Disusun oleh :
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-
Nya sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan tentang tujuan dan
manfaat kurikulum.
Penulis menyadari bahwa materi yang terkandung dalam penulisan makalah ini belumlah
sempurna seperti pepatah mengatakan tak ada gading yang tak retak, oleh karena itu penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dalam rangka penyempurnaan yang akan
datang.
Semoga penulisan makalah ini dapat berguna bagi semua khususnya para pembaca
sehingga dapat membawa manfaat bagi kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih.
A. Latar Belakang
Pembentukan suatu organisasi yaitu untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Begitu pula dengan
salah satu organisasi yang sangat besar seperti dunia persekolahan dalam tingkat nasional. Untuk
mencapai tujuan pendidikan maka harus dibuat rancangan untuk mencapai tujuan tersebut agar
dalam pelaksanaannya terorganisir dan terarah. Oleh karena itulah kita mengenal yang namanya
kurikulum.
Kedudukan kurikulum ini sangat strategis dalam seluruh aspek kegiatan pendidikan. Mengingat
pentingnya peranan kurikulum di dalam pendidikan dan dalam perkembangan kehidupan
manusia, maka dalam penyusunan kurikulum tidak bisa dilakukan tanpa memahami konsep dasar
dari kurikulum. Pada dasarnya kurikulum merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
komponen. Komponen-komponen kurikulum suatu lembaga pendidikan dapat diidentifikasi
dengan cara mengkaji suatu kurikulum lembaga pendidikan itu.
Mengingat pentingnya pemahaman menyeluruh konsep dasar dari kurikulum ini, maka penulis
tergerak untuk menyusunnya menjadi sebuah makalah yang khusus mengungkap mengenai hal
tersebut.
B. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
C. Tujuan
Mengacu dari rumusan masalah diatas, maka tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui Model Kurikulum
2. Mengetahui Komponen Kurikulum
3. Mengetahui Pengembangan Kurikulum secara induktif dan deduktif
4. Mengetahui pengembangan kurikulum secara linear dan non linear
5. Mengetahui pengembangan kurikulum secara perspektif dan deskriptif
6. Mengetahui Tujuan Pendidikan
7. Mengetahui Bagaimana merancang kurikulum dilihat dari kebutuhan masyarakat, kebutuhan
siswa dan bahan ajar
8. Mengetahui tujuan umum kurikulum
9. Mengetahui tujuan khusus kurikulum
10. Mengetahui tujuan umum pembelajaran
11. Mengetahui tujuan khusus pembelajaran
BAB II
PEMBAHASAN
. 1. Model-model kurikulum
Pengembangan kurikulum berkenaan dengan model kurikulum yang dikembangkannya.
Minimal ada empat model kurikulum yang banyak diacu dalam pengembangan kurikulum, yaitu
model kurikulum subjek Akademis, Humanistik, Rekonstruksi Sosial dan Kompetensi
(Sukmadinata, 2009)
Masing-masing model sejalan dengan teori yang mendasarinya, bertolak dari asumsinya atau
keyakinan dasar yang berbeda sehingga menimbulkan pandangan yang berbeda pula tentang
kedudukan dan peranan pendidik, peserta didik, isi maupun proses pendidikan. Keempat model
kurikulum tersebut memiliki acuan teori atau konsep pendidikan yang berbeda. Kurikulum
subjek akademis mengacu pada pendidikan klasik, yaitu perenialisme dan esensialisme;
kurikulum humanistic mengacu pada pendidikan pribadi; kurikulum rekonstruksi social mengacu
pada pendidikan interaksional dan kurikulum kompetensi mengacu pada teknologi pendidikan.
Para pengembang kurikulum tinggal memilih bahan-bahan materi ilmu yang telah dikembangkan
oleh para ahli disiplin ilmu, kemudian mengorganisasinya secara sistematis, sesuai dengan tujuan
pendidikan dan tahap perkembangan peserta didik. Guru sebagai penyampai bahan ajar harus
menguasai semua pengetahuan yang menjadi isi kurikulum.
Ada beberapa pola organisasi isi (materi pelajaran) kurikulum subjek akademis. Pola-pola
organisasi yang terpenting menurut Sukmadinata (2009) di antaranya sebagai berikut.
a) Correlated curriculum
Pola organisasi materi atau konsep yang dipelajari dalam suatu peajaran dikorelasikan denga
pelajaran lainnya
b) Unfied atau concentrated curriculum
pola organisasi bahan peajaran tersusun dalam tema-tema pelajaran tertentu, yang mencakup
materi dari berbagai pelajaran disiplin ilmu
c) Integrated curriculum
Kalau dalam unified masih tampak warna disiplin ilmunya, maka dalam pola yang integrated
warna disiplin ilmu tersebut sudah tidak kelihatan lagi. Bahan ajar diintegrasikan dalam suatu
persoalan, kegiatan atau segi kehidupan tertentu
d) Problem solving curriculum
Pola organisasi yang berisi topik pemecahan masalah sosial yang dihadapi dalam kehidupan
dengan menggunakan pengetahuan dan keterampian yang diperoleh dari berbagai mata pelajaran
atau disiplin ilmu
2. Kurikulum humanistic
Model kurikulum humanistic menekankan pengembangan kepribadian peserta didik secara utuh
dan seimbang, antara perkembangan segi intelektual (kognitif), afektif, dan psikomotor.
Kurikulum humanistic menekankan pengembangan potensi dan kemampuan dengan
memperhatikan minat dan kebutuhan peserta didik. Pembelajaran segi-segi social, moral, dan
afektif mendapat perhatian utama dalam model kurikulum ini. Pembelajarannya berpusat pada
peserta didik (student centererd).
Model kurikulum ini bersumber dari pendidikan pribadi. Kurikulum humanistic dikembangkan
oleh pata ahli pendidikan humanistic, didasari oleh konsep-konsep pendidikan pribadi
(personalized education), yaitu John Dewey (progressive education) dan J.J. Rousseau
(Romantic Education).
3. Kurikulum rekonstruksi social
Kurikulum rekontruksi social lebih memusatkan perhatiannya pada pemersalahan yang dihadapi
peserta didik dalam masyarakat kurikulum ini bersumber pada aliran pendidikan intruksional.
Pendidikan merupakan kegiatan bersama, interaksi dan kerja sama. Kerja sama atau interaksi
bukan hanya terjadi pada peserta didik dan guru melainkan juga antara peserta didik dengan
peserta didik, peserta didik dengan orang-orang lingkungannya dan sumber-sumber belajar
lainnya. Melalui interasi kerjasama ini, peserta didik berusaha memecahkan permasalahan yang
dihadapinya dengan masyarakat, menuju pembentukan masyarakat yang lebih baik.
Sejalan dengan perkembangan ilmu dan tekonologi , dibidang pendidikan berkembang pula
teknologi pendidikan. Aliran ini ada persamaannya dengan pendidikan klasik, yaitu menekankan
isi kurikulum, tetapi diarahkan bukan pada pemelihararaa dan pengawetan ilmu tersebut,
melainkan pada penguasaan kompetensi. Suatu kompetensi yang benar diuraikan menjadi
kompetensi yang lebih spesifik dan menjadi perilaku yang dapat diamati atau diukur. Penerapan
tekonologi dalam bidang pendidikan khususnya kurikulum ada dalam dua bentuk, yaitu bentuk
perangkat keras (teknologi alat) dan perangkat (teknologi system).
Model pengembangan kurikulum merupakan suatu alternative prosedur dalam rangka mendesain
(designing), menerapkan (implementation) , dan mengevaluasi (evaluation) suatu kurikulum.
Oleh karena itu, model pengembangan kurikulum harus dapat menggambarkan suatu proses
sistem perencanaan pembelajaran yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan dan standar
keberhasilan pendidikan. (Ruhimat, T. dkk 2009: 74).
Dewasa ini telah banyak dikembangkan model-model pengembangan kurikulum, setiap model
pengembangan kurikulum tersebut memiliki karakteristik pada pola desain, implementasi,
evaluasi, dan tindak lanjut dalam pembelajaran. Dalam pengembangan kurikulum dapat
diidentifikasi berdasarkan basis apa yang akan dicapai dalam kurikulum tersebut. Seperti
aternatif yang menekankan pada kebutuhan mata pelajaran, peserta didik, penguasaan
kompetensi suatu pekerjaan, kebutuhan masyarakat atau permasalahan social. Oleh karena itu,
pengembangan kurikulum perlu dilakukan berlandaskan teori yang tepat agar kurikulum yang
dihasilkan bisa efektif.
Ada tiga aspek yang harus dipertimbangkan sebagai sumber dalam penentuan tujuan pendidikan
menurut Tyler, yaitu a) hakikat peserta didik b) kehidupan masyarakat masa kini, dan c)
pandangan para ahli dan bidang studi. Ketiga aspek tersebut harus dipertimbangan dalam
penentuan tujuan pendidikan umum. Penentuan tujuan pendidikan dengan berdasarkan ketiga
aspek tersebut, selanjutnya difilter oleh nilai-nilai filosofis masyarakat dan filosofis pendidikan
serta psikologi belajar.
Ada lima factor yang menjadi arah penentuan tujuan pendidikan yaitu: pengembangan
kemampuan berpikir, membantu memperoleh informasi, pengembangan sikap kemasyarakatan,
pengembangan minat peserta didik, dan pengembangan sikap social.
