Anda di halaman 1dari 25

Referat

IKTIOSIS VULGARIS

Oleh:
Gresham Arceliusindi Mulya, S. Ked
04054821820083

Pembimbing:
dr. Nopriyati, Sp.KK, FINSDV, FAADV

BAGIAN/DEPARTEMEN DERMATOLOGI DAN VENEREOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA/
RSUP DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
2019

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Referat
IKTIOSIS VULGARIS

Oleh:
Gresham Arceliusindi Mulya, S. Ked
04054821820083

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti ujian kepaniteraan klinik senior
di Bagian/Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/Rumah Sakit Umum Pusat DR. Mohammad Hoesin Palembang Periode 24 Juni – 29 Juli
2019.

Palembang, Juli 2019


Pembimbing,

dr. Nopriyati, SpKK, FINSDV, FAADV

KATA PENGANTAR

2
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan referat dengan judul “Iktiosis Vulgaris”. Referat ini disusun dalam rangka mengikuti
Kepaniteraan Klinik Senior di Bagian Departemen Dermatologi dan Venereologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr.
Nopriyati, Sp.KK, FINSDV, FAADV selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyelesaian referat ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada para residen,
teman-teman dokter muda dan semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan referat ini masih jauh dari sempurna, baik isi
maupun penyajiaannya sehingga diharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak
guna penyempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palembang, Juli 2019

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL.............................................................................................i
HALAMAN PENGESAHAN..............................................................................ii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................1
BAB II IKTIOSIS VULGARIS........................................................................2
3
2.1. Definisi...................................................................................................2
2.2. Epidemiologi..........................................................................................2
2.3. Etiologi dan Patogenesis........................................................................2
2.4. Gambaran Klinis....................................................................................4
2.5. Diagnosis................................................................................................5
2.6. Pemeriksaan Penunjang..........................................................................6
2.7. Klasifikasi dan Diagnosis Banding........................................................7
2.8. Komplikasi............................................................................................10
2.9. Tatalaksana............................................................................................10
2.10. Prognosis...............................................................................................12
BAB III KESIMPULAN....................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13

4
IKTIOSIS VULGARIS
Gresham Arceliusindi Mulya, S. Ked
Bagian/ Departemen Dermatologi dan Venereologi
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RSUP DR. Moh. Hoesin Palembang

I. PENDAHULUAN
Iktiosis merupakan kelompok berbagai penyakit kulit heterogen ditandai kulit
kering dan kasar disertai sisik yang terlokalisir atau generalisata dengan variasi
keterlibatan manifestasi sistemik lain. Sisik pada penyakit ini diakibatkan oleh
penyimpangan diferensiasi dan deskuamasi epidermis.1-3
Iktiosis dapat mucul secara kongenital ataupun akuisita. Iktiosis dikelompokkan
berdasarkan pola penurunan dan gambaran klinis menjadi autosomal dominan atau
semi dominan, X-linked, dan autosomal resesif.1
Iktiosis vulgaris (IV) merupakan jenis iktiosis autosomal semidominan dengan
angka kejadian tertinggi yakni 1 di antara 250 pada 6051 anak di Inggris, terjadi
sekitar 95% dari semua kasus iktiosis. Iktiosis vulgaris sering terjadi pada anak-anak
usia 3-12 tahun, insidennya sama antara laki-laki dan wanita. Angka kejadian iktiosis
di Indonesia belum diketahui. Iktiosis vulgaris merupakan iktiosis yang paling umum
terjadi dan relatif ringan.1-4
Pasien iktiosis mengalami gangguan fungsi perlindungan kulit dan penurunan
kemampuan pertahanan terhadap bakteri, bahan kimiawi, dan kerusakan mekanik.
Konsekuensi dari kondisi kulit iktiosis dapat mengancam jiwa, melalui peningkatan
risiko infeksi, dan peningkatan metabolisme akibat peningkatan turnover epidermal
serta kehilangan air dan panas tubuh.5
Menegakkan diagnosis iktiosis merupakan suatu hal yang menantang, karena
terdapat banyak variasi dan kemiripan bentuk klinis penyakit ini dengan penyakit kulit
lain.1 Penatalaksanaan tepat dan cepat dapat menurunkan angka morbiditas dan
mortalitas pada pasien iktiosis, sehingga penting untuk membahas iktiosis lebih
lanjut.

