Anda di halaman 1dari 48

3.

2 Maloklusi
Pengertian maloklusi adalah penyimpangan letak gigi dan atau melrelasi lengkung
geligi (rahang) di luar rentang kewajaran yang dapat diterima. Maloklusi juga bisa
merupakan variasi biologis yang terjadi pada bagian tubuh yang lain, tetappi karena variasi
letak gigi mudah diamati dan mengganggu estetik sehingga menarik perhatian dan
memunculkan keinginan untuk melakukan perawatan. Terdapat bukti bahwa prevalensi
maloklusi meningkat, peningkatan ini sebagian dipercayai sebagai suatu proses evolusi yang
diduga akibat meningkatnya variabilitas gen dalam populasi yang bercampur dalam
kelompok ras.
Meningkatnya letak gigi yang berdesakan mungkin disebabkan tidak adanya atrisi
proksimal dan oklusal yang terjadi pada gigi. Pada masa lalu kelompok Aborigin di Australia
makan makanan yang kasar sehingga menghasilkan pengurangan lebar mesiodistal gigi
sekitar sepuluh millimeter dan keadaan ini mengurangi kecenderungan terjadinya gigi
berdesakan. Maloklusi dapat disebabkan adanya kelainan gigi dan mal serasi lengkung geligi
atau rahang.
Kelainan Gigi
Kelainan gigi yang dapat menyebabkan maloklusi dapat berupa kelainan letak,
ukuran, bentuk dan jumlah gigi. Untuk menyebut letak rahang yang tidak normal tidak terlalu
sukar meskipun, misalnya hanya dikatakan bahwa rahang atas terletak anterior telah dapat
memberikan gambaran yang jelas. Tetapi untuk menyebut sebuah gigi yang tidak normal
letaknya terdapat banyak istilah yang digunakan dan meskipun beberapa istilah telah
disepakati tetapi penggunaannya tidak merupakan keharusan. Kata dengan akhiran versi telah
banyak digunakan, misalnya mesioversi yang berarti terletak lebih mesial daripada letak
normalnya, demikian juga dengan letak gigi yang di palatal disebut palatoversi. Infraversi
digunakan untuk menyebut gigi yang tidak bisa mencapai bidang oklusal meskipun ada juga
yang menggunakan sebutan infraoklusi. Ada juga yang menggunakan kata denngan akhiran
posisi. Untuk menyebut letak gigi yang condong rasanya lebih cocok dipakai istilah dengan
akhiran klinasi sehingga gigi yang protrusi bisa disebut proklinasi, retrusi berarti sama
dengan retroklinasi, mesioklinasi berarti condong ke mesial, distoklinasi berarti condong ke
distal dan lain lain.
Beberapa persamaan penyebutan untuk letak sebuah gigi yang tidak normal, misalnya :
 Torsiversi = rotasi
 Transversi = tranposisi
 Infraversi = infraposisi = infraoklusi
 Supraversi = supraposisi = supraoklusi

Tranversi atau ada juga yang menyebut transposisi ialah dua gigi yang bertukar
tempatnya dan yang sering terjadi adalah kaninus atas menempati tempat insisiv lateral atau
menempati tempat premolar pertama. Torsiversi atau desebut juga rotasi adalah suatau gigi
yang berputar pada sumbu panjangnya. Gigi yang rotasi disebut menurut sisi proksimal yang
paling menjahui lengkung geligi dan arah mana gigi tersebut berputar. Sebagai contoh
insisivus sentral atas yang rotasi dat disebut rotasi distolabial apabila sisi distal terputar ke
labial. Bila sumbu perputaran gigi terletak di tengah gigi disebut rotasi sentris dan kedua sisi
proksimal terputar sedangkan jika sumbu peputaran gigi tedak terletak di tengah gigi disebut
rotasi eksentris dan hanya satu sisi proksimal yang berputar.

Gigi yang Ektopik


Pengertian umum ektopik adalah tidak pada tempatnya. Kaninus atas merupakan gigi
yang sering mengalami erupsi yang ektopik dan dapat menyebabkan kerusakan pada gigi
sebelah – menyebelahnya. Kaninus dapat bergerak ke arah garis median dan terletak di
palatal maupun labial. Kaninus yang terletak di luar lengkung kadang-kadang disebut
ektostema.

Ukuran Gigi
Ukuran gigi secara umum mempunyai ukuran tertentu, misalnya insisiv sentral
peranen atas bervariasi antara 8-10 mm, insisiv lateral atas 6-8 mm, kaninus, premolar
pertama dan premolar kedua masing masing kurang lebih 7 mm dan molar kurang lebih 10
mm. di rahang bawah inisiv permanen sentral dan lateral ukurannya kurang lebih sama, yaitu
kurang lebih 5 mm, kaninus dan premolar kurang lebih 6 mm dan molar kurang lebih 10 mm.
ukuran gigi yang diatas rerata disebut makrodonti sedangkan yang dibawah rerata disebut
mikrodonti. Ukuran gigi yang paling bervariasi adalah insisiv lateral rahang atas yang
cendderung lebih kecil daripada ukuran normal.

Bantuk Gigi
Menurut bentuknya gigi rahang atas dapat dibedakan menjadi insisiv sentral, insisiv
lateral, kaninus, premolar dan molar sedangkan di rahang bawah insisiv sentral dan lateral
menpunyai bentuk yang hamper sama, kaninus , premolar dan molar. Bentuk gigi yang
bervariasi didapatkan pada insisiv lateral atas yang bisa berupa pasak (peg shaped). Geminasi
adalah satu benih gigi yang bertumbuh menjadi dua gigi secara utuh atau sebagian tetapi
akarnya satu. Fusi adalah du benih gigi yang bertumbuh menjadi satu gigi dengan mahkota
yang besar tetapi akarnya tetap dua, biasanya pada gigi insisiv. Bila terjadi geminasi atau fusi
berarti jumlah gigi tidak normal. Dilaserasi adalah akar gigi yang tidak normal bentuknya
biasanya bengkok.

Jumlah Gigi
Kelainan jumlah gigi dapat berupa kelebihan gigi (hiperdontia) atau kekurangan gigi
(hipodontia). Gigi kelebihan yang paling sering ditemukan di rahang atas adalah mesiodens,
terletak di antara insisiv sentral. Letaknya kadang-kadang terbalik (inverted) mahkota
mengarah ke apical dan apeksnya mengarah ke oklusal, jumlahnya dapat lebih dari satu,
bentuknya kadang-kadang tidak normal. Bila jumlahnya dua bisa hanya satu yang erupsi dan
satu lagi tidak erupsi atau dua-duanya tidak erupsi. Untuk itu bila didapat satu mesiodens
perlu diperhatikan foto rontgrn untuk mengetaui berapa mesiodens yang ada.
Selain mesiodens gigi kelebihan bisa berupa leterodens yang terletak di sebelah
insisiv lateral. Bentuknya kadang-kadang menyerupai insisiv lateral. Bentuknya kadang-
kadang menyerupai insisiv lateral yang normal sehingga sukar dibedakan. Ada juga premolar
tambahan terutama di rahang bawah. Bila terdapat dua insisiv lateral yang dipilih untuk
dicabut adalah yang letaknya paling tidak normal.

Agenesis Gigi Permanen


Agenesi mempunyai arti benih tidak terbentuk. Etiologinya bermacam-macam tetapi
hasilnya dalah gigi permanen tidak ada dan hamper bisa dikatakan apabila gigi sulung tidak
terbentuk gigi permanen pengganti juga tidak terbentuk. Ada beberapa keadaan mengenai
agenesis gigi permanen, yang ekstrem adalah anodontia yang berarti semua benih gigi tidak
terbentuk sehingga pasien tidak punya gigi sama sekali. Anodontia jarang terjadi dan bisa
merupakan bagian dari suatu sindrom.
Keadaan lain yan lebih sering dijumpai adalah hipodontia, yaitu agenesis sejumlah
gigi da nada juga yang menyebut oligodontia bila gigi agenesis lebih dari empat. Gigi yang
palig sering mengalami agenesis selain molar ketiga adalah premolar kedua bawah kemudian
insisiv lateral atas atau premolar kedua atas.
Gigi Sulung Tanggal Prematur
Gigi yang paling sering tanggal premature adalah molar kedua sulung baik rahang
atas maupun rahang bawah. Dampak yang ditimbulkan adalah gigi-gigi sebelahnya bergeser
kea rah diastema. Gigi posterior tanggal prematur dapat menyebabkan gigi-gigi sebelah
bergeser ke arah diastema, pemendekan lengkung gigi, pergeseran garis median dan gigi
antaginis supra erupsi.

Gigi Berdesakan
Gigi berdesakan ditandai dengan adanya tumpang tindih (overlaping) gigi-gigi yang
berdekatan. Penyebabnya misalnya adanya disproporsi ukuran gigi dan panjang lengkung
geligi (tooth size arch length discrepancy, TSALD), gigi sulung yang tanggal prematur
kemudian gigi yang berdekatan bergeser sehingga gigi permanen pengganti tidak mendapat
tempat.

3.2.1 Dampak Maloklusi


Maloklusi dapat menimbulkan berbagai dampak diantaranya dapat dilihat dari segi
fungsi yaitu jika terjadi maloklusi yang berupa gigi berjejal akan berakibat gigi sulit
dibersihkan ketika menyikat gigi. Dari segi rasa sakit, maloklusi yang parah dapat
menimbulkan kesulitan menggerakkan rahang (gangguan TMJ dan nyeri). Dari segi fonetik,
maloklusi salah satunya adalah distooklusi dapat mempengaruhi kejelasan pengucapan huruf
p, b, m sedangkan mesio-oklusi s, z, t dan n. Dari segi psikis, maloklusi dapat mempengaruhi
estetis dan penampilan seseorang.
Maloklusi dapat mengakibatkan terjadinya gangguan pada pengunyahan, bicara
serta estetik. Gangguan pengunyahan yang terjadi yaitu dapat berupa rasa tidak nyaman

saat mengunyah, terjadinya rasa nyeri pada TMJ dan juga mengakibatkan nyeri kepala
dan leher. Pada gigi yang berjejal dapat mengakibatkan kesulitan dalam pembersihan.
Tanggalnya gigi-gigi akan mempengaruhi pola pengunyahan misalnya pengunyahan
pada satu sisi, dan pengunyahan pada satu sisi ini juga dapat mengakibatkan rasa sakit
pada TMJ.
Maloklusi dapat mempengaruhi kejelasan bicara seseorang. Apabila ciri
maloklusinya berupa disto oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan huruf p dan b.
Apabila ciri maloklusinya berupa mesio oklusi akan terjadi hambatan mengucapkan
huruf s, z, t, dan n. Menurut Bruggeman anomali dental yang mengakibatkan gangguan
bicara adalah :
1. Ruang antar gigi (spaces) yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan semua
huruf terutama s, sh, z, zh kecuali huruf n dan y.
2. Lebar lengkung yaitu terjadi kelainan saat mengucapkan huruf s, z, th.
3. Open bite yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s, sh, z, zh, th,
dan kadang-kadang pada huruf t dan d.
4. Derajat protrusi yaitu terjadi kelainan bunyi saat mengucapkan huruf s, sh,z,
zh.
5. Pada gigi yang rotasi kelainan bunyi yang terjadi sama dengan kelainan pada
ruang antar gigi
6. Maloklusi dapat mempengaruhi estetis dari penampilan seseorang.
Penampilan wajah yang tidak menarik mempunyai dampak yang tidak
menguntungkan pada perkembangan psikologis seseorang, apalagi pada saat

usia masa remaja. Dibiase menyatakan beberapa kasus maloklusi pada anak
remaja sangat berpengaruh terhadap psikologis dan perkembangan sosial yang
disebabkan oleh penindasan yang berupa ejekan atau hinaan dari teman
sekolahnya. Pengalaman psikis yang tidak menguntungkan dapat sangat
menyakitkan hati sehingga remaja korban penindasan tersebut akan menjadi
sangat depresi.

3.2.2 Tujuan perawatan ortho


Tujuan perawatan orthodonti adalah memperbaiki letak gigi dan rahang yang tidak
normal sehngga didapatkan fungsi geligi dan estetik geligi yang baik maupun wajah yang
menyenangkan dan dengan hasil ini akan meningkatkan kesehatan psikososial seseorang.
Hasil perawatan orthodonti yang kurang baik akan berakibat sebaliknya. Hal ini dapat terjadi
apabila timbul ketidak sesuaian antara kasus yang dirawat dengan perencanaan perawatan,
pemilihan piranti yang digunakan,, serta kemampuan dokter gigi yang melakukan perawatan.
Kasus yang sederhana dapat dirawat dengan peranti yang sederhana oleh dokter gigi umum
sedangkan kasus-kasus yang sukar menjadi tanggung jjawab spesialis orthodonti. Tugas
dokter gigi umum adalah memonitor dan menatalaksana perkembangan oklusi berbekal
pengetahuan orhodonti yang cukup sehingga dapat mengitervensi suatu maloklusi atau
merujuk ke seorang spesialis ortodonti bila kasus yang dihadapi membutuhkan perawatan
yang kompleks (rahadjo, 2012).

3.2.3 Etiologi Maloklusi


Maloklusi merupakan penyimpangan dari pertumbuhkembangan disebabkan faktor-faktor
tertentu. Secara garis besar etiologi atau penyebab suatu maloklusi dapat digolongkan dalam
faktor herediter (genetik) dan faktor lokal. Kadang-kadang suatu maloklusi sukar ditentukan
secara tepat etiologinya karena adanya berbagai faktor(multifaktor) yang memengaruhi
pertumbuhkembangan.