2. Model Administratif
Pengembangan kurikulum model ini disebut juga dengan istilah dari atas ke bawah (top down)
atau staf lini (line-staff procedure), artinya pengembangan pengembangan kurikulum ini ide awal
dan pelaksanaanya dimulai dari pejabat tingkat atas pembuat kebijakan dan keputusan berkaitan
dengan pengembangan kurikulum. Tim ini sekaligus sebagai tim pengarah dalam pengembangan
kurikulum. Langkah kedua adalah membentuk suatu tim panitia pelaksana atau komisi untuk
mengembangkan kurikulum yang didukung oleh beberapa anggota yang terdiri oleh beberapa
ahli, yaitu : ahli pendidikan, kurikulum, disiplin ilmu, tokoh masyarakat, tim pelaksana
pendidikan, dan pihak dunia kerja.
Selanjutnya, kurikulum yang sudah selesai disusun kemudian diajukan untuk deperiksa dan
diperbaiki oleh tim pengarah. Tim ini melakukan penyesuaian antara aspek-aspek kurikulum
secara terkoordinasi dan menyiapkan secara system dalam rangka uji coba maupun dalam rangka
sosialisasi dan penyebarluasan. Setelah perbaikan atau penyempurnaan, kurikulum tersebut perlu
diujicobakan secara nyata dibeberapa sekolah yang dianggap representif. Pelaksana uji coba
adalah tenaga professional sebagai pelaksana lapangan, yaitu kepala sekolah dan guru-guru yang
tidak dilibatkan dalam penyusunan kurikulum.
Supaya uji coba tersebut menghasilkan masukan yang efektif, maka diperlukan kegiatan
monitoring dan evaluasi yang fungsinya untuk memperbaiki atau menyempurnakan berdasarkan
pelaksanaan di lapangan. Kurikulum ini merupakan kurikulum yang bentuknya seragam dan
bersifat sentalistik, sehingga kurang sesuai jika diterapkan dalam dunia pendidikan yang
menganut asas desentralisasi, selain daripada itu, kurikulum ini kurang tanggap terhadap
perubahan nyta yang dihadapi para pelaksana kurikulum dilapangan. Perubahan lebih cenderung
dilakukan berdasarkan pola piker pihak atasan (birokrat) pendidikan.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum model Grass Roots,
diantaranya :
1) Guru harus memiliki kemampuan yang professional.
2) Guru harus terlibat penuh dalam perbaikan kurikulum, penyelesaian permasalahan kurikulum.
3) Guru harus terlibat langsung dalam perumusan tujuan, pemilihan bahan, dan penentuan
evaluasi
4) Seringnya pertemuan kelompok dalam pembahasan kurikulum yang akan berdampak
terhadap pemahaman guru dan akan menghasilkan consensus tujuan, prinsip, maupun rencana-
rencana.
4. Model Demonstrasi
Model pengembangan kurikulum ini datangnya dari bawah. Semula merupakan suatu upaya
inovasi kurikulum dalam skala kecil yang selanjutnya digunakan dalam skala yang lebih luas,
tetapi dalam prosesnya sering mendapat tantangan dan ketidaksetujuaan dari pihak-pihak
tertentu.
Menurut Smith, Stanley, dan Shores, ada dua bentuk model pengembangan ini. Pertama,
sekelompok guru dari suatu sekolah atau beberapa sekolah yang diorganisasi dan ditunjuk untuk
melaksanakan suatu uii coba atau eksperemen suatu kurikulum. Unit-unit ini melakukan suatu
proyek melalui kegiatan peneliatian dan pengembangan untuk menghasilkan suatu model
kurikulum. Hasil dari kegiatan peneliatian dan pengembangan ini diharapkan dapat digunakan
pada lingkungan yang lebih luas. Pengembangan model ini biasanya diprakarsai oleh pihak
Depertemen Pendidikan dan dilaksanakan oleh kelompok guru dalam rangka inovasi dan
perbaikan suatu kurikulum.
Kedua, dari beberapa orang guru yang merasa kurang puas tentang kurikulum yang telah ada,
kemudian mereka melukakan ekperemen, uji coba, dan mengadakan pengembangan secara
mandiri. Pada dasarnya guru-guru tersebut mencobakan yang dianggap belum ada, dan
merupakan suatu inovasi terhadap kurikulum, sehingga berbeda dengan pengembangan
kurikulum yang berlaku, dengan harapan akan ditemukan pengembangan kurikulum yang lebih
baik dari yang ada.
5. Model Miller-Seller
Pengembangan kurikulum ini ada perbedaan dengan model-model sebelumnya. Model
pengembangan kurikulum Miller-Seller merupakan pengembangan kurikulum kombinasi dari
model tranmisi (Gagne) dan model transaksi (Taba’s & Robinson), dengan tahapan
pengembangan sebagai berikut :
1) Klarifikasi Orientasi Kurikulum
Langkah pertama yang dianggap sangat penting adalah menguji dan mengklarifikasi orientasi.
Orientasi ini mereflekasikan pandangan filosofis, psikologis, dan sosiologis terhadap kurikulum
yang seharusnya dikembangkan. Menurut Miller dan Seller, ada tiga jenis orientasi kurikulum
yaitu tranmisi, transaksi, dan tranformasi
2) Pengembangan Tujuan
Setelah klarifikasi orientasi kurikulum, langkah berikutnya adalah mengembangkan tujuan
umum (aims) dan mengembangkan tujuan khusus berdasarkan orientasi kurikulum yang
bersangkutan. Tujuan umum dalam konteks ini adalah merefleksikan pandangan orang (image
person) dan pandangan (image) kemasyarakatan. Tujuan pengembangan merupakan tujuan yang
masih relative umum. Oleh karena itu, perlu dikembangkan tujuan-tujuan yang lebih khusus
hingga pada tujuan intruksional.
3) Identifikasi Model Mengajar
Identifikasi model mengajar (startegi mengajar) harus sesuai dengan tujuan dan oreintasi
kurikulum. Pada tahap ini pelaksanaan kurikulum harus mengidentifikasi strategi mengajar yang
akan digunakan yang disesuiakan dengan tujuan dan oreintasi kurikulum. Ada beberapa kreteria
dalam menentukan model mengajar yang akan digunakan, yaitu :
a) Disesuaikan dengan tujuan umum maupun tujuan khusus.
b) Strukturnya harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa.
c) Guru yang menerapkan kurikulum ini harus sudah memahami secara utuh, sudah dilatih, dan
mendukung model.
d) Tersedia sumber-sumber yang esensial dalam pengembangan model.
4) Implementasi
Langkah ini merupakan langkah penerapan kurikulum berdasarkan langkah-langkah sebelumnya.
Implementasi sebaiknya dilaksanakan dengan memperhatikan komponen-komponen program
studi, identifikasi sumber, peranan, pengembangan professional, penetapan waktu, komunikasi,
dan system monitoring. Langkah ini merupakan langkah akhir dalam pengembangan kurikulum.
9. Model Beuchamp
Model ini dikembangkan oleh G.A. Beauchamp (1964). Langkah-langkahnya sebagai berikut
a) Suatu gagasan pengembangan kurikulum yang telah dilaksanakan dikelas, diperluas di
sekolah, disebarkan di sekolah-sekolah di daerah tertentu baik berskala regional maupun nasional
yang disebut arena.
b) Menunjuk tim pengembang yang terdiri atas ahli kurikulum, para ekspert, staf pengajar,
petugas bimbingan, dan narasumber lain.
c) Tim menyusun tujuan pengajaran, materi, dan pelaksanaan proses belajar mengajar. Untuk
tugas tersebut perlu dibentuk : dewan kurikulum sebagai koorninator yang bertugas juga sebagai
penilai pelaksanaan kurikulum, memilih materi pelajaran baru, menentukan berbagai kriteria
untuk memilih kurikulum mana yang akan dipakai, dan menulis secara menyeluruh mengenai
kurikulum yang akan dikembangkan.
d) Melaksanakan kurikulum di sekolah.
e) Mengevaluasi kurikulum yang berlaku
2. Komponen Kurikulum
a. Komponen Tujuan
Tentu saja tujuan belajar ini menjadi komponen pertama dalam kurikulum. Kita harus punya
alasan, untuk apa kita belajar. Sebagai contoh nya di PRIVAT BANDUNG: program les privat
pelajaran sekolah memiliki tujuan belajar untuk meningkatkan pelajaran di sekolah seperti
meningkatkan nilai tugas, ulangan harian, UTS, UAS, hingga akhirnya meningkatkan nilai
raport. Berbeda program les nya berbeda juga tujuan belajarnya.
c. Komponen Strategi
Strategi dalam pembelajaran tergambar dari cara yang ditempuh dalam pembelajaran,
mengadakan penilaian, pelaksanaan bimbingan dan mengatur kegiatan baik umum maupun yang
sifatnya khusus.
Tentu saja komponen strategi ini tidak kalah penting dalam mencapai tujuan belajar. Bahkan
dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di les privat yang diselenggarakan PRIVAT
BANDUNG, strategi ini bersifat dinamis dan costumized. Karena kita tahu semua orang punya
kebiasaan cara belajar berbeda-beda sehingga membutuhkan strategi yang berbeda. Kami juga
menyediakan e-learning gratis bagi siswa kami untuk mendukung strategi ini.
d. Komponen Evaluasi
Komponen evaluasi dalam kurikulum adalah memeriksa tingkat ketercapaian tujuan suatu
kurikulum. Setiap program les privat di PRIVAT BANDUNG memiliki cara evaluasi tersendiri.
Ada yang diberikan midle test & final test. Ada juga evaluasinya dari data perkembangan nilai
tugas dan nilai ujian di sekolah.
Semua kurikulum di PRIVAT BANDUNG ini sudah dirancang sedemikian rupa untuk setiap
program nya oleh team yang berkompeten terdiri dari manajemen, guru senior, bahkan admin
KBM. Kemudian dituangkan dalam dokumen resmi yang harus dijalankan dalam kegiatan
belajar mengajar. Hal ini dilakukan agar menjaga kualitas layanan pendidikan yang kami
selenggarakan.