II. IKTIOSIS VULGARIS

1
2.1. Definisi
Iktiosis merupakan penyakit kulit dengan gangguan keratinisasi atau
kornifikasi. Iktiosis dideskripsikan sebagai kulit tubuh yang kasar kering dan
disertai sisik berlebihan yang berasal dari bahasa Yunani yaitu ichthys yang berarti
ikan. Iktiosis secara klinis dan genetik merupakan kelompok penyakit kulit
heterogen ditandai skuama dengan pola difus, generalisata, seragam dan persisten
tanpa keterlibatan mukosa dan ekstrakutan (kecuali sindrom iktiosiformis).1,2
Iktiosis vulgaris atau sering juga disebut dengan iktiosis simplex/autosomal
dominant ichthyosis disebabkan oleh mutasi yang menyebabkan hilangnya fungsi
gen filagrin (FLG) dan ditandai dengan gejala klinis berupa xerosis, skuama,
keratosis pilaris, hiperlinearitas palmar dan plantar, dan keterkaitan terhadap
penyakit atopik. Iktiosis vulgaris merupakan iktiosis yang paling umum terjadi dan
relatif ringan.1,6

2.2. Epidemiologi
Iktiosis vulgaris merupakan kasus autosomal semi dominan paling banyak
dengan insiden mencapai 1 di antara 250 pada populasi. Didapatkan juga bahwa
prevalensi iktiosis vulgaris di Eropa berkisar antara 4-7 % pada Asia dan 2,29-3%
pada Afrika, tetapi mutasi filagrin hanya sedikit terjadi pada populasi berkulit
hitam.2,7
Pria dan wanita mempunyai risiko yang sama terhadap iktiosis vulgaris.
Iktiosis vulgaris secara khas tidak ditemukan pada saat kelahiran. Iktiosis vulgaris
sering terjadi pada anak-anak usia 3-12 tahun, sedangkan penelitian lain
menyebutkan bahwa iktiosis vulgaris akan tampak pada kebanyakan pasien mulai
dari tahun pertama kehidupan dan kebanyakan pada umur 5 tahun.4,8

2.3. Etiologi Dan Patogenesis


Stratum korneum adalah lapisan kulit terluar yang salah satu fungsinya adalah
mempertahankan keseimbangan air dalam kulit agar kulit tidak menjadi kering.
Kulit iktiosis memiliki kualitas dan kuantitas skuama abnormal, gangguan fungsi
perlindungan stratum korneum (stratum korneum lebih kecil dan kurang
mengandung ceramide), dan disertai gangguan proses proliferasi sel epidermal.
Penebalan stratum korneum dapat disebabkan peningkatan laju proliferasi sel atau

2
pelepasan (deskuamasi korneosit) yang terlalu lambat, atau kedua kondisi
tersebut.1,2,8,9
Proses diferensiasi epidermal merupakan hal kompleks dan tidak seutuhnya
dipahami. Kelainan pada berbagai aspek dan tahap dari proses ini dapat
menyebabkan stratum korneum abnormal dan sisik. Cacat gen yang mendasari
kelainan ini telah teridentifikasi.1,2
Profilagrin yaitu suatu protein dengan berat molekul tinggi didesfosforilasi
menjadi filagrin, yang selanjutnya menyebabkan kerusakan pembentukan faktor
pelembab alami. Defisiensi atau ketiadaan gen filagrin (FLG) berhubungan dengan
penurunan kelembaban stratum korneum pada pasien iktiosis vulgaris. Mutasi FLG
juga dapat mengakibatkan fenotip klinis yang lebih parah pada kelainan kulit lain. 1-
3,8,9

Kekeringan kulit menunjukkan bahwa stratum korneum tidak mampu


mempertahankan hidrasi secara adekuat dimana terjadi penurunan kemampuan
mengikat air dan peningkatan pengeluaran air transepidermal. Hal ini dapat
mengakibatkan struktur kulit menjadi lebih rapuh dan cenderung membentuk
retak/fisura (sisik pada iktiosis).8,9

Gambar 1. Struktur sel di stratum korneum normal (kiri) dan pada penderita iktiosis (kanan)

Gambar 1 (kiri) menunjukan hubungan hubungan antara dinding sel yang


padat, gambar 1 (kanan) menunjukan cara penguapan air pada sawar dan
pelepasan air akibat kerenggangan ruangan antara sel. Tanpa adanya lipid, sel
menjadi renggang dan melebarkan ruang sehingga air dapat lolos keluar sel.8

