Anda di halaman 1dari 27

1

Skenario 3
Sengatan Lebah
Seorang perempuan 22 tahun sedang kemping di Gunung Bromo datang ke
poliklinik dengan keluhan nyeri pada tangan kanannya karena disengat lebah. Setelah
dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan nyeri pada daerah gigitan, tampak
kemerahan, dan bengkak.

STEP 1 (CLARIFY UNFAMILIAR TERMS)


1. Bengkak : pembesaran atau protuberansi tubuh dan bersifat radang atau
traumatik.
2. Nyeri : keadaan yang dapat membatasi kapabilitas dan kemampuan
seseorang.
3. Keluhan : suatu permasalahan yang dapat diungkapkan secara lisan
maupun tulisan.

STEP 2 (DEFINE THE PROBLEMS)


1. Mengapa pasien mengalami nyeri, kemerahan, dan bengkak?
2. Bagaimana patomekanisme terjadinya keluhan tersebut?

STEP 3 (BRAINSTORM POSSIBLE HYPOTHESIS OR EXPLANATION)


1. Semua makhluk hidup mempunyai system imun yang dibantu oleh respon tubuh
yang kompleks (radang).
Inflamasi adalah bentuk protektif tubuh yang bias disebabkan oleh toksin, dan
agen infeksi (bakteri, parasite, dan virus). Inflamasi bias ditandai dengan ciri-ciri :
1) Rubor
2) Kalor
3) Dolor
4) Tumor
5) Fungsiolesa
 Langkah- langkah terjadinya inflamasi :
2

1) Pengenalan agen merugikan


2) Pengumpulan leukosit
3) Pembuangan agen penyebab
4) Regulasi atau control respon
5) Resolusi atau pemulihan jaringan
 Inflamasi terbagi menjadi 2 :
1) Inflamasi akut
2) Inflamasi kronis
 Jenis-jenis inflamasi :
1) Inflamasi serosa
2) Inflamasi fibrinosa
3) Inflamasi supuratifa
4) Inflamasi ulserasi
 Cara inflamasi melindungi tubuh :
1) Mengencerkan
2) Menghancurkan
3) Menetralkan
 Mediator Inflamasi :
1) Berasal dari sel : histamine, serotonin, prostaglandin, leukotin, sitokin, dan
kemokin.
2) Asal protein (Protein Plasma) : komplemen, kinin, dan protease.
 Edema terbagi menjadi 2 :
1) Lokal : sisa tubuh
2) General : semua tubuh
2. Toksin lebah (kemotaksis) merangsang komplemen C5a dan asam arachidonat.
Komplemen C5a merangsang leukosit dan meningkatkan permeabilitas pembuluh
darah, sedangkan asam arachidonat akan melakukan metabolisme dengan 2 jalur
metabolisme yaitu lipooksigenasi dan sitooksigenasi.
 Stimulus radang akut :
1) Trauma
3

2) Agen fisik dan kimia (luka bakar dan radiasi)


3) Nekrosis jaringan
4) Benda asing
5) Reaksi imun
 Akibat radang akut :
1) Resolusi : regenerasi dan pemulihan jaringan.
2) Radang kronik : terjadi setelah radang akut.
3) Jaringan parut : jenis pemulihan akibat jaringan luka yang terlalu besar.

STEP 4 (ARRANGE EXPLANATIONS INTO TENTATIVE SOLUTIONS)


1. Toksin merangsang komplemen C5a yang memengaruhi leukosit dan
membuat peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan ini merangsang sel
mast untuk mengeluarkan histamin yang membuat vasodilatasi pembuluh
darah yang membuat radang akut. Karena radang akut ini membuat
peningkatan tekanan hidrostatik sehingga membuat cairan plasma dan protein
keluar dari pembuluh darah yang membuat viskositas darah kental.
Selanjutnya terjadi marginasi leukosit dan leukosit melekat ke sel endotel.
- Tanda inflamasi :
1) Rumor (kemerahan) : karena banyak darah yang mengalir ke daerah
peradangan.
2) Kalor (panas) : panas, banyak darah yang disalurkan ke dalam tubuh.
3) Tumor (pembengkakan) : penyebaran cairan ke jaringan interstitisial.
4) Dolor (nyeri) : pelepasan histamine yang membuat peningktan terlokal
dan nyeri.
5) Fungsiolesa : perubahan fungsi organ.
- Inflamasi akut :
1) Cepat
2) Jejas ringan dan terbatas
3) Gejala mencolok
- Inflamasi kronis :
4

1) Lambat
2) Jejas sering berat dan progresif
3) Gejala tidak bias dirasakan
- Inflamasi serosa : epididimis terpisah
- Inflamasi fibrinosa : ekstravaskuler
- Inflamasi supuratif : eksudat
- Inflamasi ulserasi : ulkus
- Yang berperan dalam inflamasi :
1) Sel darah
2) Protein plasma
3) Dinding pembuluh darah

Mind Map

Respon Akibat Stimulus


Radang Radang Radang

Mekanisme Tanda
INFLAMASI Radang

Lokal Sistemik

1. Rubor
Jenis 2. Tumor
3. Kalor
4. Dolor
5. Fungsiolesa
Akut Kronis
5

STEP 5 (DEFINE LEARNING OBJECTIVES)

1. Perbedaan mekanisme inflamasi akut dan kronis serta mekanismenya.


2. Efek lokal dan sistemik beserta patomekanismenya.
3. Apa saja yang berperan dalam proses inflamasi.

STEP 6 (INFORMATION GATHERING (PRIVATE STUDY)

Belajar mandiri.