Dari sini sudah sedikit tergambarkan bahwa PRIVAT BANDUNG adalah lembaga
penyelenggara pendidikan, bukan sekedar 'calo guru'. Karena kami yakin jasa pendidikan
memiliki aspek moral tertentu. Dan fokus kami di layanan pendidikan les privat merupakan
komitmen kami memberikan layanan berkualitas bagi Anda.
Inductive thinking (berpikir induktif) merupakan suatu proses dalam berpikir yang berlangsung
dari hal yang bersifat khusus menuju hal yang bersifat umum (Sagala, 2008). Hilda Taba (dalam
Bruce & Joyce, 2000: 123) memperkenalkan suatu model pembelajaran yang didasarkan atas
cara berpikir induktif. Model pembelajaran berpikir induktif (inductive thinking) menurut Hilda
Taba ini juga dikembangkan atas dasar konsep proses mental siswa dengan memperhatikan
proses berpikir siswa untuk menangani informasi dan menyelesaikannya. Atas dasar cara
berpikir induktif tersebut, model pembelajaran ini menekankan pengalaman lapangan seperti
mengamati gejala atau mencoba suatu proses kemudian mengambil kesimpulan.
Berpikir merupakan suatu transaksi aktif antara individu dengan data. Artinya, dalam proses
belajar di kelas, bahan-bahan ajar merupakan sarana bagi siswa untuk mengembangkan operasi
kognitif tertentu. Dalam kegiatan tersebut, siswa belajar mengorganisasikan fakta ke dalam suatu
sistem konsep diantaranya yaitu: (a) Saling menghubung-hubungkan data yang diperoleh satu
sama lain serta membuat kesimpulan berdasarkan hubungan-hubungan tersebut; (b) Menarik
kesimpulan berdasarkan fakta-fakta yang telah diketahuinya dalam rangka membangun
hipotesis; dan (c) Memprediksi dan menjelaskan suatu fenomena tertentu. Guru dalam hal ini,
dapat membantu proses internalisasi dan konseptualisasi berdasarkan informasi tersebut seperti
halnya proses berfikir induktif.
Secara khusus model pembelajaran diartikan sebagai kerangka konseptual yang digunakan
sebagai pedoman dalam melakukan sesuatu kegiatan. Atas pemikiran tersebut model
pembelajaran adalah kerangka konseptual yang memikirkan dan melukiskan prosedur yang
mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi
sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pengajar dalam merencanakan dan
melaksanakan aktivitas pembelajaran (Winataputra 2001: 3).
Model berpikir induktif diciptakan oleh Hilda Taba. Model berpikir induktif sangat dekat gaya
penalaran induktif. Model berpikir induktif pada awalnya dikemukakan oleh filosof Inggris,
Prancis Bacon (1561) yang menghendaki agar penarikan kesimpulan didasarkan atas fakta-fakta
yang kongkret sebanyak mungkin. Adapun yang dimaksud dengan berpikir induktif adalah suatu
proses dalam berpikir yang berlangsung dari hal yang bersifat khusus menuju hal yang lebih
umum.
Kemudian pada tahun 1966 Hilda Taba memperkenalkan suatu model pembelajaran yang
didasarkan atas cara berpikir induktif yaitu model pembelajaran induktif. Model pembelajaran
berpikir induktif menurut Hilda Taba juga dikembangkan atas dasar konsep proses mental siswa
dengan memperhatikan proses berpikir siswa untuk menangani informasi dan menyelesaikannya.
Postulat yang diajukan Taba menyatakan bahwa keterampilan berpikir harus diajarkan dengan
menggunakan strategi khusus. Menurutnya, berpikir induktifmelibatkan tiga tahapan dan
karenanya ia mengembangkan tiga strategi cara mengajarkannya. Strategi pertama adalah
pembentukan konsep (concept formation) sebagai strategi dasar, kediia, interpretasi data (data
interpretation) dan ketiga adalah penerapan prinsip (application of principles).
a. Pembentukan Konsep. Tahapan pertama ini terdiri dari tiga langkah yaitu (1)
mengidentifikasi data yang relevan dengan permasalahan, (2) mengelompokkan data
atas dasar kesamaan karakteristik dan (3) membuat kategori serta memben label,
pada kelompok-kelompok data yang memiliki kesamaan karakteristik. Langkah-
langkahnya adalah: (1) membuat daftar konsep (2) pengelompokkan konsep
berdasarkan karakteristik yang sama (3) pemberian label atau kategorisasi.
b. Interpretasi Data. Strategi kedua ini merupakan cara mengajarkan bagaimana
menginterpretasi dan menyimpulkan data. Sama halnya dengan strategi pertama
(pembentukan konsep), cara ini dapat dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan tertentu. Langkah-langkahnya adalah (1) mengidentifikasi dimensi-
dimensi dan hubungan-hubungannya. (2) menjelaskan dimensi-dimensi dan
hubungan-hubungannya (3) Membuat kesimpulan.
c. Strategi ini merupakan kelanjutan dari pembentukan konsep dan interpretasi data.
Setelah siswa dapat merumuskan suatu konsep, menginterpretasikan dan
menyimpulkan data, selanjutnya mereka diharapkan dapat menerapkan suatu prinsip
tertentu ke dalam suatu situasi permasalahan yang berbeda. Atau siswa diharapkan
dapat menerapkan suatu prinsip untuk menjelaskan suatu fenomena baru. Langkah-
langkahnya adalah (1) membuat hipotesis, memprediksi konsekuensi, (2)
menjelaskan teori yang mendukung hipotesis atau prediksi, (3) menguji
hipotesis/prediksi.
Taba mengembangkan model pembelajaran induktif ini melalui strategi mengajar yang didesain
untuk membangun proses induktif serta membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan
berpikirnya dalam mengategorikan dan menangani informasi. Jadi pada dasarnya model
pembelajaran ini dikembangkan berdasarkan cara berpikir induktif, yaitu menarik kesimpulan
dari suatu masalah atau fenomena berdasarkan informasi atau data yang diperoleh. “Atas dasar
cara berpikir induktif tersebut, model pembelajaran ini menekankan pengalaman lapangan
seperti mengamati gejala atau mencoba suatu proses kemudian mengambil kesimpulan”.
Model Hilda Taba merupakan salah satu model pembelajaran induktif. Huda (2014: 78-79)
menjelaskan bahwa model pembelajaran induktif merupakan strategi yang direncanakan untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dan kreatif melalui
observasi, membandingkan, penemuan pola, dan menggeneralisasikan. Guru menciptakan
suasana aktif belajar dengan mendorong siswa mengadakan pengamatan dan memfokuskan
pengamatan melalui pertanyaan-pertanyaan.
Di samping itu, model ini merupakan penjabaran dari teori belajar kontruktif dan inkuiri. Model
ini diorientasikan pada pembelajaran berorientasi pemrosesan informasi. Langkah-langkahnya
adalah: (a) pembentukan konsep (mendata, mengklasifikasi, memberi nama) terhadap karya yang
diapresiasi; (b) analisis konsep (menafsirkan, membandingkan, menggeneralisasikan); serta (c)
penerapan prinsip (menganalisis masalah baru, membuat hipotesis, menjawab hipotesis,
memeriksa hipotesis) dan dapat diakhiri melalui penciptaan karya baru.
Pendekatan Deduktif
1. Guru mulai dengan kaidah-kaidah konsep (conceot rule) atau pernyataan yang mana dalam
pembelajaran diupayakan untuk pembuktiannya.
3. Guru memberikan pertanyaan kepada siswa untuk mendapatkan atribut/ciri dan bukan esensi
dari konsep-konsep.
4. Siswa memberikan beberapa katagori dari contoh yang diberikan oleh guru
Dalam perspektif pendidikan nasional, tujuan pendidikan nasional dapat dilihat secara jelas
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistrm Pendidikan Nasional bahwa:
”Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”
Menurut Bruner
Teori pembelajaran adalah preskriptif dan teori belajar adalah deskriptif. Preskriptif karena
tujuan utama teori pembelajaran adalah menetapkan metode pembelajaran yang optimal,
sedangkan deskriptif karena tujuan utama teori belajar adalah menjelaskan proses belajar.
Menurut Reigeluth
Teori preskriptif adalah goal oriented, sedangkan teori deskriptif adalah goal free. Maksudnya
adalah bahwa teori pembelajaran preskriptif dimaksudkan untuk
mencapai tujuan, sedangkan teori pembelajaran deskriptif dimaksudkan untk memberikan hasil.
Bruner (1964)
diakui oleh kalangan instructional theorist sebagai peletak dasar pengembang teori-teori
pembelajaran, di samping Skinner (1954) dan Ausubel (1968). Bruner (1964) membuat
pembedaan antara teori belajar dan teori pembelajaran. Teori belajar adalah deskriptif,
sedangkan teori pembelajaran adalah preskriptif. Teori belajar mendeskripsikan adanya proses
belajar, teori pembelajaran mempreskripsikan strategi atau metode pembelajaran yang optimal
yang dapat mempermudah proses belajar.
1. ilmuwan
2. teknolog dan
3. teknisi.
Teori belajar menaruh perhatian pada hubungan diantara variabel-variabel yang menentukan
hasil belajar. Teori belajar menaruh perhatian pada ”bagaimana seseorang belajar”. Sebaliknya
teori pembelajaran menaruh pehatian pada bagaimana seseorang mempengaruhi orang lain untuk
belajar. Teori pembelajaran berurusan dengan upaya mengontrol variabel-variabel.