2.4. Gambaran Klinis


- Xerosis, skuama, dan fisura

3
Pasien dapat mengalami xerosis, skuama halus (powdery) dan terkadang kasar
(polygonal) berwarna putih, abu-abu atau coklat kotor (orang- orang dengan
kulit gelap cendrung memiliki sisik berwarna gelap) pada permukaan
ekstensor, kulit kepala, bagian tengah wajah dan tubuh. Permukaan kulit
ekstensor dari ekstremitas bawah lebih sering terkena pada orang dewasa
dibandingkan anak-anak, sedangkan daerah yang lembab seperti aksila,
antecubiti dan fossa popliteal jarang terlibat. Skuama biasanya lengket di
bagian tengah dengan tepi yang longgar/terlepas dan lebih kecil pada anak-
anak dibandingkan dengan dewasa.1,6
- Hiperlinearitas palmar dan keratosis pilaris
Hiperlinearitas palmar dan plantar merupakan peningkatan garis-garis kulit
(dermatoglyphics), dan keratosis pilaris, diartikan sebagai peninggian
keratotik disekitar muara folikel rambut sering ditemukan pada pasien dengan
iktiosis vulgaris.1,6
- Kemungkinan penebalan kulit dan pruritus

Gambar 2. Distribusi dari iktiosis vulgaris.

4
Gambar 3. Iktiosis vulgaris pada kaki.

2.5. Diagnosis
Diagnosis iktiosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
yang bertujuan untuk mencari bentuk klinis setiap tipe iktiosis yang dapat sangat
bervariasi. Cakupan klinis penyakit ini sangat heterogen, mengakibatkan diagnosis
klinis dapat membingungkan dan meragukan.1,2
Walaupun kulit pada iktiosis vulgaris herediter terlihat dan terasa normal saat
lahir, berangsur-angsur menjadi kasar dan kering pada anak usia dini.8
- Cenderung bersisik paling menonjol terdapat pada permukaan ekstensor
ekstremitas dan tidak ada pada permukaan fleksor.
- Area popok biasanya tidak terpengaruh.
- Dahi dan pipi mungkin terkena lebih awal, tapi biasanya sisik kulit
berkurang dengan pertambahan usia.
- Gejala perbaikan penting terjadi selama musim panas.
- Riwayat keluarga dengan iktiosis vulgaris herediter mungkin sulit untuk
dipastikan karena berbagai derajat penetrasi dan peningkatan umum gejala
dari waktu ke waktu.
- Banyak pasien iktiosis vulgaris herediter terkait manifestasi atopik
(misalnya, asma, ekzema, alergi serbuk bunga). Kondisi atopik dapat
ditemukan dalam banyak anggota keluarga, dengan atau tanpa gejala
iktiosis vulgaris. Salah satu studi mencatat manifestasi atopik di hampir
separuh dari semua mata pelajaran, dengan 41% memiliki setidaknya satu
orang relatif yang juga terpengaruh.

5
Iktiosis akuisata secara klinis tidak dapat dibedakan dari iktiosis herediter,
akan tetapi iktiosis akuisata dikaitkan dengan berbagai penyakit sistemik.
- Munculnya iktiosis pada orang dewasa dapat terjadi sebelum atau setelah
diagnosis dari kondisi sistemik.
- Tingkat keparahan penyakit bervariasi tergantung pada kondisi sistemik.
- Iktiosis akuisata dikaitkan dengan banyak penyakit sistemik, termasuk
kanker (terutama limfoma), sarcoidosis, lepra, penyakit tiroid,
hiperparatiroidisme, gangguan gizi, gagal ginjal kronis, transplantasi
sumsum tulang, dan penyakit autoimun. HIV, termasuk lupus ertimatosus
sistemik dan dermatomiositis, juga dikaitkan.
- Jenis kanker yang paling sering ditemukan dalam hubungan dengan Iktiosis
akuisata adalah penyakit Hodgkin, limfoma non-Hodgkin (termasuk mikosis
fungoides), myeloma, sarkoma Kaposi, leiomyosarcoma, dan kanker paru-
paru, payudara, indung telur, dan serviks.
- Penggunaan obat-obatan tertentu telah dikaitkan dengan Iktiosis akuisata,
yaitu asam nikotinat, triparanol, butirofenon, dixirazine, simetidin, dan
klofazimine.
- Iktiosis suit bathing adalah yang mencolok dan unik dari bentuk klinis
iktiosis kongenital autosomal resesif yang ditandai adanya sisik pada area
yang sesuai dengan badan yang terendam air tapi kurang pada ekstremitas
dan wajah. Iktiosis suit bathing (yang sesuai daerah tubuh yang berenang),
disebabkan oleh kekurangan transglutaminase-1, menampilkan bukti yang
menyarankan itu adalah phenotype yang sensitif terhadap suhu.4