STEP 7 (SYNTHESIZE AND TEST ACQUIRED INFORMATION)

1. RADANG AKUT DAN RADANG KRONIK

Mekanisme Radang (Akut)


Radang akut terjadi cepat dan memakan waktu singkat, berlangsung selama
beberapa menit sampai beberapa hari, dan memberikan gambaran khas timbulnya
cairan dan eksudasi protein plasma dan akumulasi leukosit neutrofil yang banyak.
Radang kronik terjadi secara bertahap, dalam period yang lebih lama (hitungan hari
hingga tahun), dan ditandai dengan penimbunan limfosit dan makrofag disertai
proliferasi vaskular dan fibrosis (jaringan parut).

Tabel 1. Gambaran radang akut dan kronik.1


6

Gambar 1. Komponen respons radang akut dan kronik serta fungsi utamanya.1

Kedua jenis radang ini bisa timbul bersama-sama, dan banyak variabel
menentukan perjalanan serta gambaran histologisnya. Radang diinduksi oleh
mediator kimia yang dihasilkan oleh sel tubuh untuk merespons stimulus yang
merugikan. Ketika mikroba masuk ke dalam jaringan atau jaringan menjadi cedera,
infeksi atau kerusakan diketahui oleh sel tubuh, terutama makrofag, tapi juga sel
dendrit, sel mast, dan sel lainnya. Sel-sel tersebut mensekresi molekul (sitokin dan
mediator lain) yang menginduksi dan mengatur respons radang selanjutnya. Mediator
radang juga diproduksi dari protein plasma yang bereaksi dengan mikroba atau
terhadap jaringan yang cedera. Beberapa mediator akan menyebabkan aliran plasma
dan pengumpulan leukosit yang beredar menuju tempat di mana agen yang
mengganggu berada. Leukosit akan diaktifkan dan akan menghilangkan agen yang
mengganggu melalui fagositosis. Efek samping yang merugikan akibat pengaktifan
leukosit adalah kerusakan pada jaringan normal.
Respons radang akut ialah terkumpulnya leukosit dan protein plasma di
tempat jejas. Sampai di tempat tersebut, leukosit akan memusnahkan agen penyebab
dan memulai proses pencernaan dan pembersihan jaringan nekrotik. Radang akut
mempunyai dua komponen utama:
7

A. Perubahan vaskular : perubahan pada rongga kaliber pembuluh yang


mengakibatkan pertambahan aliran darah (vasodilatasi) dan perubahan pada
dinding pembuluh yang memungkinkan protein plasma keluar dari pembuluh
darah (peningkatan permeabilitas vaskular). Juga terjadi pengaktifan sel
endotel, yang menyebabkan perlekatan leukosit meningkat dan migrasi
leukosit melalui dinding pembuluh.
B. Akibat pada sel: terjadi emigrasi leukosit keluar dari dan sirkulasi akumulasi
di tempat cedera (pengumpulan sel), diikuti oleh pengaktifan leukosit, untuk
mengeliminasi agen yang merugikan. Leukosit utama pada radang akut ialah
neutrofil (leukosit polimorfonukleus).

Gambar 2. Reaksi vaskular dan seluler radang akut.1

 Stimulus radang akut reaksi radang akut dapat dipicu oleh berbagai stimulus:
o Infeksi (bakteri, virus, jamur, parasit) merupakan penyebab radang tersering
dan terpenting dalam klinis.
8

o Trauma (tumpul atau tajam) dan berbagai agen fisis dan kimia (misalnya jejas
termal, seperti luka bakar atau luka pembekuan; radiasi; toksisitas akibat
pengaruh kimia lingkungan) akan mencederai sel tubuh dan memicu reaksi
radang.
o Nekrosis jaringan (akibat semua sebab), termasuk iskemia (seperti pada infark
miokardium) dan jejas fisis dan kimia.
o Benda asing (serpihan, kotoran, jahitan, deposit kristal). • reaksi imun (juga
disebut reaksi hipersensitif) terhadap substansi lingkungan atau terhadap
jaringan "sendiri". Karena stimulus untuk respons radang ini tidak dapat
dieliminasi atau dicegah, maka reaksi itu cenderung menetap, dengan
gambaran reaksi radang kronik. Istilah "penyakit radang akibat reaksi imun"
dipergunakan untuk kelompok kelainan ini.

Walaupun setiap stimulus menginduksi reaksi dengan gambaran tertentu,


namun pada umumnya semua reaksi radang memberikan gambaran dasar yang
sama. Pada bagian ini, akan dibahas bagaimana stimulus radang dikenal oleh
tubuh, kemudian reaksi khas pada radang akut dan gambaran morfologinya, dan
terakhir mediator kimia yang berperan pada reaksi tersebut.

A. Perubahan Vaskuler

Perubahan vaskular reaksi vaskular utama pada radang akut ialah


peningkatan aliran darah yang terjadi sekunder akibat dilatasi pembuluh dan
peningkatan permeabilitas vaskular, kedua hal dirancang untuk membawa sel
darah dan protein menuju tempat infeksi atau tempat jejas. Pada tahap awal,
stimulus yang merugikan seperti mikroba dihadapi oleh makrofag dan sel lain di
jaringan ikat, kemudian akan diikuti reaksi vaskular yang dipicu oleh interaksi ini
dan akan mendominasi respons fase awal.
9

a. Perubahan Rongga Vaskular dan Aliran Darah

Perubahan pada pembuluh terjadi segera setelah infeksi atau jejas namun
kecepatan terjadinya berbeda, tergantung pada jenis dan beratnya stimulus
awal peradangan.