Pembedaan teori belajar (deskriptif) dan pembelajaran (preskriptif) dikembangkan oleh Bruner,
lebih lanjut oleh Reigeluth (1983), Gropper (1983), dan Landa (1983). Menurut Reigeluth
(dalam Degeng 1989) teori-teori dan prinsip pembelajaran yang deskriptif menempatkan variabel
kondisi dan metode pembelajaran sebagai givens dan memerikan hasil pembelajaran sebagai
variabel yang diamati. Dengan kata lain kondisi dan metode pembelajaran sebagai variabel bebas
dan hasil pembelajaran sebagai variabel tergantung.
pendidikan merupakan suatu gejala yang umum dalam setiap kehidupan masyarakat, namum
perbedaan filsafat dan pandangan hidup yang dianut oleh masing-masing bangsa atau masyarakat
tersebut. Penyelenggaraan pendidikan tidak terlepas dari tujuan pendidikan yang hendak
dicapainya, rumusan tujuan pendidikan selalu mengalami perubahan dari pelita ke pelita sesuai
Indonesia.Tujuan pendidikan adalah kualifikasi yang diharapkan dimiliki murid setelah dia
tinggi, maupun tujuan nasional sudah mencakup ketiga ranah perkembangan manusia yaitu
afeksi, kognisi dan psikomotor. Disamping itu peserta didik tidak dipaksakan untuk mengikuti
pendidikan tertentu, melainkan diberi kebebasan untuk memilih sendiri, sesuai dengan bakat dan
kemampuannya masing-masing. Hal ini sesuai dengan PPRI No. 19 Tahun 2005 pasal 19 yaitu
kreatif, berpeluang unutuk berprakarsa, dan mandiri sesuai dengan bakat, minat dan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik, luhur, pantas, benar, dan
indah untuk kehidupan. Karena itu tujuan pendidikan mempunyai dua fungsi yaitu memberikan
arah kepada segenap kegiatan pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh
segenap kegiatan pendidikan. Tujuan pendidikan menduduki posisi penting diantara komponen-
komponen pendidikan lainya. Tujuan pendidikan bersifat normatif, yaitu mengandung unsur-
unsur norma bersifat memaksa, tetapi tidak bertentangan dengan hakikat perkembangan peserta
didik serta dapat diterima oleh masyarakat sebagai nilai hidup yang baik.Sehubungan dengan
fungsi tujuan yang demikian penting itu, maka menjadi keharusan bagi pendidik untuk
Menurut Undang-Undang RI No. 20 tahun 2003, pada pasal 3 disebutkan bahwa Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
1.Rumusan tujuan pendidikan menurut UU No. 4 tahun 1950, tecatum dalam bab II pasal 3 yang
berbunyi “tujuan pendidikan dan pengajaran membentuk manusia susila yang cakap dan warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab tentang kesejahteraan masyarakat dan tanah air.
2.Rumusan tujuan pendidikan menurut ketetapan MPR No. II tahun 1960 yang berbunyi tujuan
pendidikan ialah mendidik anak ke arah terbentuknya manusia yang berjiwa pancasila dan
bertanggung jawab atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia yang adil dan makmur
3.Rumusan tujuan pendidikan menurut sistem pendidikan nasional pancasila dengan penetapan
Presiden no. 19 tahun 1965 yang berbunyi tujuan pendidikan nasional kita, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta, dari pendidikan prasekolah sampai pendidikan
tinggi, supaya melahirkan warga negara sosialis Indonesia yang susila, yang bertaggung jawab
atas terselenggaranya masyarakat sosialis Indonesia, adil dan makmur baik spiritual maupun
4.Rumusan tujuan pendidikan menurut ketetapan MPRS No. 2 tahun 1960 yang berbunyi tujuan
dikehendaki oleh pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan isi Undang-Undang Dasar1945.
Jenis dan hirarki tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan dan pengajaran dapat dibedakan dan disusun menurut hirarki sebagai berikut:
1. Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia adalah manusia yang berjiwa pancasila
2. Tujuan Institusional ialah tujuan pendidikan yang akan dicapai menurut jenis dan tingkatan
sekolah atau lembaga pendidikan masing-masing, biasanya tercantum dalam kurikulum sekolah
atau lembaga pendidikan yang harus dicapai setelah selesai belajar, Tujuan Institusional ini
berbentuk Standar Kompetensi Lulusan. Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan
dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta
didik.
Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan
pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran,
3. Tujuan kurikuler adalah tujuan kurikulum sekolah yang telah diperinci menurut bidang studi
4. Tujuan intruksional adalah tujuan pokok bahasan atau tujuan sub pokok bahasan yang
diajarkan oleh guru. Tujuan intruksional dibedakan menjadi dua macam yaitu tujuan intruksional
umum (TIU) dan tujuan intruksional khusus (TIK).a. Umumnya tujuan intruksional umum
berada pada tiap-tiap pokok bahasan yang telah dirumuskan didalam kurikulum sekolah,
khusus adalah tujuan pengajaran yang diharapkan dapat dicapai oleh siswa pada akhir tiap jam
pelajaran, biasanya dibuat oleh guru yang dimuatkan didalam satuan pelajaran (satpel) atau
dalam kurikulum saat ini dikenal dengan Standar kompetensi dan Kompetensi Dasar.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia (PPRI) No. 11 Tahun 2005 tentang standar
nasional pendidikan pasal 26 ayat 1 disebutkan pendidikan dasar bertujuan untuk meletakan
dasar:
1. Kecerdasan
2. Pengetahuan
3. Kepribadian
4. Akhlak mulia
Tampaknya pendidikan dasar, yang mencakup SD dan SMP, ini sudah diorientasikan kepada
upaya mendasari hidupnya. Hal ini dapat dilihat dari butir ketrampilan untuk hidup mandiri dan
Selanjutnya dalam pasal yang sama, ayat 2, pada PP itu disebutkan pendidikan menengah umum
1. Kecerdasan
2. Pengetahuan
3. Kepribadian
4. Akhlak mulia
Tujuan pendidikan menengah umum atau SMA ini sama dengan tujuan pendidikan dasar, hanya
kalau dalam pendidikan dasar dinyatakan sebagai peletak dasar, maka dalam pendidikan
menengah umum disebutkan untuk meningkatkan apa yang telah dicapai di pendidikan dasar.
Pada ayat 3 pasal yang sama dalam UU itu, tujuan pendidikan menengah Kejuruan bertujuan
untuk meningkatkan:
1. Kecerdasan
2. Pengetahuan
3. Kepribadian
4. Akhlak mulia
Tujuan pendidikan tinggi ini sudah komperehensif, sebab sudah mencakup ranah afeksi, kognisi,
Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang akan
diberikan kepada anak didik. Mengingat kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka tujuan kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan. Dalam
sistem pendidikan nasional, tujuan umum pendidikan dijabarkan dari falsafah bangsa, yakni
Pancasila. Pendidikan nasional berdasarkan pancasila bertujuan meningkatkan kualitas manusia
indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri,
cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Untuk memahami tujuan pendidikan John Dewey (1916) membandingkan antara hasil
pendidikan dan tujuan pendidikan.selanjutnya Dewey memberikan gambarannya tentang angin
yang berhembus di padang pasir yang menyebabkan pasir berpindah dari tempatnya. inilah yang
disebut hasil. Pasir berpindah karena hembusan angin sebagai hasil karena menunjukkkan
efek,bukan tujuan. Sedangkan hakekat tujuan pendidikan dapat di lihat dari gambaran
sekelompok lebah yang membangun sarang,menghisap sari madu dan memproduksi madu.
Aktivitas lebah ini menunjukkan kegiatan bertahap,kegiatan satu mempersiapkan kegiatan
berkutnya.ketika lebah membangun sarang,ratu lebah bertelur yang di simpan di sarang lebah,
kemudian telur di jaga dalam temperature tertentu. Setelah menetas, lebah muda di beri makan
sampai tumbuh besar dan cukup kekuatan untuk mengumpulkan sari madu.
Tujuan selalu berkaitan dengan hasil, tetapi tujuan lebih merupakan kegiatan yang mengandung
proses.tujuan menampilkan aktivitas yang teratur dan pada akhirnya tujuan akan berdampak pada
hasil.
Berikut contoh tujuan institusinal, seperti yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 19
tahun 2005 tentang Standar nasional pendidikan Bab 5 pasal 26 yang menjelaskan bahwa
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan, pengetauan, kepribadian,akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
a. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia yang brrtujuan bertakwa kepada tuhan
yang maha esa serta berahlak mulia.tujuan tersebut di capai melalui muatan dan atau kegiatan
agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan ternologi, estetika, jasmani,
olahraga dan kesehatan.
b. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian bertujuan: membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
c. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan mengembangkan
logika,kemampuan berfikir dan aanlisis peserta didik.
d. Pada satuan pendidikan SD/MI/SDLB/paket A.B,C. tujuan ini dicapai melalui muatan daan
atau kegiatan bahasa, matematika, IPA, IPS, keterampilan/kejuruan, dan atau teknologi informasi
dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
e. Pada satuan pendidikan SMK/MAK, tujuan ini di capai melalui muatan dan atau kegiatan
bahasa, matematika, IPA, IPS, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi serta
muatan lokal yang relevan.
B. Manfaat Kurikulum
Dalam proses belajar kurikulum memiliki kedudukan yang sangat penting, karena dengan
kurikulum peserta didik sebagai individu yang berkembang akan memperoleh manfaat.
1. Manfaat kurikulum bagi guru
a.Kurikulum sebagai pedoman bagi guru dalam merancang, malaksanakan, dan menilai
kegiatan pembelajaran.
e.Memberikan pengertian dan pemahaman yang baik bagi guru untuk menjalankan tugas sebagai
pengajar yang baik di kelas.
a.Kurikulum dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuanpendidikan, baik itu dalam
tujuan nasional, institusional, kurikuler, maupun dalam tujuan instruksional. Dengan adanya
suatu kurikulum maka tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah tertentu dapat
tercapai.
b.Mendorong terwujudnya otonomi sekolah dalam penyelenggaraan pendidikan (KTSP).
c.Memberi peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan (KTSP).
a. Sebagai acuan untuk berpartisipasi dalam membimbing putra/putrinya di sekolah (dalam hal
ini orang tua sebagai bagian dari masyarakat).
b. Dengan mengetahui suatu kurikulum sekolah, masyarakat dapat berpartisipasi dalam rangka
memperlancar program pendidikan, serta dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
dalam penyempurnaan program pendidikan di sekolah.