2.6. Pemeriksaan penunjang


Deteksi iktiosis vulgaris, dengan tujuan mencegah komplikasi dari defisiensi
filagrin, termasuk penyakit atopik, harus dianggap sebagai suatu pemeriksaan rutin
bagi pasien anak dan dewasa yang mengalami dermatitis. Pemeriksaan penunjang
untuk iktiosis yang paling sering digunakan adalah pemeriksaan histopatologi.
Pada pemeriksaan histopatologi dapat membantu membedakan beberapa tipe dan
menilai derajat keparahan penyakit tersebut. Gambaran histopatologi iktiosis
vulgaris ditemukan penebalan stratum korneum (lapisan stratum korneum tampak
lebih tebal dari kulit normal, tetapi lebih tipis jika dibandingkan dengan penyakit
hiperkeratotik lainnya seperti psoriasis atau iktiosis lamelar) disertai akantosis
dengan stratum granulosum yang normal (Gambar 4). Pada pemeriksaan

6
histopatologi didapatkan : hiperkeratosis; berkurang atau tidak adanya lapisan
granular; lapisan germinatif mendatar. Pada mikroskop elektron: kecil, kurang
terbentuk granula keratohialin.1,6
Iktiosis didiagnosis secara prenatal menggunakan diagnosis molekular. Teknik
pengumpulan sampel pada pemeriksaan prenatal seperti fetoskopi dan biopsi kulit
janin meningkatkan risiko mortalitas janin, maka jarang dilakukan. Sampel janin
paling baik diambil pada fase awal kehamilan.10

Gambar 4. Gambaran Histopatologi Iktiosis Vulgaris10

2.7. Klasifikasi dan Diagnosis Banding


Iktiosis dapat mucul secara kongenital ataupun diperoleh. Pendekatan genetik
untuk memahami iktiosis telah mengungkapkan banyak cacat gen yang mendasari
genodermatosis ini. Mengetahui mutasi gen tertentu, mengarahkan kita untuk
mengetahui proses patofisiologis yang mendasari. Iktiosis kongenital berdasarkan
pola penurunan dan gambaran klinis dibagi menjadi iktiosis autosomal
semidominan, iktiosis autosomal dominan, iktiosis X-linked resesif, dan iktiosis
autosomal resesif (Tabel 1 dan Tabel 2).1,2

Tabel 1. Iktiosis kongenital dan akuisita


Iktiosis kongenital
Iktiosis autosomal semidominan
Vulgaris (sinonim iktiosis autosomal dominan)
Iktiosis autosomal dominan
Eritroderma iktiosiformis bulosa ( hiperkeratosis epidermolitik)
Iktiosis bulosa Simens

7
Iktiosis histiks Curth dan Macklin
Eritrokeratodermia
Eritrokeratodermia Variabilis
Eritrokeratodermia simetrik progresif
Sindrom KID (keratitis, iktiosis, deafness)
Iktiosis resesif X-linked (defisiensi steroid sulphatase)
Eritroderma iktiosiformis non bulosa [Kongenital iktiosisformis eritroderma(CIE)]
Kondrodisplasia pungtata
Kondrodisplasia pungtata Rhizomelik
Sindrom CHILD (Congenital hemidysplasia, eritroderma iktiosiformis, unilateral limb defects)
Iktiosis lamelar
Iktiosis Autosomal resesif
Bayi kolodion
Bayi harlequin
Sindrom Netherton (Iktiosis linearis circumflexa)
Sindrom Sjogren-Lanson
Penyakit Refsum
Trikotiosistrofi
Neutral lipid storage disease (sindrom Chanarin-Dorfman)
Sindrom Neonatal cholestatic jaundice dan iktiosis (NISCH)
Sindrom defisiensi sulfatase mulipel
Sindrom peeling skin