3.2.3.1 Faktor Herediter


Pada populasi primitif yang terisolasi jarang dijumpai maloklusi yang berupa disproporsi
ukuran rahang dan gigi sedangkan relasi rahangnya menunjukkan relasi yang sama. Pada
populasi modern lebih sering ditemukan maloklusi daripada populasi primitif sehingga
diduga karena adanya kawin campur menyebabkan peningkatan prevalensi maloklusi. Cara
yang lebih baik untuk mempelajari pengaruh herediter adalah dengan mempelajari anak
kembar monozigot yang hidup pada lingkungan sama. Suatu penelitian menyimpulkan
bahwa 40% variasi dental dan fasial dipengaruhi faktor herediter sedangkan penelitian yang
lain menyimpulkan bahwa karakter skelet kraniofasial sangat dipengaruhi faktor herediter
sedangkan pengaruh herediter terhadap gigi rendah.
Pengaruh herediter dapat bermanifestasi dalam dua hal, yaitu 1) disproporsi ukuran gigi dan
ukuran rahang yang menghasilkan maloklusi berupa gigi berdesakan atau maloklusi berupa
diastema multipel meskipun yang terakhir ini jarang dijumpai, 2) disproporsi ukuran, posisi
dan bentuk rahang atas dan rahang bawah yang menghasilkan relasi rahang yang tidak
harmonis. Dimensi kraniofasial, ukuran dan jumlah gigi sangat dipengaruhi faktor genetik
sedangkan dimensi lengkung geligi dipengaruhi oleh faktor lokal. Urutan pengaruh genetik
pada skelet yang paling tinggi adalah mandibula yang prognatik, mukia yang panjang serta
adanya deformitas muka.
Menurut Mossey (1999) berbagai komponen ikut menentukan terjadinya oklusi normal ialah:
1) ukuran maksila dan mandibula termasuk ramus dan korpus 2) faktor yang ikut
mempengaruhi relasi maksila dan mandibula seperti basis kranial dan lingkungan 3) jumlah,
ukuran dan morfologi gigi 4) morfologi dan sifat jaringan lunak (bibir, lidah, dan pipi).
Kelainan pada komponen tersebut serta interaksinya dapat menyebabkan maloklusi.
Implikasi klinis suatu maloklusi yang lebih banyak dipengaruhi faktor herediter adalah kasus
tersebut mempunyai prognosis yang kurang baik bila dirawat ortodontik, namun sayangnya
sukar untuk dapat menentukan seberapa pengaruh faktor herediter pada maloklusi tersebut.
Perkembangan pengetahuan genetik molekuler diharapkan mampu menerangkan penyebab
etiologi herediter dengan lebih tepat.

Kelainan Gigi
Beberapa kelainan gigi yang dipengaruhi faktor herediter ialah kekurangan jumlah gigi
(hiodontia), kelebihan jumlah gigi (hiperdontia), misalnya adanya mesiodens, bentuk gigi
yang khas misalnya karabeli pada molar, kaninus yang impaksi di palatal, transposisi gigi
misalnya kaninus yang terletak diantara premolar pertama dan kedua.

Kekurangan jumlah Gigi


Kelainan jumlah gigi dapat berupa tidak ada pembentukan gigi atau agenesis gigi. Anadontia
adalah suatu keadaan tidak terbentuk gigi sama sekali, untungnya frekuensinya sangat jarang
dan biasanya merupakan bagian Dario sindrom dysplasia ektodermal. Bentuk gsnggusn
pertumbuhan yang tidak separah anadontia adalah hipodontia, yaitu suatu keadaan beberapa
gigi mengalami agenesis (sampai dengan 4 gigi), sedangkan oligodontia adalah gigi yang
tidak terbentuk lebih dari empat gigi. Sebagai panduan dapat dikatakan apabila gigi sulung
agenesis maka gigi permanennya agenesis. Gigi yang agenesis biasanya adalah gigi sejenis
tetapi yang letaknya lebih distal sehingga dapat dipahami bahwa yang sering agenesis adalah
molar ketiga, premolar kedua dan insisivi lateral.

Kelebihan Jumlah Gigi


Yang paling sering ditemukan adalah gigi kelebihan yang terletak di garis median rahang atas
yang biasa disebut mesiodens. Jenis gigi kelebihan lainnya adalah yang terletak di sekitar
insisivi lateral sehingga ada yang menyebut laterodens, premolar tambahan bisa sampai dua
premolar tambahan pada satu sisi sehingga pasien mempunya 4 premolar pada satu sisi.
Adanya gigi-gigi kelebihan dapat menghalangi terjadinya oklusi normal.

Disharmoni Dentomaksiler
Disharmoni dentomaksiler ialah suatu keadaan disproporsi antara besar gigi dan rahang
dalam lengkung geligi. Menurut Anggraini (1957) etiologi disharmoni dentomaksiler adalah
faktor herediter. Karena tidak adanya harmoni antara besar gigi dan lengkung gigi maka
keadaan klinis yang dapat dilihat adalah adanya lengkung geligi dengan diastema yang
menyeluruh pada lengkung geligi bila gigi-gigi kecil dan lengkung geligi normal, meskipun
hal ini jarang dijumpai. Keadaan yangs erring dijumpai adalah gigi-gigi yang besar pada
lengkung geligi yang normal atau gigi-gigi yang normal pada lengkung geligi yang kecil
sehingga menyebabkan letak gigi berdesakan. Meskipun pada disharmonie dentomaksiler
didapatkan gigi-gigi berdesakan tetapi tidak semua gigi-gigi yang berdesakan disebabkan
karena disharmoni dentomaksiler. Disharmoni dentomaksiler mempunyai tanda-tanda klinis
yang khas. Gambaran maloklusi seperti ini bisa terjadi di rahang atas maupun di rahang
bawah.
Tanda-tanda klinis suatu harmoni dentomaksiler di region anterior yang mudah diamati
antara lain sebagai berikut:
 Tidak ada diastema fisiologis pada fase geligi sulung yang secara umum dapat
dikatakan bahwa bila pada fase geligi sulung tidak ada diastema fisiologis dapat
diduga bahwa kemungkinan besar akan terjadi gigi berdesakan bila gigi-gigi
permanen telah erupsi.
 Pada saat insisivi sentral permanen akan erupsi, gigi ini meresorpsi akar insisivi
sentral sulung dan insisivi lateral sulung secara bersamaan sehingga insisivi lateral
sulung tanggal premature.
 Insisivi sentral permanen tumbuh dalam posisi normal oleh karena mendapat tempat
yang cukup. Bila letak insisivi sentral permanen tidak normal berarti penyebabnya
bukan disharmoni dentomaksiler murni tetapi ada penyebab lain.
 Pada saat insisivi lateral permanen akan erupsi dapat terjadi dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama insisivi lateral permanen meresorpsi akar kaninus sulng
sehingga kaninus sulung tanggal premature dan insisivi lateral permanen tumbuh
dalam letak yang normal karena tempatnya cukup. Selanjutnya kaninus permanen
akan tumbuh diluar lengkung geligi (biasanya di bukal) karena tidak mendapat cukup
tempat yang sebagian telah ditempati insisivi lateral permanen. Pada kasus dengan
kekurangan tempat yang besar sisi distal insisivi lateral permanen berkontak dengan
sisi mesial molar pertama sulung.
Kemungkina kedua adalah insisivi lateral permanen tidak meresorpsi akar kaninus
sulung tetapi tumbuh di palatal sesuai dengan letak benihnya. Selanjutnya kaninus
permanen tumbuh normal pada tempatnya karena mendapatkan tempat yang cukup.

3.2.3.2 Faktor Lokal


Gigi sulung tanggal premature
Gigi sulung yang tanggal premature dapat berdampak pada susunan gigi permanen.
Semakin muda umur pasien pada saat terjadi tanggal premature gigi sulunhg semakin besar
akibatnya pada gigi permanen. Insisivi sentral dan lateral sulung yang tanggal premature
tidak begitu berdampak tetapi kaninus sulung akan menyebabkan adanya pergeseran garis
median. Perlu diusahakan agar kaninus sulung tidak tanggal premature. Sebagian peneliti
mengatakan bahwa bila terjadi tanggal premature kaninus sulung karena resorpsi insisivi
lateral atau karena karies disarankan dilakukan balancing extraction, yaitu pencabutan
kaninus sulung kontralateral agar tidak terjadi pergeseran garis median dan kemudian
dipasang space maintainer.
Molar pertama sulung yang tanggal premature juga dapat menyebabkan pergeseran
garis median. Perlu tidaknya dilakukan balancing extraction harus dilakukan observasi lebih
dahulu. Molar kedua sulung terutama rahang bawah merupakan gigi sulung yang paling
sering tanggal premature karena karies, kemudian gigi molar permanen bergeser kea rah
diastema sehingga tempat untuk premolar kedua berkurang dan premolar kedua tumbuh
sesuai letak benihnya. Gigi molar kedua sulung yang tanggal premature juga dapat
menyebabkan asimetri lengkung geligi, gigi berdesakan serta kemungkinan terjadi supra
erupsi gigi antagonis.
Bila molar kedua sulung tanggal premature banyaknya pergeseran molar pertama
permanen ke mesial dipengaruhi oleh tinggi tonjol gigi. (bila tonjol gigi tinggi pergeseran
makin sedikit) dan waktu tanggal gigi tersebut (pergeseran paling banyak bila molar kedua
sulung tanggal sebelum molar permanen erupsi).

Presistensi Gigi
Persistensi gigi sulung atau disebut juga over retained deciduous teeth berarti gigi
sulung yang sudah melewati waktunya tanggal tetapi tidak tanggal. Perlu diingat bahwa
waktu tanggal gigi sulung sangat bervariasi. Keadaan yang jelas menunjukkan persistensi gigi
sulung adalah apabila gigi permanen pengganti telah erupsi tetapi gigi sulungnya tidak
tanggal. Bila diduga terjadi persistensi gigi sulung tetapi gigi sulungnya tidak ada di rongga
mulut, perlu diketahui anamnesis pasien, dengan melakukan wawancara medis kepada orang
tua pasien apakah dahulu pernah terdapat gigi yang bertumpuk di region tersebut.

Trauma
Trauma yang mengenai gigi sulung dapat menggeser benih gigi permanen. Bila terjadi
trauma pada saat mahkota gigi permanen sedang terbentuk dapat terjadi gangguan
pembentukan enamel, sedangkan bila mahkota gigi permanen telah terbentuk dapat terjadi
dilaserasi, yaitu akar gigi yang mengalami distorsi bentuk (biasanya bengkok). Gigi yang
mengalami dilaserasi biasanya tidak dapat mencapai oklusi yang normal bahkan kalau parah
tidak dapat dirawat ortodontik dan tidak ada pilihan lain kecuali dicabut. Kalau ada dugaan
terjadi trauma pada saat pembentukan gigi permanen perlu diketahui anamnesis apakah
pernah terjadi trauma disekitar mulut untuk lebih memperkuat dugaan adanya trauma.
Trauma pada salah satu sisi muka pada masa kanak-kanak dapat menyebabkan asimetri
muka.

Pengaruh Jaringan Lunak


Tekanan dari otot bibir, pipi dan lidah memeberi pengaruh yang besar terhadap letak
gigi. Meskipun tekanan dari otot-otot ini jauh lebih kecil daripada tekanan otot pangunyah
tetapi berlangsung lebih lama. Menurut penelitian tekanan yang berlangsung selama 6 jam
dapat mengubah letak gigi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa bibir, pipi dan lidah
yang menempel terus pada gigi hamper selama 24 jam dapat sangat memengaruhi letak gigi.
Tekanan dari lidah, misalnya karena letak lidah pada posisi istirahat tidak benar atau
karena adanya makroglosi dapat mengubah keseimbangan tekanan lidah dengan bibir dan
pipi sehingga insisivi bergerak ke labial. Dengan demikian patut dipertanyakan apakah
tekanan lidah pada saat menelan dapat memengaruhi letak insisivi karena meskipun
tekanannya cukup besar yang dapat menggerakkan gigi tetapi berlangsung dalam waktu yang
singkat.
Bibir yang telah dioperasi pada pasien celah bibir dan langit-lngit kadang-kadang
mengandung jaringan parut yang banyak selain tekanannya yang besar oleh karena bibir pada
keadaan tertentu menjadi pendek sehingga member tekana yang lebih besar dengan akibat
insisivi tertekan kea rah palatal.
Kebiasaan Buruk
Suatu kebiasaan yang berdurasi sedikitnya 6 jam sehari, berfrekuensi cukup tinggi
dengan intensitas yang cukup dapat menyebabkan maloklusi. Kebiasaan mengisap jari atau
benda-benda lain dalam waktu berkepanjangan dapat menyebabkan maloklusi. Dari ketiga
faktor ini yang paling berpengaruh adalah durasi atau lama kebiasaan berlangsung. Kebiasaan
mengisap jari pada fase geligi sulung tidak mempunyai dampak pada gigi permanen bila
kebiasaan tersebut telah berhenti sebelum gigi permanen erupsi. Bila kebiasaan ini terus
berlanjut sampai gigi permanen erupsi akan terdapat maloklusi dengan tanda-tanda berupa
insisivi atas proklinasi dan terdapat diastema, gigitan terbuka, lengkung atas sempit serta
retroklinasi insisivi bawah. Maloklusi yang terjadi ditentukan oleh jari mana yang diisap dan
bagaimana pasien meletakkan jarinya pada waktu mengisap.
Kebiasaan mengisap bibir bawah dapat menyebabakan proklinasi insisivi atas disertai
jarak gigit yang bertambah dan retroklinasi insisivi bawah. Kebiasaan mendorong lidah
sebetulnya bukan merupakan kebiasaan tetapi berupa adaptasi terhadap adanya gigitan
terbuka misalnya karena mengisap jari. Dorongan lidah pada saat menelan tidak lebih besar
daripada yang tidak mendorongkan lidahnya sehingga kurang tepat untuk mengatakan bahwa
gigitan terbuka anterior terjadi karena adanya dorongan lidah pada saat menelan. Kebiasaan
menggigit kuku juga dapat menyebabkan maloklusi teta[I biasanya dampaknya hanya pada
satu gigi.

Faktor Iatrogenik
Pengertian kata iatrogenic adalah berasal dari suatu tindakan professional. Perawatan
orthodontic mempunyai kemungkinan terjadinya kelainan iatrogenic. Misalnya, pada saat
menggerakkan kaninus ke distal dengan peranti lepasan tetapi karena kesalahan desain atau
dapat juga saat menempatkan pegas tidak benar sehingga yang terjadi gerakan gigi ke distal
dan palatal. Contoh lain adalah pemakaian kekuatan yang besar untuk menggerakkan gigi
dapat menyebabkan resorbsi akar gigi yang digerakkan, resorpsi yang berlebihan pada tulang
alveolar selain kematian pulpa gigi. Kelainan jaringan periodontal dapat juga disebabkan
adanya perawatan orthodontic, misalnya gerakan gigi kea rah labial atau bukal yang
berlebihan dapat menyebabkan terjadinya dehiscence dan fenestrasi.