o Setelah vasokonstriksi sebentar (berlangsung hanya beberapa detik) terjadi


vasodilatasi arteriol, yang mengakibatkan peningkatan aliran darah
setempat sehingga pada bagian ujung daerah kapiler penuh berisi darah.
Ekspansi vaskular ini akan memberi warna merah (eritema) dan rasa panas
merupakan tanda khas radang akut, dan disebutkan sebagai dua tanda
kardinal (utama) pada radang akut.
o Pembuluh darah kecil menjadi lebih permeabel, dan cairan kaya protein
akan mengalir keluar ke jaringan ekstravaskular. Hal ini mengakibatkan
peningkatan konsentrasi sel darah merah di darah yang mengalir, sehingga
meningkatkan viskositas darah dan memperlambat aliran darah. Kelainan
ini tampak secara mikroskopik tampak banyak pembuluh darah kecil yang
melebar dan berisi penuh dengan sel darah merah, dan disebut stasis.
o Setelah timbulnya stasis, leukosit (terutama neutrofil) mulai berkelompok
pada permukaan vaskular endotel pembuluh darah suatu proses yang
disebut marginasi. Hal ini merupakan langkah awal leukosit keluar ke
jaringan intestisium melalui dinding pembuluh darah.

b. Peningkatan Permeabilitas Vaskular


Meningkatnya permeabilitas vaskular akan mengakibatkan aliran
cairan kaya protein dan juga sel darah ke jaringan ekstravaskular. Hal ini
akan mengakibatkan tekanan osmotik cairan interstisium meningkat, dan
menyebabkan lebih banyak air keluar dari darah ke dalam jaringan. Hasil
penimbunan cairan kaya protein ini disebut eksudat. Eksudat dibedakan
dari transudat, yang merupakan penimbunan cairan yang disebabkan oleh
peningkatan tekanan hidrostatik, biasanya terjadi karena menurunnya
10

aliran balik vena. Transudat biasanya mengandungi kadar protein yang


rendah dan sedikit atau tidak dijumpai sel darah. Akumulasi cairan
ekstravaskular baik eksudat maupun transudat akan mengakibatkan edema
jaringan. Apabila eksudat adalah tanda khas radang, transudat akan
diakumulasi pada berbagai keadaan bukan radang.

Beberapa mekanisme berperan pada peningkatan permeabilitas vaskular


pada reaksi radang akut:

o Kontraksi sel endotel yang menyebabkan terbentuknya celah antar sel


pada venula postkapiler merupakan sebab tersering peningkatan
permeabilitas vaskular. Kontraksi sel endotel terjadi segera setelah
pengikatan dengan histamin, bradikinin, leukotrin, dan banyak mediator
lain untuk reseptor spesifik, dan biasanya terjadi hanya sebentar (15
sampai 30 menit). Retraksi sel endotel yang berlangsung lebih lambat dan
lebih lama akibat perubahan sitoskeleton, dipicu oleh sitokin misalnya
faktor nekrosis tumor (TNF) dan interleukin-1 (IL-1). Dibutuhkan waktu 4
sampai 6 jam untuk menimbulkan reaksi ini setelah adanya pemicu awal
dan hal ini dapat berlangsung selama 24 jam atau lebih.
o Jejas endotel mengakibatkan kebocoran vaskular dengan nekrosis dan
lepasnya sel endotel. Sel endotel akan rusak setelah cedera berat, misalnya
luka bakar dan beberapa infeksi. Umumnya, kebocoran terjadi segera
setelah cedera dan berlangsung beberapa jam (atau hari) hingga terjadi
trombosis pada pembuluh yang rusak tersebut atau terjadi pemulihan. Hal
ini dapat terjadi pada semua venula, kapiler, dan arteriol, tergantung pada
letak jejas. Jejas langsung pada sel endotel dapat pula mengakibatkan
kebocoran yang tertunda, yang baru terjadi 2 sampai 12 jam kemudian,
dan berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa hari, dan
melibatkan venula dan kapiler. Contoh ialah jejas panas ringan hingga
sedang, beberapa toksin bakteri, dan radiasi x- atau ultraviolet (misalnya
luka bakar matahari yang menggangu saat malam setelah siangnya
11

berjemur di matahari). Sel endotel juga akan rusak sebagai akibat


akumulasi leukosit sepanjang dinding pembuluh. Leukosit yang
teraktifkan akan mengeluarkan mediator toksin, dibahas kemudian, yang
dapat mengakibatkan jejas atau lepasnya endotel.
o Peningkatan transit protein melalui jalur vesikular intrasel akan
menambah permeabilitas vena, terutama setelah berhadapan dengan
beberapa mediator misalnya faktor pertumbuhan endotel vaskular
(VEGF). Transit terjadi melalui jalur yang terbentuk karena fusi vesikel
intrasel.
o Kebocoran pembuluh darah baru. Sesuai pembahasan lanjut, pemulihan
jaringan melibatkan pembentukan pembuluh darah baru (angiogenesis).
Pembuluh darah yang baru terjadi tetap mengalami kebocoran, sebelum
proliferasi sel endotel cukup matang sehingga terbentuk batas antar sel.
Sel endotel baru juga mempunyai ekspresi reseptor tambahan untuk
mediator vasoaktif, dan beberapa faktor tersebut akan memicu
angiogenesis (misalnya VEGF) yang langsung mengakibatkan
peningkatan permeabilitas vaskular.