Iktiosis akuisata
Ptyriasis rotunda
Gougerout dan Carteaud Papilomatosis Retikular

8
Tabel 2. Perbedaan Iktiosis Vulgaris dengan Iktiosis Lainnya

9
Bullous Congenital
Iktiosis Vulgaris Iktiosis X-linked Ichthyosiform Iktiosis Lamelar
Erythroderma
Pola Autosomal semi
Autosomal dominan Autosomal dominan Autosomal resesif
pewarisan dominan
Frekuensi Sering Kadang-kadang Jarang Jarang
Epidemiol 1 : 250 1 : 2000-6000 1 : 200.000 1 : 200.000-
ogi Laki-laki = Laki-laki Laki-laki 300.000
(Insiden) Perempuan
Etiologi Mutase gen Mutase steroid Sitoskeleton Transglutaminase 1
filagrin, filagrin sulfatase gen pada (intermediet filamen) pada beberapa
-atau hanya kromosom X. (steroid dari suprabasal sel kasus.
sedikit  fungsi sulfatesenzim yang terdiri dari Keratin 1 Transglutaminase
barier kulit dan memecah kolesterol atau keratin 10 gen.  kalsium
pembentukan nmf sulfat) delay dari Mutasi keratin dependen
berkurang  pengelupasan pada sel keratin 1 atau enzimdibutuhka
penumpukal sel tanduk  hiperkeratosis keratin 10 gen  n dalam
keratin pembentukan serat pembentukan
hyperkeratosis, keratin cornified cell
xerosis, dll abnormalpenebala envelopes di
n pada lapisan keratinosit.
korneum Pathogenesis
bervariasi
Onset Bayi Saat kelahiran atau masa Saat kelahiran atau Saat kelahiran
awal setelah kelahiran masa awal setelah
kelahiran
Predileksi  Ekstremitas  Abdomen>>punggung  Seluruh tubuh  Seluruh tubuh
 Badan  Area intertriginosa (termasuk
(punggung  Permukaan ekstremitas)
>>abdomen) ekstensor=fleksor
 Permukaan
ekstensor
(fosa poplitea,
fosa cubiti
jarang
terkena)
 Area
intertriginosa
(aksila, siku,
genitalia, anal,
sela jari)
Gejala  Sisik halus-  Sisik warna coklat dan  Sisik perlahan-lahan  Sisik kasar dan
klinis kasar lebar menebal  severe besar pada
 Warna putih- keratinizied sebagian besar
abu-coklat   Plak keratin tebal kasus, warna
tergantung diikuti dengan coklat kehitaman,
warna kulit kemerahan dan bau dan berbentuk
 Hiperlinear yang khas seperti lembaran
palmar dan (lamelar)
plantar
Patologi Hiperkeratosis Hiperkeratosis Degenerasi dari Hiperkeratosis
Lapisan sel Lapisan sel granural lapisan sel granular
granular tipis normal
karena Penebalan pada stratum
berkurangnya/ korneum
ketiadaan dari
filagrin
Tabel 3. Diagnosis Banding Iktiosis Vulgaris

10
Iktiosis Vulgaris Dermatitis Atopik
Genetik Pola penurunan autosomal semi
-
dominan
Epidemiologi 1 : 250 dari populasi 10-20% anak, 60% menetap hingga dewasa
(Insiden) Laki-laki = Perempuan Laki-laki < Perempuan
Etiologi Mutase gen filagrin, filagrin -atau Disfungsi sawar kulit dan perubahan pada sistem
hanya sedikit  fungsi barier kulit imun. Khususnya akibat reaksi hipersensitivitas
dan pembentukan nmf berkurang  terhadap berbagai allergen dan antigen mikroba
penumpukal sel keratin
hyperkeratosis, xerosis, dll
Onset Bayi Fase infantil, anak-anak atau dewasa
Predileksi  Ekstremitas  Fase infantil: predileksi utama di wajah, kedua
 Badan (punggung >>abdomen) pipi dan dapat meluas ke dahi, kulit kepala,
 Permukaan ekstensor (fosa telinga, leher, pergelangan tangan, dan tungkai
poplitea, fosa cubiti jarang bagian volar atau fleksor. Seiring bertambahnya
terkena) usia dapat ditemukan di bagian ekstensor seperti
 Area intertriginosa (aksila, siku, lutut dan siku.
genitalia, anal, sela jari)  Fase anak: fosa cubiti dan poplitea, fleksor
pergelangan tangan, kelopak mata dan leher
 Fase dewasa: predileksi mirip fase anak dan
menyebar ke telapak tangan, jari-jari, pergelangan
tangan, bibir, leher anterior, scalp dan putting
susu.
Gejala klinis  Sisik halus-kasar Polimorfik sesuai fase
 Warna putih-abu-coklat   Fase infantil: eritema, vesikel, erosi, ekskoriasi
tergantung warna kulit (tampak eksudatif)
 Hiperlinear palmar dan plantar  Fase anak-anak: eritema ringan, erosi, skuama,
dan krusta
 Fase dewasa: hiperpigmentasi, hyperkeratosis
dan likenifikasi
Pemeriksaan  Histopatologi  Pemeriksaan lab: peningkatan eosinofil dan kadar
Penunjang Hiperkeratosis IgE
Lapisan sel granular tipis karena  Skin test
berkurangnya/ ketiadaan dari
filagrin