Jenis-jenis maloklusi

1. Protrusi
Protrusi adalah gigi yang posisinya maju ke depan. Protrusi dapat disebabkan oleh
factor keturunan, kebiasaan jelek seperti menghisap jari dan menghisap bibir bawah,
mendorong lidah ke depan, kebiasaan menelan yang salah, serta bernapas melalui
mulut.
2. Intrusi dan ekstrusi
Intrusi adalah pergerakan gigi menjauhi bidang oklusal. Pergerakan intrusi
membutuhkan control kekuatan yang baik. Ekstrusi adalah pergerakan gigi mendekati
bidang oklusal.
3. Crossbite
Crossbie adalah suatu keadaan jika rahang dalam keadaan relasi sentrik terhadap
kelainan-kelainan dalam arah transversal dari gigi geligi maksilaterhadap gigi geligi
mandibula yang dapat mengenai seluruh atau setengah rahang, sekelompok gigi, atau
satu gigi saja.
Berdasarkan lokasinya, crossbite dibagi menjadi:
a. Crossbite anterior
Suatu keadaan rahang dalam relasi sentrik, namun terdapat satu atau beberapa
gigi anterior maksila yang posisinya terletak di sebelah lingual dari gigi
anterior mandibula.
b. Crossbite posterior
Hubungan bukolingual yang abnormal dari satu atau beberapa gigi posterior
mandibula.
4. Deep bite
Deep bite adalah suatu keadaan dimana jarak menutupnya bagian insisal insisiv
maksila terhadap insisal insisiv dalam arah vertical melebihi 2-3 mm. pada kasus depp
bite gigi posterior sering linguoversi atau miring ke mesial dan insisivus mandibula
sering berjejal, linguoversi, dan supraoklusi.
5. Deep bite
Adalah keadaan adanya ruangan oklusal atau insisal dari gigi saat rahang atas dan
rahang bawah dalam keadaan oklusi sentrik. Macam-macam open bite menurut
lokasinya:
a) Anterior open bite
Kelas I Angle anterior open bite terjadi karena rahang atas yang sempit, gigi
depan inklinasi ke depan, dan gigi posterior supraoklusi, sedangkan klas II
Agle divisi I disebabkan karena kebiasaan buruk atau keturunan.
b) Posterior open bite
Pada region premolar dan molar.

Kombinasi anterior dan posterior (total open bite) terdapat baik di anterior,
posterior, dapat unilateral atau bilateral.
6. Crowded
Adalah keadaan berjejalnya gigi di luar susnan yang normal. Penyebab crowded
adalah lengkung basal yang terlalu kecil daripada lengkung koronal. Lengkung basal
adalah lengkung pada prosesus alveolaris tempat dari apeks gigi itu tertanam,
lengkung korornal adalah lengkungan yang paling lebar dari mahkota gigi atau jumlah
mesio distal yang paling besar dari mahkota gigi geligi. Derajad keparahan gigi
crowded:
a. Crowded ringan
Terdapat gigi-gigi yang sedikit berjejal, sering pada gigi depan mandibula,
dianggap suatu variasi yang normal, dan dianggap todak memerlukan perawatan.
b. Crowded berat
Terdapat gigi-gigi yang sangat berjejal sehingga dapat menimbulkan hyegine oral
yang jelek.
7. Diastema
Adalah suatu keadaan adanya ruang di antara gigi geligi yang seharusnya berkontak.
Diastema ada 2 macam, yaitu
a. Local, jika terdapat di antara 2 atau 3 gigi, dapat disebabkan karena dens
supernumerary, frenulum labii yang abnormal, gigi yang tidak ada, kebiasaan
jelek, dan persistensi.

b. Umum, jika terdapat pada sebagian besar gigi, dapat disebabkan oleh factor
keturunan, lidah yang besar dan oklusi gigi yang traumatis (Rahardjo, 2012).

3.2.5 Klasifikasi Maloklusi menurut Angle


1. Klas I
Maloklusi dengan molar pertama permanen bawah setengah lebar tonjol lebih
mesial terhadap molar pertama permanen atas. Relasi lengkung gigi semacam ini
biasa disebut juga dengan istilah nektroklusi. Kelainan yang menyertai dapat berupa
gigi berdesakan, proklinasi, gigitan terbuka anterior dan lain-lain.
2. Klas II
Lengkung bawah minimal setengah lebar tonjol lebih posterior dari relasi yang
normal terhadap lengkung geligi atas dilihat pada relasi molar. Relasi seperti ini biasa
disebut juga distoklusi.
Maloklusi klas II dibagi menjadi dua divisi menurut inklinasi insisivi atas.
Divisi 1: insisivi atas proklinasi atau meskipun insisivi atas inklinasinya
normal tetapi terdapat jarak gigit dan tumpang gigit yang bertambah.
Divisi 2: insisivi sentral atas retroklinasi. Kadang-kadang insisivi lateral
proklinasi, miring ke mesial atau rotasi mesiolabial. Jarak gigit biasanya dalam batas
normal tetapi kadang-kadang sedikit bertambah. Tumpang gigit bertambah. Dapa juga
keempat insisivi atas retroklinasi dan kanisnus terletak di bukal.
3. Klas III
Lengkung bawah setidak-tidaknya satu lebar tonjol lebih ke mesialdaripada
lengkung geligi atas bila dilihat dari relasi molar pertama permanen. Relasi lengkung
geligi semacam ini biasa disebut mesioklusi. Relasi anterior menunjukkan adanya
gigitan terbalik
Angle hanya membuat klasifikasi maloklusi dalam jurusan sagital pada hal
maloklusi juga bisa terjadi dalam jurusan transversal dan vertikal. Kelainan dalam
jurusan transversal berupa gigitan silang posterior, baik yang dental maupun yang
skeletal. Kelainan dalam jurusan vertikal bisa berupa gigitan dalam dan gigitan
terbuka anterior ataupun poosterior, dental maupun skeletal.(Rahardjo, 2009).

Gambar 1. Maloklusi
3.3 Diagnosis Orthodontik
Dignosis ditetapkan berdasarkan atas pertimbangan data hasil pemeriksaan secara
sistematis. Data diagnostik yang paling utama harus dipunyai untuk dapat menetapkan
diagnosisis adalah data pemeriksaan klinis meliputi pemeriksaan subyektif dan obyektif serta
data pemeriksaan dan pengukuran pada model studi, sedangkan Graber (1972)
mengelompokkan menjadi (Ardhana, 2008):
1. Kriteria Diagnostik Esensial (Essential Diagnostic Criteria)
a. Anamnesis dan Riwayat kasus (case history)
b. Pemeriksaan / Analisis klinis :
- Umum / general : Jasmani, Mental
- Khusus / lokal : Intra oral, Extra oral
c. Analisis model studi : Pemeriksaan dan pengukuran pada model studi:
- Lebar mesiodistal gigi-gigi
- Lebar lengkung gigi
- Panjang / Tinggi lengkung gigi
- Panjang perimeter lengkung gigi
d. Analisis Fotometri (Photometric Analysis):
Pemeriksaan dan pengukuran pada foto profil dan foto fasial pasien, meliputi :
- Tipe profil
- Bentuk muka
- Bentuk kepala
e. Analisis Foto Rontgen (Radiographic Analysis):
- Foto periapikal
- Panoramik
- Bite wing (Ardhana, 2008)

2. Kriteria Diagnostik Tambahan (Supplement Diagnostic Criteria)


a. Analisis Sefalometrik (Cephalometric Analysis):
- Foto lateral (Lateral projection) untuk anlisis profil
- Foto frontal (Antero-posierior projection) untuk anlisis fasial
- Dll
b. Analisis Elektromyografi (EMG) : Untuk mengetahaui abnormalitas tonus dan
aktivitas otot-otot muka dan mastikasi.
c. Radiografi pergelangan tangan (Hand-wrist Radiografi): Untuk menetapkan
indeks karpal yaitu untuk menentukan umur penulangan.
d. Pemeriksaan Laboratorium: Untuk menetapkan basal metabolic rate (BMR),
Tes indokrinologi, dll (Ardhana, 2008)

Sebelum melakukan perawatan pasien setelah melakukan tahapan-tahapan


pemeriksaan, pengukuran dan perhitungan kita akan menetapkan dignosis dari kasus yang
dihadapi. Diagnosis dirumuskan dalam suatu kalimat yang khas yaitu dalam bentuk kalimat
pernyataan (Ardhana, 2008)

3.3.1 Analisis umum


Biasanya pada bagian awal suatu status pasien tercantum nama, kelamin,umur dan alamat
pasien. Kelamin dan umur pasien sebagai identitas pasien juga sebagai data yang berkaitan
dengan pertumbuhkembangan dentomaksilofasial pasien, misalnya perubahan fase geligi dari
fase geligi sulung ke fase geligi pergantian akhirnya fase geligi permanen. Juga adanya
perbedaan pertumbuh kembangan muka pria dan wanita , demikian juga ada perbedaan
pertumbuhkembangan pada umur tertentu pada kelamin yang sama.
Keluhan utama pasien biasanya tentang keadaan susunan giginya, yangdirasakan kurang baik
sehingga mengganggu estetik dentofasial danmempengaruhi status social serta fungsi
pengunyahannya. Pada tahap inisebaiknya dokter gigi mendengarkan apa yang menjadi
keluhan seorang pasiendan tidak mengambil kesimpulan secara sepihak tentang apa yang
menjadikeluhan seorang pasien ; misalnya meskipun terjadi diastema sentral rahang atastetapi
kalau pasien tidak merasa terganggu dengan adanya diastema tersebut,seorang dokter gigi
tidak bole serta merta mengatakan bahwa pasien inimembutuhkan perawatan orrthodontik
karena adanya diastema tersebut.Sebaiknya secara wajar dokter gigi bertanya kepada
pasiennya : apakah ada yangdirasa mengganggu berkaitan dengan susunan gigi dan
wajahnya. Seorang dokter gigi dapat setuju ataupun tidak setuju dengan apa yang dikatakan
oleh pasiennyaakan tetapi sebaiknya tidak dikomentari terlebih dahuku. Pada tahap ini
tujuan pertanyaan adalah untuk mengetahui apa yang dipentingkan oleh pasien
Keadaan sosial
Keadaan ini sukar diperoleh disebabkan orang tua pasien kadang-kadang enggan menjawab
kondisi emosional anaknya. Pertanyaan dapat diganti misalkan menanyakan bagaimana
prestasi di sekolah.prestasi disekolah dapat menggambarkan kemampuan pasien untuk ikut
berperan dalam perawatan ortodontik. Pasien dengan kemampuan terbatas mungkin lebih
baik memakai peranti cekat yang tidak membutuhkan partisipasi pasien daripada memakai
peranti lepasan untuk kasus yang sama.
Riwayat kesehatan pasien dan keluarga
Perlu diketahui riwayat kesehatan pasien sejak dilahirkan sampai pasien datang untuk
perawatan.
Maloklusi merupakan penyimpangan dari proses pertumbuhkembangan yang normal.
Meskipun demikian diperlukan pemeriksaan medis yang teliti untuk mengetahui status
kesehatan pasien secara umum. Beberapa pertanyaan yang diperlukan dapat diajukan kepada
pasien/orang tua pasien , antara lain sebagai berikut
1. Apakah pernah mendapat trauma didaerah muka dan kepala dan apakah sampai
memerlukan tindakan operatif
2. Apakah mempunyai masalah dengan jantung dan demam rhemtodi . hal ini perlu
diketahui sebagai pertimbangan apabila pasien memerlukan pemasangan cincin/
gelang/ band pada piranti vcekat atau pelepasan cincin perlu diberipengobatan untuk
pencegahan adanya endokarditisnbakterial subakut
3. Apakah pasien menderita diabetes. Diabetes terkontrol merupakan kontraindikasi
perawatan ortodontik, tetapi memerlukan pengawaassan yang sekaama karena pada
penderita diabetes kerusakan jaringan periodontal lebih mudah terjadi dengan adanya
kekuatan dari peranti ortodontik
4. Adanya tonsil ataupun tonsil yang pernah diambil dapat merupakan petunjuk
kemungkinan adanya gangguan pernapasan
5. Perawatan ortodontik padda penderita epilepsi perlu ditunda dahulu sampai keadaan
ini dapat diatasi. Demikian pula dengan pasien kelainan darah bila pasien
membutuhkan pencabutan gigi untuk perawatan ortodonti
6. Kesehatan gigi orang tua dapat menjadi indikator kesehatan gigi psien, misalnya
adanya kariess, dan penyakit periodontal
7. Untuk memudahkan mencatat informasi yang dibutuhkan sebaiknya dibuat borang/
formulir isian tentang apa saja yang akan ditanyakan.

Berat Badan dan Tinggi Badan


Berat Badan dan Tinggi Badan : dari ini diharapakan dapat diketahui apakah
pertumbuhkembangan pasien normal sesuai dengan umur dan jenis kelaminnya. Data
ini diperoleh dengan pengukuran sendiri atau memintanya kepada dokter yang merawt anak
tersebut
Ras : pemeriksaan ini dimaksudkan untuk mengetahui cirri – ciri fisik pasien karena setiap
ras mempunyai cirri – ciri fisik tertentu.
Bentuk Skelet :
Seseorang yang langsing dengan sedikit jaringan otot atau lemak digolongkan sebagai
ektomorfik. Pada individu ini yang dominan adalah kulit dan saraf yang berasal dari
ektoderm. Seseorang yang berotot digolongkan sebagai mesomorfik dan orang yang pendek
dengan otot yang kurang berkembang akan tetapi mempunyai lapisan lemak yang disebut
endomprfik. Anak dengan bentuk skelet ektomorfik mencapai kematangan lebih lambat
daripada anak dengan tipe skelet endomorfik maupun mesomorfik.
- Penyakit Anak : meskipun biasanya dapat menderita berbagai penyakit akan tetapi
dalam hal ini yang perlu diketahui adalah penyakit anak yang dapat mengganggu
pertumbuhkembangan normal seorang anak.
Penyakit dengan panas badan yang tinggi dapat menyebabkan jadwal waktu
pertumbuhkembangan gigi pada masa bayi dan anak-anak. Penyakit sistemik lebih
berpengaruh pada kualitas gigi daripada kuantitas pertumbuhkembangan gigi. Suatu
maloklusi dapat merupakan akibat sekunder kelainan otot dan beberapa kelainan
neuropati . bila dikethui seorang anak mempunyai penyakit sistemik maka dokter gigi
perlu melakuakan konsultasi dengan dokter anak yang merawat agar jalannya
perawatan ortodonti tidak berpengaruh.