Bagi orang tua, kurikulum bermanfaat sebagai bentuk adanya partisipasi orang tua dalam
membantu usaha sekolah dalam memajukan putra putrinya. Bantuan yang sud dapat berupa
konsultasi langsung dengan sekolah/guru mengenai masalah-masalah menyangkut anak-anak
mereka. Bantuan berupa materi dari orang tua anak dapat melalui lembaga BP-3. Dengan
membaca dan memahami kurikulum sekolah, para orang tua dapat mengetahui pengalaman
belajar yang diperlukan anak-anak mereka, sehingga partisipasi orang tua ini pun tidak kalah
pentingnya dalam menyukseskan proses belajar mengajar disekolah.
Mendidik anak dengan baik hanya baik mungkin jika kita memahami masyarakat tempat ia
hidup. Karena itu setiap Pembina kurikulum harus senantiasa mempelajari keadaan,
perkembangan, kegiatan, dan aspirasi masyarakat.
Salah satu ciri masyarakat ialah perubahannya yang cepat akibat perkembangan ilmu
pengetahuan yang diterapkan dalam teknologi, yang sering tidak dapat kita ramalkan akibatnya.
Produk mobil yang berjumlah ratusan juta menimbulkan masalah jalan raya, keamanan,
kecelakaan, kejahatan, mobilitas, dan sebaginya yang banyak merepotkan karena kita tidak
sanggup mengatasinya pada waktunya.
Perubahan-perubahan yang hebat dan cepatdalam masyarakat memberikan tugas yang lebih luas
dan lebih berat kepada sekolah. Sekolah yang tradisional, yang hanya menoleh ke belakang pasti
tidak dapat memberikan pendidikan yang relevan. Bagaiman menghadapi perubahan ini bukan
sesuatu yang gampang. Anak-anak kini memasuki SD akan menghadapi dunia yang sangat
berbeda dengan masyarakat 15 atau 20 tahun lagi bila ia menyelesaikan studinya di universitas.
Segala sesuatu mudah menjadi using, karena cepatnya segala sesuatu berubah . seorang
pengarang bernama Norman Cousins menulis buku “Modern Man is Obsolete” untuk member
peringatan bahwa kita akan segera terbelakang bila kita tidak senantiasa menyesuaikan diri
dengan perkembangan sosial, politik, ekonomi.
Perkembangan ini menyebabkan lenyapnya jenis pekerjaan tertentu dan timbilnya berbagai
macam pekerjaan lain. Pekerjaan kasar semakin lama semakin berkurang, sedangkan pekerjaan
baru memerlukan pendidikan yang lebih lama. Fleksibilitas untuk mempelajari pekerjaan baru
perlu dalam zaman modern ini. Anak-anak harus belajar berpikir sendiri untuk menghadapi
berbagai persoalan baru dan jangan hanya disuruh menghafal jawaban atas pertanyaan yang telah
usang. Perubahan masyarakat mengharuskan kurikulum senantiasa ditinjau kembali. Kurikulum
yang baik pada suatu saat, sudah tidak lagi sesuai dalam keadaan yang berubah.
Kemajuan teknologi memperbesar ketergantungan manusia yang lainnya. Tidak ada lagi zaman
sekarang yang dapat memenuhi keperluan keluarganya. Di kota manusia menjadi semata-mata
konsumtif. Makanan, minuman, pakaian, pembuangan sampah, rekreasi dan seribu satu macam
kebutuhan lainnya hanya diperolehnya berkat jasa orang lain. Pemogokan buruh lapangan
terbang, pengangkut sampah, pegawai pos, dan sebagainya akan sangat mengganggu kehidupan
masyarakat. Maka perlulah anak-anak didik untuk menghargai jasa orang lain dan memberikan
jasanya kepada masyarakat.
Peranan keluarga berubah bila dibandingkan dengan dahulu. Keluarga masih merupakan
lembaga yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembanagan pribadi anak. Kurangnya rasa
kasih sayang orang tua dapat menimbulkan sikap agresif atau kelainan lain dalam watak
seseorang.Akan tapi keluarga sudah banyak melepaskan fungsinya yang dahulu. Rekreasi yang
dulu berpusat dalam keluarga kini sudah berpindah ke bioskop, lapangan olah raga atau pusat
rekreasi lainnya. Anak tidak lagi mempelajari suatu pekerjaan dari ayahnya, akan tetapi ia
memperolehnya dari sekolah kejuruan. Seorang gadis tidak lagi belajar menjahit dari ibunya, ia
mengikuti suatu kursus.
Banyak fungsi keluarga sudah harus dibebankan kepada sekolah. Ada pendidik yang mengeluh
bahwa kurikulum sekolah terlampau berat bebannya, dan menginginkan agar tugas sekolah
dibatasi pada pendidikan akademis, sedangkan kesehatan misalnya diserahkan pada dokter.
Namun, anak itu merupakan suatu keseluruhan dan mau tak mau sekolah harus pula
memperhatikan segala aspek perkembangan anak. Maka karena itu di sekolah-sekolah yang maju
disediakan fasilitas untuk kesehatan, pemeriksaan gigi, makan siang, bimbingan penyuluhan, dan
sebagainya.
Masalah lain yang dihadapi dalam masyarakat ialah pertambahan penduduk yang cepat.
Sekalipun dengan giat diusahakan keluarga berencana, namun penduduk Indonesia bertambah
sekitar 3 juta tiap tahun atau satu orang tiap 7,5 detik. Eksplosi penduduk itu dengan sendirinya
mempengaruhi soal persediaan makanan, air bersih, perumahan, transfortasi, rumah sakit,
keamanan, pendeknya semua aspek kehidupan termasuk pendidikan. Hanya menambah fasilitas
pendidikan serta tenaga pengajar untuk pertambahan penduduk 3 juta tiap tahun ia sudah
merupakan pekerjaan raksasa, apalagi menjalankan kewajiban belajar bagi semua anak berusia 7-
12 tahun yang bertambah sekitar 25 juta orang. Anak-anak berusia 13-18 tahun jumlahnya
sekitar 17 juta pada tahun 1974 hanya 4 juta yang bersekolah sedangkan yang belajar di
universitas hanya sekitar seperempat juta atau 2,5 % dari pemuda berusia 18-28 tahun.
Jumlah anak yang putus sekolah juga sangat mengkhawatirkan. Sekitar 63% dari anak-anak yang
memasuki SD tidak dapat menyelesaikannya. Dalam zaman modern dengan teknologi yang
maju masyarakat kita memerlukan rakyat yang terdidik. Kalau negara yang maju sudah
sekurang-kurangnya memberikan pendidikan menengah atas, dan bahkan berusaha memberikan
pendidikan tinggi kepada semua warga-negaranya, maka dalam perjuangan hidup, bangsa yang
rendah pendidikannya pasti akan menderita kerugian.
Tidak setiap kemajuan dalam ilmu pengetahuan teknologi membawa keuntungan dan
kebahagiaan bagi umat manusia, bahkan sering justru membawa masalah-masalah yang lebih
pelik lagi. Demikian pula tidak tiap perubahan atau pembaharuan berarti kemajuan. Hanya sering
kita terlambat mengenal akibat-akibat perkembangan itu. Maka perlu pulalah anak-anak diajak
menilai secara kritis perubahan-perubahan dalam masyarakat sekitarnya dan dalam dunia
umumnya.
Di atas telah dikemukakan beberapa masalah bertalian dengan masyarakat. Masih banyak lagi
masalah lain, dan tiap masalah menimbulkan masalah-masalah baru. Sekolah tak dapat tiada
harus memperhatikannya bila kita ingin mendidik anak yang serasi untuk masyarakat sekarang.
Bagaimana mempertimbangkannya dalam kurikulum adalah tugas yang terus-menerus akan
dihadapi oleh guru, pendidik, dan pembina kurikulum.
Di lain pihak ada anggapan bahwa fungsi sekolah adalah memajukan masyarakat dan bertindak
sebagai “agent of change”. Banyak yang pernah diharapkan dari sekolah. Ada masanya dengan
pengajaran dapat dilenyapkan kemiskinan, kemelaratan, kejahatan dan bermacam-macam
penyakit lainnya.
John Dewey memandang sekolah sebagai alat yang paling efektif untuk merekonstruksi dan
memperbaiki masyarakat melalui pendidikan individu. Sekolah percobaan yang didirikannya
merupakan masyarakat kecil tempat anak-anak belajar dengan melakukan berbagai kegiatan
yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari.
G.S. Count mempunyai pendirian yang lebih jauh lagi. Ia tidak hanya mengharapkan bahwa
pendidikan harus membawa perubahan dalam masyarakat akan tetapi mengubah tata-sosial, dan
mengatur perubahan sosial. Tak semua orang akan menerima fungsi sekolah yang demikian,
apalagi dalam masyarakat yang kompleks sekarang ini. Para ahli sosiologi berpendapat bahwa
sekolah sebagai lembaga yang didirikan oleh masyarakat, hanya dapat mencapai tujuan menurut
norma-norma yang ada dalam masyarakat itu. Maka tidaklah mungkin sekolah itu mendahului
perubahan dalam masyarakat, akan tetapi hanya dapat mengikuti dan menyesuaikan diri dengan
perkembangan masyarakat. Jadi fungsi sekolah selalu konservatif. Kurikulum sekolah selalu
ditentukan oleh masyarakat dan kebudayaannya tempat sekolah itu berada.