2.8. Komplikasi
Komplikasi akibat prematuritas, menjadi salah satu penyebab dalam
meningkatkan angkat mortalitas dan morbiditas pasien. Peningkatan pelepasan air
transepidermal menyebabkan dehidrasi hipernatremik, imbalans elektrolit,
gangguan termoregulasi dan malnutrisi kalori. Fisura pada kulit dapat menjadi port
the entry mikroorganisme, yang berujung pada infeksi kulit dan sepsis, namun
akibat gangguan termoregulasi, tanda infeksi seperti demam kadang tidak
ditemukan.5,11,12
Penderita iktiosis menerima stigma sosial akibat keadaan mereka serta
ketidakmampuan berada di lingkungan yang panas, membuat mereka kekurangan

11
paparan sinar matahari. Kondisi seperti riketsia dapat terjadi pada anak dengan
iktiosis. Penelitian di Perancis oleh Frascari dkk, mendapatkan sebagian besar anak
iktiosis berisiko defisiensi vitamin D.12,13

2.9. Tatalaksana
Medikamentosa
Terapi terkini untuk iktiosis berupa terapi simtomatik yang fokus kepada
hidrasi, lubrikasi, dan keratolisis. Kulit iktiosis tebal, namun mengalami penurunan
fungsi perlindungan dan ketidakmampuan mengendalikan kehilangan air
transepidermal. Kadar air didalam epidermal berfungsi untuk menentukan
kelenturan stratum korneum, maka hidrasi dapat melembutkan permukaan kulit.
- Iktiosis vulgaris berespons baik terhadap salep topikal yang mengandung
urea atau asam laktat. Hati-hati penggunaan urea pada daerah tubuh yang
luas sebelum usia 1 tahun (boleh diberikan, tetapi harus dalam
pengawasan dokter bila daerah luas).8,9 Agen keratolitik digunakan untuk
meningkatkan deskuamasi korneosit, maka kerak akan terangkat dan
menipiskan hiperkeratosis stratum korneum (perawatan khusus harus
dilakukan ketika menggunakan agen keratolitik pada wilayah luas dan
pada individu yang mungkin tidak toleran terhadap panas). Terdapat
banyak krim dan lotion keratolitik yang tersedia secara komersial yang
mengandung urea, asam salisilat, atau asam α-hidroksi (misalnya, asam
laktat, asam glikolat). Urea dapat berfungsi dengan kapasitasnya untuk
mengikat air. Propilen glikol 40-70% dalam gel, efektif dalam
pengangkatan skuama.5
- Iktiosis vulgaris tidak boleh diterapi dengan salep yang mengandung
salisilat karena dapat menyebabkan keracunan yang membahayakan jiwa
disebabkan oleh absorpsi perkutan (Penggunaan luas preparat asam
salisilat topikal dapat menyebabkan penyerapan yang signifikan yang
berujung pada intoksikasi misalnya, mual, tinitus, dyspnea, halusinasi,
bahkan kematian pada anak).1,10 Pemberian 1 gram preparat topikal asam
salisilat dapat meningkatkan 0,5 miligram (mg) per desiliter (dL) preparat
di plasma. Batas kadar toksik asam salisilat dalam darah adalah 30-50
mg/dL.5
- Preparat topikal retinoid atau vitamin D mungkin efektif namun dapat
menyebabkan iritasi.1,2

