korban cardiac arrest.1
Berdasarkan etiologinya henti jantung dapat disebabkan oleh penyakit
jantung (82,4 %); penyebab internal non jantung (8,6%) seperti akibat penyakit
paru, penyakit cerebrovascular, penyakit kanker, perdarahana saluran cerna,
obstetric/pediatrik, emboli paru, epilepsy, DM, penyaakit ginjal; dan penyebab
ekternal non jantung (9,0%) seperti akibat trauma, asfiksia, overdosis obat, upaya
bunuh diri, listrik/petir.2
Henti jantung dibedakan berdasarka aktivitas listrik jaantung
(elektrokaardiogram), yaitu asistol, aktivitas elektrik tanpa nadi ( pulseless
electrical activity, PEA), fibrilasi ventrikel (VF), dan takikardi ventrikel tanpa nadi
(pulseless VT).2
Menurut American Heart Association bahwa rantai kehidupan mempunyai
hubungan erat dengan tindakan resusitasi jantung paru, karena bagi penderita
yang terkena serangan jantung, dengan diberikan RJP segera maka akan
mempunyai kesempatan yang amat besar untuk dapat hidup kembali. Namun pada
beberapa keadaan tindakan resusitasi tidak efektif antara lain pada keadaan henti
jantung yang telah berlangsung lebih dari 5 menit karena telah terjadi kerusakan
otak yang permanen.3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan fisiologi jantung

Jantung merupakan organ utama dalam sistem kardiovaskuler. Jantung


dibentuk oleh organ-organ muscular, apex dan basis cordis, atrium kanan dan
kiri serta ventrikel kanan dan kiri. Jantung memiliki bentuk jantung cenderung
berkerucut tumpul. Ukuran jantung kira-kira panjang 12 cm, lebar 8-9 cm seta
tebal kira-kira 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200 sampai 425 gram
dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan pemiliknya. Setiap harinya jantung
berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2000
galon darah atau setara dengan 7.571 liter darah.1
Posisi jantung terletak diantar kedua paru dan berada ditengah tengah
dada, bertumpu pada diaphragma thoracis dan berada kira-kira 5 cm diatas
processus xiphoideus, terlindungi oleh tulang rusuk. Pada tepi kanan cranial
berada pada tepi cranialis pars cartilaginis costa III dextra, 1 cm dari tepi lateral
sternum. Pada tepi kanan caudal berada pada tepi cranialis pars cartilaginis
costa VI dextra, 1 cm dari tepi lateral sternum tepi kiri cranial jantung berada
pada tepi caudal pars cartilaginis costa II sinistra di tepi lateral sternum, tepi kiri
caudal berada pada ruang intercostalis 5, kira-kira 9 cm di kiri linea
medioclavicularis.4

Gambar 1. Anatomi rongga dada


Selaput yang membungkus jantung disebut pericardium dimana
teridiri antara lapisan fibrosa dan serosa, dalam cavum pericardii berisi 50 cc
yang berfungsi sebagai pelumas agar tidak ada gesekan antara pericardium dan
epicardium. Epicardium adalah lapisan paling luar dari jantung, lapisan
berikutnya adalah lapisan miokardium dimana lapisan ini adalah lapisan yang
paling tebal. Miokardium merupakan lapisan otot jantung yang berperan
penting dalam memompa darah melalui pembuluh arteri. Lapisan terakhir
adalah lapisan endocardium.4
Ada 4 ruangan dalam jantung dimana dua dari ruang itu disebut
atrium dan sisanya adalah ventrikel. Pada orang awan atrium dikenal dengan
serambi dan ventrikel dikenal dengan bilik. Keempat rongga tersebut terbagi
menjadi 2 bagian, yaitu bagian kanan dan kiri yang dipisahkan oleh dinding otot
yang dikenal dengan istilah septum. Sesuai dengan etimologis, jantung pada
dunia medis memiliki istilah cardio yang berasal dari bahasa latin cor. 4
Dimana cor dalam bahasa latin memiliki arti : sebuah rongga.
Sebagaimana bentuk dari jantung yang memiliki rongga berotot yang
memompa darah lewat pembuluh darah dalam kontraksi berirama yang
berulang dan berkonsistensi. Pun, dalam kedokteran istilah cardiac memiliki
makna segala sesuatu yang berhubungan dengan jantung. Dalam bahasa
Yunani, cardia sendiri digunakan untuk istilah jantung.4
Gambar 2. Anatomi jantung

1. Perikardium
Perikardium merupakan semancam kantung dengan 2 lapisan yang
mengelilingi jantung. Lapisan serosa yang dalam (perikardium viseralis)
menempel ke bagian luar dinding jantung dipisahkan dari pericard parietalis
oleh lapisan tipis cairan pericardium.4
2. Katup Jantung
Ada 4 tipe katup jantung yang mengatur aliran darah dalam jantung, yaitu:
 Katup trikuspid: mengatur aliran darah antara atrium kanan dan ventrikel
kanan
 Katup pulmonalis mengontrol aliran darah dari ventrikel kanan ke arteri
pulmonalis, yang membawa darah ke paru untuk mengambil oksigen
 Katup mitral membiarkan darah kaya oksigen dari paru yang masuk ke atrium
kiri untuk menuju ventrikel kiri
 Katup aorta memberikan jalan bagi darah yang kaya oksigen dari ventrikel kiri
ke aorta, arteri terbesar tubuh yang nantinya akan dikirim ke seluruh tubuh
Katup trikuspid dan katup mitral dihubungkan oleh chorda tendinae ke
papillary muscle. Hal ini mencegah regurgutasi saat ventikel kontraksi.4
3. Sistem Konduksi