Walaupun mekanisme permeabilitas vaskular terpisah, semua


berpartisipasi pada respons stimulus tertentu. Contoh, pada luka bakar,
kebocoran terjadi karena kontraksi endotel akibat zat kimia, juga akibat jejas
langsung dan kerusakan endotel yang dimediasi leukosit.

c. Respons Pembuluh Limfe


Di samping pembuluh darah, pembuluh limfe juga ikut serta pada
respons radang. Pada radang, aliran limfe akan membantu pengeluaran
cairan edema, leukosit, dan sisa sel dari rongga ekstravaskular. Pada reaksi
radang yang berat, terutama karena mikroba, limfe akan mengalirkan agen
yang merugikan, sehingga terjadi penyebaran. Kemudian dapat terjadi
radang pada pembuluh limfe (limfangitis), dan juga pada kelenjar getah
bening tempat penampungan aliran limfe (limfadenitis). Kelenjar getah
12

bening yang meradang sering membesar karena hiperplasia folikel limfoid


dan bertambahnya limfosit serta sel fagosit yang melapisi sinus kelenjar
getah bening. Bentuk kelainan patologis ini disebut limfadenitis reaktif
atau limfadenitis inflamasi. Untuk klinikus adanya garis merah dekat luka
kulit adalah tanda adanya infeksi pada luka. Garis merah yang mengikuti
aliran limfe dan merupakan tanda diagnostik dari limfangitis; dapat
disertai pembesaran dan rasa nyeri pada kelenjar getah bening yang
menampung cairan limfe, petanda adanya limfadenitis.1

B. Kejadian Seluler: Pengumpulan Dan Pengaktifan Leukosit


Sebagai yang dijelaskan sebelumnya, fungsi penting pada respons
radang adalah pengaliran leukosit ke tempat cedera dan mengaktifkan leukosit
tersebut. Leukosit akan mencerna agen yang merugikan, membunuh bakteri
dan mikroba lain, menghilangkan jaringan nekrotik dan benda asing. Namun,
setelah potensi pertahanan leukosit ini diaktifkan, hal ini dapat juga
menginduksi kerusakan jaringan dan memperpanjang waktu peradangan,
karena produk leukosit yang menghancurkan bakteri juga dapat merusak
jaringan tubuh normal. Karena itu, mekanisme pertahanan tubuh termasuk
upaya pengecekan untuk memastikan bahwa leukosit hanya dikumpulkan dan
diaktifkan pada saat dan tempat yang dibutuhkan (yaitu untuk menghadapi
agen asing dan jaringan yang mati). Pengaktifan leukosit secara sistemik dapat
menyebabkan situasi yang merugikan, misalnya syok septik.
a. Pengumpulan Leukosit
Leukosit biasanya akan mengalir lancar di darah, dan pada radang,
leukosit perlu dihentikan dan dibawa ke agen perusak atau tempat kerusakan
jaringan, yang biasanya terletak di luar pembuluh. Urutan kejadian
pengumpulan leukosit dari rongga vaskular menuju rongga ekstravaskular
terdiri atas:
1) Marginasi dan berguling-guling sepanjang dinding pembuluh;
2) Adhesi kuat pada endotel;
13

3) Keluar di antara sel-sel endotel; dan


4) Migrasi di jaringan interstisium menuju stimulus kemotaksis.

Berguling, adhesi, dan keluar diawali interaksi molekul adhesi pada


permukaan leukosit dan permukaan endotel. Mediator kimia atraktor kimia
dan beberapa sitokin memberikan pengaruh pada proses ini dengan modulasi
ekspresi permukaan dan mengikat afinitas molekul adhesi dan menstimulasi
arah gerak leukosit.

Gambar 3. Proses kejadian migrasi leukosit.1

b. Pengaktifan Leukosit
Setelah leukosit dikumpulkan pada tempat infeksi atau nekrosis jaringan,
leukosit tersebut harus diaktifkan agar melaksanakan fungsinya. Stimulus
untuk pengaktifan termasuk mikroba, produk sel nekrotik, dan beberapa
mediator yang akan dibicarakan kemudian. Seperti dibahas sebelumnya,
leukosit menggunakan berbagai reseptor untuk mendeteksi keberadaan
mikroba, sel mati dan jaringan asing. Pemakaian reseptor tersebut akan
menimbulkan berbagai respons pada leukosit yang merupakan bagian dari
14

fungsi defensif normal dan dikelompokkan dengan istilah pengaktifan


leukosit. Pengaktifan leukosit menghasilkan peningkatan fungsi berikut:
o Fagositosis partikel.
o Destruksi intrasel mikroba dan jaringan mati yang telah di fagosit oleh
substansi yang dihasilkan oleh fagosom, termasuk oksigen reaktif dan
spesies nitrogen serta enzim lisosom.
o Pelepasan substansi yang memusnahkan mikroba dan jaringan mati
ekstrasel, umumnya sama dengan substansi yang diproduksi di dalam
vesikel fagosit. Menurut mekanisme yang baru diketahui, neutrofil
memusnahkan mikroba ekstrasel dengan pembentukan "jebakan"
ekstrasel.
o Produksi mediator, termasuk metabolit asam arakidonat dan sitokine,
yang akan memperbesar reaksi radang melalui peningkatan
pengumpulan dan pengaktifan leukosit baru.1

Radang Kronis

Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang


(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan dari
inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan radang
akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan infiltrasi neutrofil
dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh infiltrasi sel mononuklir
(seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi jaringan, dan perbaikan
(meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis dan fibrosis).

Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul
menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan radang
akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak dapat reda,
disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat gangguan pada proses
penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak awal merupakan proses
primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas rendah dibandingkan dengan
penyebab yang menimbulkan radang akut. Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi
15

penyebabnya, yaitu infeksi persisten oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti


basil tuberkel, Treponema palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan
bahan yang tidak dapat hancur (misalnya silika), penyakit autoimun. Bila suatu
radang berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena
banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka batasan
waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik sebaiknya
berdasarkan pola morfologi reaksi.1