12
- Salep topikal tacrolimus 0,1% atau krim pimekrolimus 1% efektif pada
pasien iktiosis yang mengalami iritasi menggunakan obat topikal jenis
lain. Preparat topikal tacrolimus 0,1% atau krim pimekrolimus 1%
memiliki penyerapan sistemik minimal.1

Non Medikamentosa
- Melembabkan kulit dengan berendam lama, dapat menghidrasi kulit. Kulit
yang terhidrasi dengan baik dapat dengan mudah ditipiskan dengan abrasi
ringan (busa mandi) pada stratum korneum yang menebal (gosok hati-hati
dengan sikat lembut, spons, dsb).1,14
- Dianjurkan penggunakan lubrikans dan emolien setidaknya 2 kali sehari,
dilakukan segera setelah mandi. Penambahan aplikasi minyak mandi
sebelum dilakukan pengeringan kulit dapat memperpanjang hidrasi dan
pelembutan kulit. Pemberian jenis pelembab pada pasien iktiosis dapat
disesuaikan dengan keinginan pasien yang dapat berwujud sebagai lotion,
krim, minyak, ataupun petrolatum. Pada musim kering atau musim dingin,
pelembab ruangan dapat digunakan guna menciptakan lingkungan yang
lebih ramah1,2,5,14
- hindari penggunaan deodorant dan sabun antibiotic yang dapat
mengeringkan kulit2
- Konseling pra-marital dan genetik15

2.10. Prognosis
Prognosis penyakit iktiosis dapat ditentukan berdasarkan tipe iktiosis dan
penatalaksaan yang tepat pada pasien. Umumnya penyakit iktiosis menunjukkan
angka mortalitas yang rendah, akan tetapi terdapat beberapa tipe seperti bayi
harlequin, defisiensi sulfatase multipel yang dapat berkomplikasi kepada gagal
organ dan berujung kepada kematian. Untuk iktiosis yang tidak disertai sindrom
seperti iktiosis vulgaris prognosis jangka panjang baik, dengan syarat emolien
diberikan seumur hidup.1,2,10

III. KESIMPULAN
Iktiosis vulgaris atau sering juga disebut dengan iktiosis simplex/autosomal
dominant ichthyosis disebabkan oleh mutasi yang menyebabkan hilangnya fungsi gen

13
filagrin (FLG) dan ditandai dengan gejala klinis berupa xerosis, skuama, keratosis pilaris,
hiperlinearitas palmar dan plantar, dan keterkaitan terhadap penyakit atopik. Iktiosis
vulgaris merupakan iktiosis yang paling umum terjadi dan relatif ringan. Iktiosis vulgaris
sering terjadi pada anak-anak di usia 3-12 tahun, insidennya sama antara pria dan wanita.
Diagnosis iktiosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
bertujuan untuk mencari bentuk klinis setiap tipe iktiosis yang dapat sangat bervariasi,
didukung oleh pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan histopatologi yang
membantu membedakan tipe iktiosis dan tingkat keparahannya. Terapi terkini untuk
iktiosis berupa terapi simtomatik yang fokus kepada hidrasi, lubrikasi, dan keratolisis,
dapat dilakukan dengan cara terapi medikamentosa berupa pemberian salep topikal, serta
non-medikamentosa dengan edukasi agar menjaga kelembapan kulit serta perawatan
dengan pemberian pelembab berupa lubrikans dan emolien.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Fleekman P, DiGiovanna JJ. The Ichthyoses. In: Goldsmith LA, Katzs SI, Gilchrest
BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K, editors. Fitzpatrick’s Dermatology in General
Medicine, 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc, 2012.p 972-980
2. Richard G, Ringpfeil F. Ichthyoses, Erythrokeratodermas and Related Disorders. In:
Bolognia JL, Jorizzo JL, Schaffer J, Callen, Cerroni L, Heymann WR, et al, editors.
Dermatology. 3th ed. New York: Elsevier Saunders, 2012. p 743-773
3. Craiglow BG. Ichtyosis in the Newborn. Semin Perinatol 2013; 37(1): 26-31
4. Mchen, E Bruno, EE Sentos & DP Sarma:A brief review of the “vulgaris” lesion of
the skin. The internet jurnal et dermatology. 2007.
5. Robertson DB, Maibach HI. Dermatologic Pharmacology. In: Katzung BG, Masters
SB, Trevor AJ. Basic & Clinical Pharmacology. 11 th ed. New York: McGraw-Hill
Companies Inc, 2010.p 1061
6. Thyssen JP, EG Gijon & PM Elias. Ichthyosis vulgaris: the filagrin mutation disease.
British Journal of Dermatology. 2013. 168(6):1155-1166.
7. Mertz SE, TD Nguyen & LA Spies. Ichthyosis Vulgaris: A Case Report and Review
of Literature. Journal of the Dermatology Nurses Association. 2018. 10(5): 235-237.
8. Schwartz RA. Hereditary and Akuisata Ichthyosis Vulgaris. 2019.
(https://emedicine.medscape.com/article/1112753-overview#showall, Diakses pada tanggal 11
Juli 2019).
9. Burns Tony, Stephen Breathnach, Neil Cox, Christopher Griffiths. Rook's Textbook
of Dermatology. Oxford: Blackwell Scientific Publications. 2004 . p:34-7 – 34-9.
10. Judge MR, Mclean WHI, Munro CS. Disorder of Keratinization. In: Burns T,
Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook’s Textbook of Dermatology. 8 th ed.
Manchester: Wiley-Blackwell, 2010. p 19.4-60
11. Mansouri M, Seifmanesh M, Hemmatpour S, Rad F, Sedaghat A. A rare case
ofcollodion baby and harlequin ichthyosis. IOSR 2014; 13(7): 35-37
12. Frascari F, Dreyfus I, Rodriquez L, Gennero I, Ezzedine K, et al. Prevalence and risk
factors of vitamin D deficiency in inherited ichthyosis: A French propesctive
observational study performed in a reference center. OJRD 2014; 9: 127
13. Rajput UC, Kulkarni S. Wagh SS. Rickets secondary to lamellar ichthyosis in two
indian male siblings in a family. Sch J Med Case Rep 2014; 2(7): 487-489