Namun kita jangan meremehkan peranan sekolah dalam perubahan masyarakat, sekalipun tidak
pula terlampau membesar-besarkannya.
Fungsi lain yang telah dikemukakan oleh John Dewey ialah fungsi sekolah untuk
menembangkan individu. Sekolah yang ekstrim dalam hal ini adalah sekolah yang child-
centered. Akan tetapi tidak ada sekolah yang mengabaikan fungsi ini dengan berusaha
merealisasikan potensi-potensi yang ada pada anak secara optimal. Dalam undang-undang dasar
kita juga dikemukakan agar setiap anak dapat dikembangkan sesuai dengan bakat masing-
masing.
Dengan menemukakan berbagai fungsi sekolah itiu jangan kita anggap bahwa fungsi yang satu
bertentangan dengan yang lain. Kita jangan membuat kesalahan memandang sekolah masyarakat
sebagai lawan sekolah yang berpusat pada anak, atau kebutuhan masyarakat lawan kebutuhan
individu.
Konservatisme Sekolah
Pada hakikatnya sekolah itu tak dapat tiada harus bersifat konservatif, bila kita berpendirian,
bahwa tugas sekolah ialah menyampaikan kultur atau kebudayaan kepada anak-anak.
Kebudayaan ialah hasil pengalaman manusia pada masa yang lampau. Dari warisan itu dipilih
hal-hal yang dianggap perlu bagi pendidikan anak-anak yang disajikan dalam bentuk mata
pelajaran.
Kebudayaan, hasil pengalaman manusia yang lampau, memang sangat banyak mengandung hal-
hal yang sangat berguna bagi kehidupan sekarang. Manusia tidak hidup dalam suatu vocuum,
suatu kekosongan, ia hasil masa lampau dan menuju ke masa yang akan datang. Kebudayaan
disampaikan kepada anak-anak karena dianggap betul-betul berfaedah dan mengandung arti
bagi masa kini dan masa depan.
Sekolah ialah suatu lembaga sosial untuk mewujudkan tujuan-tujuan sosial. Sekolah didirikan
oleh masyarakat untuk anak-anak agar mereka mempertahankan, memelihara, dan menjamin
kelangsungan hidup masyarakat itu. Sekolah ialah alat utama yang digunakan masyarakat agar
generasi muda menerima cara-cara hidup yang dianggap baik oleh masyarakat itu. Dengan
menyampaikan kebudayaan itu tercapailah kesamaan norma, sikap, nilai-nilai pada semua warga
negara. Itu sebabnya maka pada suatu pihak sekolah itu harus konservatif. Akan tetapi ini hanya
salah satu aspek dari tugasnya. Kalau sekolah hanya berpegang pada tugas ini saja, maka
mungkin sekalilah sekolah itu ketinggalan zaman. Di samping peranan konservatif sekolah
mempunyai juga peranan evaluatif dan kreatif.
Dengan peranan evaluatif dimaksud, bahwa anak-anak tidak hanya menerima begitu saja apa
yang mereka peroleh dari generasi yang lama. Mereka hendaknya diberi kesempatan untuk
menilainya secara kritis berhubungan dengan dinamika masyarakat. Kadang-kadang perlu
meninjau kembali kesesuaian nilai-nilai yang lama dalam keadaan yang baru. Ini tidak berarti
bahwa segala yang lama itu tidak beguna, atau segala yang baru itu baik. Akan tetapi kalau yang
lama itu ternyata tidak sesuai lagi, maka haruslah dicari jalan-jalan baru. Di sinilah hendaknya
sekolah memberi kesempatan kepada murid-murid yang berbakat untuk menciptakan sesuatu
yang baru untuk kepentingan masyarakat seluruhnya. Ini tidak berarti, bahwa murid akan
menciptakannya selama bersekolah, akan tetapi sekolah jangan mematikan inisiatif dan
kreativitas murid-murid. Inilah peranan kreatif dari sekolah.
Masyarakat senantiasa berubah dan terus-menerus akan berubah. Masyarakat kita sekarang jauh
berlainan daripada masyarakat nenek moyang kita dan belainan pula dengan masyarakat yang
akan dihadapi oleh anak cucu kita pada masa mendatang. Ilmu pengetahuan dan teknologi ialah
daya-daya yang sangat mempercepat perubahan dalam masyarakat, sehingga merupakan suatu
revolusi. Perubahan teknologi dalam beberapa tahun akhir-akhir ini saja lebih berat dan lebih
banyak daripada yang pernah dialami nenek kita sepanjang hidupnya. Segala perubahan itu
sedikit banyak mempengaruhi cara hidup dan cara berpikir manusia. Kerena kemajuan dalam
lapangan pengangkutan dan perhubungan, dunia ini telah menjadi suatu kesatuan. Tak ada lagi
daerah atau negara yang terpencil. Segala sesuatu yang penting yang terjadi di suatu negara,
segera diketahui di semua pelosok di dunia. Ketegangan di suatu negara, apakah itu Zaire, Laos
atau Timur Tengah, menimbulkan ketegangan pula di seluruh dunia. Dunia ini rasanya
bertambah kecil. Pendapatan-pendapatan baru segera tersebar di seluruh dunia dan
mempengaruhi hidup manusia seperti: listrik, radio, TV, kapal terbang, makanan kaleng,telepon,
dan sebagainya.
Disamping membawa kebahagiaan, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknik banyak juga
mengandung bahaya apabila disalah gunakan. Bahaya kehancuran dengan bom atom memberi
tugas kepada umat manusia, untuk bekerja sama agar dapat hidup damai berdampingan di dunia
ini. Sekolah tidak dapat menutup mata untuk masalah-masalah internasional seperti polusi,
eksplosi penduduk, dan sebagainya yang juga mengenai diri setiap orang. Sekolah hendaknya
turut serta memberi sumbangan kearah terciptanya dunia yang bahagia dan aman bagi seluruh
umat manusia.
Kurikulum yang uniform mematikan inisiatif guru, mengekang kebebasannya dan menutup
kemungkinan untuk menyesuaikan kurikulum dengan keadaan masyarakat dan kebutuhan murid-
murid setempat. Kurikulum yang uniform juga bertentangan dengan prinsip untuk menyesuaikan
pelajaran dengan perbedaan individual. Keadaan dan kebutuhan yang serba ragam di berbagai
daerah di Tanah Air kita memerlukan kurikulum yang fleksibel, sehingga keperluan-keperluan
masyarakat itu dapat dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah. Hanya dengan jalan demikian
sekolah dapat memberikan pendidikan yang fungsional, sehinggga anak-anak benar-benar
dipersiapkan untuk menghadapi masalah-masalah di dalam masyarakat tempat ia hidup.
Tujuan kurikulum pada hakikatnya adalah tujuan dari setiap program pendidikan yang akan
diberikan kepada anak didik. Mengingat kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan
pendidikan, maka tujuan kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan. Dalam
sistem pendidikan nasional, tujuan umum pendidikan dijabarkan dari falsafah bangsa, yakni
Pancasila. Pendidikan nasional berdasarkan pancasila bertujuan meningkatkan kualitas manusia
indonesia, yakni manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi
pekerti luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri,
cerdas dan terampil serta sehat jasmani dan rohani.
Untuk memahami tujuan pendidikan John Dewey (1916) membandingkan antara hasil
pendidikan dan tujuan pendidikan.selanjutnya Dewey memberikan gambarannya tentang angin
yang berhembus di padang pasir yang menyebabkan pasir berpindah dari tempatnya. inilah yang
disebut hasil. Pasir berpindah karena hembusan angin sebagai hasil karena menunjukkkan
efek,bukan tujuan. Sedangkan hakekat tujuan pendidikan dapat di lihat dari gambaran
sekelompok lebah yang membangun sarang,menghisap sari madu dan memproduksi madu.
Aktivitas lebah ini menunjukkan kegiatan bertahap,kegiatan satu mempersiapkan kegiatan
berkutnya.ketika lebah membangun sarang,ratu lebah bertelur yang di simpan di sarang lebah,
kemudian telur di jaga dalam temperature tertentu. Setelah menetas, lebah muda di beri makan
sampai tumbuh besar dan cukup kekuatan untuk mengumpulkan sari madu.
Tujuan selalu berkaitan dengan hasil, tetapi tujuan lebih merupakan kegiatan yang mengandung
proses.tujuan menampilkan aktivitas yang teratur dan pada akhirnya tujuan akan berdampak pada
hasil.
Karakteristik tujuan pendidikan yang baik menurut Dewey (1916)
1.Tujuan pendidikan harus berupa kegiatan dan kebutuhan intrinsik.
2.Tujuan pendidikan harus bias di capai,untuk itu tujuan harus bersifat fleksibel,dan mengandung
pengalaman belajar.
3.Tujuan pndidikan harus merepresentasikan kegiatan.
Di lihat dari hirarkisnya tujuan pendidikan terdiri atas tujuan yang sangat umum sampai tujuan
khusus yang bersifat spesifik dan dapat di ukur.
Tujuan kurikulum di bagi menjadi empat yaitu:
TPN adalah tujuan umum yang sarat dengan muatan filosofis.TPN merupakan sasaran akhir
yang harus di jadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan artinya setiap lembaga dan
penyelenggaraan itu,baik pendidikan yang di selenggarakan oleh lembaga pendiddikan
formal,informal maupun non formal.tujuan pendidikan umum biasanya di rumuskan dalam
bentuk perilaku yang ideal sesuai dengan pandangan hidup dan filsafat suatu bangsa yang di
rumuskan oleh pemerintah dalam bentuk undang-undang.TPN merupakan sumber dan pedoman
dalam usaha penyelenggaraan pendidikan.