- Alergi : Dari riwayat alergi yang didapat juga dapat diketahui bahwa pasien
tidak memiliki riwayat alergi yang akan mempengaruhi perwatan orthodontic
yang akan dilakukan.
Alergi terhdap bahan perlu diketahui oleh operator dengan jalan menanyakan pada
pasien atau orang tua pasien. Pada pemeriksaan pasien perlu ditanyakan apakan ada
alergi terhadap obat-obatan , produk kesehatan atau lingkungan.
Peranti ortodontik mengandung bahan-bahan yang mungkin menyebabkan alergi,
misalnya pada pasien yang menggunakan peranti cekat ada kemungkinan alergi
terhadap nikel (Ne) yang banyak dipakai pada bahan-bahan peranti cekat.
- Kelainan endokrin : kelainan endokrin yang terjadi pralahir dapat mewujudkan pada
hipoplasia gigi. Kelainan endokrin pascalahir dapat menyebabkan percepatan atau
hambatan pertumbuhan muka, memengaruhi derajat pematangan tulang, penutupan
sutura, resorpsi akar gigi sulung dan erupsi gigi permanen. Membran periodontal dan
gusi sangat sensitif terhadap beberapa disfungsi endokrin dan keadaan ini dapat
berakibat langsung pada gigi
- Tonsil : bila tonsil dalam keadaan radang, dorsum lidah dapat menekan tonsil
tersebut. Untuk menghindari keadaan ini mandibula secara refleks diturunkan,gigi
tidak kontak sehingga terdapat ruangan yang lebih luas untuk lidah dan biasanya
terjadi pendorongan lidah kedepan saat menelan. Tonsil yang besar apalagi dalam
keadaan bengkak dapat dapat mempengaruhi posisi lidah. Kadang-kadang lidah
terletak ke anterior sehingga mengganggu fungsi menelan. Anak-anak dengan tonsil
yang membesar menunjukkan bentuk lengkung geligi yang berbentuk huruf v karena
adanya posisi lidah yang turun dan berubahnya keseimbangan kekuatan yang
memberikan padansegmen bukal maksila .
- Kelainan saluran napas
Seseorang disebut sebagai penapas mulut apabila pada keadaan istirahat maupun pada
saat melakukan kegiatan selalu bernafas melalui mulut. Ada anggapan di kalangan
praktisi ortodontik bahwa seseorang yang bernafas melalui mulut dapat berpengaruh
terhadap pertumbuhan kraniofasial dan letak gigi.
Pasien yang bernafas pada mulut akan mengalami kesukaran pada saat dilakukan
pencetakan untuk membuat model studi maupun model kerja. Selain itu pasien yang
bernafas melalui mulut akan mempunyai palatum yang dalam, maksila yang sempit
sehingga kadang-kadang didapatkan gigitan silang posterior.
Cara pemeriksaaan
1. Perhatikan cara pasien bernafas pada saat pasien istirahat tanpa diketahui oleh
pasien. Hal ioni dapat dilakukan pada saat apa saja misalnya bila pasien sudah
duduk dikursi , sambil mempersiapkan keperluan untuk mencetak operator dapat
memperhatikan cara bernafas pasien.
2. Mintalah pasien untuk bernafas yang dalam. Kebanyakan pasien penapas mulut
akan menghirup napas melalui udara
3. Tempatkan kaca mulut dibwah lubang hidung. Pada penapas mulut kaca tersebut
tidak buram karena tidak ad aliran udara dari lubang hidung. Padapenapas hidung
kaca mulut akan buram

3.3.2 Analisis Lokal


Analisis lokal terdiri atas analisis ckstraoral dan analisis intraoral, untuk mengetahui lebih
terperinci keadaan yang menunjang penentuan diagnosis. Analisis ekstraoral meliputi bentuk
kepala, simetri wajah, tipe wajah, tipe profil, bibir, fungsi bicara, kebiasaan jelek sedangkan
analisis intraoral meliputi lidah, palatum, kebersihan mulut, karies dan gigi yang ada.

3.2.3.1 Pemeriksaan Ekstraoral


Bentuk Kepala
Bentuk kepala perlu dipelajari karena bentuk kepala ada hubungannya dengan bentuk muka,
palatum maupun bentuk lengkung geligi. Bentuk kepala ada 3, yaitu: dolikosefalik (panjang
dan sempit), mesosefalik (bentuk rata-rata) dan brakisefalik (lebar dan pendek).
Bentuk kepala yang dolikosefalik juga akan membentuk muka yang sempit, panjang dan
protrusif. Muka seperti ini disebut leptoprosop/sempit. Fosa krania anterior yang panjang dan
sempit akan menghasilkan lengkung maksila dan palatum yang sempit, panjang dan dalam.
Sebaliknya kepala yang brakisefalik akan membentuk muka yang lebih besar, kurang
protrusif dan ini disebut muka yang euriprosop/lebar. Pada bentuk kepala yang brakisefalik
akan didapatkan fosa krania anterior yang lebar dan pendek yang selanjutnya akan
menghasilkan lengkung maksila dan palatum yang lebar, pendek dan lebih dangkal.
Palatum merupakan bentuk proyeksi dari fosa kranial anterior, sedangkan bentuk
lengkung maksila ditentukan oleh perimeter palatum. Nampaknya terdapat hubungan antara
otak, basis kranium dengan bentuk palatum dan bentuk lengkung geligi.
Untuk menentukan tipe kepala sebaiknya tidak hanya mengandalkan pengamatan tetapi
melakukan pengukuran untuk menetapkan indeks sefalik, yang bisa dihitung dengan rumus:
Lebar kepala x 100
Indeks Sefalik = __________________
Panjang Kepala
Indeks untuk kepala yang dolikosefalik adalah < 0,75 sedangkan yang brakisefalik > 0,80;
mesosefalik merupakan tipe kepala dengan indeks sefalik antara 0,76 - 0,79.
Indeks kranial merupakan istilah untuk pengukuran indeks tengkorak kering sedangkan
indeks sefalik digunakan untuk pengukuran pada kepala manusia yang masih hidup. Hanya
terdapat sedikit perbedaan antara indeks kranial dan indeks sefalik.

Gambar 2 Kepala yang brakisefalik Gambar 3. Kepala dolikosel'alik


Simetri Wajah
Wajah pasien dilihat dari depan untuk memeriksa proporsi lebar mata, hidung dan mulut,
juga untuk melihat apakah wajah simetri atau asimetri dan proporsi ukuran vertikal. Pada
dasarnya muka manusia tidak simetri secara bilateral akan tetapi tidak mencolok sehingga
menimbulkan kesan simetri. Keadaan ini bisa dilihat bila foto muka dibelah pada garis
median kemudian tiap titik di sisi kanan diproyeksikan ke kiri demikian juga untuk belahan
kiri diproyeksikan ke kanan akan didapatkan foto dua individu yang berlainan dengan foto
aslinya. Hal ini berbeda dengan adanya deviasi hidung atau dagu ke salah satu sisi sehingga
menimbulkan disproporsi yang parah dan mengganggu estetik. Adanya sedikit deviasi dalam
arah vertikal merupakan variasi dan hendaknya dibedakan dari disproporsi kurang
panjangnya muka bagian tengah dan bawah.
Menurut Houston dkk., (1992) dengan melihat muka pasien dari depan bila terdapat
asimetri dengan mudah akan dapat dikenali adanya asimetri rahang terhadap muka secara
keseluruhan. Muka yang tidak simetri dapat merupakan variasi biologis, keadaan patologis
alun pun kelainan kongenital.

Gambar 4. Wajah yang asimetris

Pemeriksaan wajah dari arah depan


Proporsi tinggi dan lebar wajah (indeks wajah) lebih penting daripada ukuran absolut
wajah. Pasien dengan gigitan terbuka anterior disertai tinggi muka bagian bawah yang besar
kadang-kadang mempunyai muka bagian bawah yang panjang tetapi kadang-kadang juga
tidak, tergantung pada lebar wajah. Perbedaan tipe wajah dan tipe badan perlu diperhatikan
bila memeriksa proporsi wajah, karena variasi dari rata-rata rasio masih dapat memberikan
estetik wajah yang baik. Juga perlu diingat adalah mencegah perawatan yang dapat
mengubah rasio tinggi dan lebar dalam j urusan yang tidak benar, misalnya pemakaian elastik
antarrahang yang mempunyai efek rotasi mandibula ke bawah pada pasien yang mempunyai
wajah yang panjangnya melebihi lebarnya. Perlu juga memeriksa garis median wajah yang
diproyeksikan pada model studi. Hal ini perlu unluk menentukan pergeseran median
lengkung geligi terhadap median wajah.

Tipe Wajah
Kompleks muka berhubungan dengan basis kranium, oleh karena itu pertumbuhan basis
kranium pada lahap awal menentukan pola dimensi, sudut dan topografi muka. Kepala yang
dolikosefalik membentuk muka yang sempit, panjang dan protrusif yang disebut muka
sempit/leptoprosop; sebaliknya kepala yang brakisefalik menentukan muka yang lebih datar,
kurang protrusif disebut muka yang lebar/euriprosop. Di antara kedua tipe tersebut terdapat
muka yang sedang/mesoprosop.

Indeks wajah dapat dihitung dengan minus:


lebai wajah x 100
Indeks wajah =
panjang wajah

Gambar 5. Tipe muka A. leptoprosop H mesoprosop C. eunprosop

Tipe Profil
Pemeriksaan profil mempunyai arti yang penting karena proporsi skeletal jurusan
anteroposterior maupun vertikal dapat terlihat dari pemeriksaan ini. Pemeriksaan profil
secara teliti akan memberikan kesan hampir seperti pemeriksaan pada sefalogram lateral,
meskipun tidak terperinci. Pemeriksaan profil dapat membedakan secara klinis pasien
dengan keadaan yang parah dari mereka yang mempunyai muka baik alau cukup baik.
Pemeriksaan ini vital bagi mereka yang ingin merawat pasien Inikan hanya untuk ortodontis.
Kecembungan atau kecekungan muka menunjukkan disproporsi rahang. Hal ini dapat
diketahui dengan mendudukkan pasien dalam keadaan natural headposition (NHP) baik
waktu duduk legak atau pun berdiri tegak, pandangan mata ditujukan ke pada titik yang jauh.
Kemudian ditarik 2 garis: dari pangkal hidung ke dasar bibir atas dan dari dasar bibir atas ke
dagu. Pada keadaan muka lurus/straight face kedua garis ini membentuk garis lurus, pada
muka cembung/convexface garis pertama lurus garis kedua membentuk sudut karena dagu
terletak lebih posterior. Pada muka cekungIconcave face letak dagu lebih ke anterior.

Tipe profil dibagi dalam 3 (ipc: cekung, lurus dan cembung. Profil yang cembung
mengarah kc maloklusi kelas II yang dapat disebabkan rahang atas yang lebih anterior atau
mandibula yang lebih posterior. Muka yang cekung mengarah ke maloklusi kelas III yang
dapat disebabkan rahang atas lebih posterior atau rahang bawah lebih anterior.

A B C
Gambar 6 Tipe profil A. cekung, B. lurus dan C. cembung
■Pemeriksaan yang saksama pada profil menghasilkan informasi yang hampir sama
(meskipun tidak terlalu terperinci) dengan sefalometri lateral. Ada tiga tujuan utama
pemeriksaan profil, yaitu
1) menentukan posisi rahang dalam jurusan sagital
2) evaluasi bibir dan letak insisivi
3) evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibula.
Pertama kali perlu ditentukan posisi rahang dalam jurusan anteroposterior. Bila profil
lurus tidak masalah apakah garis tersebut condong ke anterior (anterior divergent) atau ke
posterior (posterior divergent). Hal ini dipengaruhi oleh ras pasien; pada orang Timur
cenderung terjadi condong ke anterior sedangkan orang Eropa Utara cenderung condong ke
posterior. Profil yang lurus tidak menimbulkan masalah sedangkan profil yang cekung dan
cembung biasanya bermasalah. Perlu diingat bahwa profil orang Deuteromalayu agak
cembung sedikit.
Yang kedua adalah evaluasi bibir dan letak insisivi. Pada pemeriksaan seperti ini akan
diketahui apakah insisivi protrusif atau retrusif. Insisivi yang protrusif lebih sering terjadi
daripada yang retrusif. Insisivi yang protrusif menempati tempat yang lebih besar sehingga
kemungkinan terletak berdesakan lebih kecil sedangkan letak insisivi yang tegak atau pun
retrusif memungkinkan terjadinya letak berdesakan. Pada keadaan yang ekstrim gigi dapat
terletak sangat protrusif sehingga memengaruhi letak dan fungsi bibir. Keadaan ini sering
disebut protrusi dentoalveolar bimaksila, yang berarti gigi atas dan bawah protrusi. Keadaan
seperi i mi sering disebut protrusi bimaksila. suatu istilah yang kurang tepat karena yang
protrusi adalah giginya dan bukan rahangnya. Untuk mengetahui seberapa banyak
menonjolnya gigi merupakan hal yang sukar bila hanya melihat profil saja, akan tetapi
dengan melihat profil dapat dibayangkan letak bibir dan gigi.
Ketiga adalah evaluasi proporsi wajah dalam arah vertikal dan sudut mandibula.
Meskipun proporsi vertikal dapat dilihat pada pemeriksaan wajah dari depan akan tetapi
inforrpasi yang didapat lebih akurat bila dilihat pada profil.

Gambar 7. Proporsi muka bagian atas (GSn) dan bawah SnMe) = (45%):(55%)

Pada pemeriksaan klinis sudut yang terbentuk oleh garis mandibula dan garis horisontal
perlu diperhatikan. Hal ini penting karena sudut yang besar menggambarkan dimensi vertikal
muka bagian anterior yang panjang dan kemungkinan adanya gigitan terbuka, sedangkan
sudut yang kecil menunjukkan adanya tinggi muka anterior yang pendek serta kemungkinan
adanya gigitan dalam. Bidang mandibula dapat dilihat dengan meletakkan jari atau gagang
kaca mulut pada tepi bawah mandibula.
Pemeriksaan klinis yang dilakukan dengan cara ini hanya membutuhkan waktu beberapa
menit tetapi memberikan informasi yang tidak dapat diperoleh dari pemeriksaan radiografi
dan model geligi. Oleh karena alasan utama perawatan ortodontik biasanya adalah untuk
mengatasi masalah psikologis yang berhubungan dengan tampilan wajah dan geligi, evaluasi
estetik merupakan bagian penting pemeriksaan klinis. Wajah yang mengalami distorsi dan
asimetri merupakan gangguan terbesar pada estetik wajah, sedangkan disproporsi wajah
masih dapat diterima meskipun tidak selalu baik. ■