15
14. Lindh JD, Bradley M. Clinical effectiveness of moisturizers in atopic dermatitis and
related disorders: A systematic review. Am J Clin Dermatol 2015;16:341-59.
15. Arnold, Harry L, Jr, A.B., M.S.,M.D.,F.A.C.P, Richard B. Odom, M.D, William D.
James, M.D. Andrew's Diseases Of The Skin Clinical Dermatology, 11th edition.
Philadelphia : W.B. Saunders Company. 2016. p:556-562.

16
LAMPIRAN
Tipe-Tipe Skuama
1. Crack-like/craquele
Deskuamasi memberikan penampilan kering, kulit pecah-pecah

Contoh pada eczema craquele


2. Exfoliative
Skuama terbentuk dari jaringan epidermis pada skuama yang halus atau seperti lembaran

Contoh pada reaksi obat


3. Follicular
Skuama muncul sebagai plug keratotik, duri atau filament

Contoh pada keratosis pilaris


4. Gritty
Skuama yang padat dengan gambaran seperti amplas

Contoh pada actinic keratosis


5. Ichthyosiform

17
Skuama berbentuk polygonal teratur yang tersusun dalam baris pararel atau corak
diamond (seperti gambaran ikan)

Contoh pada iktiosis vulgaris


6. Keratotic/hyperkeratotic
Skuama muncul sebagai tumpukan seperti tiang yang menumpuk ke atas

Contoh pada cutaneouus horn


7. Lamellar
Skuama seperti gambaran piring tipis besar atau perisai terpasang di tengah-tengah dan
longgar di sekitar tepi.

Contoh pada iktiosis lamelar


8. Pityriasiform

Skuama kecil dan seperti kulit padi

18
Contoh pada pityriasis rosea
9. Psoriasiform
Skuama keperakan dan rapuh membentuk platelet tipis di beberapa jaringan longgar,
seperti mika. Skuama yang besar bisa terakumulasi dalam tumpukan, memberikan
gambaran seperti cangkang tiram (skuama estraceus).

Contoh pada psoriasis vulgaris


10. Seborrheic
Skuama yang tebal, seperti lilin atau berminyak, kuning hingga coklat, berbentuk
serpihan

Contoh pada dermatitis seboroik


11. Wickham striae
Skuama muncul sebagai pola berenda putih yang melapisi lembayung papula datar
atasnya. (putih saling bersilangan, biasanya pada liken planus oral)

19
Contoh pada liken planus.

20

Anda mungkin juga menyukai