Anda di halaman 1dari 2

DESENTRALISASI FISKAL

Berawal dari krisis moneter dan ekonomi serta pergolakan politik yang timbul pasca
lengsernya rezim Soeharto yang sentralistik dan otoriter, Indonesia mengambil langkah raksasa
dengan melakukan desentralisasi politik dan fiskal. Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) meresponpermintaan desentralisasi yang semakin keras, dengan mengesahkan dua undang-
undang pada bulan April 1999, dan menetapkan tanggal 1 Januari 2001, sebagai mulai
dilaksanakannya desentralisasi di Indonesia. Bank Dunia (2007), menyebut program desentralisasi
di Indonesia termasuk program besar dan disebut sebagai big bang decentralization.

Sejak tahun 2001 bangsa Indonesia memulai babak baru penyelenggaraan pemerintahan,
ketika diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah, yaitu Undang-Undang Nomor 22 tahun
1999 tentang pemerintahan daerah,kemudian direvisi dengan Undang-Undang Nomor 32 tahun
2004, dan Undang-Undang Nomor 25 tahun 1999, tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan daerah, yang selanjutnya direvisi dengan Undang-Undang Nomor 33 tahun
2004.

1.Pengertian Desentralisasi Fiskal

Desentralisasi fiskal, yang merupakan penyerahan kewenangan di bidang keuangan antar


level pemerintahan yang mencakup bagaimana pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah besar
dana dan/atau sumber-sumber daya ekonomi kepada daerah untuk dikelola menurut kepentingan
dan kebutuhan daerah itu sendiri. Bagi daerah, desentralisasi fiskal berfungsi untuk menentukan
jumlah uang yang akan digunakan pemerintah daerah untuk memberikan pelayanan kepada
masyarakat.

Desentralisasi fiskal merupakan instrumen, bukan suatu tujuan. Desentralisasi fiskal


merupakan salah satu instrumen yang digunakan pemerintah dalam mengelola pembangunan
guna mendorong perekonomian daerah maupun nasional. Sedangkan tujuan akhir dari
desentralisasi fiskal adalah kesejahteraan masyarakat.

Implikasi, peningkatan kesejahteraan masyarakat setelah adanya implementasi otonomi


daerah dan desentralisasi seharusnya menjadi tujuan utama yang harus dicapai. Salah satu
indikator yang menunjukkan peningkatan kesejahteraan tersebut adalah peningkatan
pertumbuhan ekonomi daerah dan nasional.

2. Manfaat dan Kelemahan Desentralisasi Fiskal

Menurut Bahl (2008), terdapat dua manfaat dan empat kelemahan desentralisasi fiskal:
a. Manfaat desentralisasi fiskal adalah:

· Efisiensi ekonomis, Anggaran daerah untuk pelayanan publik bisa lebih mudah disesuaikan
dengan preferensi masyarakat setempat dengan tingkat akuntabilitas dan kemauan bayar yang
tinggi.
· Peluang meningkatkan penerimaan pajak dari pajak daerah, Pemerintah daerah bisa
menarik pajak dengan basis konsumsi dan aset yang tidak bisa ditarik oleh pemerintah Pusat.
b. Kelemahan dalam desentralisasi fiskal, yaitu :

a. Lemahnya kontrol pemerintah pusat terhadap ekonomi makro.


b. Sulitnya menerapkan kebijakan stabilitas ekonomi.
c. Sulitnya menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi dengan
pemerataan.
d. Besarnya biaya yang harus ditanggung pemerintah daerah daripada
keuntungan yang didapat.

3. Implementasi Desentralisasi Fiskal Di Indonesia

Desentralisasi fiskal di Indonesia adalah desentralisasi fiskal di sisi pengeluaran yang


didanai terutama melalui transfer ke daerah. Dengan desain desentralisasi fiskal tersebut, maka
esensi otonomi pengelolaan fiskal daerah dititikberatkan pada diskresi (kebebasan) untuk
membelanjakan dana sesuai kebutuhan dan prioritas masing-masing daerah.
Implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia diawali dengan realitas kurang jelasnya
pengelolaan dana yang berasal dari pusat yang telah dialokasikan untuk daerah. Kemudian timbul
berbagai permasalahan yang meliputi beberapa aspek yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan.

Permasalahan tersebut kemudian diakomodasi oleh pemerintah pusat dengan


pelaksanaan otonomi daerah yang lebih luas yang diikuti dengan desentralisasi fiskal, dimana
kabupaten/kota sebagai penjurunya. Desentralisasi secara nyata dimulai sejak diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor
25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah,
sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 (sebagaimana telah dua
kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008) dan Undang-Undang Nomor
33 Tahun 2005 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah merupakan suatu sistem
yang menyeluruh dalam rangka pendanaan penyelanggaraan asas desentralisasi, dekonsentrasi,
dan tugas pembantuan. Salah satu bentuk pelaksanaan desentralisasi fiskal diwujudkan dalam
bentuk penentuan sumber-sumber PAD yang dapat digali dan dipergunakan sendiri sesuai dengan
potensi masing-masing. Berdasarkan asas desentralisasi, sumber penerimaan daerah meliputi
PAD, dana perimbangan, dan lain-lain pendapatan.

Prinsip Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia pada hakikatnya sejalan dengan


pengalaman Negara-negara lain dalam melakukan desentralisasi. Sebagaiman diungkapkan Ter-
minassian (1997) bahwa banyak Negara di dunia melakukan program desentralisasi sebagai
refleksi atas terjadinya evolusi politik yang menghendaki adanya perubahan bentuk pemerintahan
ke arah yang lebih demokratis dan mengedepankan partisipasi. Lebih lanjut Ter-minassian
menjelaskan bahwa pelaksanaan desentralisasi merupakan upaya untuk meningkatkan
responsivitas dan akuntabilitas para politikus kepada konstituennya, serta untuk menjamin
adanya keterkaitan antara kuantitas, kualitas, dan komposisi penyediaan layanan publik dengan
kebutuhan penerima manfaat layanan tersebut.

Anda mungkin juga menyukai