Tujuan pedidikan seperti dalam rumusan di atas, merupakan rumusan tujuan yang sangat
ideal yang sulit untuk direalisasikan dan di ukur keberhasilannya. Memang sulit untuk mencari
ukuran dari tujuan yang ideal.oleh karena kesulitan itulah, maka tujuan pendidikan yang bersifat
umum itu perlu di rumuskan lebih khusus.
2. Tujuan Institusional (TI)
Tujuan institusional adalah tujuan yang harus di capai oleh setiap lembaga pendidikan. Dengan
kata lain tujuan ini dapat di definisikan sebagai kualifikasi yang harus di miliki oleh setiap siswa
setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program di suatu lembaga pendidikan
tertentu.tujuan institusional merupakan tujuan antara untuk mencapai tujuan umum yang di
rumuskan dalam bentuk kompetisi lulusan setiap jenjang pendidikan. Seperti misalnya Standar
kompetensi pendidikan dasar, menengah, kejuruan dan jenjang pendidikan tinggi.
Berikut contoh tujuan institusinal, seperti yang tertuang dalam peraturan pemerintah nomor 19
tahun 2005 tentang Standar nasional pendidikan Bab 5 pasal 26 yang menjelaskan bahwa
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan dasar bertujuan untuk meletakkan dasar
kecerdasan, pengetauan, kepribadian,akhlak mulia, serta keterampilan untuk hidup mandiri dan
mengikuti pendidikan lebih lanjut.
Standar kompetensi lulusan pada satuan pendidikan menengah umum bertujuan untuk
meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,serta keterampilan untuk
hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
Standar kompetensi lulusan pada jenjang pendidikan tinggi bertujuan untuk mempersiapkan
peserta didik menjadi anggota masyarakat yang berakhlak mulia,memiliki
pengetahuan,keterampilan,kemandirian, dan sikap untuk menemukan, mengembangkan, serta
menerapkan ilmu,teknologi dan seni,yang bermanfaat bagi kemanusiaan.
Badan standar nasional pendidikan kemudian merumuskan tujuan setiap kelompok mata
pelajaran sesuao dengan peraturan pemerintah No 19 tahun 2005 sebagai berikut;
a.Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia yang brrtujuan bertakwa kepada tuhan yang
maha esa serta berahlak mulia.tujuan tersebut di capai melalui muatan dan atau kegiatan agama,
kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan ternologi, estetika, jasmani, olahraga dan
kesehatan.
b.Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian bertujuan: membentuk peserta
didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air.
c.Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi bertujuan mengembangkan
logika,kemampuan berfikir dan aanlisis peserta didik.
d.Pada satuan pendidikan SD/MI/SDLB/paket A.B,C. tujuan ini dicapai melalui muatan daan
atau kegiatan bahasa, matematika, IPA, IPS, keterampilan/kejuruan, dan atau teknologi informasi
dan komunikasi, serta muatan lokal yang relevan.
e.Pada satuan pendidikan SMK/MAK, tujuan ini di capai melalui muatan dan atau kegiatan
bahasa, matematika, IPA, IPS, keterampilan, kejuruan, teknologi informasi dan komunikasi serta
muatan lokal yang relevan.
f.Kelompok mata pelajaran estetika bertujuan membentuk karakter peserta didik menjadi
manusia yang memiliki rasa seni dan pemahaman budaya.tujuan ini di capai melalui muatan dan
kegiatan bahsa, seni budaya,keterampilan,dan muatan lokal yang relevan.
g.Kelompok mata pelajran jasmani,olahraga dan kesehtan bertujuan mambentuk karakter peserta
didik agar sehat jasmani dan rohani.
4.Tujuan Pembelajaran atau Instruksional (TP)
Dalam proses belajar kurikulum memiliki kedudukan yang sangat penting, karena dengan
kurikulum peserta didik sebagai individu yang berkembang akan memperoleh manfaat.
e.Memberikan pengertian dan pemahaman yang baik bagi guru untuk menjalankan tugas sebagai
pengajar yang baik di kelas.
a.Kurikulum dijadikan sebagai alat untuk mencapai suatu tujuanpendidikan, baik itu dalam
tujuan nasional, institusional, kurikuler, maupun dalam tujuan instruksional. Dengan adanya
suatu kurikulum maka tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh sekolah tertentu dapat
tercapai.
c.Memberi peluang yang lebih luas kepada sekolah-sekolah plus untuk mengembangkan
kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan (KTSP).
a.Sebagai acuan untuk berpartisipasi dalam membimbing putra/putrinya di sekolah (dalam hal ini
orang tua sebagai bagian dari masyarakat).
b.Dengan mengetahui suatu kurikulum sekolah, masyarakat dapat berpartisipasi dalam rangka
memperlancar program pendidikan, serta dapat memberikan kritik dan saran yang membangun
dalam penyempurnaan program pendidikan di sekolah.
Bagi orang tua, kurikulum bermanfaat sebagai bentuk adanya partisipasi orang tua dalam
membantu usaha sekolah dalam memajukan putra putrinya. Bantuan yang sud dapat berupa
konsultasi langsung dengan sekolah/guru mengenai masalah-masalah menyangkut anak-anak
mereka. Bantuan berupa materi dari orang tua anak dapat melalui lembaga BP-3. Dengan
membaca dan memahami kurikulum sekolah, para orang tua dapat mengetahui pengalaman
belajar yang diperlukan anak-anak mereka, sehingga partisipasi orang tua ini pun tidak kalah
pentingnya dalam menyukseskan proses belajar mengajar disekolah.
g.Mager (1975)
Tujuan pembelajaran adalah deskripsi dari kinerja yang guru inginkan dapat ditunjukkan oleh
peserta didik sebelum guru dapat menganggap mereka kompeten. Sebuah tujuan lebih
menggambarkan hasil yang diinginkan dari suatu pembelajaran, daripada proses pembelajaran
itu sendiri.
Tujuan instruksional mengandung dua komponen yaitu komponen isi dan komponen proses.
Komponen isi berfokus pada memperoleh fakta, konsep, prinsip-prinsip yang berhubungan
dengan topik yang dipelajari. Sedangkan komponen proses menitik beratkan perhatian pada
kegiatan, pelaksanaan kegiatan yang berkaitan dengan topik. Jenis-jenis tujuan instruksional
dapat digolongkan atas:
a.Tujuan yang berbetuk tingkah laku (behavioral objectives)
b.Tujuan yang berupa penampilan (peformance objective)
c.Tujuan yang bersifat mengungkapkan diri (expressive objectives)
d.Tujuan yang mengacu kepada ranah perilaku (domain refence objectives).
Dari sejumlah uraian tentang konsep tujuan tersebut secara garis besar yang dimaksud dengan
tujuan pembelajaran adalah suatu pernyataan atau rumusan tentang deskripsi tingkah laku atau
kemampuan yang diharapkan dapat diperoleh dan dimiliki seseorang setalah melakkukan atau
menyelesaikan kegiatan pendidikan/belajar (sesuai dengan hirarkisnya).
a.Kognitif
Kawasan kognitif ini meliputi tujuan pendidikan yang berkenaan dengan ingatan atau
pengenalan terhadap pengetahuan dan pengembangan kemampuan intelektual dalam
keterampilan berfikir.Menurut Bloom pada tahun 1956, dalam bukunya yang berjudul Taxonomy
of Educational Objectives. Handbook I : Cognitive Domain yang diterbitkan oleh McKey New
York telah membagi ranah (domain) kognitif menjadi beberapa bagian. Berikut adalah
penjelasannya.Tujuan pembelajaran dalan ranah (domain) kognitif atau intelektual dibagi
menjadi 6 tingkatan, dilambangkan dengan huruf C (cognitive). Secara umum, makin tinggi
tingkatannya semakin rumit tujuan pembelajaran itu yaitu:
1)Pengetahuan – C1
Pada level atau tingkatan terendah ini dimaksudkan sebagai kemampuan mengingat kembali
materi yang telah dipelajari, misalnya: (a) pengetahuan tentang istilah; (b) pengetahuan tentang
fakta khusus; (c) pengetahuan tentang konvensi; (d) pengetahuan tentang kecendrungan dan
urutan; (e) pengetahuan tentangklasifikasi dan kategori; (f) pengetahuan tentang kriteria; dan (g)
pengetahuan tentang metodologi.
Kata Kerja Operasional Level C1 Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan
tujuan pembelajaran pada level C1 (Cognitive 1 – Pengetahuan) Antara
lain:mengutip,menyebutkan,menjelaskan,menggambar,membilang,mengidentifikasi,mendaftar
dll.
2)Pemahaman – C2
Pada level atau tingkatan kedua ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan memahami materi
tertentu, dapat dalam bentuk: (a) translasi (mengubah dari satu bentuk ke bentuk lain); (b)
interpretasi (menjelaskan atau merangkum materi);(c) ekstrapolasi (memperpanjang/memperluas
arti/memaknai data).
Kata Kerja Operasional Level C2 Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan
tujuan pembelajaran pada level C2 (Cognitive 2 – Pemahaman) antara
lain:memperkirakan,menjelaskan,mengkategorikan,mencirikan,merinci,mengasosiasikan dll.
3)Aplikasi – C3
Pada level atau tingkatan ketiga ini, aplikasi dimaksudkan sebagai kemampuan untuk
menerapkan informasi dalam situasi nyata.
Kata Kerja Operasional Level C3 Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan
tujuan pembelajaran pada level C3 (Cognitive 3 – Aplikasi) antara
lain:menugaskan,mengurutkan,menentukan,menerapkan,menyesuaikan,mengkalkulasi,memodifi
kasi dll.
4)Analisis – C4
Analisis adalah kategori atau tingkatan ke-4 dalam taksonomi Bloom tentang ranah (domain)
kognitif. Analisis merupakan kemampuan menguraikan suatu materi menjadi bagian-bagiannya.