Gambar 3 Sistem konduksi jantung

Impuls elektris dari otot jantung (myocardium) menyebabkan jantung


berkontraksi. Sinyal elektrik ini dimulai di nodus SA, lokasinya pada puncak
atrium kanan. Nodus SA sering disebut ‘pacu jantung alami’. Ketika impuls
elektris dilepaskan dari pacu jantung alami, antrium berkontraksi. Sinyal
kemudian diteruskan ke nodus AV. Nodus AV kemudian mengirimkan sinyal
ke serat-serat otot ventrikel, menyebabkan kontraksi ventrikel. Nodus SA
mengirimkan impuls elektrik dengan laju tertentu, tapi frekuensi detak jantung
masih dapat berubah tergantung pada kebutuhan fisik, stress atau faktor
hormonal.4

B. Definisi
Henti Jantung adalah suatu keadaan terhentinya aliran darah dalam
sistem sirkulasi tubuh secara tiba-tiba akibat terganggunya efektivitas kontraksi
jantung saat sistolik.8 Henti jantung primer ialah ketidaksanggupan curah
jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak maupun ke organ vital
lainnya secara mendadak dapat menyebabkan kerusakan otak hingga kematian.
Henti jantung terminal akibat usia lanjut atau penyakit kronis tidak termasuk
henti jantung.5
C. Patofisiologi
Pemeliharaan metabolisme jaringan normal pada prinsipnya terutama
bergantung pada pengiriman oksigen yang adekuat sesuai dengan fungsi
sirkulasi. Kegagalan pengiriman cepat menghasilkan beberapa perubahan yaitu:
1. Hipoksia
Setelah periode singkat henti jantung, PaO2 turun secara dramatis akan
tetapi oksigen terus diperlukan untuk dikonsumsi. Selain itu, akumulasi
progresif karbon dioksida menggeser kurva disosiasi hemoglobin-oksigen ke
kanan. Hal ini pada awalnya meningkatkan transfer oksigen ke jaringan tapi
tanpa terjadi proses pengiriman sehingga terjadi hipoksia jaringan yang lebih
lanjut. Di otak, PaO2 turun dari 13 kPa menjadi 2,5 kPa dalam waktu 15 detik
dan kesadaran hilang, setelah satu menit, PaO2 akan telah jatuh ke angka nol.5
2. Asidosis
Otak dan jantung memiliki tingkat yang relatif tinggi konsumsi oksigen
(4mls/min dan 23mls/min masing-masing) dan pengiriman O2 kepada mereka
akan jatuh di bawah tingkat kritis selama serangan jantung/henti jantung. Dalam
kasus fibrilasi ventrikel, metabolisme miokard berlanjut pada tingkat normal
namun metabolism oksigen menghasilkan zat lemas dan pasokan energi fosfat
yang tinggi. Asidosis kemudian muncul sebagai hasil dari metabolisme anaerob
meningkat dan akumulasi karbon dioksida di jaringan.5
Tingkat asidosis berkembang di otak, bahkan dengan dukungan
bantuan dasar, akan mengancam kelangsungan hidup jaringan dalam waktu 5 -
6 menit. Selain itu, di jantung, bahkan setelah pemulihan irama perfusi,
meminimalkan kontraktilitas asidosis, masih mempunyai resiko yang tinggi
untuk terjadinya aritmia.5
Setelah jantung mendapat respon yang berat, katekolamin
dilepaskan dalam jumlah besar, bersama-sama dengan kortikosteroid adrenal,
hormon anti-diuretik dan tanggapan hormon lainnya. Efek merugikan yang
mungkin timbul dari perubahan ini termasuk hiperglikemia, hipokalemia,
tingkat laktat meningkat dan kecenderungan aritmia lebih lanjut.5
D. Penyebab henti jantung

Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau


takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol
(+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektromekanik (+5%). Dua jenis henti
jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan
pacemaker jantung.2
Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung
menghilang. Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tak teraba (karotis
femoralis, radialis) disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan
berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tak bereaksi terhadap
rangsang cahaya dan pasien tidak sadar.5
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar
hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemik
melebih 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak
menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali.6
Henti jantung kebanyakan dialami oleh orang yang telah mempunyai
penyakit jantung sebelumnya. Diantaranya pada kelainan:
1. Penyakit jantung koroner
Penyakit jantung koroner pada mulanya disebabkan oleh
penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh
koroner), dan hal ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti
penimbunan jarinrangan ikat, perkapuran, pembekuan darah, dll.,yang
kesemuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut.
Hal ini akan mengakibatkan otot jantung di daerah tersebut mengalami
kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup
serius, dari angina pectoris (nyeri dada) sampai infark miokard, yang dalam
masyarakat di kenal dengan serangan jantung yang dapat menyebabkan
kematian mendadak.5
2. Kelainan vaskular
Terjadi penyempitan pembuluh darah, jantung berusaha untuk
memberikan suplai yang cukup pada tubuh, sehingga bekerja lebih keras namun
aliran balik yang dihasilkan hanya sedikit sehingga dapat menyebabkan
kerusakan pada sel otot jantung. Kemudian pada serangan jantung (MCI)
pembuluh darah koroner jantung terhambat oleh penyumbatan, sehingga sangat
mungkin terjadinya fibrilasi ventrikel dan berujung pada henti jantung.6
3. Penyakit jantung non iskemik
a. Gagal Jantung Kongesti
Pada penyakit jantung kongesti permasalahannya terdapat pada katup
jantung, seperti aorta stenosis juga dapat meningkatkan resiko henti jantung
tiba-tiba..6
b. Kardiomiopati
Merupakan penyakit jantung dimana otot jantung tidak berkontraksi,
paling sering diakibatkan oleh iskemik, dimana bagian dari otot jantung tidak
mendapatkan suplai darah yang cukup untuk jangka waktu lama dan tidak lagi
dapat memompa darah secara efisien. Orang-orang yang ejeksi fraksi (jumlah
darah yang dipompa keluar dari jantung dengan setiap denyut jantung) kurang
dari 30% berada pada risiko lebih besar untuk kematian mendadak (fraksi ejeksi
normal adalah di atas 50%). Pada beberapa orang, cardiomyopathy mungkin
berkembang tanpa adanya penyakit jantung iskemik.6
c. Kelainan pada sistim konduksi jantung
Henti jantung kebanyakan merupakan kelanjutan dari sinus aritmia
jantung .Aritmia jantung merupakan suatau kerusakan pada system konduksi
listrik akibat suatu penyakit atau ganggguan tertentu sperti serangan jantung.
Aritmia jantung yang cepat menyebabkan henti jantung diantaranya ventikel
takikardi, ventrikel fibrilasi, bradikardi, heart block selain itu long QT
syndrome juga dapat berakir dengan henti jantung.6

d. Inflamasi Otot Jantung


Inflamasi pada otot jantung yang dikenal dengan miokarditis juga
dapat mennyebabkan kekacauan pada ritme jantung. Penyakit-penyakit seperti
sarcoidosis, amiloidosis,dan infeksi dapat menyebabkan inflamasi pada otot
jantung.6

4. Kelainan kongenital
Beberapa orang lahir dengan system konduksi listrik jantung yang
lemah , dimana memiliki resiko tinggi untuk mengalami kerusakan pada
regularisasi listrik pada jantungnya. Seperti pada Wolff-Parkinson-White
syndrome dan ada juga yang mengalami gangguan pada struktur nya seperti
yang didapatkan pada Marfan syndrome.6

5. Faktor lain
Banyak hal lain yang dapat menyebabkan henti jantung, seperti :
 Pulmonary emboli, emboli yang berasal dari perifer dapat mengikuti sirkulasi
sentral,
 Faktor risiko pada kelainan pembekuan darah termasuk pembedahan
 Imobilisasi yang lama (misalnya, rumah sakit, naik mobil panjang atau
perjalanan pesawat )
 Trauma, atau penyakit tertentu seperti kanker
Trauma tumpul dada, seperti pada kecelakaan kendaraan bermotor,
dapat mengakibatkan fibrilasi ventrikel dan akhirnya menyebabkan henti
jantung, cacat jantung bawaan, tenggelam, tersengat listrik, henti napas,
tersedak. Sedangkan resiko untuk terjadinya henti jantung yaitu pada orang-
orang dengan penyakit jantung koroner, cacat jantung bawaan,
ketidakseimbangan elektrolit, merokok, diabetes,penguna narkoba seperti
kokain dan methamphetamine.6

E. Diagnosa

Serangan jantung biasanya didiagnosa secara klinis dengan tidak adanya


pulsasi terutama pada arteri karotis . Dalam kebanyakan kasus pulsasi karotis
adalah standar untuk mendiagnosis serangan jantung, tetapi kurangnya pulsasi
(khususnya di pulsasi perifer) mungkin diakibatkan oleh kondisi lain (misalnya
shock).6

F. Penatalaksanaan
Ketika mendekati seorang pasien yang tampaknya telah mengalami
serangan jantung penyelamat harus memeriksa bahwa tidak ada bahaya untuk
dirinya sendiri sebelum melanjutkan untuk merawat pasien. Meskipun hal ini
jarang muncul di rumah sakit, pasien mungkin menderita serangan jantung
akibat guncangan listrik atau zat beracun.7