2. EFEK LOKAL DAN EFEK SISTEMIK

EFEK LOKAL RADANG

 Rubor (Kemerahan)
Kemerahan biasanya merupakan pertama yang terlihat di daerah yang
mengalami peradangan. Seiring dengan dimulainya reaksi
peradangan,arteriol yang memasok daerah tersebut berdilatasi sehingga
memungkinkan lebih banyak darah mengalir kedalam mikrosirkulasi
local. Kapiler-kapiler yang semula kosong atau sebagian meregang,secara
cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hyperemia atau
kongesti, menyebabkan kemerahan local pada peradangan akut. Tubuh
mengontrol produksi hyperemia pada awal reaksi peradangan baik secara
neurologis maupun kimiawi melalui pelepasan zat-zat seperti histamin.2
 Kalor (Panas)
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan pada reaksi peradangan
akut sebenarnya panas secara khas hanya merupakan reaksi peradangan
yang terjadi pada permukaan tubuh. Yang secara normal lebih dingin dari
37 derajat celcius yang merupakan suhu inti tubuh.daerah peradangan di
kulit menjadi lebih hangat dari sekelilingnya karena lebih banyak darah
dialirkan dari dalam tubuh ke permukaan daerah yang terkena
dibandingkan dengan ke daerah yang normal.
16

 Dolor (Nyeri)
Nyeri pada suatu reaksi peradangan tampaknya ditimbulkan dalam
berbagai cara. Perubahan PH local atau konsentrasi local ion-ion tertentu
dapat merangsang ujung-ujung saraf. Hal yang sama pelepasan zat –zat
kimia tertentu seperti histamine atau zat-zat kimia bioaktif lain dapat
merangsang saraf.
 Tumor (Pembengkakan)
Aspek paling mencolok pada peradangan akut mungkin adalah
tumor,atau pembengkakan local yang dihasilkan oleh cairan dan sel-sel
yang berpindah dari aliran darah ke jaringan interstisial. Campuran cairan
dan sel-sel ini yang tertimbun di daerah peradangan disebut eksudat.
 Fungsio Laesa (Perubahan Fungsi)
Perubahan fungsi merupakan bagian yang lazim pada reaksi
perdangan. Sepintas mudah dimerti,bagian yang bengkak,nyeri,disertai
sirkulasi abnormal dan lingkuungan kimiawi local yang
abnormal,seharusnya berfungsi secara abnormal. Akan tetapi,cara
bagaimana fungsi jaringan yang meradang itu terganggu tidak dipahami
secara terperinci.2
17

Gambar 4. Manifestasi makro dan hasil akhir peradangan.3

EFEK SISTEMIK RADANG

Tiap orang yang pernah menderita penyakit virus (misal influensa) mengalami
efek radang sistemik, disebut reaksi fase akut atau sindrom respons sistemik radang.
Sitokin TNF, IL-1, dan IL-6 merupakan mediator terpenting pada reaksi fase akut.
Sitokin ini diproduksi oleh leukosit (dan sel lain) merespons infeksi atau reaksi imun
dan dikeluarkan secara sistemik. TNF dan IL-1 mempunyai aksi biologis yang mirip,
walaupun agak berbeda sedikit. IL-6 menstimulasi sintesa sejumlah protein plasma
pada hati.1
18

Respon fase akut terdiri dari berbagai kelainan klinis dan patologis.

 Demam

Demam ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, merupakan


manifestasi paling menonjol pada respons fase akut. Demam timbul
sebagai respons terhadap substansi pirogen yang terjadi melalui stimulasi
sintesa prostaglandin di sel vaskular dan perivaskular di hipotalamus.
Produk bakteri, misalnya Liposakarida (LPS) (disebut pirogen eksogen),
menstimulasi leukosit untuk menghasilkan sitokin seperti IL-1 dan TNF
(disebut pirogen endogen), yang akan meningkatkan kadar
siklooksigenase yang mengubah AA menjadi prostaglandin. Di
hipotalamus prostaglandin, terutama PGE2, akan menstimulasi produksi
neurotransmitor, yang berfungsi mengatur ulang titik suhu pada tingkat
lebih tinggi. NSAID, termasuk aspirin, menurunkan demam dengan
mencegah siklooksigenase dan dengan demikian menghentikan sintesa
prostaglandin. Walaupun demam telah dikenal sebagai tanda infeksi
beberapa ratus tahun yang lalu, tidak jelas tujuan timbulnya reaksi ini.
Peningkatan suhu tubuh pada amfibi dapat menghalau infeksi
mikrobakteri, dan diperkirakan demam juga memberi pengaruh yang sama
pada mammalia, walaupun mekanisme tidak diketahui.

 Peningkatan Kadar Protein Fase Akut Plasma


Protein plasma terutama disintesa di hati, dan pada radang akut,
konsentrasi akan meingkat sampai beberapa ratus kali lipat. Tiga jenis
protein terpenting kelompok ini ialah protein C-reaktif (CRP), fibrinogen,
dan protein amiloida serum (SAA). Sintesa molekul ini oleh sel hati akan
menstimulasi sitokin, terutama IL-6. Banyak protein fase akut, misalnya
CRP dan SAA, akan melekat pada dinding sel mikroba, dan berfungsi
sebagai opsonin dan komplemen tetap, sehingga meningkatkan eliminasi
mikroba. Fibrinogen akan mengikat butir darah merah sehingga terbentuk
tumpukan (rouleaux) yang akan mengendap lebih cepat ke dasar
19