Bibir
Pada ilmu ortodonti jaringan lunak yang berpengaruh adalah pipi, bibir dan lidah. Bentuk
dan aktivitas jaringan tersebut memainkan peranan yang penting dalam menentukan bentuk
lengkung geligi. Letak keseimbangan gigi sebagian ditentukan oleh keseimbangan antara
pipi, bibir dan lidah. Kekuatan yang mengenai gigi sebagian ditentukan oleh letak jaringan
dan sebagian oleh aktivitas jaringan ini. Letak bibir dan pipi lebih berpengaruh daripada
kekuatan yang bersifat sementara yang dihasilkan oleh kekuatan otot. Ukuran dan relasi
rahang berpengaruh terhadap ukuran dan bentuk lengkung geligi, sedangkan kekuatan
oklusal memainkan peranan dalam menentukan letak gigi secara individual.
Perlu dipahami bahwa suatu maloklusi sebenarnya merupakan suatu keadaan
keseimbangan sehingga perawatan ortodontik harus direncanakan untuk menjaga
keseimbangan tersebut, (iigi bawah nampaknya lebih sensitif terhadap perubahan
keseimbangan jaringan lunak dan nampaknya lebih aman untuk tetap menjaga bentuk
lengkung geligi rahang bawah. Jangan melebarkan lengkung geligi rahang bawah atau
mengubah letak labiolingual insisivi bawah yang normal.
Bila hubungan rahang dan morfologi jaringan lunak normal, lengkung bawah dalam
keseimbangan dengan jaringan lunak serta gigi atas dalam hubungan oklusal yang baik
dengan gigi bawah, keadaan ini akan menghasilkan keseimbangan. Bila terdapat
ketidaksesuaian hubungan rahang letak keseimbangan pada gigi atas dapat berbeda dengan
gigi bawah, misalnya bila rahang atas relatif sempit maka terdapat gigitan silang posterior
bilateral. Bila rahang atas dilebarkan terlalu banyak maka keadaan ini tidak stabil dan akan
terjadi relaps bila perawatan dengan memakai peranti telah selesai. Bila terdapat gigitan
silang posterior unilateral karena ada displacement mandibula pada saat mandibula menutup,
hanya diperlukan ekspansi transversal posterior maka akan didapatkan hasil yang stabil bila
terdapat hubungan antartonjol yang baik.
Bila bibir cukup panjang untuk dapat mencapai kontak bibir atas tanpa kontraksi otot pada
saat mandibula dalam keadaan istirahat disebut bibir yang kompeten. Bila diperlukan
kontraksi otot untuk mencapai kontak bibir atas dan bawah pada saat mandibula dalam
keadaan istirahat dinamakan bibir yang tidak kompeten. Kebanyakan orang dewasa memiliki
bibir yang kompeten atau sedikit kompeten akan tetapi biasanya dapat kontak dengan sedikit
kontraksi otot. Pada beberapa individu dengan tinggi muka bagian bawah melebihi ukuran
normal sehingga bibir menjadi tidak kompeten. Pada keadaan ini biasanya bibir terbuka.
Anterior seal yang normal didapatkan dari kontak bibir atas dan bawah, akan tetapi bila
didapatkan jarak gigit yang besar bibir menjadi tidak kompeten dan untuk mendapatkan
anterior seal diperlukan kontraksi otot-otot yang kuat. Bila terdapat jarak gigit yang
bertambah dalam derajat sedang dan bibir cukup panjang, kadang-kadang mandibula
dimajukan ke depan untuk mendapatkan.v«// tanpa kontraksi otot secara berlebihan. Bila
bibir sangat tidak kompeten maka diperlukan upaya otot yang berlebihan untuk mendapatkan
seal agar didapat kontak antara bibir bawah dan lidah. Pasien dengan bibir yang potensial
untuk dapat berkontak dengan mudah akan tetapi bibirnya membuka (tidak berkontak)
dinamakan bibir yang potensial kompeten.

A B
Gambar 8. A. Bibir kompeten B. bibir tidak kompeten

■ Agak sukar menentukan seberapa protrusif gigi atas secara visual akan tetapi bila
mengerti hubungan letak bibir dan letak insisivi dapat memberi gambaran yang lebih mudah.
Gigi dapat menjadi protrusif bila terdapat dua keadaan di bawah ini: (1) bibir yang ke
anterior (2) bibir tidak berkontak antara 3^4 mm pada saat istirahat, yang biasa dinamai bibir
yang tidak kompeten. Dengan kata lain insisivi yang sangat protrusil' menyebabkan bibir ke
anterior dan tidak berkontak pada saat istirahat sehingga pasien harus menegangkan bibirnya
agar dapat terjadi kontak bibir atas dan bawah, menutupi insisivi yang protrusif. Untuk
pasien seperti ini bila insisivi diretraksi ke palatal akan didapat estetik muka yang baik
maupun fungsi bibir yang baik. Sebaliknya bibir yang ke anterior tetapi dapat berkontak
menutupi insisivi yang protrusif tanpa ketegangan, posisi bibir seperti itu tidak terpengaruh
oleh posisi insisivi. Pada individu seperti itu, retraksi insisivi tidak akan banyak memberi
pengaruh pada fungsi bibir maupun estetik wajah karena bibir akan tetap ke anterior.
Sebagaimana divergensi muka, bibir yang ke anterior juga sangat dipengaruhi oleh
karakteristik ras dan etnik. Bangsa kulit putih Eropa utara biasanya mempunyai bibir yang
tipis, serta insisivi dan bibir yang tidak terlalu ke anterior. Bangsa kulit putih Eropa selatan
dan Timur tengah mempunyai bibir dan insisivi yang lebih anterior dari orang kulit putih
Eropa utara. Bibir dan insisivi yang lebih anterior merupakan kondisi normal pada orang
Asia dan kulit hitam. Hal ini berarti bibir yang sedikit lebih anterior pada orang kulit putih
merupakan keadaan yang wajar bagi orang Asia dan kulit hitam atau malahan dianggap
retrusi, sedangkan letak insisivi yang normal untuk orang Asia dan kulit hitam dianggap
sangat protrusif untuk orang kulit putih.

Fungsi Bicara
Meskipun dokter gigi bukanlah seorang speech pathologist akan tetapi dokter gigi
hendaknya terbiasa dengan beberapa teknik sederhana untuk menganalisis cara bicara
seorang pasien (anak), sehingga anak dengan gangguan bicara dapat dirujuk ke yang lebih
berkompeten untuk didiagnosis atau untuk terapi. Terdapat hubungan maloklusi dengan
kelainan bicara akan tetapi karena adanya mekanisme adaptasi, anak dengan maloklusi yang
parah tetap dapat berbicara dengan tanpa gangguan.
Pertumbuhan fungsi mulut menuju fungsi yang normal secara umum berkembang dari
anterior ke posterior. Pada saat lahir bibir relatif sudah berkembang matang dan dapat
menghasilkan isapan yang kuat sedangkan struktur di posterior belum matang. Dalam
perkembangan selanjutnya aktivitas yang lebih banyak dan lebih kompleks terjadi pada
bagian posterior lidah dan juga pada struktur faring. Prinsip ini juga berlaku pada fungsi
bicara. Awalnya suara yang dihasilkan adalah suara bilabial, misalnya p, b. Kemudian
konsonan ujung lidah seperti t, d, menyusul suara sibilan (s, z) yang mengharuskan
penempatan lidah dekat tetapi tidak menyentuh palatum dan yang terakhir adalah suara r
yang membutuhkan penempatan bagian posterior lidah yang tepat, yang kadang-kadang
tidak tercapai pada usia 4-5 tahun.

Kebiasaan Jelek
Kebiasaan jelek perlu diperiksa karena kebiasaan jelek dapat menjadi penyebab suatu
maloklusi. Tidak semua kebiasaan jelek dapat menyebabkan maloklusi. Ada tiga syarat yang
harus ada pada suatu kebiasaan jelek agar dapat menghasilkan suatu maloklusi yaitu:
lamanya kebiasaan berlangsung, frekuensi yang cukup serta intensitas melakukan kebiasan
tersebut. Maloklusi yang terjadi tergantung pada kebiasaan jelek tersebut, misalnya
kebiasaan jelek menghisap ibu jari akan menghasilkan maloklusi yang berbeda dengan
kebiasaan mengisap bibir bawah. Beberapa macam kebiasaan jelek, misalnya: mengisap jari
atau ibu jari, mengisap bibir atau menggigit bibir, menggigit kuku.

■Sebagian anak mempunyai kebiasaan mengisap sesuatu (misalnya jari) yang tidak

Gambar 9. Ilustrasi jari yang diisap menekan insisif atas ke labial dan
insisif bawah ke lingual
memberi nilai nutrisi (non-nulritive), sebagai suatu kebiasaan yang dapat dianggap wajar.
Akan tetapi kebiasaan mengisap yang berkepanjangan akan menghasilkan maloklusi.
Sebagai panduan umum, kebiasaan mengisap yang dilakukan pada masa geligi sulung hanya
akan menimbulkan efek yang sedikit atau tidak akan menimbulkan maloklusi. Bila kebiasaan
ini diteruskan sampai gigi permanen erupsi maka dapat berakibat protrusi, diastema, insisivi
bawah yang linguoversi, gigitan terbuka anterior, lengkung atas yang sempit.
Keadaan ini dapat terjadi karena adanya tekanan langsung dari jari dan perubahan pola bibir
dan pipi pada saat istirahat. Bila seorang anak menempatkan ibu jari di antara insisivi bawah
dan atas, biasanya dengan sudut tertentu, maka akan terdapat dorongan insisivi bawah ke
lingual sedangkan insisivi atas ke labial. Tekanan langsung ini dianggap menyebabkan
perubahan letak insisivi. Ada beberapa variasi maloklusi tertentu tergantung jari yang diisap
dan juga penempatan jari yang diisap. Sejauh mana gigi berpindah tempat berkorelasi
dengan lamanya pengisapan per hari daripada oleh besarnya kekuatan pengisapan. Seorang
anak yang mengisap kuat-kuat tetapi hanya sebentar tidak terlalu banyak berpengaruh pada
letak giginya; sebaliknya seorang anak yang mengisap jari meskipun dilakukan tidak terlalu
kuat tetapi dalam waktu yang lama (misalnya selama tidur malam masih menempatkan jari
di dalam mulut) dapat menyebabkan maloklusi yang nyata.
Gigitan terbuka anterior yang disebabkan mengisap jari didapat dari kombinasi adanya
halangan pertumbuhan normal insisivi ke arah vertikal dan erupsi berlebihan gigi posterior.
Bila jari diletakkan di antara insisivi bawah dan atas maka mandíbula harus diturunkan
untuk mengakomodasi adanya jari. Jari ini menghalangi pertumbuhan insisivi ke vertikal dan
pada saat yang sama rahang atas dan bawah terbuka menyebabkan perubahan relasi vertikal
gigi posterior atas dan bawah sehingga gigi posterior bererupsi melebihi yang semestinya.
Karena kondisi geometri rahang, 1 mm pertambahan tinggi vertikal gigi posterior
menyebabkan pembukaan 2 mm di anterior.
Adanya tekanan negatif pada rongga mulut pada saat pengisapan diperkirakan menjadi
penyebab penyempitan lengkung geligi rahang atas yang biasanya menyertai gigitan terbuka,
meskipun pendapat ini masih diragukan. Pendapat lain mengatakan bahwa bentuk lengkung
geligi dipengaruhi oleh perubahan keseimbangan tekanan dari pipi dan lidah. Bila jari
ditempatkan di antara gigi atas dan bawah, lidah terpaksa diturunkan yang menyebabkan
turunnya tekanan lidah pada sisi palatal geligi posterior atas. Pada saat yang sama tekanan
dari pipi meningkat dan musku lus businator berkontraksi pada saat mengisap. Tekanan pipi
paling besar pada sudut mulut dan mungkin keadaan ini dapat menjelaskan mengapa
lengkung maksila cenderung berbentuk huruf V dengan kontraksi pada regio kaninus
daripada molar. Kebiasaan mengisap yang melebihi batas ambang keseimbangan tekanan
dapat menimbulkan perubahan bentuk lengkung geligi akan tetapi sedikit pengaruhnya
terhadap bentuk rahang. Analog dengan penjelasan di atas agaknya sukar untuk diterima
bahwa tidur pada satu sisi dapat menyebabkan asimetri wajah dan menopang dagu pada saat
menerima pelajaran di sekolah dianggap dapat menyebabkan perubahan bentuk rahang.
Telah banyak ditelaah mengenai pengaruh mendorong lidah pada saat menelan
(menempatkan ujung lidah ke depan di antara insisivi atas dan bawah pada saat menelan).
Studi laboratoris mengungkapkan bahwa seseorang yang menempatkan ujung lidah ke depan
pada saat menelan tidak memiliki kekuatan dorongan lidah kepada gigi lebih besar daripada
mereka yang menempatkan ujung lidah di belakang. Istilah mendorong lidah merupakan
sesuatu istilah yang kurang benar, karena ada konotasi seolah-olah lidah didorongkan ke
depan dengan kuat. Penelanan bukan suatu kebiasaan yang dipelajari tetapi suatu integrasi
dan di bawah pengendalian fisiologis bawah sadar sehingga apa pun pola menelan tidak
dapat digolongkan ke dalam kebiasaan seperti kebiasaan yang lain. Seseorang dengan gigitan
terbuka anterior akan menempatkan lidah di antara insisivi atas dan bawah pada saat menelan
sehingga dianggap mendorong lidah sebagai penyebab gigitan terbuka anterior.
Pola menelan normal sudah dapat terlihat pada anak usia kurang lebih 3 tahun sampai usia
kira-kira 6 tahun. Menelan dengan mendorong lidah ke depan pada pasien dengan umur yang
lebih tua sepintas tampak seperti pola penelanan pada bayi sehingga anak-anak maupun
orang dewasa yang masih menelan dengan pola semacam ini (menempatkan lidah di antara
insisivi) disebut retainedinfantile swallow, yang diragukan kebenarannya. Hanya anak- anak
dengan kerusakan otak yang parah tetap mempunyai pola menelan seperti bayi, bagian lidah
belakang tidak atau sedikit sekali berperan. Pada individu semacam ini tidak didapatkan
suatu koordinasi gerakan pada bagian posterior lidah dan pengangkatan mandíbula
cenderung terjadi sebelum lidah digerakkan ke depan di antara insisivi, maka apa yang
disebut longue thrusting pada anak-anak adalah suatu transisi normal pada proses menelan.
Dalam transisi dari penelanan cara bayi ke dewasa seorang anak dapat dipastikan melewati
suatu fase penelanan yang khas yaitu adanya aktivitas otot menutup bibir, gigi posterior tidak
kontak dan lidah ke depan di antara insisivi. Kelambatan fase transisi ini dapat disebabkan
adanya kebiasaan mengisap jari.
Adanya gigitan terbuka anterior atau insisivi atas yang protrusi (yang biasa didapat pada
kebiasaan mengisap jari) ak¿in menyukarkan untuk mendapat anterior seal, yang
dimaksudkan untuk mencegah keluarnya makanan maupun cairan dari mulut, pada saat
menelan. Untuk mendapatkan anterior seal secara normal biasanya dilakukan dengan
mengatupkan bibir dan menempatkan lidah di palatal insisivi atas merupakan upaya yang
tepat. Dengan kata lain menempatkan lidah ke depan merupakan upaya adaptif fisiologis bila
terdapat gigitan terbuka anterior sehingga pada orang dengan gigitan terbuka biasanya juga
mempunyai kebiasaan menelan dengan mendorong lidah ke depan. Sesudah kebiasaan
mengisap berhenti maka gigitan terbuka akan menjadi baik secara spontan, meskipun lidah
masih terletak di anterior selama proses gigitan terbuka menutup, dan anterior seal didapat
dari bibir dan ujung lidah.
Dari teori keseimbangan, tekanan lidah yang ringan tetapi berlangsung lama pada gigi
dapat menyebabkan adanya perubahan letak gigi dan menghasilkan efek yang nyata.
Dorongan lidah yang hanya sebentar tidak akan menghasilkan perubahan pada letak gigi.
Tekanan lidah pada penelanan yang tidak benar hanya berlangsung kira-kira I detik.
Penelanan secara ini hanya terjadi kurang lebih 800 kali pada saat seseorang terjaga dan
hanya sedikit pada waktu tidur sehingga sehari hanya kurang dari 1000 kali. Tekanan selama
seribu detik (kurang lebih 17 menit) tidak cukup untuk memengaruhi keseimbangan.
Sebaliknya pasien yang meletakkan lidahnya ke depan sehingga memberikan tekanan yang
terus-menerus pada gigi, meskipun tekanan yang terjadi kecil tetapi berlangsung lama, dapat
menyebabkan perubahan letak gigi baik jurusan vertikal maupun horisontal. Yang lebih
menentukan adalah posisi kebiasaan lidah, apakah di depan ataukah normal. Pada pasien
yang posisi lidahnya normal pada saat istirahat, pendorongan lidah ke depan pada saat
menelan tidak banyak pengaruhnya terhadap letak gigi.