1. Resusitasi
Basic Life Support (BLS) membebaskan jalan napas, diikuti dengan
ventilasi bantuan dan ketersediaan dari sirkulasi. Semua tanpa bantuan
peralatan khusus. Tujuan utama resusitasi adalah untuk mengembalikan denyut
jantung dan mengembalikan fungsi sirkulasi. Memberikan bantuan dasar untuk
mempertahankan hidup.Umumnya pasien yang memerlukan resusitasi jantung
paru ditemukan dalam tiga keaadaan yaitu :
1. Tanpa denyutan nadi tapi masih ada pernapasan
2. Adanya denyut nadi tapi tanpa pernapasan
3. Tanpa denyut nadi dan pernapasan
Cardiopulmonary resuscitation (CPR) / Resusitasi Jantung Paru adalah
prosedur darurat yang dilakukan dalam upaya untuk mengmembalikan hidup
seseorang dalam serangan jantung. Hal ini ditujukan pada orang-orang yang
responsif tanpa bernapas atau terengah-engah saja. Ini dapat dicoba baik di
dalam maupun di luar rumah sakit. CPR melibatkan penekanan dada pada
tingkat minimal 100 per menit dalam upaya untuk menciptakan sirkulasi buatan
secara manual memompa darah melalui jantung. Selain itu penyelamat bisa
memberikan napas oleh salah satu dengan menghembuskan napas ke dalam
mulut mereka atau menggunakan perangkat yang mendorong udara ke dalam
paru-paru. Proses menyediakan ventilasi eksternal disebut pernafasan
buatan.Rekomendasi saat ini menekankan pada penekanan dada kualitas tinggi
di atas pernafasan buatan dan metode yang melibatkan penekanan dada hanya
direkomendasikan untuk penyelamat terlatih.4
CPR sendiri tidak mungkin untuk me-restart jantung. Tujuan utamanya
adalah untuk memulihkan aliran darah parsial oksigen ke otak dan jantung. Ini
dapat menunda kematian jaringan dan memperluas jendela singkat kesempatan
untuk resusitasi sukses tanpa kerusakan otak permanen. Suatu administrasi dari
sengatan listrik ke jantung, disebut defibrilasi, biasanya diperlukan untuk
mengembalikan "perfusi" layak atau irama jantung. Defibrilasi hanya efektif
untuk irama jantung tertentu, yaitu fibrilasi ventrikel atau takikardi ventrikel
pulseless, daripada aktivitas listrik asystolic atau pulseless. Namun CPR dapat
menyebabkan kejutan irama. CPR umumnya terus dilakukan sampai orang
tersebut mendapatkan kembali kembalinya sirkulasi spontan (return of
spontaneous circulation (ROSC)) atau dinyatakan mati4.

Fase Resusitasi Jantung Paru Otak (RJPO)


Resusitasi jantung paru otak dibagi menjadi 3 fase diantaranya4 :
Fase 1
Pertolongan hidup dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur pertolongan
darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti
jantung,dan bagaimana melakukan RJP secara benar. Terdiri dari :
 A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka
 B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat.
 C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung
paru.

Fase 2
Pertolongan hidup lanjutan (Advance Life Support); yaitu tunjangan hidup
dasar ditambah dengan :
 D (drugs) pemberian obat-obatan termasuk cairan.
 E (EKG) diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai
KJL, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole atau agonal
ventricular complex.
 F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel.

Fase 3
Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support).
 G (Gauge) Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara
terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.
 H (Head) tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf
dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga
dapat dicegah terjadinya kelainan neurologic yang permanen.
 H (Hipotermi) Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan
saraf pusat yaitu pada suhu antara 30° — 32°C.
 H (Humanization) Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah
manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan
hendaknya berdasarkan perikemanusiaan.
 I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan
ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde
lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi,
mengendalikan kejang4.

2. Resusitasi Jantung Paru Tahun 2005


Sebuah rasio kompresi-ventilasi universal 30:2 dilakukan oleh seorang
penyelamat untuk korban dari segala usia adalah salah satu yang paling topik
kontroversial yang dibahas selama International Consensus Conference tahun
2005, dan itu merupakan perubahan besar dalam 2005 AHA Guidelines for CPR
and ECC. Pada tahun 2005 tingkat kelangsungan sehingga dipulangkan daru
rumah sakit akibat ditemukan mengalami cardiac arrest akibat fibrilasi
ventrikel (VF) adalah rendah, rata-rata 6% di seluruh dunia dengan sedikit
perbaikan di tahun-tahun sebelum konferensi pada tahun 2005. Dua penelitian
yang diterbitkan sebelum International Consensus Conference tahun 2005
mendokumentasikan buruknya kualitas CPR dilakukan baik di resusitasi di luar
maupun di dalam rumah sakit. Perubahan rasio kompresi-ventilasi dan urutan
defibrilasi (dari 3 kejutan besar berurutan untuk 1 kejutan diikuti dengan CPR
segera) dianjurkan untuk meminimalkan interupsi pada kompresi dada.5
The American Heart Association menggunakan 4 link dalam rantai(
“Chain of Survival” / "Rantai Survival") untuk menggambarkan pentingnya
tindakan time sensitive untuk korban VF SCA (Gambar 2). Tiga dan mungkin
semua 4 dari link ini juga relevan untuk korban serangan asfiksia.5
 Pengenalan Awal darurat dan aktivasi layanan medis darurat (EMS)
atau sistem respon darurat lokal: "telepon 911."
 Pelaku CPR Awal: CPR segera dapat meningkatkan kesempatan
korban dua atau tiga kali lipat untuk bertahan hidup dari VF SCA
 Awal pemberian kejutan dengan defibrillator: CPR plus defibrilasi
dalam waktu 3 sampai 5 menit pasien kolaps dapat menghasilkan
tingkat kelangsungan hidup setinggi 49% sampai 75%
 Awal advanced life support diikuti oleh tindakan postresuscitation
disampaikan oleh penyedia perawatan kesehatan.