dibanding butir darah merah yang terlepas lepas. Hal ini menjadi dasar
pengukuran lanju endap darah (ESR) sebagai tes sederhana untuk
mengetahui respons sistemik inflamasi, yang disebabkan oleh berbagai
jenis stimulus, termasuk LPS. Pemeriksaan serial ESR dan CRP dipakai
untuk menilai respons pengobatan pada penderita dengan gangguan
inflamasi misalnya artritis rematoid. Peningkatan kadar serum CRP
dipakai sebagai pertanda untuk meramalkan peningkatan risiko infark
miokardium atau stroke pada pasien dengan penyakit vaskular
aterosklerotik. Diperkirakan inflamasi berperan pada timbulnya
aterosklerotik, dan peningkatab CRP merupakan tanda inflamasi.
 Leukositosis
Leukositosis merupakan reaksi radang yang umum dijumpai.
Khususmya apabila disebabkan oleh infeksi bakteri. Jumlah leukosit
biasanya meningkat menjadi 15.000 hingga 20.000 sel/mL, tetapi pada
keadaan tertentu dapat mencapai 40.000 hingga 100.000 sel/mL.
Peningkatan yang ekstrem ini disebut reaksi leukemoid karena mirip
seperti terlihat pada leukemia. Leukositosis biasanya terjadi karena
pengeluaran sel yang dipercepat (dibawah pengaruh sitokin, termasuk
TNF dan IL-1) dari tempat cadangan pasca mitosis sumsum tulang. Kedua
jenis neutrofil matur dan imatur dapat dijumpai didarah; dijumpainya sel
imatur yang beredar disebut “pergeseran ke kiri”. Infeksi yang
berkelanjutan juga merangsang faktor stimulasi koloni (CSF), yang akam
menigkatkan output leukosit, untuk mengkompensasi pemakaian sel
tersebut pada reaksi radang. Infeksi bakteri umumnya akan menimbulkan
peningkatan neutrofil darah, disebut neutrofilia. Infeksi virus, misalnya
mononukleosis infeksiosa, parotitis, dan German measles, dikaitkan
dengan peningkatan limfosit (limfositosis). Asma bronkial, hay fever, dan
infestasi parasit semua melibatkan naiknya jumlah eosinofil absolut,
menyebabkan eosinofilia. Beberapa infeksi (demam tifus dan infeksi
disebabkan oleh beberapa virus, riketsia, dan protozoa tertentu) dikaitkan
20

dengan situasi berlawanan yaitu menurunnya jumlah sel darah putih yang
beredar (lekopenia), agaknya karena sekuestrasi limfosit dikelenjar getah
bening akibat induksi sitokin.
 Manifestasi Lain
Manifestasi lain dari respons fase akut termasuk meningkatnya denyut
jantung dan tekanan darag, keringat menurun, terutama karena akibat
aliran darah semula dari daerah permukaan berubah mengalur ke daerah
vaskular yang letaknya lebih dalam, untuk mengurangi panas yang hilang
keluar dari kulit: dan rigor (gemetar), menggigil (persepsi rasa dingin
karena hipotalamus mengubah suhu tubuh), anoreksia, somnolen, dan
malaise, terjadi sekunder karena kerja sitokin pada sel otak.
 Sepsis
Pada infeksi bakteri yang berat (sepsis), terdapatnya jumlah besar
produk bakteri didarah dan jaringan ekstravaskular menstimulasi produksi
beberapa sitokin yaitu TNF, juga IL-1 dan IL-2. TNF menyebabkan
koagulasi intravaskular diseminata (KID), gangguan metabolit termasuk
asidosis, dan syok hipotensif.1

3. MEDIATOR INFLAMASI
Mediator Kimia Peradangan
Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan
rantai penting antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun
beberapa cedera langsung merusak endotelium pembuluh darah yang
menimbulkan kebocoran protein dan cairan di daerah cedera, pada banyak
kasus cedera mencetuskan pembentukan dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di
dalam tubuh. Banyak jenis cedera yang dapat mengaktifkan mediator endogen
yang sama, yang dapat menerangkan sifat stereotip dari respon peradangan
terhadap berbagai macam rangsang. Karena pola dasar radang akut stereotip,
tidak tergantung jenis jaringan maupun agen penyebab pada hakekatnya
menyertai mediator-mediator kimia yang sama yang tersebar luas dalam
21

tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja bersama, sehingga memberi


mekanisme biologi yang memperkuat kerja mediator. Radang juga memiliki
mekanisme kontrol yaitu inaktivasi mediator kimia lokal yang cepat oleh
sistem enzim atau antagonis.1
Cukup banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah
dikenal sebagai mediator dari respon peradangan. Identifikasinya saat ini sulit
dilakukan. Walaupun daftar mediator yang diusulkan panjang dan kompleks,
tetapi mediator yang lebih dikenal dapat digolongkan menjadi golongan
amina vasoaktif (histamin dan serotonin), protease plasma (sistem kinin,
komplemen, dan koagulasi fibrinolitik), metabolit asam arakidonat (leukotrien
dan prostaglandin), produk leukosit (enzim lisosom dan limfokin), dan
berbagai macam mediator lainnya (misal, radikal bebas yang berasal dari
oksigen dan faktor yang mengaktifkan trombosit).1

a. Amina Vasoaktif
Amina vasoaktif yang paling penting adalah histamin. Sejumlah besar
histamin disimpan dalam granula sel jaringan penyambung yang disebut sel
mast. Histamin tersebar luas dalam tubuh. Histamin juga terdapat dalam sel
basofil dan trombosit. Histamin yang tersimpan merupakan histamin yang
tidak aktif dan baru menampilkan efek vaskularnya bila dilepaskan. Stimulus
yang dapat menyebabkan dilepaskannya histamin adalah jejas fisik (misal
trauma atau panas), reaksi imunologi (meliputi pengikatan antibodi IgE
terhadap reseptor Fc pada sel mast), fragment komplemen C3a dan C5a
(disebut anafilaktosin), protein derivat leukosit yang melepaskan histamin,
neuropeptida (misal, substansi P), dan sitokin tertentu (misal, IL-1 dan IL-8).
Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan
permeabilitas venula, dan pelebaran pertemuan antar-sel endotel. Histamin
bekerja dengan mengikatkan diri pada reseptor-reseptor histamin jenis H-1
yang ada pada endotel pembuluh darah. Pada perannya dalam fenomena
vaskular, histamin juga dilaporkan merupakan bahan kemotaksis khas untuk
22