Kemampuan menganalisis dapat berupa: (a) analisis elemen (mengidentifikasi bagian-bagian
materi); (b) analisis hubungan (mengidentifikasi hubungan); (c) analisis pengorganisasian prinsip
(mengidentifikasi pengorganisasian/organisasi).
Kata Kerja Operasional Level C4.Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan
tujuan pembelajaran pada level C4 (Cognitive 4 – Analisis)
antaralain:menganalisis,mengaudit,memecahkan,menegaskan,mendeteksi,mendiagnosis,menyele
ksi,merinci,menominasikan dll.
5) Sintesis – C5
Level kelima adalah sintesis yang dimaknai sebagai kemampuan untuk memproduksi. Tingkatan
kognitif kelima ini dapat berupa: (a) memproduksi komunikasi yang unik; (b) memproduksi
rencana atau kegiatan yang utuh; dan (c) menghasilkan/memproduksi seperangkat hubungan
abstrak. Kata Kerja Operasional Level C5 Contoh-contoh kata kerja operasional untuk
merumuskan tujuan pembelajaran pada level C5 (Cognitive 5 – Sintesis) antara
lain:mengabstraksi,mengatur,menganimasi,mengumpulkan,mengkategorikan,mengkode,mengom
binasikan,menyusun dll.
6) Evaluasi – C6
Level ke-6 dari taksonomi Bloom pada ranah kognitif adalah evaluasi. Kemampuan melakukan
evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai ‘manfaat’ suatu benda/hal untuk tujuan tertentu
berdasarkan kriteria yang jelas. Paling tidak ada dua bentuk tingkat (level) evaluasi menurut
Bloom, yaitu: (a) penilaian atau evaluasi berdasarkan bukti internal; dan (2) evaluasi berdasarkan
bukti eksternal.
Kata Kerja Operasional Level C6 Contoh-contoh kata kerja operasional untuk merumuskan
tujuan pembelajaran pada level C6 (Cognitive 6 – Evaluasi) antara
lain:membandingkan,menyimpulkan,menilai,mengarahkan,mengkritik,menimbang,memutuskan,
memisahkan,memprediksi,memperjelas dll.
b.Afektif
Ranah ini mencakup sasaran yang menyangkut sikap, penghargaan, nilai, dan emosi,
menikmati, memelihara, menghormati. Krathwohl dkk. (Kemp,1985) menyusun ranah afektif
dalam 5 jenjang, yaitu:
1)Menerima (receiving), yakni kemauan untuk memperhatikan suatu kejadian atau kegiatan.
Contoh: mendengarkan, menyadari, mengamati, hati-hati terhadap, peka terhadap, dan toleran
terhadap.
2)Menanggapi (responding), yakni mau bereaksi terhadap suatu kejadian dengan berperan
serta.
Contoh: menjawab, menanggapi, mengikuti, menyetujui, menuruti perintah, dan berminat
terhadap.
3)Menilai (valuing), mau menerima atau menolak suatu kejadian melalui pengungkapan sikap
positif atau negatif.
4)Menyusun (organizing), bila siswa berhadapan dengan situasi yang menyangkut lebih dari
satu nilai, dengan senang hati mengatur nilai-nilai tersebut, menentukan hubungan antara
berbagai nilai tersebut, dan menerima bahwa ada nilai yang lebih tinggi daripada yang lain
dari segi pentingnya bagi siswa perseorangan. Contoh: mempertimbangkan, memutuskan,
membuat rencana, dan mempertimbangkan alternatif.
5)Pembentukan sifat melalui nilai (characterization by value or value complex), siswa
secara konsisten mengikuti nilai yang berlaku dan menganggap tingkah laku ini sebagai
bagian dari sifatnya.
c. Psikomotor
Ranah ini membahas keterampilan yang membutuhkan penggunaan dan koordinasi otot
tubuh, seperti dalam kegiatan jasmani dalam melaksanakan, mengolah, dan membangun.
Klasifikasi ranah ini yang paling mudah dimengerti adalah sebagaimana taksonomi yang
dikembangkan oleh Harrour (Kemp, 1985) dengan 6 jenjang sebagai berikut:
1)Gerakan refleks, merupakan reaksi otot secara tidak sadar terhadap rangsangan, suatu
gerakan naluriah dan tidak dipelajari.
2)Gerakan pokok mendasar, merupakan pola gerakan tubuh yang didasarkan pada gerakan
refleks dan merupakan dasar bagi semua kegiatan psikomotor normal. Contoh: berjalan,
berlari, meloncat, menggapai, memegang.
3)Kemampuan menghayati, melibatkan kesadaran kinestetik, seperti perubahan keseimbangan
badan, pembedaan pandangan atau pendengaran, pembedaan rasa rabaan atau sentuhan, dan
koordinasi gerakan mata-tangan dan mata-kaki.
4) Kemampuan jasmani, termasuk dalam kategori ini adalah daya tahan, kekuatan,
keluwesan dan kelincahan gerak. Gerakan yang sangat terampil tidak bisa dibentuk tanpa
dasar yang kuat dalam berbagai kemampuan tersebut.
1. Audience
Audience, yaitu siswa (warga belajar, peserta didik) yang harus dapat mengerjakan perbuatan
yang dirumuskan dalam TPK/TIK (Tujuan Pembelajaran Khusus/Tujuan Instruksional Khusus/
Indikator).Warga belajar berkedudukan sebagai pelaku, yang harus melaksanakan kata kerja
operasional yang ditulis dalam tujuan instruksional khusus. Baik kata kerja operasional yang
tercakup ke dalam kawasan pengetahuan, kata kerja operasional yang termasuk ke dalam lingkup
keterampilan, maupun kata kerja yang termasuk ke dalam bidang sikap. Audience ketika
melakukan kata kerja operasional bisa secara indivual, bisa juga secara kelompok. Hal ini
tergantung kepada penentu sebuah rumusan tujuan bahan yang dijarkan.
Contoh audience:
- Siswa kelas I SMP
- Peserta penataran
- Peserta penyuluhan.
2. Behavior
Behavior, yaitu tingkah laku atau kegiatan warga belajar (siswa, peserta didik). Tingkah laku
yang diharapkan dapat dikerjakan oleh warga belajar setelah berakhir program pengajaran
tertentu. Tingkah laku (behavior) dalam tujuan instruksional khsusus dinyatakan dengan kata
kerja operasional, yang menunjukkan ting tingkah laku yang dapat diamati atau dapat diukur.
Kegiatan kata kerja operasional dalam keterampilan berbicara bisa dilaksanakan secara
individual dan secara kelompok.
Kegiatan secara individual, seperti memperkenalkan diri, menjelaskan cara membuat sesuatu,
mengemukakan fakta, melaporkan isi bacaan, mengemukakan komentar, menceriterakan sesuatu,
dan berceritera berantai. Kegiatan secara kelompok, seperti mengadakan latihan wawancara
(kelompok), mengadakan latihan dialog, melakukan diskusi, dan mengadakan latihan
pemeranan/penokohan.
Contoh behavior :
- dapat menyebutkan dua contoh kata benda
- dapat menuliskan satu definisi kalimat majemuk
- dapat menerangkan komponen TIK/TPK.
3. Condition
Condition, yaitu keadaan yang berupa syarat, kondisi yang harus dipenuhi pada saat tingkah laku
(kata kerja) dilakukan warga belajar ketika perbuatan tersebut dievaluasi.
Contoh condition:
- tanpa melihat buku atau catatan.
- tidak bekerja sama
- tidak diberi tahu teman.
4. Degree
Degree, yaitu tingkat keberhasilan yang harus dipenuhi, standar atau ukuran yang menunjukkan
bahwa siswa telah mencapai tujuan khusus. Mencapai tujuan berarti melakukan kata kerja
operasional dengan benar. Ada kemungkinan perumus TIK/TPK ada agak segan merumuskan
sampai dengan condition dan degree. Padahal condition dan degree akan memberikan penjelasan
yang berarti dan akan memberikan informasi lebih baik mengenai tujuan yang hendak dicapai.
Contoh degree:
- dengan tanpa membuat kesalahan
- dengan benar
- dengan tidak salah.
b. Kriteria
Kriteria berarti ukuran yang menjadi dasar penetap-an sesuatu. Dalam hal ini ukuran petepan
tujuan instruksional khusus yang baik. Kriteria TIK/TPK ada empat, yaitu menggunakan istilah
yang operasional, berbentuk hasil belajar, berbentuk tingkah laku, dan mengandung satu jenis
tingkah laku.
2. Hasil belajar
Tujuan pembelajaran khusus harus merumuskan sesuatu yang diajarkan. TIK/TPK tidak
mengukur hal yang dipelajari perumus, tetapi mengukur hal yang dipelajari warga belajar. Oleh
karena itu, yang dirumuskan dalam TIK/TPK adalah hasil belajar.
3. Tingkah laku
Tujuan pembelajaran khusus yang dirumuskan harus berbentuk tingkah laku yakni Tingkah laku
yang dapat diamati dan Tingkah laku yang dapat diukur.
c. Kemampuan yang dituntut dalam rumusan Tujuan Instruksional Khusus harus sesuai dengan
kemampuan siswa.
d. Banyaknya Tujuan Instruksional Khusus yang dirumuskan harus sesuai dengan waktu yang
tersedia untuk mencapainya.
Kemudian indikator-indikator dirinci kembali menjadi TPK-TPK yang dapat dijadikan patokan
untuk melaksanakan program pembelajaran.
Contoh TPK yang dapat dibuat berdasarkan empat indikator di atas, yaitu:
Jika diberikan hukum-hukum yang berhubungan dengan fluida statik dan dinamik serta
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari, maka siswa kelas XI SMA akan dapat :