Untuk mendukung BLS dan CPR, pedoman terus menekankan


pendekatan "ABCD" untuk serangan cardiopulmonary akut yakni Airway,
Breathing, Circulation, Defibrilation. 5
Karena CPR harus dimulai sesegera mungkin untuk menjadi efektif, dan
karena itu sering dilakukan buruk oleh para penyelamat awam dan profesional
kesehatan, rekomendasi untuk anak dan dewasa CPR telah dikonsolidasi dan
disederhanakan. 5
Untuk mempermudah klasifikasi usia, rekomendasi baru untuk
penyelamat awam mengklasifikasikan orang sebagai anak-anak (usia 1-8 tahun)
atau orang dewasa (berusia lebih dari delapan tahun), sedangkan rekomendasi
untuk profesional perawatan kesehatan mengklasifikasikan orang sebagai pre-
adolescents (usia satu hingga 14 tahun atau sampai adanya karakteristik seks
sekunder) dan dewasa. Untuk mempermudah pengajaran dan memastikan
waktu yang lebih lama dari penekanan dada terganggu, rasio kompresi-ventilasi
universal 30:2 (yaitu, 30 kompresi diikuti oleh dua napas) direkomendasikan di
hampir semua situasi kecuali resusitasi bayi dan CPR anak dengan dua
penyelamat.5
Telah diamati bahwa penyelamat awam seringkali tidak dapat secara
akurat menentukan apakah sirkulasi ada, sehingga tidak dapat memberikan
penekanan dada ketika mereka dibutuhkan. Untuk alasan ini, penyelamat awam
tidak diminta untuk menilai tanda-tanda sirkulasi sebelum memulai penekanan
dada, tidak pula mereka diharapkan dapat memberikan bantuan pernapasan
tanpa kompresi dada. Penekanan utama panduan ini adalah "tekan keras, tekan
cepat, biarkan recoil dada penuh, dan meminimalkan gangguan pada penekanan
dada.(“push hard, push fast, allow full chest recoil, and minimize interruptions
in chest compressions”).5
Algoritma tahun 2005 untuk BLS dasar merekomendasikan urutan
berikut ketika penyelamat menemukan korban yang merespons:
1. Meminta bantuan dan AED (jika tersedia)
2. Membuka jalan napas orang dewasa, memeriksa nafasnya, dan memberikan
dua napas jika ia tidak bernafas
3. Memulai siklus 30 penekanan dan dua napas (100 kompresi per menit)
4. Pada kedatangan seorang defibrilator atau AED, periksa irama shockable
(fibrilasi ventrikel atau tachycardia)
5. Memberikan satu shock (jika diindikasikan), kemudian melanjutkan CPR
selama lima siklus, atau jika tidak ada shock ditunjukkan, terus lima siklus
CPR sebelum memeriksa kembali irama.
Perawatan kesehatan profesional untuk memeriksa pulsa setelah napas
awal (langkah 2) dan lanjutkan dengan satu nafas buatan setiap detik lima atau
enam jika ada denyut nadi, tetapi langkah ini tidak dianjurkan untuk penyelamat
awam.
Gambar 6. Algoritma Penyedia Perawatan Kesehatan BLS Dewasa tahun
2005. Kotak dibatasi dengan titik garis mengindikasikan tindakan atau langkah-
langkah yang dilakukan oleh penyedia pelayanan kesehatan tetapi tidak
penyelamat awam.8

3. Resusitasi Jantung Paru Tahun 2010


The 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC berdasarkan kajian
literatur resusitasi terbaru dan komprehensif yang pernah diterbitkan, 2010
ILCOR International Consensus on CPR and ECC Science With Treatment
Recommendations. proses evaluasi bukti tahun 2010 meliputi 356 ahli resusitasi
dari 29 negara yang mengkaji, menganalisis, mengevaluasi, memperdebatkan,
dan mendiskusikan penelitian dan hipotesis melalui rapat orang -dalam,
telekonferensi, dan sesi online ("webinar") selama periode 36 bulan sebelum
2010 Consensus Conference.8
Para ahli yang megnhasilkan 411 tinjauan bukti ilmiah pada 277 topik
dalam resusitasi dan perawatan darurat kardiovaskular. Proses ini meliputi
evaluasi bukti terstruktur, analisis, dan katalogisasi dari literatur. Ini juga
termasuk pengungkapan yang teliti dan pengelolaan potensi konflik terhadap
kepentingan, yang diuraikan pada Bagian 2: “Evidence Evaluation and
Management of Potential and Perceived Conflicts of Interest.”8
Rekomendasi di Pedoman 2010 mengkonfirmasi keamanan dan
efektivitas dari banyak pendekatan, mengakui ketidakefektifan yang lainnya,
dan memperkenalkan perawatan baru berbasis evaluasi bukti intensif dan
konsensus para ahli. Rekomendasi baru ini tidak berarti bahwa pelayanan yang
menggunakan pedoman yang lalu menjadi tidak aman atau tidak efektif. Selain
itu, penting untuk dicatat bahwa mereka tidak akan berlaku untuk semua
penyelamat dan semua korban di semua situasi. Pemimpin suatu upaya
resusitasi mungkin perlu untuk menyesuaikan penerapan rekomendasi ini
dengan keadaan yang unik.8
Ada banyak perkembangan dalam resusitasi ilmu pengetahuan sejak
tahun 2005, dan beberapa yang penting di bawah ini.