eosinofil. Segera setelah dilepaskan oleh sel mast, histamin dibuat menjadi
inaktif oleh histaminase. Antihistamin merupakan obat yang dibuat untuk
menghambat efek mediator dari histamin. Perlu diketahui bahwa obat
antihistamin hanya dapat menghambat tahap dini peningkatan permeabilitas
vaskular dan histamin tidak berperan pada tahap tertunda yang dipertahankan
pada peningkatan permeabilitas.
Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan suatu bentuk mediator
vaasoaktif. Serotonin ditemukan terutama di dalam trombosit yang padat
granula (bersama dengan histamin, adenosin difosfat, dan kalsium). Serotonin
dilepaskan selama agregasi trombosit. Serotonin pada binatang pengerat
memiliki efek yang sama seperti halnya histamin, tetapi perannya sebagai
mediator pada manusia tidak terbukti.1
b. Protease Plasma
Berbagai macam fenomena dalam respon radang diperantarai oleh tiga
faktor plasma yang saling berkaitan yaitu sistem kinin, pembekuan, dan
komplemen. Seluruh proses dihubungkan oleh aktivasi awal oleh faktor
Hageman (disebut juga faktor XII dalam sistem koagulasi intrinsik). Faktor
XII adalah suatu protein yang disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam
bentuk inaktif hingga bertemu kolagen, membrana basalis, atau trombosit
teraktivasi di lokasi jejas endotelium. Dengan bantuan kofaktor high-
molecular-weight kininogen (HMWK)/kininogen berat molekul tinggi, faktor
XII kemudian mengalami perubahan bentuk menjadi faktor XIIa. Faktor XIIa
dapat membongkar pusat serin aktif yang dapat memecah sejumlah substrat
protein.
Aktivasi sistem kinin pada akhirnya menyebabkan pembentukan
bradikinin. Bradikinin merupakan polipeptida yang berasal dari plasma
sebagai prekursor yang disebut HMWK. Prekursor glikoprotein ini diuraikan
oleh enzim proteolitik kalikrein. Kalikrein sendiri berasal dari prekursornya
yaitu prekalikrein yang diaktifkan oleh faktor XIIa. Seperti halnya histamin,
bradikinin menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan permeabilitas venula
23

dan kontraksi otot polos bronkial. Bradikinin tidak menyebabkan kemotaksis


untuk leukosit, tetapi menyebabkan rasa nyeri bila disuntikkan ke dalam kulit.
Bradikinin dapat bertindak dalam sel-sel endotel dengan meningkatkan celah
antar sel. Kinin akan dibuat inaktif secara cepat oleh kininase yang terdapat
dalam plasma dan jaringan, dan perannya dibatasi pada tahap dini peningkatan
permeabilitas pembuluh darah.
Pada sistem pembekuan, rangsangan sistem proteolitik mengakibatkan
aktivasi trombin yang kemudian memecah fibrinogen yang dapat larut dalam
sirkulasi menjadi gumpalan fibrin. Faktor Xa menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular dan emigrasi leukosit. Trombin memperkuat
perlekatan leukosit pada endotel dan dengan cara menghasilkan fibrinopeptida
(selama pembelahan fibrinogen) dapat meningkatkan permeabilitas vaskular
dan sebagai kemotaksis leukosit.
Ketika faktor XIIa menginduksi pembekuan, di sisi lain terjadi aktivasi
sistem fibrinolitik. Mekanisme ini terjadi sebagai umpan balik pembekuan
dengan cara memecah fibrin kemudian melarutkan gumpalan fibrin. Tanpa
adanya fibrinolisis ini, akan terus menerus terjadi sistem pembekuan dan
mengakibatkan penggumpalan pada keseluruhan vaskular. Plasminogen
activator (dilepaskan oleh endotel, leukosit, dan jaringan lain) dan kalikrein
adalah protein plasma yang terikat dalam perkembangan gumpalan fibrin.
Produk hasil dari keduanya yaitu plasmin, merupakan protease multifungsi
yang memecah fibrin.
Sistem komplemen terdiri dari satu seri protein plasma yang berperan
penting dalam imunitas maupun radang. Tahap penting pembentukan fungsi
biologi komplemen ialah aktivasi komponen ketiga (C3). Pembelahan C3
dapat terjadi oleh apa yang disebut ”jalur klasik” yang tercetus oleh
pengikatan C1 pada kompleks antigen-antibodi (IgG atau IgM) atau melalui
jalur alternatif yang dicetuskan oleh polisakarida bakteri (misal, endotoksin),
polisakarida kompleks, atau IgA teragregasi, dan melibatkan serangkaian
komponen serum (termasuk properdin dan faktor B dan D). Jalur manapun
24

yang terlibat, pada akhirnya sistem komplemen akan memakai urutan efektor
akhir bersama yang menyangkut C5 sampai C9 yang mengakibatkan
pembentukan beberapa faktor yang secara biologi aktif serta lisis sel-sel yang
dilapisi antibodi.
Faktor yang berasal dari komplemen, mempengaruhi berbagai
fenomena radang akut, yaitu pada fenomena vaskular, kemotaksis, dan
fagositosis. C3a dan C5a (disebut juga anafilaktosin) meningkatkan
permeabilitas vaskular dan menyebabkan vasodilatasi dengan cara
menginduksi sel mast untuk mengeluarkan histamin. C5a mengaktifkan jalur
lipoksigenase dari metabolisme asam arakidonat dalam netrofil dan monosit.
C5a juga menyebabkan adhesi neutrofil pada endotel dan kemotaksis untuk
monosit, eosinofil, basofil dan neutrofil. Komplemen yang lainnya, C3b,
apabila melekat pada dinding sel bakteri akan bekerja sebagai opsonin dan
memudahkan fagositosis neutrofil dan makrofag yang mengandung reseptor
C3b pada permukaannya.1