3.3.3.2 Pemeriksaan Intraoral


Pemeriksaan intraoral dimaksudkan untuk mengetahui keadaan jaringan keras dan lunak.
Pemeriksaan meliputi gigi dengan adanya karies, begitu pula dengan jaringan periodontal
yang merupakan pemeriksaan penting sebelum dimulainya perawatan ortodontik, terutama
kelainan mukogingiva. Pemeriksaan mukosa mulut meliputi mukosa pipi, palatum, lidah dan
dasar mulut. Bila ada kelainan dicatat dan apabila perlu dilakukan rujukan kepada yang lebih
berkompeten untuk dilakukan tindakan yang diperlukan.
Pada perawatan ortodontik komprehensif maupun penunjang keadaan jaringan
periodontal hendaknya harus terus mendapatkan perhatian. Insidensi penyakit periodontal
meningkat tajam pada pasien dewasa. Suatu studi menunjukkan bahwa menjelang usia 30
kebanyakan pasien mempunyai problema dengan jaringan periodontalnya, menjelang usia 40
tahun prevalensinya mencapai 75% dari semua pasien. Kelainan periodontal tahap awal
maupun lanjut tidak merupakan kontraindikasi perawatan ortodontik, yang penting adalah
kondisi jaringan periodontal harus tetap diperhatikan selama perawatan ortodontik .
Kondisi periodontal yang tidak normal yang biasa didapatkan pada pasien ortodontik
dapat digolongkan dalam dua golongan besar, yaitu 1) kelainan mukogingiva terutama
kurangnya attached gingiva dan 2) lesi radang pada gingiva dan periodonsium. Sebelum
perawatan ortodontik dimulai perlu didapatkan attached gingiva yang cukup untuk dapat
menahan kekuatan ortodontik dan keradangan hendaknya bisa diatasi. Pada pasien dewasa
perlu lebih sering dilakukan scaling, bisa sampai dua kali lebih sering daripada pada pasien
yang tidak dirawat ortodontik, misalnya seseorang yang membutuhkan scaling tiap 6 bulan
sekali, bila pasien tersebut dirawat ortodontik perlu dilakukan scaling setiap 3 bulan sekali.
Keadaan jaringan periodontal harus diusahakan dalam kondisi baik sebelum perawatan
ortodontik dimulai.
Adanya tulang yang cukup untuk menyangga gigi dengan baik perlu dipertimbangkan
dengan saksama. Bila tulang berkurang, periodontal ligamen juga berkurang sehingga
kekuatan yang optimal untuk menggerakkan gigi yang normal akan memberikan kekuatan
yang besar pada ligamen periodontal pada gigi dengan tulang pendukung yang kurang. Pada
keadaan ini kekuatan absolut untuk menggerakkan gigi harus dikurangi. Sebagai tambahan
semakin banyak kehilangan tulang penyangga semakin sedikit tulang yang menyangga gigi
dan pusat tahanan/center of resistance akan bergeser ke apikal. Secara umum pergerakan
gigi masih dimungkinkan tetapi dengan kekuatan yang kecil dan relatif diperlukan momen
yang lebih besar. Perlu waktu sekitar 6 bulan untuk memulihkan gingiva dari keradangan
sebelum perawatan ortodontik dimulai. Scaling, kuretase dan gingiva! graft mungkin
diperlukan untuk mengatasi keadaan ini. Penghilangan poeket dan penanganan kelainan
tulang secara pembedahan (osseous surgery) hendaknya ditunda sampai perawatan
ortodontik selesai karena dengan perawatan ortodontik akan terjadi perubahan jaringan
periodontal dan tulang penyangga.

Lidah
Pemeriksaan lidah meliputi ukuran, bentuk dan lungsi. Ukuran dan bentuk diperiksa secara
subjektif. Lidah yang besar bersifat individual; lidah yang besar untuk mulut seseorang
belum tentu merupakan lidah yang besar untuk orang lain. Tanda klinis untuk lidah yang
terlalu besar (makroglosi) terhadap lengkung geligi adalah adanya scalloping (yang
merupakan cetakan sisi lingual gigi pada lidah) pada tepi luar lidah. Jarang di jumpai lidah
yang kecil.
Gambar 10. Makroglosi
Letak lidah menyesuaikan dengan bentuk rongga mulut. Pada bayi lidah terletak di antara
bantalan gusi dan berkontak dengan bibir dan pipi. Penelanan terjadi dengan letak lidah tetap
seperti ini. Pada saat gigi-gigi bererupsi terjadi perubahan fungsi mulut, diperlukan
pengunyahan dan fungsi lidah berubah secara bertahap dari pola bayi ke pola yang lebih
dewasa. Hal ini berakhir ketika gigi sulung telah mencapai oklusi. Akan tetapi pada sebagian
kecil manusia keadaan ini tidak berubah yang akan dapat memengaruhi posisi insisivi.
■Menurut teori keseimbangan suatu objek yang dikenai kekuatan yang tidak seimbang
akan bergerak dari posisi semula. Suatu objek yang dikenai beberapa kekuatan tetapi tidak
bergerak dapat diartikan kekuatan yang mengenai objek tersebut dalam keadaan seimbang.
Gigi dapat dianggap dalam keadaan seimbang karena gigi tidak bergerak meskipun terdapat
beberapa kekuatan yang mengenai gigi. Bahkan ketika gigi bergerak, gigi akan bergerak
sangat lambat sehingga dapat dianggap setiap waktu terjadi keseimbangan statik.
Keseimbangan dapat terjadi meskipun gigi mendapat tekanan dari oklusal atau pun dari
lateral. Kekuatan kunyah yang besar tetapi berlangsung singkat akan ditahan oleh ligamen
periodontal beserta cairan yang ada di dalamnya yang berfungsi sebagai shock absorber
sehingga gigi tetap di tempatnya sedangkan tulang alveol bisa berubah bentuk Bila kekuatan
ini berlangsung beberapa detik akan menimbulkan rasa sakit sehingga secara refleks rahang
akan membuka dan kekuatan berkurang bahkan sampai hilang. Kekuatan yang besar tetapi
berlangsung singkat ini dalam jangka panjang tidak mempunyai pengaruh pada perubahan
letak gigi. Bila jaringan periodontal tetap baik kekuatan kunyah jarang menyebabkan
perubahan letak gigi.
Posisi gigi dalam keadaan seimbang oleh karena adanya tekanan yang seimbang dari
lidah, bibir dan pipi. Kekuatan ini jauh lebih kecil daripada kekuatan kunyah tetapi
waktunya berkontak dengan gigi juga jauh lebih lama. Dari percobaan terbukti kekuatan
yang sangat ringan tetapi berlangsung lama dapat memindahkan letak gigi. Lamanya
berkontak sehingga menghasilkan perubahan letak gigi minimal 6 jam per hari. Oleh karena
pipi, bibir dan lidah berkontak dengan gigi hampir sepanjang waktu maka dapat dimengerti
mengapa gigi dapat berubah letaknya. Lidah yang besar (makroglosi) atau pun adanya tumor
dapat mengubah keseimbangan letak gigi sehingga gigi terdorong ke arah labial/bukal.
Demikian juga meskipun lidah normal akan tetapi tekanan dari pipi dan bibir dihilangkan
maka gigi-gigi juga akan terdorong ke labial/ bukal. *
Asal tekanan Besaran Lama

Kontak gigi pada saat : kekuatan berlangsung

mengunyah sangat kuat sangat singkat


Menelan ringan sangat singkat
Tekanan lidah, bibir dan
Menelan
pipi: sedang singkat
Berbicara ringan sangat singkat
Istirahat sangat ringan lama
Tekanan dari luar:
Kebiasaan sedang bervariasi
kekuatan ortodontik sedang bervariasi
Tekanan intrinsik:
serat PDL ringan lama
serat gingiva bervariasi lama

Tabel 3.1. Besaran dan lamanya kekuatan yang mengenai gigi pada
saat berfungsi

Palatum
Pada bentuk kepala dolikosefalik akan didapatkan bentuk palatum yang sempit, panjang dan
dalam. Demikian juga bentuk lengkung geligi rahang atas. Pada bentuk kepala brakisefalik
akan didapatkan bentuk palatum yang lebar, pendek dan dangkal. Palatum merupakan
proyeksi konfigurasi fosa kranial anterior, sedangkan konfigurasi basis apikal gigi rahang
atas ditentukan oleh perimeter palatum. Bentuk palatum ini dapat memengaruhi retensi
peranti lepasan. Pada palatum yang relatif tinggi akan memberikan retensi dan penjangkaran
yang lebih baik. Perlu diperhatikan kadang-kadang terdapat torus palatinus yang dapat
mengurangi kenyamanan pasien bila pasien memakai peranti lepasan.
Kebersihan Mulut
Kebersihan mulut yang terjaga baik merupakan indikator perhatian pasien terhadap giginya
serta dapat diharapkan adanya kerja sama yang baik dengan pasien. Perawatan ortodontik
tidak boleh dimulai bila kebersihan mulut pasien tidak baik. Hal ini disebabkan (1) bila
kebersihan mulut jelek, dengan pemakaian peranti maka akan memperparah keadaan
kebersihan mulut (2) belum tentu ada kerjasama yang baik dengan pasien.
Bila kebersihan mulut kurang baik maka pasien harus diajari menjaga kebersihan mulut
dan perawatan ortodontik dengan menggunakan peranti harus ditunda dahulu. Perawatan
ortodontik dapat dimulai apabila kebersihan mulut sudah mencapai standar. Dianjurkan
untuk menunda perawatan dengan menggunakan peranti sampai pasien dapat memelihara
kebersihan mulut sampai kurang lebih 3 bulan.
Gingivitis kronis pada anak-anak biasanya disebabkan kebersihan mulut jelek. Kadang-
kadang ditemukan gingivitis hiperplastik pada regio insisivi atas yang dapat disebabkan tidak
tertutupnya gingiva di daerah tersebut oleh bibir sehingga gingiva kering. Pada orang dewasa
diperlukan pemeriksaan jaringan periodontal yang lebih teliti.

Karies
Pemeriksaan gigi dengan karies perlu dilakukan karena gigi yang karies merupakan
penyebab utama malokiusi lokal. Karies merupakan penyebab terjadinya tanggal prematur
gigi sulung sehingga terjadi pergeseran gigi permanen, erupsi gigi permanen yang lambat,
dan lain-lain.

Fase Geligi
Pasien yang datang untuk perawatan ortodontik biasanya dalam fase geligi pergantian atau
permanen dan jarang pada fase geligi sulung. Fase geligi sulung ditandai dengan adanya gigi
sulung di rongga mulut (kurang lebih sampai dengan umur 6 tahun). Fase geligi pergantian
ditandai dengan adanya gigi sulung dan gigi permanen dalam rongga mulut (kurang lebih
antara umur 6-11 tahun), merupakan proses pergantian dari fase geligi sulung ke fase geligi
permanen. Ada juga yang menyebut sebagai fase geligi bercampur oleh karena adanya
campuran gigi sulung dan gigi permanen dalam rongga mulut. Fase geligi disebut fase geligi
permanen bila semua gigi dalam rongga mulut adalah gigi permanen.

Gigi yang Ada


Perlu diperiksa gigi yang ada dan dicatat keadaannya. Pada fase geligi pergantian, gigi
permanen yang tidak ada dalam rongga mulut perlu dilihat pada rontgenogram. Begitu juga
adanya gigi kelebihan dan kelainan lain. Gigi dengan karies maupun tumpatan yang lebar
hendaknya diperiksa juga prognosisnya dalam jangka panjang. Hal ini akan memengaruhi
pemilihan gigi apabila diperlukan pencabutan dalam perawatan ortodontik. Pada anak- anak
sering didapatkan dekalsifikasi permukaan yang luas yang disebabkan oleh plak terutama
pada sisi lingual molar pertama bawah. Prognosis jangka panjang untuk gigi seperti ini
“biasanya kurang baik.
Hipoplasia enamel yang terdapat pada gigi hendaknya juga dicatat. Keadaan ini dapat
disebabkan karena penyakit sistemik yang berlangsung lama, atau pun gangguan
pertumbuhan misalnya amelogenesis imperfekta. Pada premolar bawah kadang-kadang
didapatkan premolar kedua yang hipoplastik dan keadaan ini disebut gigi Turner yang
disebabkan oleh gangguan pada pembentukan mahkota premolar atau adanya infeksi
periapikal akut pada gigi sulungnya.

3.3.3 Analisis Fungsional


Path of closure
Path of closure adalah arah gerakan mandibula dari posisi istirahat ke oklusi sentrik.
Idealnya path of closure dari posisi istirahat ke oklusi maksimum berupa gerakan engsel
sederhana melewati freeway space yang besarnya 2-3 mm, arahnya ke atas dan ke depan.
Freeway space = interocclusal clearance adalah jarak antar oklusal pada saat mandibula
dalam posisi istirahat. Ada 2 macam perkecualian path of closure yang bisa dilihat yaitu
deviasi mandibular dan displacement mandibula.
 Path of closure yang berawal dari posisi kebiasaan mandibula akan tetapi
ketika gigi mencapai oklusi maksimum mandibular dalam posisi relasi sentrik.
Ini disebut deviasi mandibular
 Path of closure yang berawal dari posisi istirahat, akan tetapi oleh karena
adanya halangan oklusal maka didapatkan displacement mandibula.
a. Deviasi Mandibula
Keadaan ini berhubungan dengan posisi kebiasaan mandibula. Bila mandibula dalam
posisi kebiasaan, maka jarak antar oklusal akan bertambah sedangkan kondili
letaknya lebih maju di dalam fosa glenoidalis. Arah path of closure adalah ke atas dan
kebelakang akan tetapi bila gigi telah mencapai oklusi mandibula terletak dalam relasi
sentrik (kondili dalam posisi normal pada fosa glenoidalis).
b. Displacement Mandibula
Displacement dapat terjadi dalam jurusan sagital dan transversal. Kontak premature
dapat menyebabkan displacement mandibula untuk mendapatkan hubungan antar
tonjol gigi yang maksimum. Pada beberapa keadaan displacement terjadi pada fase
gigi geligi sulung, kemudian pada saat gigi permanen erupsi gigi tersebut akan
diarahkan oleh kekuatan otot ke letak yang memperparah terjadinya displacement.
Displacement dapat juga terjadi pada usia lanjut karena gigi yang maju dan tidak
terkontrol yang disebabkan hilangnya gigi posterior akibat pencabutan.
Displacement dalam jurusan transversal sering berhubungan dengan adanya gigitan
silang posterior. Bila lengkung gigi atas dan bawah sama lebarnya, suatu
displacement mandibula ke transversal diperlukan untuk mencapai posisi oklusi
maksimum. Bila hal itu terjadi maka akan didapatkan relasi gigitan silang gigi
posterior pada satu sisi. Oleh karena itu, diperlukan suatu usaha untuk menghilangkan
kesalahan sistematik ini, telah dikembangkan suatu metode untuk mendapatkan
gambaran tiga dimensi kompleks kraniofasial. Upaya untuk mendapatkan gambaran
yang lebih akurat dan mengurangi kesalahan itu antara lain berupa computed
tomography (CT) dan penciptaan perangkat lunak berbantuan computer/computer-
aided design software. Sekarang yang lagi berkembang adalah digital imaging
diantaranya berupa volumetric imaging atau biasa disebut three dimensional imaging
oleh karena informasi yang didapat berupa panjang, lebar dan dalam. Termasuk dalam
kategori ini adalah CT, cone beam volumetric tomography dan teknologi MRI
(Magnetic Resonance Imaging).