3. Sistem Pelayanan Medis Emergensi dan Kualitas CPR


Pelayanan medis darurat (Emergency Medical Services (EMS)) dan
penyedia pelayanan kesehatan harus mengidentifikasi dan memperkuat "bagian
lemah" dalam Chain of Survival. Ada bukti dari variasi regional yang cukup
besar dalam insiden yang dilaporkan dan hasil dari cardiac arrest di Amerikka
Serikat.8
Bukti ini mendukung pentingnya mengidentifikasi secara peluang
akurat setiap kejadian serangan jantung yang ditangani dan hasil pengukuran
dan menunjukkan tambahan untuk meningkatkan tingkat keselamatan di
banyak komunitas. Penelitian terbaru telah menunjukkan perbaikan hasil dari
cardiac arrest di luar rumah sakit, khususnya dari gangguan irama jantung, dan
telah menegaskan kembali pentingnya penekanan yang lebih kuat pada tingkat
yang memadai dan kedalaman dari kompresi, yang memungkinkan rekoil
komplit dada pada setiap kompresi, meminimalkan interupsi dalam penekanan
dan menghindari ventilasi berlebihan.8

Perubahan Dari "A C-B-" menjadi "C B-A-"

Gambar 7 Perubahan basic life support guidelines


Perkembangan terbaru 2010 AHA Guidelines for CPR and ECC adalah
perubahan Basic Life Support (BLS) dalam urutan langkah dari "ABC"
(Airway, Breathing, Dada kompresi) menjadi "CAB" (Chest compression,
Airway, Breathing) untuk orang dewasa dan pasien pediatrik (anak-anak dan
bayi, termasuk yang baru lahir). Meskipun para ahli setuju bahwa penting untuk
mengurangi waktu untuk kompresi dada pertama, mereka sadar bahwa
perubahan dalam sesuatu yang didirikan sebagai urutan ABC akan memerlukan
pendidikan ulang pada setiap orang yang pernah belajar CPR. The 2010 AHA
Guidelines for CPR and ECC merekomendasikan iperubahan ini untuk alasan
berikut:9
 Sebagian besar serangan jantung terjadi pada orang dewasa, dan tingkat
kelangsungan hidup tertinggi dari serangan jantung dilaporkan antara pasien
dari segala usia dengan serangan yang diketahui dan gangguan irama VF atau
tachycardia ventrikular pulseless (VT). Dalam pasien ini elemen awal kritis
CPR adalah penekanan dada dan defibrillation awal.
 Dalam urutan ABC kompresi dada sering tertunda sementara responden
membuka jalan napas untuk memberikan nafas mulut ke mulut atau
menyingkirkan perangkat penghalang atau alat ventilasi lainnya. Dengan
mengubah urutan ke CAB, penekanan dada akan dimulai lebih cepat dan
ventilasi hanya sedikit ditunda sampai penyelesaian pertama siklus penekanan
dada (30 kompresi harus dicapai dalam sekitar 18 detik).
 Kurang dari 50% dari orang dengan serangan jantung merupakan pengamat
CPR. Mungkin ada banyak alasan untuk ini, tapi satu halangan mungkin
urutan ABC, yang dimulai dengan prosedur yang bagi penyelamat merupakan
yang paling sulit: pembukaan jalan napas dan memberikan napas
penyelamatan. Dimulai dengan dada penekanan mungkin memastikan bahwa
lebih banyak korban menerima CPR dan bahwa penyelamat yang tidak
mampu atau tidak mau memberikan ventilasi setidaknya akan melakukan
penekanan dada.
 Hal yang wajar bagi penyedia layanan kesehatan untuk menyesuaikan urutan
tindakan penyelamatan untuk penyebab paling mungkin dalam serangan
jantung. Misalnya, jika penyedia layanan kesehatan tunggal melihat korban
tiba-tiba runtuh, penyedia dapat berasumsi bahwa korban telah terkena
serangan jantung mendadak VF; setelah penyedia telah memverifikasi bahwa
korban tidak responsif dan tidak bernapas atau hanya terengah-engah,
penyedia harus segera mengaktifkan sistem tanggap darurat, mendapatkan
dan menggunakan AED, dan memberikan CPR. Tetapi bagi korban diduga
tenggelam atau serangan yang kemungkinan asfiksia, prioritas seharusnya
dengan memberikan sekitar 5 siklus (sekitar 2 menit) konvensional CPR
(termasuk bantuan pernapasan) sebelum mengaktifkan sistem tanggap
darurat. Selain itu, pada baru bayi lahir, serangan lebih mungkin merupakan
searngan dengan etiologi pernafasan, dan resusitasi harus dicoba dengan
urutan ABC kecuali ada etiologi jantung yang diketahui.9

Memulai penekanan dada sebelum memberikan napas penyelamatan


(C-A-B daripada A-B-C). penekanan dada dapat dimulai segera, sedangkan
posisi kepala, mencapai segel untuk mulut ke mulut bantuan pernapasan, atau
memperoleh atau merakit perangkat masker tas untuk napas bantuan, semua
membutuhkan waktu. Dimulai dengan CPR dengan 30 kompresi dengan 2
ventilasi yang menyebabkan penundaan yang lebih pendek untuk kompresi
pertama.9