c. Metabolit Asam Arakidonat


Asam arakidonat merupakan asam lemak tidak jenuh (20-carbon
polyunsaturated fatty acid) yang utamanya berasal dari asupan asam linoleat
dan berada dalam tubuh dalam bentuk esterifikasi sebagai komponen
fosfolipid membran sel. Asam arakidonat dilepaskan dari fosfolipid melalui
fosfolipase seluler yang diaktifkan oleh stimulasi mekanik, kimia, atau fisik,
atau oleh mediator inflamasi lainnya seperti C5a. Metabolisme asam
arakidonat berlangsung melalui salah satu dari dua jalur utama, sesuai dengan
enzim yang mencetuskan, yaitu jalur siklooksigenase dan lipoksigenase.
Metabolit asam arakidonat (disebut juga eikosanoid) dapat memperantarai
setiap langkah inflamasi.
Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin (PG) E2 (PGE2),
PGD2, PGF2?, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap
produk tersebut berasal dari PGH2 oleh pengaruh kerja enzim yang spesifik.
25

PGH2 sangat tidak stabil, merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur
siklooksigenase. Beberapa enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu.
Misalnya, trombosit mengandung enzim tromboksan sintetase sehingga
produk utamanya adalah TXA2. TXA2 merupakan agen agregasi trombosit
yang kuat dan vasokonstriktor. Di sisi lain, endotelium kekurangan dalam hal
tromboksan sintetase, tetapi banyak memiliki prostasiklin sintetase yang
membentuk PGI2. PGI2 merupakan vasodilator dan penghambat kuat
agregasi trombosit. PGD2 merupakan metabolit utama dari jalur
siklooksigenase pada sel mast. Bersama dengan PGE2 dan PGF2, PGD2
menyebabkan vasodilatasi dan pembentukan edema. Prostaglandin terlibat
dalam patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi.
Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk
bahan-bahan proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase merupakan enzim
metabolit asam arakidonat utama pada neutrofil. Produk dari aksinya memiliki
karakteristik yang terbaik. 5-HPETE (asam 5-hidroperoksieikosatetranoik)
merupakan derivat 5-hidroperoksi asam arakidonat yang tidak stabil dan
direduksi menjadi 5-HETE (asam 5-hidroksieikosatetraenoik) (sebagai
kemotaksis untuk neutrofil) atau diubah menjadi golongan senyawa yang
disebut leukotrien. Produk dari 5-HPETE adalah leukotrien (LT) A4 (LTA4),
LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE5. LTB4 merupakan agen kemotaksis kuat dan
menyebabkan agregasi dari neutrofil. LTC4, LTD4, dan LTE4 menyebabkan
vasokonstriksi, bronkospasme, dan meningkatkan permeabilitas vaskular.
Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis
menggunakan jalur transeluler. Trombosit sendiri tidak dapat membentuk
lipoksin A4 dan B4 (LXA4 dan LXB4), tetapi dapat membentuk metabolit
dari intermediat LTA4 yang berasal dari neutrofil. Lipoksin mempunyai aksi
baik pro- dan anti- inflamasi. Misal, LXA4 menyebabkan vasodilatasi dan
antagonis vasokonstriksi yang distimulasi LTC4. Aktivitas lainnya
menghambat kemotaksis neutrofil dan perlekatan ketika menstimulasi
perlekatan monosit.1
26

d. Produk Leukosit
Granula lisosom yang terdapat dalam neutrofil dan monosit
mengandung molekul mediator inflamasi. Mediator ini dilepaskan setelah
kematian sel oleh karena peluruhan selama pembentukan vakuola fagosit atau
oleh fagositosis yang terhalang karena ukurannya besar dan permukaan yang
tidak dapat dicerna. Kalikrein yang dilepaskan dari lisosom menyebabkan
pembentukan bradikinin. Neutrofil juga merupakan sumber fosfolipase yang
diperlukan untuk sintesis asam arakidonat.
Di dalam lisosom monosit dan makrofag juga banyak mengandung
bahan yang aktif untuk proses radang. Pelepasannya penting pada radang akut
dan radang kronik. Limfosit yang telah peka terhadap antigen melepaskan
limfoki n. Limfokin merupakan faktor yang menyebabkan penimbunan dan
pengaktifan makrofag pada lokasi radang. Limfokin penting pada radang
kronik.1
e. Mediator Lainnya
Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat
fagositosis dapat luruh memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa
radikal-radikal bebas yang sangat toksik meningkatkan permeabilitas vaskular
dengan cara merusak endotel kapiler. Selain itu, ion-ion superoksida dan
hidroksil juga dapat menyebabkan peroksidase asam arakidonat tanpa enzim.
Akibatnya, akan dapat terbentuk lipid-lipid kemotaksis.
Aseter-PAF merupakan mediator lipid yang menggiatkan trombosit.
Hal ini karena menyebabkan agregasi trombosit ketika dilepaskan oleh sel
mast. Selain sel mast, neutrofil dan makrofag juga dapat mensintesis aseter-
PAF. Aseter-PAF meningkatkan permeabilitas vaskular, adhesi leukosit dan
merangsang neutrofil dan makrofag.1
27

DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar, Abbas, Aster. Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi ke-9. Singapore :
Elsevier; 2013.
2. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi ke-8. Jakarta: EGC;
2014.
3. Sylvia PA, Wilson LC. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit.
Edisi ke-6. Jakarta: EGC; 2012.

Anda mungkin juga menyukai