3.3.4 Analisis Model


Model studi adalah rekam ortodontik yang paling sering digunakan untuk
menganalisis suatu kasus dan memberikan banyak informasi, pembuatannya relatif mudah
dan murah. Keadaan yang dapat dilihat pada model adalah sebagai berikut:
Bentuk lengkung gigi
Model dilihat dari oklusal kemudian diamati bentuk lengkung geligi. Bentuk
lengkung geligi yang normal adalah berbentuk parabola; ada beberapa bentuk
lengkung geligi yang tidak normal misalnya lebar, menyempit di daerah anterior dan
lain-lain.
Bentuk lengkung geligi ini berhubungan dengan bentuk kepala misalnya pasien
dengan bentuk kepala brakisefalik cenderung memiliki bentuk lengkung geligi yang
lebar.
Diskrepansi pada model
Diskrepansi pada model adalah perbedaan antara tempat yang tersedia (available
space) dengan tempat yang dibutuhkan (required space). Diskrepasni pada model
merupakan bagian dari diskrepansi total yang terdiri dari: diskrepansi model,
diskrepanasi sefalometrik, kedalaman kurva spee dan pergeseran molar ke mesial.
Diskrepansi pada model digunakan untuk menetukan macam perawatan pasien
tersebut, apakah termasuk perawatan pencabutan gigi permanen atau tanpa
pencabutan gigi permanen.
Untuk mengetahui diskrepansi pada model perlu diketahui tempat yang tersedia dan
tempat yang dibutuhkan. Pengertian tempat yang tersedia (available space) adalah
tempat disebelah mesial molar pertama permanen kiri sampai mesial molar pertama
permanen kanan yang ditempati gigi-gigi permanen (premolar kedua kiri sampai
premolar kedua kanan) kedudukan/letak benar.
Ada berbagai cara untuk mengukur tempat yang tersedia. Salah satu cara untuk
mengukur tempat yang tersedia di rahang atas adalah dengan membuat lengkungan
dari kawat tembaga (brass wire) mulai dari mesial molar pertama permanen kiri
melewati fisura gigi-gigi didepannya terus melewati insisal insisiv yang letaknya
benar terus melewati fisura gigi-gigi posterior sampai mesial molar pertama permanen
kanan. Kawat ini kemudian diluruskan kemudian diukur panjangnya. Panjang kawat
ini merupakn tempat yang tersedia. Untuk rahang bawah lengkung kawat tidak
melewati fisura gigi posterior tetapi lewat tonjolan bukan gigi posterior rahang bawah.
Cara lain untuk mengukur tempat yang tersedia adalah dengan membagi lengkung
geligi dalam beberapa segmen, biasanya dari mesial molar pertama permanen kiri
sampai dengan mesial kaninus kiri. Dari mesial kaninus kiri sampai mesial insisiv
sentral kiri, dari mesial insisiv sentral kanan sampai distal kaninus kanan, dari distal
kaninus kanan sampai mesial moalr pertama permanen kanan. Masing-masing segmen
diukur dengan kaliper kembudian dijumlahkan.
Tempat yang dibutuhkan adalah jumlah lebar mesiodistal gigi-gigi permanen
disebelah mesial molar pertama permanen kiri sampai molar pertama permanen kanan
(premolar kedua kiri sampai premolar kedua kanan). Untuk mendapatkan tempat yang
dibutuhkan juga terdapat beberapa cara. Dapat dilakukanpengukuran lebear
mesiodistal premolar kedua kanan sampai sampai premolar kedua kiri pada model
studi, kemudian dijumlahkan.
Pengukuran lebar mesiodistal gigi juga dapat dipakai untuk menilai apakah lebar gigi
normal atau terdapat makrodonti atau mikrodonti. Jumlah lebar keempat insisiv atas
permanen antara 28mm-36mm dianggap normal. Bisa saja jumlahnya normal tapi
ukuran masing-masing gigi tidak normal, misalnya insisiv sentral ukurannya melebihi
normal sedangkan insisiv lateral ukurannya lebih kecil dari pada normal. Oleh karena
itu perlu diukur mesiodistal masing-masing gigi.
Bila pasien dalam fase geligi pergantian maka ada beberapa cara untuk mengukur.
Pertama adalah mengukur pada model untuk gigi-gigi yang telah erupsi, sedangkan
untuk gigi-gigi yang belum erupsi (benih gigi) diukur pada rontgen foto. Cara ini
memiliki kelemahankarena gmbar pada foto rontgen biasanya mengalami distorsi,
bisa bertambah panjang atau bertambah pendek. Untuk mengatasi keadaan ini dapat
dilakukan perhitungan agar didapat ukuran benih gigi yang tepat. Rumus untuk
menghitung lebar benih gigi adalah :

ukuran gigi sulung pada model ukuran benih gigi sesungguhnya


=
ukuran gigi sulung pada foto ukuran benihgigi pada foto

Cara lain untuk mengetahui lebar benih gigi adalah dengan menghitung memakai
rumus tertentu. Untuk menggunakan rumus ini diukur lebar mesiodistal masing-
masing insisiv bawah terus dijumlah, kemudian angka ini dimasukkan kedalam
rumus, hasil perhitungan menunjukkan jumlah lebar mesiodistal kaninus, premolar
pertama dan premolar kedua pada satu sisi. Tempat yang dibutuhkan bisa diperoleh
dari jumlah lebar insisiv (atas atau bawah) ditambah duakali lebar mesiodistal kaninus
permanen dan premolar yang didapat dari rumus. Suatu rumus biasanya sesuai untuk
ras tertentu sehingga perlu diketahui ras pasien.
Sitepu (1983) dalam tesisnya menemukan rumus untuk memprediksi lebar mesiodistal
kaninus permanen, premolar pertama dan kedua pada satu sisi (Y) berdasarkan jumlah
lebar mesiodistal insisiv bawah (X) sebagai berikut:

Y rahang atas = 0,484236X + 11,7181


Y rahang bawah = 0,460037X + 10,9117

Rumus ini sesuai untuk ras deutero-malayu karena sampel untuk penelitian ini (215
anak) adalah dari ras tersebut. Dengan mengukur berbagai lebar mesiodistal insisiv
bawah dan memasukkan angka ini ke rumus tersebut dapat disusun tabel.
Sebagai panduan umum Profitt dkk., 2007 mengatakan bahwa:
 Bila kekurangan tempat sampai dengan 4 mm tidak diperlukan pencabutan
gigi permanen.
 Bila kekurangan tempat antara 5-9 mm kadang-kadang masih dapat dirawat
tanpa pencabutan gigi permanen, namun sering diperlukan pencabutan gigi
permanen (tidak termasuk molar ketiga)
 Bila kekurangan tempat 10 mm atau lebih hampir selalu diperlukan
pencabutan gigi permanen, biasanya premolar
Gigi permanen yang sering dicabut untuk perawatan ortodontik adalah premolar
pertama, bila semua gigi permanen ada dan dalam keadaan baik. Bila ada gigi
permanen yang karies banyak dan tidak dapat dirawat lagi maka gigi dapat dicabut
sesuai dengan keadaan kasus tersebut.
Analisa ukuran gigi
Untuk mendapat oklusi yang baik diperlukan ukuran gigi yang proporsional. Bila
gigi-gigi atas besar sedangkan gigi-gigi bawah kecil tidak mungkin untuk
mendapatkan oklusi yang ideal. Meskipun pada kebanyakn orang proporsi giginya
sangat sesuai tetapi kurang lebih 5% tidak mencapai proporsi ini karena adanya
variasi ukuran gigi secara individual. Keadaan ini biasa disebut tooth size discrepazy.
Insisiv lateral atas merupakan gigiyang paling banyak mengalami anomali, meskipun
gigi-gigi lain juga mempunyai banyak variasi ukuran.
Tooth size analysis atau lebih sering disebut analisis bolton dilakukan dengan
mngukur lebar mesiodistal setiap gigi permanen. Ukuran ini kemudian dibandingkan
dengan tabel standart jumlah lebar gigi anterior atas maupun bawah (dari kaninus ke
kaninus) dan juga jumlah lebar mesiodistal semua gigi atas dan bawah (molar pertama
ke molar pertama) tidak termasuk moalr kedua dan ketiga. Bila pengukuran
menggunakan saran digital maka komputer dengan cepat dapat menentukan tooth size
analysis. Pemeriksaan cepat untuk mengetahui perbedaan gigi anterior dapat
dilakukan dengan membandingkan ukuran insisiv lateral atas dan bawah. Bila insisiv
latelar atas lebih besar maka hampir dapat dipastikan akan didapat perbedaan. Untuk
rahang bawah dapat dilakukan dengan membandingkan ukuran premolar kedua atas
dan bawah yang ukurannya kurang lebih sama. Bila perbedaan ukuran gigi ini kurang
dari 1,5mm jarang berpengaruh secara signifikan, tetapi kalau melebihi 1,5 mm akan
menimbulkan maslah dalam perawatan ortodonti dan sebaiknya hal ini dimasukkan
dalam pertimbangan perawatan ortodontik.
Kurva Spee
Lengkung yang menghubungkan insisal insisiv dengan bidang oklusal molar terakhir
pada rahang bawah. Pada keadaan normal kedalamannya tidak melebihi 1,5 mm. Pada
kurva spee yang positif (bentuk kurvanya jelas dan dalam) biasanya didapatkan gigi
insisiv yang supra posisi atau gigi posterior yang infra posisi atau gabungan dari
keduanya tadi.
Kurva space adalah kurva dengan dengan pusat pada suatu titik di tulang lakrimal
dengan radius pada orang dewasa 65-70 mm. Kurva ini berkontak di empat oklusi
yaitu permukaan anterior kondili, daerah kontak distooklusal molar ketiga, daerah
kontak mesiooklusal molar pertama dan tepi insisal.
Diastema
Ruang antara dua gigi yang berdekatan, gingiva diantara gigi-gigi kelihatan. Adanya
diastem pada fase geligi pergantian masih merupakan keadaan normal, tetapi adanya
diastem pada fase geligi permanen perlu diperiksa lebih lanjut untuk mengetahui
keadaan tersebut suatu keadaan yang tidak normal.
Simetri gigi-gigi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui simetri gigi senama dalam jurusan sagital maupun
transversal dengan cara membandingkan letak gigi permanen senama kiri dan kanan.
Berbagai alat bisa digunakan untuk keperluan pemeriksaan ini, misalnya suatu
transparent ruled grid atau simetroskop yang dapat dibuat sendiri.
Letakkan model studi pada dasarnya kemudian simetroskop diletakkan pada bidang
oklusal gigi mulai dari yang paling , bagian simetroskop menyentuh gigi yang paling
labial, garis tengah simetroskop garis berimpit dengan median model. Kemudian
geser simetroskop ke distal sambil mengamati apakah gigi yang senama terletak pada
jarak yang sama baik dalam jurusan sagital maupun transversal.
Gigi yang terletak salah
Penyebutan letak gigi yang digunakan diantaranya sebagai berikut:
 Versi : mahkota gigi miring kearah tertentu tetapi akar gigi tidak.
 Infraoklusi : gigi yang tidak mencapai garis oklusi dibandingkan dengan
gigi lain dalam lengkung geligi.
 Supraoklusi : gigi yang melebihi garis oklusal dibandingkan dengan gigi
lain dalam lengkung geligi.
 Rotasi : gigi berputar pada sumbu panjang gigi, bisa sentris atau
eksentris.
 Transposisi : dua gigi yang bertukar tempat
 Ektostema : gigi yang terletak diluar lengkung geligi
Kelainan letak gigi dapat juga merupakan kelainan sekelompok gigi.
 Protrusi : kelainan kelompok gigi anterior atas yang sudut inklinasinya
terhadapat garis maksila >110˚ untuk rahang bawah >90˚ terhadap garis
mandibula.
 Retrusi : kelainan kelompok ggi anterior atas yang sudut inklinasinya
terhadap garis maksila < 110˚, untuk rahang bawah <90˚
 Berdesakan : gigi yang tumpang tindih
 Diastema : terdapat ruang diantara dua gigi yang berdekatan.
Pergeseran garis median (lengkung geligi terhadap median terbuka)
Untuk menilai apakah ada pergeseran garis median lengkung geligi terhadap median
muka dilihat letak gigi insisiv sentral kiri dan kanan. Bila titik kontak insisiv sentral
terletak disebelah kiri garis median muka maka keadaan ini disebut terjadi pergeseran
ke kiri, demikian pula sebaliknya. Penentuan garis median muka sebaiknya dilakukan
langsung pada pasien.
Relasi gigi posterior
Yang dimaksud dengan relasi gigi adalah hubungan gigi atas dan bawah dalam
keadaan oklusi. Gigi yang diperiksa adalah molar pertama permanen dan kaninus
permanen. Pemeriksaan dalam jurusan sagital, transversal dan vertikal.
 Relasi jurusan sagital
Kemungkinan relasi molar yang dapat terjadi adalah netroklusi, distoklusi,
mesioklusi, gigitan tonjol dan tidak ada relasi
1. Netroklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas
terletak pada lekukan bukal molar pertama permanen bawah.
2. Distoklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen rahang
atas terletak di antara tonjol mesiobukal molar pertama permanen bawah
dan premolar kedua atau tonjol distobukal molar pertama permanen atas
terletak pada lekukan bukal molar pertama permanen bawah.
3. Mesioklusi : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas
terletak pada tonjol distal molar pertama permanen bawah.
4. Gigitan tonjol : tonjol mesiobukal molar pertama permanen atas
beroklusi dengan tonjol mesiobukal molar pertama permanen bawah.
5. Tidak ada relasi : bila salah satu molar pertama tidak ada misalnya olh
karena dicabut atau oleh karena kaninus permanen belum erupsi.
Untuk relasi kaninus meskipun kaninus permanen baru tumbuh sebagian telah
dapat ditetapkan relasinya dengan melihat relasi sumbu kaninus tersebut.
 Relasi jurusan transversal
Pada rahang normal relasi transversal gigi posterior adalah gigitan fisura luar
rahang atas, oleh karena rahang ats lebih lebar daripada rahang bawah.
Apabila rahang atas terlalu sempit atau terlalu lebar dapat menyebabkan
terjadinya perubahan relasi gigi posterior dalam jurusan transversal.
Perubahan yang dapat terjadi antara lain; gigitan tonjol, gigitan fisura dalam
atas dan gigitan silang total luar rahang atas.
Keadaan klinis relasi gigi posterior dalam jurusan transversal apabila rehang
bawah terlalu sempit atau terlalu lebar dapat sama dengan yang diatas akan
tetapi penyebutannya lain.
 Relasi jurusan vertikal
Kelainan dalam jurusan vertkal dapat berupa gigitan terbuka yang berarti tidak
ada kontak antara gigi atas dan bawah saat oklusi.