4. Defibrilasi
Mayoritas henti jantung melibatkan fibrilasi ventrikel yang dapat
dikembalikan dengan defibrilasi listrik. Kemungkinan berhasil defibrilasi
menurun seiring dengan durasi henti jantung ( kira-kira 2-7 % per menit dari
henti jantung), Meskipun dengan tindakan BLS dapat meperlambat kerusakan
tersebut.9
Defibrilasi memberikan arus listrik melalui jantung secara simultan
dan bersamaan dengan terjadinya depolarisasipda miokardium yang tengah
kritis dan memulai kembali koordinasi pada masa refrakter absolute. Ini
menghasilkan suatu periode dimana potensial aksi lain tidak dapat dipicu, jika
berhasil akan menghentikan aktifitas listrik yang kacau saat fibrilasi ventrikel
berlangsung. Sel pacu jantung (SA node) mempunyai kesempatan untuk
membangun kembali sinus ritme untuk menciptakan depolarisasi spontan.9
Semua defibrillators terdiri dari sumber listrik, selektor energi, AC /
DC converter, sebuah kapasitor dan satu set pedal elektroda (Gambar 5). mesin
modern memungkinkan pemantauan EKG yang melekat pada mesin. Output
daya dinyatakan dalam energi yang disampaikan (dalam Joule), energi
disampaikan ke dinding dada.9

Gambar 8. Defibrilator
Hanya relatif kecil proporsi energi dikirimkan ke jantung dan variasi
impedansi transthoracic (perlawanan terhadap aliran arus yang disebabkan oleh
jaringan dada) akan terjadi. Kebutuhan energi untuk defibrilasi (ambang
defibrilasi) akan cenderung meningkat dengan durasi penangkapan. tingkat
energi empiris dari 200 Joule (J) untuk guncangan pertama dua dan selanjutnya
360J telah diputuskan untuk resusitasi dewasa. guncangan DC harus
disampaikan dengan posisi yang benar dan kontak yang baik dengan
menggunakan bantalan konduktif atau media penghubung.9
Meskipun polaritasnya tidak begitu penting namun penempatan DC
shock harus benar diletakkan yaitu pada sternum dan apex. DCshock yang
diletakkan pada sterna pada sebelah kanan dinding anterior dibawah clavikula
dan yang yang satunya lagi persis terletak pada posisi apex jantung. (lihat
gambar 6) hati-hati pada wanita, karena mempunyai jaringan payudara.9
Dalam beberapa tahun terakhir, semi dan sepenuhnya defibrillator otomatis
telah dikembangkan. Bila tersambung ke pasien ini mampu menafsirkan irama
jantung dan memberikan kejutan bila diperlukan. Beberapa juga mampu mengukur
impedansi transthoracic pasien dan berusaha untuk menyesuaikan pengiriman
energi untuk aliran arus yang dibutuhkan. Generasi terbaru sangat mesin
menggunakan tri-phasic energi gelombang bentuk-dan bi untuk mencapai
defibrilasi sukses pada tingkat energi yang lebih rendah.9
Terlepas dari jenis defibrillator yang tersedia, adalah penting bahwa staf
menggunakannya akrab dengan operasinya, dan dilatih secara teratur dalam
penggunaannya.9
Gambar 9. Algoritme penatalaksanaan cardiac arrest

5. Terapi Obat
Meskipun defibrilator tetap merupakan tindakan utama, sejumlah obat
antiarrhythmic mungkindapat memberikan hasil yang berguna. Obat-obat
tersebut dapat digunakan untuk mengobati aritmia, aritmia yang mengancam
jiwa, untuk menurunkan ambang batas untuk defibrilasi sukses atau sebagai
profilaksis terhadap gangguan ritme yang lebih lanjut.10
Setiap agen memiliki indikasi khusus, namun kebanyakan berupa
inotropic negatif - jelas tidak diinginkan dalam tindakan resusitasi. Lignocaine,
bretylium, amiodarone dan magnesium adalah agen yang paling sering
digunakan. Terdapat kurangnya bukti berbasis manusia mengenai efektivitas
obat-obat tersebut, mencerminkan kesulitan dalam melakukan studi klinis yang
berarti dalam tindakan resusitasi.10
Lignocaine / Lidocain
Lidocaine memiliki sifat antiarrhythmic berasal dari blokade sodium
channel, sehingga terjadi stabilisasi membran. Pacemaker jantung dari SA node
ditekan dan konduksi dalam otot ventrikel dihambat. Ada sedikit efek pada node
(AV) atrio-ventrikular dan depresi miokard dan efek pro-arrhythmic sangat
minim.10
Lignocaine berkhasiat untuk pengobatan ventrikel takikardia.
Kemampuan lignocaine untuk meningkatkan kemungkinan keberhasilan
defibrilasi VF persisten masi belum diketahui, Lignocaine juga digunakan
untuk mengobati haemodynamically VT yang stabil.10
Dosis lignocaine untuk fibrilasi ventrikel adalah 100mg iv dan untuk
takikardia ventrikular haemodynamical yang stabil adalah 1 mg / kg iv - diulang
sekali jika perlu - dan diikuti oleh infus intravena 4mg/min selama 30 menit, 2
mg / menit selama 2 jam dan kemudian 1mg/minute.10