Relasi gigi anterior


Relasi gigi anterior diperiksa dalam jurusan sagital dan vertikal. Relasi yang normal
dalam jurusan sagital adalah adanya jarak gigit/overjet.. jarak gigit adalah horizontal
overlap of the incisors. Pada keadaan normal gigi insisiv akan berkontak, insisiv atas
didepan insisiv bawah dengan jarak selebar ketebalan tepi insisal insisiv atas, kurang
lebih 2-3 mm dianggap normal. Bila insisiv bawah lebih antrior daripada insisiv atas
disebut jarak gigit terbalik atau kadang-kadang ada yang menyebutnya gigitan silang
anterior.
Untuk mendapatkan pengukuran yang sama maka diklinik digunakan pengertian jarak
gigit adalah jarak horizontal antara insisal insisiv atas dengan bidang labial insisiv
bawah. Jarak gigit pada gigitan silang anterior diberi tanda negatif, misalnya -3 mm.
Pada relasi gigitan edge to edge jarak gigitnya 0 mm.
Pada jurusan vertiakl dikenal adanya tumpang gigit/overbite yang merupakan vertical
overlap of the incicors. Diklinik tumpang gigit diukur dari jarak vertikal insisal insisiv
atas dengan insisal insisiv bawah, yang normal 2 mm. Tumpang gigit yang dalam
menunjukkan adanya gigitan dalam. Pada gigitan terbuka tidak ada overlap dalam
jurusan vertikal, tumpang gigit ditulis dengan tanda negatif, misal -5 mm. Pada relasi
edge to edge tumpang gigitnya 0 mm.
Pada kasus gigitan silang anterior perlu diperhatikan besarnya freeway space dan
tumpang gigit. Bila freeway space lebih kecil daripada tumpang gigit dan bila pasien
dirawat dengan menggunakan piranti lepasan, pada peranti ortodontik lepasan perlu
ditambahn dengan peninggian gigit posterior untuk membebaskan gigi anterior atas
terhadap halangan gigi anterior bawah.

3.3.5 Analisa sefalometri


Sefalometrik adalah ilmu yang mempelajari pengukuran-pengukuran yang bersifat
kuantitatif terhadap bagian-bagian tertentu dari kepala untuk mendapatkan informasi tentang
pola kraniofasial (Ardhana, 2011).
Manfaat sefalometri radiografik adalah (Ardhana, 2011):
a. Mempelajari pertumbuhan dan perkembangan kraniofasial.
Dengan membandingkan sefalogram-sefalogram yang diambil dalam
interval waktu yang berbeda, untuk mengetahui arah pertumbuhan dan
perkembangan kraniofasial.
b. Diagnosis atau analisis kelainan kraniofasial.
Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab maloklusi (seperti
ketidak seimbangan struktur tulang muka).
c. Mempelajari tipe fasial.
Relasi rahang dan posisi gigi-gigi berhubungan erat dengan tipe fasial. Ada 2 hal
penting yaitu : (1) posisi maksila dalam arah antero-posterior terhadap
kranium dan (2) relasi mandibula terhadap maksila, sehingga akan
mempengaruhi bentuk profil : cembung, lurus atau cekung.
d. Merencanakan perawatan ortodontik.
Analisis dan diagnosis yang didasarkan pada perhitungan-perhitungan
sefalometrik dapat diprakirakan hasil perawatan ortodontik yang dilakukan.
e. Evaluasi kasus-kasus yang telah dirawat.
Dengan membandingkan sefalogram yang diambil sebelum, sewaktu dan sesudah
perawatan ortodontik.
f. Analisis fungsional.
Fungsi gerakan mandibula dapat diketahui dengan membandingkan posisi
kondilus pada sefalogram yang dibuat pada waktu mulut terbuka dan
posisi istirahat.
g. Penelitian

Teknik pembuatan sefalogram


1) Proyeksi lateral atau profil
Proyeksi lateral dapat diambil pada subjek dengan oklusi sentrik , mulut terbuka atau
istirahat. Kepala subjek difiksir pada sefalometer, bidang sagital tengah terletak 60
inci atau 152,4 cm dari pusat sinar X dan muka sebelah kiri dekat dengan film. Pusat
berkas sinar X sejajar sumbu transmeatal (ear rod) sefalometer. Jarak bidang sagital
tengah-film 18 cm. FHP (Frankfurt Horizontal Plane) sejajar lantai, subjek duduk
tegak, kedua telinga setinggi ear rod (Ardhana, 2011).
2) Proyeksi postero-anterior/frontal
Pada proyeksi postero-anterior tube diputar 90o sehingga arah sinar X tegak lurus
sumbu transmeatal (Ardhana, 2011).
3) Oblique sefalogram
Oblique sefalogram kanan dan kiri dibuat dengan sudut 45• dan 135• terhadap
proyeksi lateral. Arah sinar X dari belakang untuk menghindari superimposisi dari sisi
mandibula yang satunya. FHP sejajar lantai. Oblique sefalogram sering digunakan
untuk analisis subjek pada periode gigi bercampur (Ardhana, 2011).

Teknik penapakan sefalogram


Analisis sefalometri radiografik dibuat pada gambar hasil penapakan sefalogram. Acetate
zatte tracing paper (kertas asetat) tebal 0,003 inci ukuran 8x10 inci dipakai untuk penapakan
sefalogram. Kertas asetat dilekatkan pada tepi atas sefalogram dengan Scotch tape (agar
dapat dibuka apabila diperlukan), kemudian diletakkan di atas iluminator (negatoscope).
Penapakan sefalogram dianjurkan menggunakan pensil keras (4H) agar diperoleh garis-garis
yang cermat dan tipis (Ardhana, 2011).

Diagnosis Sefalometrik (Cephalometric Diagnosis)


Diagnosis Sefalometrik (cephalometric diagnosis) adalah diagnosis mengenai oklusi gigi
geligi yang ditetapkan berdasarkan atas data-data pemeriksaan dan pengukuran pada
sefalogram (Rontgen kepala) (Ardhana, 2011).

Referensi Sefalometri Radiografik


1. Titik-titik antropometri
Tanda-tanda penting pada sefalometri radiografik adalah titik-titik yang dapat digunakan
sebagai petunjuk dalam pengukuran atau untuk membentuk suatu bidang. Titik-titik tersebut
antara lain (Ardhana, 2011) :
Nama Keterangan
 Nasion (Na/N) : titik paling anterior sutura frontonasalis
pada bidang sagital tengah ujung tulang
 Spina nasalis anterior (ANS) : spina nasalis anterior, pada
bidang tengah
 Subspinal (A): titik paling dalam antara spina nasalis anterior
dan Prosthion
 Prosthion (Pr) : titik paling bawah dan paling anterior
prosessus alveolaris maksila, pada bidang tengah, antara gigi
insisivus sentral atas
 Insisif superior (Is) : ujung mahkota paling anterior gigi
insisivus sentral atas
 Insisif inferior (Ii) : ujung mahkota paling anterior gigi
insisivus sentral bawah
 Infradental (Id) : titik paling tinggi dan paling anterior
prosessus alveolaris mandibula, pada bidang tengah, antara
gigi insisivus sentral bawah
 Supramental (B) : titik paling dalam antara Infradental dan
pogonion
 Pogonion (Pog/Pg) : titik paling anterior tulang dagu, pada
bidang tengah
 Gnathion (Gn) : titik paling anterior dan paling inferior
dagu
 Menton (Me) : titik paling inferior dari simfisis atau
titik paling bawah dari mandibula
 sela tursika (S) : titik tengah fossa hipofisial
 spina nasalis posterior (PNS) : titik perpotongan dari
perpanjangan dinding anterior fossa pterigopalatina dan dasar
hidung
 Orbital (Or) : titik yang paling bawah pada tepi bawah
tulang orbita
 Gonion (Go) : titik perpotongan garis singgung margin
posterior ramus assenden dan basis mandibula
 Porion (Po) : titik paling luar dan paling superior
ear rod (Ardhana, 2011).

2. Garis dan bidang referensi


Menurut Krogman dan Sassouni, dikatakan garis apabila menghubungkan 2 titik, disebut
bidang apabila menghubungkan paling sedikit 3 titik (Ardhana, 2011).

Nama Keterangan

 Sela-Nasion (S-N) : garis yang menghubungkan Sela


tursika (S) dan Nasion (N), merupakan garis
perpanjangan dari basis kranial anterior
 Nasion-Pogonion (N-Pg) : garis yang
menghubungkan Nasion (N) dan Pogonion (Pg),
merupakan garis fasial
 Y-Axis : garis yang menghubungkan sela tursika (S) dan
gnathion (Gn), digunakan untuk mengetahui
arah/jurusan pertumbuhan mandibula
 Frankfurt Horizontal Plane (FHP) : bidang yang melalui
kedua porion dan titik orbital, merupakan bidang
horizontal
 Bidang oklusal (Occlusal Plane) terdapat 2 definisi:
o garis yang membagi dua overlapping tonjol gigi molar pertama dan insisal
overbite (Downs)
o garis yang membagi overlapping 10 gigi molar pertama dan gigi premolar
pertama (Steiner)
 Bidang Palatal (Bispinal) : bidang yang melalui spina
nasalis anterior (ANS) dan spina nasalis posterior (PNS)
 Bidang Orbital (dari Simon) : bidang vertikal yang
melalui titik orbital dan tegak lurus FHP
 Bidang mandibula (mandibular plane/MP) terdapat 3
cara pembuatannya:
o bidang yang melalui gonion (Go) dan gnathion (Gn) (Steiner)
o bidang yang melalui gonion (Go) dan Menton (Me)
o bidang yang menyinggung tepi bawah mandibula dan menton (Me) (Downs)
(Ardhana, 2011).

3. Titik Jaringan Lunak


a. Soft tissue glabella (G’): titik paling anterior dari bidang midsagital dari dahi.
b. Pronasale (Pr): titik paling depan dari ujung hidung.
c. Labrale superius (Ls): titik tengah di pinggir superior dari bibir atas.
d. Labrale inferius (Li): titik tengah di pinggir inferior dari bibir bawah.
e. Soft tissue pogonion (Pog’): titik paling anterior dari kontur jaringan lunak dagu.

Analisis Sefalometri
Analisis sefalometri diperlukan oleh klinisi untuk memperhitungkan hubungan fasial dan
dental dari pasien dan membandingkannya dengan morfologi fasial dan dental yang normal.
Analisis ini akan membantu klinisi dalam perawatan ortodontik ketika membuat diagnosis
dan rencana perawatan, serta melihat perubahan-perubahan selama perawatan dan setelah
perawatan ortodontik selesai (Ardhana, 2011).

Pada saat ini, analisis sefalometri dari pasien yang dirawat ortodontik merupakan suatu
kebutuhan. Metode analisis sefalometri radiografik antara lain dikemukakan oleh : Downs,
Steiner, Rickett, Tweed, Schwarz, McNamara dan lain-lain. Berdasarkan metode-metode
tersebut dapat diperoleh informasi mengenai morfologi dentoalveolar, skeletal dan jaringan
lunak pada tiga bidang yaitu sagital, transversal dan vertikal (Ardhana, 2011).

Analisis sefalometri sekarang semakin dibutuhkan untuk dapat mendiagnosis maloklusi dan
keadaan dentofasial secara lebih detil dan lebih teliti tentang (Ardhana, 2011):
 Pertumbuhan dan perkembangan serta kelainan kraniofasial
 Tipe muka / fasial baik jaringan keras maupun jaringan lunak
 Posisi gigi-gigi terhadap rahang
 Hubungan rahang atas dan rahang bawah terhadap basis kranium

Diagnosis yang ditetapkan pada setiap tahap pemeriksaan disebut diagnosis sementara
(Tentative diagnosis), setelah semua data pemeriksaan lengkap dikumpulkan kemudian
dapat ditetapkan diagnosis finalnya (Final diagnosis) yang biasa disebut sebagai
diagnosis dari pasien yang dihadapi. Kadang-kadang jika kita masih ragu-ragu
menetapkan suatu diagnosis secara pasti atas dasar data-data pemeriksaan yang ada. Bisa
pula diagnosis pasien ditetapkan dengan disertai diagnosis alternatifnya yang disebut
sebagai diferensial diagnosis (Ardhana, 2011).
1. Analisis Simon : dengan menarik garis tegak lurus FHP melalui titik orbital (Or)
sampai memotong permukaan labial gigi kaninus atas pada sefalogram lateral
(dalil Simon), kemudian posisi maksila dan madibula dapat ditentukan seperti
tersebut di atas (Ardhana, 2011).
2. Analisis kecembungan profil Subtelny :
 Profill skeletal (sudut N-A-Pog) : Klas I : 174°, Klas II 178° , Klas III :
181°  Profil Jar Lunak (sudut N-Sn-pog) : Klas I : 159° , Klas II 163° ,
Klas III : 168°
 Profil total jar lunak (sudut N-No-pog) : Klas I : 133° , Klas II 133° , Klas
III : 139° (N/n= Nasion, A= Subspinale, Sn = subnasale, No = puncak
hidung, Pog = Pogonion)
3. Analisis Steiner dengan mengukur besar :
 Sudut SNA (normal 82°) , >82° maksila protrusif , < 820 maksila retrusif.
 Sudut SNB (normal 80°) , > 80°mandibula protrusif, < 800 mandibula
retrusif. Sudut ANB, bila titik A di depan titik B (normal rata-rata 20) klas
I skeletal/ortognatik, bila titik A jauh didepan titik B (>>20/ positif). klas II
skeletal/ retrognatik, bila titik A jauh di belakang titik B (<<20/negatif )
klas III skeletal/prognatik (Ardhana, 2011).

Anda mungkin juga menyukai