Amiodarone
Menghasilkan blokade saluran kalium dengan beberapa hambatan
Depolarisasi saluran natrium termediasi, terjadi perpanjangan potensial aksi
miokard dan tingka blokadet ß. Ini menghasilkan antifibrillatory dan
menurunkan ambang defibrilasi dengan efek minimal pada kontraktilitas
miokard.10
Penggunaan rutin dasarnya selama henti jantung belum dibuktikan
dan umumnya dicadangkan untuk pengobatan lini kedua dari peri-arrest
tachyarrhythmias. Amiodarone sebaiknya dikelola secara terpusat dan
perlahan-lahan. Biasanya dosis muatan 300mg diberikan lebih dari satu jam
diikuti dengan infus 900mg dalam 1000ml glukosa 5% selama 24 jam berikut.
Dalam situasi mendesak, dosis 300mg pertama dapat diberikan selama 5-15
menit secara perifer dan diikuti dengan 300mg lebih dari satu jam.10
Atropin
Satu mg atropine intravena, setiap 3 smpai 5 menit (dosis maksimum
3 mg ), dianjurkan untuk digunakan dalam asistol dan memperlambat PEA
bersama dengan Epinefrin dan vasopressin . Atropin adalah antagonis reseptor
asetilkolin tipe muskarinik. Stimulasi parasimpastis jantung menghasilkan
inotropic negative dan efek chronotropic, dan atropine digunakan untuk
memblokir efek parasimpatis pada jantung. 11
Suntikan atropin digunakan dalam pengobatan bradycardia (tingkat
rendah hati yang sangat), ada detak jantung dan aktivitas listrik pulseless (PEA)
dalam serangan jantung . Ini bekerja karena aksi utama dari saraf vagus sistem
parasimpatis pada jantung adalah dengan menurunkan detak jantung.11
Namun, dalam panduan terbaru yang dirilis oleh asosiasi American
Heart, atropin tidak lagi secara rutin diindikasikan sebagai modalitas
pengobatan primer di ada detak jantung dan PEA. Atropin blok tindakan dan,
karenanya, dapat mempercepat denyut jantung. Dosis yang biasa atropin dalam
penangkapan bradyasystolic adalah 0,5 hingga 1 mg IV push setiap tiga sampai
lima menit, sampai dosis maksimum 0,04 mg / kg. Untuk bradikardi gejala,
dosis biasa adalah 0,5-1,0 mg IV push, dapat mengulang setiap 3 sampai 5 menit
sampai dosis maksimum 3,0 mg.11

Epinefrin
Adrenalin digunakan sebagai obat untuk mengobati serangan
jantung dan disritmia jantung mengakibatkan berkurang atau tidak ada curah
jantung tindakan adalah untuk meningkatkan daya tahan perifer melalui α-
reseptor tergantung vasokonstriksi dan meningkatkan cardiac output melalui
mengikat untuk β- reseptor.11
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Henti Jantung adalah suatu keadaan terhentinya aliran darah dalam


sistem sirkulasi tubuh secara tiba-tiba akibat terganggunya efektivitas kontraksi
jantung saat sistolik.8 Henti jantung primer ialah ketidaksanggupan curah
jantung untuk memberi kebutuhan oksigen ke otak maupun ke organ vital
lainnya secara mendadak dapat menyebabkan kerusakan otak hingga kematian.
Sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau
takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol
(+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektromekanik (+5%)
Pengiriman O2 ke otak tergantung pada curah jantung, kadar
hemoglobin (Hb), saturasi Hb terhadap O2 dan fungsi pernapasan. Iskemi
melebih 3-4 menit pada suhu normal akan menyebabkan kortek serebri rusak
menetap, walaupun setelah itu dapat membuat jantung berdenyut kembali.
Penatalaksanaan dari henti jantung (cardiac arrest) ini adalah resusitasi
jantung paru dimana tujuan utama resusitasi adalah untuk mengembalikan
denyut jantung dan mengembalikan fungsi sirkulasi serta memberikan bantuan
dasar untuk mempertahankan hidup pasien dan mencegah kerusakan lebih
lanjut.
Tindakan resusitasi ini meliputi pertolongan hidup dasar menurut AHA
2010 Guidelines yang terdiri dari tiga komponen yakni Chest compression,
Airway and Breathing.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lenjani B, Dkk. Cardiopulmonary Rescucitation . 2014. General Medicine.

Los Angeles.

2. Mansjoer, Arif . Resusitasi jantung paru. Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. Sudoyo A W, Dkk (editors). Edisi V. Jakarta : Interna

Publishing.2009: Hal. 229

3. American Association. Guidelines Update for CPR and ECC Emergency.

Circulation. 2015:318

4. Snell Richard S. Anatomi jantung. Dalam Buku ajar anatomi klinik. 2006.

Jakarta : EGC

5. Advanced Trauma life support (ATLS) for Medical Student. 2015. 9th

Edition.

6. Torpy Janet M. Cardiac Arrest. The Journal of the American Medical

Association.2006.Vol 295. No 1

7. Cayley, JR., M.D.,M.DIV,William E. Practice Guidelines :2005 AHA

guidelines for CPR and emergency cardiac care.214

8. American Heart association, Guidelines for CPR and ECC Comparison

Chart of Key Changes. 2010.

9. Morisson, Cardiac arrest survival act. 2000 : The Senate and House of

Representative of United States of America in Congres Assembled. Narva

Enterprises.

10. Isselbacher JK, dkk. Harisson, Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. EGC.

Jakarta. 1999.
11. Ali Bakhtiar. Advances In The Acute Management Of Cardiac Arrest.

EmERGENCY Medicine Practice. 2008. Volume 10. No.9.

Anda mungkin juga menyukai